Share

Pilihanku Menyakiti Anakku
Pilihanku Menyakiti Anakku
Penulis: Desta Pratiwi

Suara Misterius

"Ibu, apa kita akan ke rumah Nenek?" tanya Zahra.

"Iya sayang," jawabku dengan tersenyum.

Sebelah tanganku membawa sebuah rantang yang berisi makanan yang sudah aku siapkan untuk mertuaku. Selama ini, walaupun kondisi keuanganku tidak baik-baik saja, tetapi aku selalu rutin mengantarkan makanan ke rumah ibu mertuaku. Ibu mertua yang hanya hidup seorang diri, membuatku selalu memberikan perhatian-perhatian kecil.

Aku mengerutkan kening saat melihat mobil yang sangat tidak asing di mataku. Mobil milik suamiku, yang beberapa jam lalu berpamitan hendak pergi keluar kota dengan alasan pekerjaan. Namun, kini aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, jika mobil suamiku terparkir dengan rapi di halaman rumah mertuaku.

'𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘔𝘢𝘴 𝘌𝘥𝘪 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘴𝘪𝘯𝘪?'

Tidak ingin menebak-nebak, aku akhirnya memilih mengetuk pintu rumah mertuaku yang terlihat sepi dengan pintu tertutup.

"Ni-Nia!" Ibu mertuaku terlihat begitu terkejut saat membuka pintu dan melihatku berdiri di hadapannya.

Nia yang melihat mertuanya, seketika menyalami tangan tua yang terlihat keriput. Nia sudah menganggap Ratmini sebagai ibunya sendiri, walaupun tak jarang, Ratmin selalu melontarkan kata-kata menyakitkan untuk dirinya.

"Apa ada Mas Edi di dalam, Bu?" tanya Nia.

"A-ada," jawab Ratmini dengan suara gugup.

Nia bahkan dapat melihat wajah pucat mertuanya, entah apa yang saat ini tengah di tutupi oleh mertuanya. Nia tidak ingin berpikir terlalu jauh dan Nia tidak ingin berpikir yang tidak-tidak kepada mertuanya. Nia mengelus kepada putrinya yang saat ini berada di dalam gendongannya.

"Bukankah Mas Edi akan ke luar kota untuk beberapa hari? Lalu kenapa sekarang ada di rumah Ibu?" tanya Nia kembali.

"Memang kenapa jika putraku mengunjungi orang tuanya sendiri? Kamu jangan pernah melarang Edi untuk datang ke sini, Nia!" seru Ratmini.

Nia dengan cepat menggelengkan kepalanya. "Bukan Bu. Bukan maksud Nia seperti itu, tetapi Mas Edi saat pagi tadi mengatakan akan pergi keluar kota, dan ini sudah siang, tetapi Mas Edi ternyata ada di rumah Ibu," jelas Nia.

"Aku yang menyuruhnya untuk datang ke sini!" Ratmini berkacak pinggang menatap Nia dengan tatapan tidak suka.

"Maaf, Bu. Maaf jika ucapan Nia membuat Ibu salah paham."

Ya, seperti itulah seorang Nia. Dia akan lebih memilih untuk mengalah dari pada berdebat dengan mertuanya. Nia tidak suka dengan pertengkaran, sehingga selama ini ia selalu meminta maaf atas kesalahan atau pun bukan kesalahan dirinya.

"Edi! Edi!" panggil Ratmini dengan suara yang cukup lantang.

"Ada apa sih, Bu ...." Edi menghentikan ucapannya, bola matanya seketika melotot menatap Nia, istrinya yang saat ini berdiri di hadapan ibunya.

"Nia!" lirih Edi.

"Mas ... tadi bukankah kamu mengatakan akan keluar kota? Kenapa jam segini kamu masih di rumah Ibu? Apa kamu tidak akan terkena masalah?" tanya Nia.

"A-anu ...." Edi menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia benar-benar tidak menyangka dengan kedatangan istrinya hari ini.

Keringat sebesar biji jagung memenuhi dahi Edi. Dia tak tau saat ini harus memberikan alasan apa kepada sang istri. Di dalam hatinya, Edi tak henti-hentinya merutuki kedatangan Nia yang secara mendadak.

"Tidak sayang. Mas sudah meminta izin kepada atasan Mas untuk datang terlambat. Tadi saat di jalan, Ibu menelpon dan meminta Mas untuk menemaninya sebentar. Ibu saat ini sedang merasa sedih karna teringat degan almarhum Ayah, " jelas Edi dengan suara yang terdengar masih gugup.

Nia bahkan dapat melihat gerakan tubuh suaminya yang terlihat begitu gelisah. Entah apa yang membuat laki-laki tersebut seperti ini dan Nia lagi-lagi mencoba untuk berpikir positif.

"Aku mengantarkan makanan untuk Ibu. Apa Ibu dan Mas sudah makan siang?" tanya Nia dengan menatap kedua orang yang berada di hadapannya secara bergantian.

"Biasanya kamu suka mengantarkan makanan untuk Ibu saat hari minggu," sahut Ratmini. Saat ini wajah yang masih terlihat muda tersebut menatap Nia dengan tatapan tidak suka.

"Kebetulan Nia masak banyak, Bu ... jadi Nia ingat untuk mengantarkan makanan ke sini," jelas Nia kembali.

Ratmin dengan cepat meraih rantang yang ada di tangan Nia secara kasar. Nia hanya bisa menggelengkan kepalanya menatap sikap mertuanya. Bukan lagi hal aneh yang Nia dapatkan, dia kerap kali mendapatkan perlakuan ketus dan ucapan pedas yang terlontar dari bibir wanita yang berumur tak lagi muda tersebut.

"Ini Ibu terima dan sana kamu, cepat pulang. Kasihan Zahra panas-panasan seperti ini kamu bawa ke sini," usir Ratmini kepada Nia.

Nia menatap putrinya yang saat ini ternyata sudah terlelap dalam gendongannya. Benar, saat ini cuaca begitu terik dan Nia nekat membawa Zahra berjalan cukup jauh ke rumah mertuanya. Nia mengelus rambut Zahra dengan begitu sayang.

"Zahra ternyata tidur, Bu. Lebih baik Nia tidurkan Zahra terlebih dahulu dan nanti saat Zahra sudah terbangun, Nia akan pulang," ucap Nia.

Ratmini seketika panik mendengar ucapan menantunya. Tak berbeda jauh dengan Ratmini, saat ini Edi tengah berpikir dengan keras bagaimana caranya membuat istrinya pergi dari rumah sang ibu. Otak pintar yang biasanya selalu menemukan alasan, kini entah kenapa mendadak Edi tak bisa berpikir.

"Nia akan tidurkan Zahra di sofa kok, Bu," ucap Nia kembali saat ia tak kunjung mendapatkan jawaban dari mertuanya.

"Ibu pingin istirahat dan Edi akan pergi bekerja. Ibu tidak mau jika istirahat Ibu akan terganggu dengan suara tangis Zahra," sahut Ratmini dengan cepat.

Nia mendengar hembusan napas dari suaminya. Nia cukup bingung dengan situasi saat ini, hanya saja Nia mencoba untuk tetap diam dan berpikir macam-macam, walaupun sikap kedua orang di hadapannya begitu sangat mencurigakan.

"Lebih baik kamu pulang saja. Kasihan Zahra jika harus tidur di sofa dan itu tidak akan membuat Zahra nyaman," timpal Edi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status