“Cih, duda trouble! Udah lepas, berani-beraninya minta yang masih segel! Baru selesai mencampakkan kekasih yang berkhianat, Selmara Vallence malah berakhir di tangan duda. Adalah Panji Antaraxa, pria yang tiba-tiba menolak mempelai wanita, tepat setelah gaun pernikahan dijajal bersama. Akibat dari kekonyolan Panji tersebut, Selma dipaksa menggantikan sang sepupu yang seharusnya menjadi mempelai wanita. Bersuami sepuluh tahun lebih tua sama sekali bukan mimpi Selma. Namun, gadis itu dipaksa memimpikannya demi kelangsungan bisnis antara keluarga Vallence dan Taraxa. Setelah apa yang dialami di masa lalu, Panji tidak peduli lagi dengan cinta. Yang ia perlukan hanyalah mengikat keluarga Vallence seperti yang diperintahkan oleh ayahnya. Entah itu Selma atau sepupunya, Panji sama sekali tidak peduli kecuali tentang segel kehormatan. Namun, ternyata Selma berbeda. Kepala Panji yang semula pusing karena tingkah kekanak-kanakan sang istri, kian hari makin berdenyut oleh romansa yang tidak semestinya. Demi menyelamatkan rumah tangga sekaligus perusahaan, berhasilkah Panji menghadirkan malam pertama di malam yang ke sekian kalinya bersama Selma? Dari situ pula, akankah Selma percaya bahwa suami dudanya itu masih perjaka? "Om, balikin mahkota aku!" Masih setengah sadar, Panji terkekeh. "Kenapa menghamili istri sendiri bisa serumit ini?" Cover by Canva free, edited by Daisyster.
View More“Oh, jadi ini istrimu?” Tekankan sekali lagi, Selma benci ditatap remeh sedemikian itu. Rasanya percuma memperkenalkan diri manis-manis tadi. Inikah alasan orang-orang meremehkannya, karena dandanan childish dan tidak glamour seperti kebanyakan konglomerat lainnya? Hati-hati, khodam-nya kerap bangkit saat sensitif seperti ini. Andai Panji tidak melarang, sudah sejak tadi suaranya nyalak kepada pria yang konon katanya adalah kakak ipar suaminya itu. “Ekhem! Kenapa Kak Gerald dan Kak Mega nggak datang di hari pernikahan kita?” Panji menumpuk dua kakinya, tiada berniat melonggarkan tautan tangan dari Selma. “Oh, maaf soal itu,” ucap Gerald, tetapi terkesan tidak serius. “Sebenarnya aku baru saja pulang dari Singapore, sejak sebulan lalu berlibur di sana. Dan ternyata adikku satu ini benar-benar berhasil menggandeng royal princess Tuan Vallence, ‘ya? Kupikir kamu juga tidak bodoh untuk tahu tujuanku ke mari,” terang pria itu, sejak tadi tidak meluruskan se
“Punggung kamu kenapa, sih?” “Nggak tahu, ish! Jangan banyak tanya, ngapa, sih, Om!” Ditanya baik-baik, sahutannya malah galak. Panji gatal sendiri sejak tadi memperhatikan Selma memijit-mijit punggung sambil sesekali memuntiri leher. Apa itu kode untuk servis tambahan? Selagi mereka sudah ada di rumah, malam pun sebentar lagi membayang. Tidak salah, bukan? Namun, Panji harus menepati janjinya terlebih dahulu untuk tidak meminta aneh-aneh hingga urusan mereka di Swiss nanti selesai. Melihat istrinya berdiri, Panji menutup dokumen yang ada di pangkuannya. “Mau ke mana?” tanyanya, meletakkan folder tebal itu ke samping remote televisi. “Mau ke kamar sebentar,” pamit Selma, kemudian melangkah lesu hingga setiap langkahnya benar-benar dikawal mata sang suami sampai pijakan tangga terakhir. Pet! Setelah mematikan siaran televisi, Panji menyusul gadis itu. Namun, tidak sesudut pun dari kamar luas itu menampakkan kebaradaan
“Ck! Carikan posisinya, aku tidak mau tahu!” Bipp! Panji cekatan memutus sambungan mobile handsfree yang semula dikomunikasikan dengan Dafa. Ia memberikan tugas yang gampang-gampang susah untuk sekretarisnya itu, sementara dirinya sendiri memburu keberadaan sang istri. “Renjani sialan!” Panji menginjak gas lebih dalam. “Aku yakin dia tidak bodoh untuk tahu kabar pernikahanku dengan Selma. Tcih! Untuk itukah dia datang, ingin mengacau?” Black Jaguar yang menggotongnya itu lihai menyelinap di antara arus lalu lintas yang ramai lancar. Memang bukan jam-jam genting, jadilah jalanan metropolitan itu sedikit mendukung pergerakannya dalam mencari Selma. Kendati demikian, di mana ia harus menginjak rem? Ponsel gadis itu tidak bisa dihubungi sama sekali. Ting! Sebuah pesan masuk dari Dafa menunjukkan sebuah lokasi dengan keterangan ‘Nyonya’ di bawahnya. Panji segera mengikuti titik koordinat itu sambil sedikit memuji kelihaian sekreta
“Dafa, kenapa dia bisa sampai ke sini!” Sambil gelagapan dipelototi bos-nya, Dafa menjelaskan, “A–anu, Tuan, s–saya juga tidak tahu. Saya juga baru melihat Nyonya di sini.” “Call me ‘Nona’, please!” desis Selma, menambahi beban Dafa dengan lirikan pedasnya. Syut! “Ikut aku!” Panji menarik gadis itu menuju ke ruangannya, tetapi kaki mereka dihentikan paksa begitu mendapati wanita yang masih anonim itu berdiri di depan pintu. “Ini siapa, Panji?” Wanita berjas tosca itu meneliti penampilan Selma dari ujung ke ujung, lantas berakhir nyengir aneh. Ingin rasanya Selma mencolok mata yang menatapnya remeh itu. Memangnya kenapa dengan kaos dan jeans yang ia kenakan? Ia yakin wanita itu akan pingsan saat melihat banderol harganya, tetapi sayang embel-embel itu mungkin sekarang sudah dibakar atau entah apa di tempat pembuangan. “Dafa!” Pekikan Panji menguar di sepanjang lorong. Dengan tergopoh-gopoh, Dafa tampil di had
“Silakan, Nyonya.” Daripada teh yang disuguhkan padanya, mata Selma lebih tertarik pada maid yang mempersembahkan minuman itu. “Panggil ‘Nona’ aja, nggak, sih?” tanyanya, seraya memangku dagu. Tak! Benturan cangkir dan tatakannya semakin dramatis oleh pelototan mata Panji. “Kamu bercanda?” timpal pria yang kemas dengan setelan kantornya itu. “B–baik, Nona, maafkan saya.” Maid itu hampir tersedak napasnya sendiri, lalu segera undur diri ke dapur, diikuti tiga maid lain yang telah selesai merapikan sisa hidangan pagi di meja. Tentu para maid itu jauh lebih mengenal seperti apa perangai Panji bila pelototan matanya sudah menyala, sehingga mereka pilih segera menyingkir daripada terkena imbasnya. Namun, mereka belum tahu jika permaisuri baru di istana itu memiliki keberanian lebih untuk memecundangi ekspresi seram sang raja. “See, bibi itu nggak keberatan. Apa masalah Om?” tanya Selma, matanya sambil melirik ke arah kepergian maid-nya tadi.
“Tuan, apakah ada sesuatu dengan Nyonya?” Lirikan sebal Panji berpindah pada seorang maid yang menatap takut-takut di sampingnya. Ia tebak, pekikannya mengganggu wanita paruh baya itu, apalagi saat ini kondisinya tidak dalam balut pakaian yang benar. Sebentar, amarah Panji masih berusaha disurutkan sebelum akhirnya menjelaskan sesuatu pada pekerjanya itu. “Tidak ada,” elak Panji. “Pergilah beristirahat, besok kau harus mulai bekerja!” titahnya, tanpa lupa ditambahi tatapan menusuk. Setelah maid itu menyingkir dari pandangannya, Panji pun beringsut ke ruangan lain. Ia bisa saja merogoh kunci cadangan dan menghabisi Selma saat itu juga. Namun, rasa-rasanya lelah sekali untuk memulai perdebatan. Jadilah, ruang kerja dengan tambahan set kamar minimalis itu menemani lelapnya malam ini. Bumb! Setelah mendebamkan tubuhnya ke ranjang, Panji membayangkan atap putih yang menaung di ruangannya itu melukiskan wajah Selma. “Awas, kamu! Kita lihat saja, siapa yang akan
“Dis?” Kepala Selma mendusel pada lengan hangat yang tertata di sampingnya, lalu refleks memeluk tubuh si pemilik lengan tersebut. Namun, sepertinya ada yang aneh. Telapak tangannya meraba-raba dada bidang yang menurut bayangannya mirip kepunyaan aktor drama yang kerap ia tonton. Ia tidak mengira tubuh Diska akan sepadat ini. Apa sahabatnya itu rajin mengikuti fitness akhir-akhir ini? “Eumh, ekhem!” Mampus! Selma menelan ludahnya dengan susah, ia ingat siapa pemilik dehaman khas itu. Dengan mata yang senantiasa terpejam, perlahan ia ambil kembali lingkar tangannya. Akan tetapi, sebuah tarikan malah membuatnya semakin merapat. Akhirnya, gadis itu memberanikan diri membuka mata dan bersibobrok dengan pemilik netra gelap yang kini juga tertidur menyamping ke arahnya. “Untuk tidur siang saja kamu pilih menumpang pada ranjang orang lain?” Selma berkedip lambat meski jantungnya bekerja dua kali lebih cepat. “Om … kok bisa?” Pria itu menggeleng. “Entah, tany
“Jangan diam aja. Bukannya kamu harus menjelaskan sesuatu?” Panji menunggu, matanya tidak lepas dari gadis yang memilih duduk jauh darinya itu. Beruntunglah ia belum meminta para pekerja rumahnya kembali dari cuti. Mulanya pria itu berniat mengerjai Selma agar mengurus pekerjaan rumah tangga, tetapi sepertinya kepergian para maid memberi manfaat tersendiri untuk sepasang pengantin baru yang dilingkupi aura panas tersebut. “Bukan aku.” Selma senantiasa menundukkan kepalanya. “Tapi, bagaimana bisa wajah kalian begitu mirip?” Pyar! Hamburan foto di pangkuan itu sedikit membuat Selma terjingkat. Ia berani bersumpah jika kegadisannya masih utuh, tetapi sedari tadi air muka hingga kata-kata Panji membuat kemampuan berbicaranya gulung tikar sebelum digelar. “Ak–aku nggak kenal sama cowok itu, Om. Sumpah, bukan aku,” bela Selma, diselingi isakan tertahan. Namun, akhirnya tangis gadis itu pecah juga saking takutnya. “Kalau bukan, kenapa nangis?” Nada tany
“Om, kenapa diam aja?” Panji menghela napas terlebih dahulu, lalu menjawab, “Terus, kamu mau aku gimana?” Selma menggigit bibirnya begitu rapat, menahan tawa yang hampir menyembur bebas. Sejak hengkang dari rumah, pria itu memasang wajah sebal. Ia sangat tahu penyebabnya, tetapi tidak merasa bersalah sama sekali. “Jadi mampir apotek, nggak?” Panji menyalakan sein ke kiri. “Beli apa tadi, aku lupa,” katanya. “Ke minimarket aja, Om,” usul Selma, “sekalian beliin pembalut, kayanya aku lupa nggak masukin tas.” Alis Panji terangkat sebelah. “Hah, pembalut?” Suaranya terdengar seperti terkejut daripada pertanyaan. Selma mengangguk begitu saja, lalu dengan sok memelas ia bertanya, “Om Panji nggak mau beliin pembalut buat aku?” Sesaat, pria itu menganalisa mimik aneh di wajah istrinya. Panji ingat, ini adalah pertama kali baginya melihat sisi manja Selma. Apa datang bulan bisa merubah perempuan menjadi seaneh ini? Seumur hidup, tidak pernah sekalipun dir
“Astatang, mau sampai kapan mata gue dilimpahi dosa? Mana suara lo panas banget lagi,” kritik Diska, lelah dengan desisan kasar dari mulut Selma. “Kicep, lo! Kalau bukan karena lo yang kasih info, udah gue mutilasi dari tadi!” desis Selma, kemudian membenahi posisi ponsel yang terselip di antara ronce kerang. Lepas memastikan belah bibir Diska merapat, Selma kembali memfokuskan bidik kamera ke arah dua sejoli yang dengan tidak tahu malu tengah bercumbu di sudut kafe. Lebih memalukan lagi, pemeran pria dalam video panas itu adalah manusia yang selama dua tahun ini lancang melabeli diri sebagai kekasih Selma. Posisi panas itu mungkin memang tidak terlalu tersorot karena terhalang penyekat ruangan. Tidak jelas, bukan berarti tidak terlihat. Untungnya Diska cukup andal dalam memilih markas, sehingga sekat beraksen kerang itu justru menjadi profit tersendiri bagi Selma. Dari sekian banyak sumpah serapah dan absen kebun binatang, hanya posisi itulah yang sepertinya...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments