Lampu merah berganti hijau, tanpa mengucapkan sepatah kata 'pun Nia mulai melajukan kembali motor maticnya. Sungguh Nia sudah tidak menginginkan untuk berurusan dengan keluarga yang sangat tidak tau diri. Bahkan sampai saat ini keluarga tersebut masih menyalahkan dirinya atas didikan yang telah ia berikan kepada putrinya.Nia tau jika apa yang di lakukan oleh putrinya sangat salah, tetapi Nia sendiri 'pun tidak bisa memaksa sebab Nia sangat tau jika putrinya sangat membenci keluarga dari Edi. Padahal, sudah berulang kali Nia mencoba memberikan pengertian agar putrinya tak membenci siapapun, tetapi nyatanya kenangan buruk yang telah di torehkan oleh keluarga tersebut sangat membekas di ingatan Gea."Apa Ibu marah sama, Gea?" "Kenapa Ibu harus marah sama putri, Ibu?" "Karna Gea tidak menjawab ucapan, Nenek. Bukankah selama ini Ibu mengajarkan Gea untuk berlaku sopan kepada yang lebih tua?" Nia menganggukan kepalanya. Ia ingin mendengar alasan apa lagi yang akan putrinya katakan."Gea
Deg"Gea kan memang punya, Papa," jawab Nia. "Papa Edi," lanjutnya lagi.Gea menundukan kepalanya, "Iya, tapi Papa tidak pernah mengunjungi Gea. Gea iri sama temen-temen yang selalu di temani Papanya saat bermain," ungkapnya.Kedua netra Nia berkaca-kaca. Entah kini siapa yang harus di salahkan dalam hal ini. Dirinya yang terlalu egois demi mementingkan kebahagiannya dan mengorbankan sang putri atau Edi yang tak pernah sedikit pun menanyakan tentang kabar putrinya. Nia sangat tau jika perceraian antara kedua orang tua akan berdampak buruk kepada anaknya, tetapi Nia pun tak bisa lagi mengalah dengan semua kebusukan sang suami yang dengan tega bermain di belakang. Apalagi sang mertua yang tak pernah menganggap dirinya sebagai menantu melainkan pembantu.**Hari berganti hari dan bulan berganti bulan. Saat ini usaha yang di rintis oleh Nia telah berkembang dengan pesat. Bahkan saat ini Nia telah membukan tiga cabang di berbagai daerah. Nia benar-benar tak menyangka berada di titik ini, t
"Ibu, apa kita akan ke rumah Nenek?" tanya Zahra. "Iya sayang," jawabku dengan tersenyum. Sebelah tanganku membawa sebuah rantang yang berisi makanan yang sudah aku siapkan untuk mertuaku. Selama ini, walaupun kondisi keuanganku tidak baik-baik saja, tetapi aku selalu rutin mengantarkan makanan ke rumah ibu mertuaku. Ibu mertua yang hanya hidup seorang diri, membuatku selalu memberikan perhatian-perhatian kecil. Aku mengerutkan kening saat melihat mobil yang sangat tidak asing di mataku. Mobil milik suamiku, yang beberapa jam lalu berpamitan hendak pergi keluar kota dengan alasan pekerjaan. Namun, kini aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, jika mobil suamiku terparkir dengan rapi di halaman rumah mertuaku. '𝘒𝘦𝘯𝘢𝘱𝘢 𝘔𝘢𝘴 𝘌𝘥𝘪 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘴𝘪𝘯𝘪?' Tidak ingin menebak-nebak, aku akhirnya memilih mengetuk pintu rumah mertuaku yang terlihat sepi dengan pintu tertutup. "Ni-Nia!" Ibu mertuaku terlihat begitu terkejut saat membuka pintu dan melihatku berdiri di hadapa
DEGTubuh Nia mematung saat melihat seorang wanita yang tengah bergelayut di lengan suaminya. Ingin menanyakan siapa sosok perempuan tersebut, tetapi suaranya seperti tercekat di tenggorokan. Nia hanya bisa memandangi sang suami dan wanita tersebut secara bergantian. Ingin sekali Nia menepis semua fikiran-fikiran buruk yang sudah memenuhi isi kepalanya, tetapi lagi-lagi bukti nyata yang ia lihat saat ini semakin memperkuat tudahan tersebut. Air mata semakin mengalir deras di sudut matanya menyaksikan perempuan lain sedang bergelayut manjan di lengan suaminya."Wanita itu siapa, sayang?" tanya perempuan tersebut kepada Edi."Emm ... Emm ... Anu." Edi terlihat tampak bingung untuk menjawab. Berulang kali Edi melirik ke arah sang ibu, berharap Ratmini membantu dirinya di saat keadaan terjepit seperti ini.Sedangkan perempuan tersebut semakin di buat penasaran karna ia tak kunjung mendapatkan jawaban dari Ratmini maupun Edi. Perempuan tersebut akhirnya memilih bertanya langsung kepada N
"Semua sudah terjadi, Nia. Mau bagaimana pun Riri saat ini sudah menjadi Isriku dan saat ini Riri tengah mengandung anakku," jelas Edi.DEGKedua kaki Nia terasa lemas, ia tak mampu menopang beban berat tubuhnya. Nia menatap nanar ke arah suaminya, suami yang selama ini sangat di cintai oleh Nia dan suami yang selama ini selalu Nia banggakan di depan keluarganya tetapi nyatanya kini suaminya sendiri lah yang sudah menorehkan luka terdalam di hatinya. Nia segera menghapus buliran bening yang menetes di pipinya, Nia akan memberikan dua pilihan untuk suaminya dan setelah itu Nia akan mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya dan putrinya Gea."Kamu pilih aku atau dia?" tunjuk Nia ke arah Riri dan hal tersebut membuat Ratmini yang sebelumnya berwajah pucat kini tergantikan oleh wajah me-merah karna emosi."Apa maksudnya kamu menyuruh anakku memilih! Se-cantik apa dirimu sehingga harus membua Edi memilih kamu!" Ratimini memandang penampilan Nia dari ujung kaki hingga kepala dengan tat
Tak terasa angkot yang di tumpangi oleh Nia telah berhenti tepat di depan rumahnya. Nia lantas turun dan membayar angkot tersebut. Nia harus mengambil Gea yang ia titipkan di tetangga samping rumahnya. TOK! TOK! TOK! "Kamu sudah pulang ternyata, saya kira siapa pake acara ketuk pintu segala," ucap bu Rani. "Sudah Bu, terima kasih sudah menjaga Gea," ujar Nia. "Sama-sama. Lagian Ibu itu seneng di titipin Gea, dia anaknya nggak rewel juga." "Mata kamu bengkak seperti orang habis menangis, kenapa?" tanya bu Rani. "Tidak apa-apa Bu, tadi hanya kelilipan debu saja," kilah Nia. "Saya ambil Gea ya Bu, sekali lagi terima kasih sudah mau di titipkan Gea." Nia lantas berjalan meninggalkan rumah bu Rani dan menuju ke rumahnya. Rasa sesak di dadanya hingga saat ini masih terasa. Rasanya semua ini seperti mimpi di siang bolong, mimpi yang terasa sangat nyata dan membuatnya ingin segera terbangun. Nia merogoh tas selempangnya untuk mengambil kunci, setelah itu ia membuka pintu tersebut. I
Gea yang melihat Edi seketika turun dari pangkuan Nia, Gea merentangkan tangannya berharap untuk di peluk oleh sang Papa, tetapi kenyataannya Edi hanya mengelus kepala Gea lalu beranjak mendekat ke arah Nia. Nia yang melihat hal tersebut hatinya seketika berdenyut nyeri, Edi-suaminya kini telah berubah. Bukan hanya dirinya saja yang di sakiti oleh laki-laki tersebut, tetapi Gea putrinya yang tak memiliki dosa apapun ikut tersakiti oleh sikap Edi. Nia tersenyum getir ke arah suaminya, pandangannya mengisyaratkan luka mendalam bagi dirinya. "Nia, ada yang mau Mas bicarakan," ucap Edi mendudukan tubuhnya di kursi sebelah istrinya. "Ada apa?" tanya Nia. "Karna saat ini kamu sudah mengetahui semuanya, hari ini Riri akan tinggal bersama kita di sini," jelas Edi. Nia membulatkan matanya, Nia tak menyangka jika suaminya akan secepat ini membawa madunya ke dalam rumah yang di tempati dirinya bahkan Nia harus tinggal serumah dengan madunya tersebut. Nia menggelengkan kepalanya berulang kal
Pagi yang cerah tak secerah hati dan wajahNia saat ini. Sebab, baru saja keluar kamar, Nia melihat dengan kedua matanyasecara langsung bagaiaman suaminya berlaku sangat lembut kepada madunya. Bukanitu saja, berbagai makanan mewah tersaji di meja ruang tamu. Selama empattahun pernikahan dengan Edi, Nia bahkan tidak pernah sama sekali mencicipimakanan-makanan mewah seperti itu.‘Sabar, sabar….’ Lagi-lagi Nia hanya bisamengelus dadanya.Hari ini Nia tidak ingin melakukan apapun, selain sudahtidak mempunyai simpanan uang untuk memasak, Nia pun memang sengaja inginmenghidar dari kedua pasangan sejoli tersebut. Nia melirik ke arah jam dindingyang menunjukan pukul delapan lewat, Nia segera membawa Gea ke kamar mandiuntuk memandikan putrinya sekaligus Nia ingin mendinginkan pikirannya yangkembali memanas.Setelah selesai dengan ritual mandi bagi dirinya dan Gea,Nia memutuskan untuk mengajak Gea bermain di rumah tetangga sebelahnya.Sayangnya, daripada mengawasi anaknya bermain, N