"Ibu, apa kita akan ke rumah Nenek?" tanya Zahra. "Iya sayang," jawabku dengan tersenyum. Sebelah tanganku membawa sebuah rantang yang berisi makanan yang sudah aku siapkan untuk mertuaku. Selama ini, walaupun kondisi keuanganku tidak baik-baik saja, tetapi aku selalu rutin mengantarkan makanan ke rumah ibu mertuaku. Ibu mertua yang hanya hidup seorang diri, membuatku selalu memberikan perhatian-perhatian kecil. Aku mengerutkan kening saat melihat mobil yang sangat tidak asing di mataku. Mobil milik suamiku, yang beberapa jam lalu berpamitan hendak pergi keluar kota dengan alasan pekerjaan. Namun, kini aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, jika mobil suamiku terparkir dengan rapi di halaman rumah mertuaku. '𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘔𝘢𝘴 𝘌𝘥𝘪 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘴𝘪𝘯𝘪?' Tidak ingin menebak-nebak, aku akhirnya memilih mengetuk pintu rumah mertuaku yang terlihat sepi dengan pintu tertutup. "Ni-Nia!" Ibu mertuaku terlihat begitu terkejut saat membuka pintu dan melihatku berdiri di hadapa
DEGTubuh Nia mematung saat melihat seorang wanita yang tengah bergelayut di lengan suaminya. Ingin menanyakan siapa sosok perempuan tersebut, tetapi suaranya seperti tercekat di tenggorokan. Nia hanya bisa memandangi sang suami dan wanita tersebut secara bergantian. Ingin sekali Nia menepis semua fikiran-fikiran buruk yang sudah memenuhi isi kepalanya, tetapi lagi-lagi bukti nyata yang ia lihat saat ini semakin memperkuat tudahan tersebut. Air mata semakin mengalir deras di sudut matanya menyaksikan perempuan lain sedang bergelayut manjan di lengan suaminya."Wanita itu siapa, sayang?" tanya perempuan tersebut kepada Edi."Emm ... Emm ... Anu." Edi terlihat tampak bingung untuk menjawab. Berulang kali Edi melirik ke arah sang ibu, berharap Ratmini membantu dirinya di saat keadaan terjepit seperti ini.Sedangkan perempuan tersebut semakin di buat penasaran karna ia tak kunjung mendapatkan jawaban dari Ratmini maupun Edi. Perempuan tersebut akhirnya memilih bertanya langsung kepada N
"Semua sudah terjadi, Nia. Mau bagaimana pun Riri saat ini sudah menjadi Isriku dan saat ini Riri tengah mengandung anakku," jelas Edi.DEGKedua kaki Nia terasa lemas, ia tak mampu menopang beban berat tubuhnya. Nia menatap nanar ke arah suaminya, suami yang selama ini sangat di cintai oleh Nia dan suami yang selama ini selalu Nia banggakan di depan keluarganya tetapi nyatanya kini suaminya sendiri lah yang sudah menorehkan luka terdalam di hatinya. Nia segera menghapus buliran bening yang menetes di pipinya, Nia akan memberikan dua pilihan untuk suaminya dan setelah itu Nia akan mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya dan putrinya Gea."Kamu pilih aku atau dia?" tunjuk Nia ke arah Riri dan hal tersebut membuat Ratmini yang sebelumnya berwajah pucat kini tergantikan oleh wajah me-merah karna emosi."Apa maksudnya kamu menyuruh anakku memilih! Se-cantik apa dirimu sehingga harus membua Edi memilih kamu!" Ratimini memandang penampilan Nia dari ujung kaki hingga kepala dengan tat
Tak terasa angkot yang di tumpangi oleh Nia telah berhenti tepat di depan rumahnya. Nia lantas turun dan membayar angkot tersebut. Nia harus mengambil Gea yang ia titipkan di tetangga samping rumahnya. TOK! TOK! TOK! "Kamu sudah pulang ternyata, saya kira siapa pake acara ketuk pintu segala," ucap bu Rani. "Sudah Bu, terima kasih sudah menjaga Gea," ujar Nia. "Sama-sama. Lagian Ibu itu seneng di titipin Gea, dia anaknya nggak rewel juga." "Mata kamu bengkak seperti orang habis menangis, kenapa?" tanya bu Rani. "Tidak apa-apa Bu, tadi hanya kelilipan debu saja," kilah Nia. "Saya ambil Gea ya Bu, sekali lagi terima kasih sudah mau di titipkan Gea." Nia lantas berjalan meninggalkan rumah bu Rani dan menuju ke rumahnya. Rasa sesak di dadanya hingga saat ini masih terasa. Rasanya semua ini seperti mimpi di siang bolong, mimpi yang terasa sangat nyata dan membuatnya ingin segera terbangun. Nia merogoh tas selempangnya untuk mengambil kunci, setelah itu ia membuka pintu tersebut. I
Gea yang melihat Edi seketika turun dari pangkuan Nia, Gea merentangkan tangannya berharap untuk di peluk oleh sang Papa, tetapi kenyataannya Edi hanya mengelus kepala Gea lalu beranjak mendekat ke arah Nia. Nia yang melihat hal tersebut hatinya seketika berdenyut nyeri, Edi-suaminya kini telah berubah. Bukan hanya dirinya saja yang di sakiti oleh laki-laki tersebut, tetapi Gea putrinya yang tak memiliki dosa apapun ikut tersakiti oleh sikap Edi. Nia tersenyum getir ke arah suaminya, pandangannya mengisyaratkan luka mendalam bagi dirinya. "Nia, ada yang mau Mas bicarakan," ucap Edi mendudukan tubuhnya di kursi sebelah istrinya. "Ada apa?" tanya Nia. "Karna saat ini kamu sudah mengetahui semuanya, hari ini Riri akan tinggal bersama kita di sini," jelas Edi. Nia membulatkan matanya, Nia tak menyangka jika suaminya akan secepat ini membawa madunya ke dalam rumah yang di tempati dirinya bahkan Nia harus tinggal serumah dengan madunya tersebut. Nia menggelengkan kepalanya berulang kal
Pagi yang cerah tak secerah hati dan wajahNia saat ini. Sebab, baru saja keluar kamar, Nia melihat dengan kedua matanyasecara langsung bagaiaman suaminya berlaku sangat lembut kepada madunya. Bukanitu saja, berbagai makanan mewah tersaji di meja ruang tamu. Selama empattahun pernikahan dengan Edi, Nia bahkan tidak pernah sama sekali mencicipimakanan-makanan mewah seperti itu.‘Sabar, sabar….’ Lagi-lagi Nia hanya bisamengelus dadanya.Hari ini Nia tidak ingin melakukan apapun, selain sudahtidak mempunyai simpanan uang untuk memasak, Nia pun memang sengaja inginmenghidar dari kedua pasangan sejoli tersebut. Nia melirik ke arah jam dindingyang menunjukan pukul delapan lewat, Nia segera membawa Gea ke kamar mandiuntuk memandikan putrinya sekaligus Nia ingin mendinginkan pikirannya yangkembali memanas.Setelah selesai dengan ritual mandi bagi dirinya dan Gea,Nia memutuskan untuk mengajak Gea bermain di rumah tetangga sebelahnya.Sayangnya, daripada mengawasi anaknya bermain, N
"Berjualan?" Nia tampak berfikir dengan ide yang di berikan oleh wanita setengah baya yang ada di sampingnya, setelah itu Nia menggeleng dengan cepat. "Nia tidak bisa berjualan Bu, berjualan itu harus membutuhkan modal dan tempat yang stategis," jelas Nia. "Kalo masalah tempat, kamu bisa gunakan tempat yang Ibu punya di pasar," sahut bu Rani. "Lalu Nia harus berjualan apa Bu?" tanya Nia. Bu Rni terdiam, ia berfikir dengan bola mata bergerak ke kanan ke kiri hingga pandangannya tertuju ke atas meja. "Kamu jualan bubur saja, lagi pula kalo nggak salah di pasar itu belum ada yang berjualan bubur." "Kira-kira modal untuk jualan bubur berapa Bu?" tanya Nia. "Kurang lebih satu juta. Untuk peralatannya mungkin kamu punya panci di rumah dan mangkok-mangkok." Nia menganggukan kepalanya, senyum mengembang di wajahnya. Kini Nia hanya harus memikirkan bagaiamana caranya Nia mendapatkan uang satu juta untuk modalnya berjualan. Meminta kepada suaminya sepertinya sangat mustahil bagi Nia, m
Nia membalikan tubuhnya, setelah itu ia mulai melangkah kembali menuju kamar untuk menelpon sang adik dan membicarakan niatnya saat ini. Nia berharap jika adiknya tersebut akan memberikan dirinya pinjaman, jika tidak Nia tak tau lagi harus meminjam kepada siapa. Riri yang merasa di abaikan oleh Nia seketika menjadi emosi, ia mengepalkan tangannya ingin sekali rasanya Riri memberikan pelajaran kepada kakak madunya tersebut agar tak berlaku kurang ajar kepada dirinya. Menurut Riri jika saat ini dirinya lah yang lebih pantas bersanding dengan Edi dari pada Nia yanng hanya perempuan kampungan dengan penampilan yang memalukan. Riri yang melihat Edi di ambang pintu seketika memegangi perutnya dan memasang mimik muka kesakitan, ia berniat akan memberikan pelajaran kepada Nia sebab sudah mengabaikan kehadiran dirinya. Edi yang melihat Riri tengah meringis memegangi perutnya seketika berlari mendekat, wajah Edi terlihat sangat cemas saat melihat Riri istri keduanya tengah memegangi perut.
Deg"Gea kan memang punya, Papa," jawab Nia. "Papa Edi," lanjutnya lagi.Gea menundukan kepalanya, "Iya, tapi Papa tidak pernah mengunjungi Gea. Gea iri sama temen-temen yang selalu di temani Papanya saat bermain," ungkapnya.Kedua netra Nia berkaca-kaca. Entah kini siapa yang harus di salahkan dalam hal ini. Dirinya yang terlalu egois demi mementingkan kebahagiannya dan mengorbankan sang putri atau Edi yang tak pernah sedikit pun menanyakan tentang kabar putrinya. Nia sangat tau jika perceraian antara kedua orang tua akan berdampak buruk kepada anaknya, tetapi Nia pun tak bisa lagi mengalah dengan semua kebusukan sang suami yang dengan tega bermain di belakang. Apalagi sang mertua yang tak pernah menganggap dirinya sebagai menantu melainkan pembantu.**Hari berganti hari dan bulan berganti bulan. Saat ini usaha yang di rintis oleh Nia telah berkembang dengan pesat. Bahkan saat ini Nia telah membukan tiga cabang di berbagai daerah. Nia benar-benar tak menyangka berada di titik ini, t
Lampu merah berganti hijau, tanpa mengucapkan sepatah kata 'pun Nia mulai melajukan kembali motor maticnya. Sungguh Nia sudah tidak menginginkan untuk berurusan dengan keluarga yang sangat tidak tau diri. Bahkan sampai saat ini keluarga tersebut masih menyalahkan dirinya atas didikan yang telah ia berikan kepada putrinya.Nia tau jika apa yang di lakukan oleh putrinya sangat salah, tetapi Nia sendiri 'pun tidak bisa memaksa sebab Nia sangat tau jika putrinya sangat membenci keluarga dari Edi. Padahal, sudah berulang kali Nia mencoba memberikan pengertian agar putrinya tak membenci siapapun, tetapi nyatanya kenangan buruk yang telah di torehkan oleh keluarga tersebut sangat membekas di ingatan Gea."Apa Ibu marah sama, Gea?" "Kenapa Ibu harus marah sama putri, Ibu?" "Karna Gea tidak menjawab ucapan, Nenek. Bukankah selama ini Ibu mengajarkan Gea untuk berlaku sopan kepada yang lebih tua?" Nia menganggukan kepalanya. Ia ingin mendengar alasan apa lagi yang akan putrinya katakan."Gea
Dua tahun kemudian, kehidupan Nia berangsur membaik begitu 'pun dengan ekonominya saat ini. Tak ada rasa ketakutan akan kelaparan dan kehabisan uang, bahkan saat ini usaha yang Nia buka dengan modal pas-pasan telah bercabang dengan omset yang begitu menggiurkan.Rara salah satu orang kepercayaan Nia selama dua tahun ini. Rara yang selalu memeriksa keuangan dan kondisi di restoran yang berada di pusat maupun di cabang.Jika dahulu hanya menyediakan menu bubur, kini Nia membuka restoran yang menyediakan berbagai menu.Nia bersyukur atas semua kenikmatan yang di berikan oleh Tuhan, Nia bahkan tak menyangka jika dirinya bisa berdiri hingga di titik ini. Bagi Nia, bisa makan adalah suatu kebahagian tersendiri untuk dirinya tanpa harus mengemis ke orang lain."Ibu..." Gea berlari menghambur ke dalam pelukan Nia, bocah kecil yang dulu berbadan kurus kini seiring berjalannya waktu tubuh Gea semakin berisi dan pipinya 'pun terlihat chuby."Ada apa anak cantik, Ibu?" tanya Nia dengan mendaratka
"Aku tadi bertemu dengan Mbak Nia," ungkap Riri."Apa? Nia? Kamu bertemu dia dimana?" tanya Ratmini dengan begitu penasaran."Di pasar malam. Dia mempermalukanku dengan menjelekanku di depan umum dan mengatakan jika aku sudah merebut Mas Edi dan membuat rumah tangganya berantakan." tubuh Riri bergetar seiring semakin derasnya air mata yang membasahi pipinya."Kurang ajar! Dia benar-benar keterlaluan." Ratmini seketika emosi mendengar aduan dari menantu kesayangannya tanpa mencari tau kebenarannya.Jelas saja Ratmini begitu percaya kepada menantunya, karna sejak dulu Ratmini tak pernah menginginkan Nia menjadi menantunya dan sejak dulu pula Ratmini tak pernah menyukai Nia."Ibu jangan bilang sama Mas Edi. Aku tidak mau Mas Edi melakukan sesuatu dan menyakiti Mbak Nia," mohon Riri."Hati kamu begitu baik, sayang. Ibu benar-benar merasa bersyukur memiliki menantu seperti kamu. Tapi jika hal ini tidak di beritahukan kepada Edi, Ibu taku Nia akan semakin kurang ajar. Ibu tau jika dia masih
Nia hanya mendengkus kesal dengan kata-kata ejekan tersebut. Tak ingin ada perdebatan, Nia lantas berlalu begitu saja tanpa memperdulikan wanita tersebut. Sedangkan Riri yang merasa di abaikan oleh Nia meradang, ia seseorang yang paling tidak suka di abaikan oleh siapapun termasuk oleh orang-orang yang tak ia sukai."Heh janda bodong! Apa kau sekang sudah menjadi simpanan Om-Om berkumis tebal sehingga mampu mengajak putri jelekmu jalan-jalan." Riri kembali mematik pertikaian dengan Nia, ia seolah tak puas sebelum Nia menangis di hadapan dirinya dan memohon agar tak lagi melontarkan kata-kata ejekan seperti itu.Tangan Nia mengepal dengan kuat, andai jika bukan di muka umum mungkin saja Nia sudah menarik bibir yang berwarna merah menyala tersebut. Lagi-lagi ia harus bertemu dengan wanita tak ada adab seperti Riri yang hanya bisa menguras emosinya."Ah aku lupa jika kau hanya wanita kampung yang berpenampilan lusuh sehingga aku rasa tak akan ada om-om yang berminat kepadamu." "Apa kau
Nia dengan cepat berteriak memanggil warga agar membantu dirinya. Setelah melihat kepergian laki-laki jahat tersebut, Nia lantas menghampiri wanita yang tengah duduk di tanah dengan terisak."Kamu nggak kenapa-kenapa?" tanya Nia.Wanita yang terlihat masih berumur belasan tahun menggelengkan kepalanya. Air matanya masih masih menetes membasi pipinya. penampilannya terlihat acak-acakan akibat ulah orang-orang jahat tersebut."Rumah kamu di mana?" tanya Nia kembali.Gadis berkulit kuning langsat tersebut menggelengkan kepalanya, "Aku dari kampung, di sini aku ingin mencari pekerjaan. Beruntung Mbak bantuin aku, sehingga dompetku aman tidak di ambil oleh mereka," sahut gadis tersebut."Jadi kamu belum mempunyai tempat tinggal saat ini?" lagi-lagi gadis tersebut menggelengkan kepalanya."Ya sudah, lebih baik kamu sekarang ikut saja denganku," ujar Nia.Gadis yang terlihat lugu tersebut mendongakan kepalanya, sangat terlihat jelas jika gadis tersebut sangat ragu untuk menerima tawaran dari
Beberapa bulan kemudian, usaha yang di jalani oleh Nia sedikit demi sedikit ada peningkatan. Bahkan saat ini Nia sudah tak lagi tinggal di tempat usahanya, Nia sudah menyewa rumah yang layak untuk dirinya dan Gea tempati.Kehidupan Nia saat ini terlihat sangat bahagia tanpa ada rasa tertekan oleh apapun. Tak ada rasa sakit hati lagi yang ia rasakan saat melihat suaminya dengan wanita lain. Saat ini Nia hanya ingin membersarkan Gea dengan kedua tangannya dan Nia ingin jika Gea suatu saat akan menjadi orang sukses.Nia sudah berencana, jika ia memiliki uang lebih, ia akan menuntut cerai Edi. Sudah beberapa bulan dari semenjak Edi menjatuhkan talak kepada dirinya, tetapi hingga saat ini Edi belum menggugat cerai dirinya.Pagi hari ini, Nia cukup kelelahan karna semakin hari pembeli yang berdatangan semakin banyak, bahkan baru jam tujuh saja, dagangan Nia sudah hampir habis.Nia duduk dengan semangkuk bubur di tangannya, ia menyuapi Gea yang tengah asik bermain. Nia tersenyum, rasa lelahn
"Buka woy!" suara teriakan yang sangat asing membuat Nia, semakin merasa takut. Jantungnya semakin berdebar dengan kencang. Tak ada seorang laki-laki yang bisa melindungi dirinya dan Gea, sehingga membuat Nia mau tak mau harus memberanikan diri untuk melihat suasana di luar."Gea tunggu sebentar di sini, ya. Ibu mau keluar dulu lihat siapa yang ada di luar," ucap Nia kepada Gea.Setelah mendapatkan anggukan dari putrinya, Nia segera bangun dan membuka roling dor yang tertutup dengan sempura. Bau menyengat menyeruak ke dalam hidungnya.Roling dor telah terbuka dengan sempurna, Nia melihat sorang laki-laki berdiri dengan tubuh sempoyongan dan di tangan kanannya memegang sebuah botol. Tubuh Nia gemetar karna ia merasa dalam situasi yang sangat menegangkan dan membahayakan untuk dirinya dan putrinya.Andai jika Nia melawan pun tenaganya akan kalah dengan laki-laki yang ada di hadapannya. Walaupun laki-laki tersebut terlihat sedang mabuk, tetapi tak bisa di pungkiri jika tenaganya akan sem
"Kamu menyalahkan aku, Mas?" tanya Riri dengan berkacak pinggang."Aku tidak menyalahkan kamu, tapi memang benar kan? Kalo kamu tidak memilih ruangan VVIP mungkin saja aku tidak akan meminjam uang sebanyak itu kepada kantor," sahut Edi."Sudah, sudah. Kenapa kalian malah berantem seperti ini, sih!" ujar Ratmini. "Lebih baik sekarang kamu berikan Gea kepada Nia. Lagi pula dengan sisa gaji kamu yang tak seberapa itu pasti tidak akan cukup untuk biyaya kebutuhan sehari-hari di rumah," lanjut Ratmini.Dengan berat hati akhirnya Edi memberikan Gea kepada Nia. Nia tersenyum senang karna kini putrinya telah bersama dengan dirinya lagi. Nia tak henti-hentinya menghujami ciuman di seluruh wajah Gea hingga membuat Gea tertawa karna merasakan geli.Nia membawa Gea ke tempat berjualannya, beruntung tempat yang di sewa oleh Nia memiliki sedikit tempat sehingga untuk sementara waktu, Nia bisa menggunakannya untuk tempat berteduh dirinya dan sang putri. "Sementara kita tinggal di sini dulu, ya saya