"Semua sudah terjadi, Nia. Mau bagaimana pun Riri saat ini sudah menjadi Isriku dan saat ini Riri tengah mengandung anakku," jelas Edi.
DEG
Kedua kaki Nia terasa lemas, ia tak mampu menopang beban berat tubuhnya. Nia menatap nanar ke arah suaminya, suami yang selama ini sangat di cintai oleh Nia dan suami yang selama ini selalu Nia banggakan di depan keluarganya tetapi nyatanya kini suaminya sendiri lah yang sudah menorehkan luka terdalam di hatinya. Nia segera menghapus buliran bening yang menetes di pipinya, Nia akan memberikan dua pilihan untuk suaminya dan setelah itu Nia akan mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya dan putrinya Gea.
"Kamu pilih aku atau dia?" tunjuk Nia ke arah Riri dan hal tersebut membuat Ratmini yang sebelumnya berwajah pucat kini tergantikan oleh wajah me-merah karna emosi.
"Apa maksudnya kamu menyuruh anakku memilih! Se-cantik apa dirimu sehingga harus membua Edi memilih kamu!" Ratimini memandang penampilan Nia dari ujung kaki hingga kepala dengan tatapan meremehkan. "Lihat dan berkacalah jika penampilan dan wajah kamu sangat jauh dengan menantu idamanku," hinanya dengan menunjuk wajah Nia.
Nia segera menepis tangan mertuanya, kali ini Nia tak mau lagi berdiam diri dan menerima semua hinaan yang di layangkan oleh mertuanya. Cukup sudah bagi Nia selama ini mendengar caci maki yang di lontarkan oleh ibu mertuanya tersebut.
"Semua wanita bisa menjadi cantik jika Suaminya menafkahi dengan layak," sahut Nia. "Apa dengan uang dua ratus ribu akan cukup untuk melakukan perawatan? Jangankan untuk melakukan perawatan, bahkan untuk makan aku dengan Gea saja masih kurang," sindir Nia.
"Seharusnya kamu bersyukur jika Edi memberikan uang walau hanya dua ratus ribu," imbuh Ratmini.
"Ya, selama ini aku bersyukur tetapi tidak untuk hari ini," papar Nia.
"Dasar Istri nggak tau diri! Seharusnya kamu itu terima saja berapapun yang di berikan oleh Edi, sebab selama ini kamu hanya ongkang-ongkang kaki di rumah dan hanya mengandalkan uang dari Edi," seru Ratmini.
"Aku nggak tau diri?" Nia menunjuk dadanya snediri, kemudian melanjutkan ucapannya, "Apa Ibu akan tetap bersyukur jika di berikan uang dua ratus ribu oleh Mas Edi?" tanya Nia.
"Mana bisa gitu! Ibu itu orang yang sudah melahirkan Edi dan tanpa do'a Ibu, Edi tidak akan bisa sesukses saat ini!" ketus Ratmini.
"Seharusnya Mas Edi sebelum menikah dengan aku sudah harus sukses, loh. Tapi kenapa saat menikah denganku Mas Edi baru sukses ..." Nia menatap Ratmini dengan tatapan mengejek. "Jadi di sini bukankah sudah terlihat siapa yang harus di utamakan terlebih dahulu," kata Nia.
"Maksud kamu apa?" sentak Ratmini. "Maksud kamu, kamu mau membanggakan diri jika semua ke-suksesan yang saat ini di peroleh oleh Edi akibat do'a kamu!" Ratmini menatap menantunya dengan mata melotot dan berkacak pinggang.
"Bukankah ada pepatah yang mengatakan 'Di balik ke-suksesan suami, ada seorang Istri yang hebat' dan jangan lupa ada seorang mertua yang mengatur rumah tangga anaknya," sindir Nia.
Setelah itu Nia membalikan tubuhnya berlalu meninggalkan ketiga orang yang tercengang dengan kata-kata yang di lontarkan oleh Nia. Nia segera menyetop angkot untuk pulang ke rumahnya. Di dalam angkot Nia menangis meratapi semua pengkhianatan yang di lakukan oleh suaminya tersebut. Nia tak menyangka jika selama ini suaminya telah menikah lagi dan bahkan lebih parahnya Edi mengaku sebagai seorang duda.
Tak terasa angkot yang di tumpangi oleh Nia telah berhenti tepat di depan rumahnya. Nia lantas turun dan membayar angkot tersebut. Nia harus mengambil Gea yang ia titipkan di tetangga samping rumahnya. TOK! TOK! TOK! "Kamu sudah pulang ternyata, saya kira siapa pake acara ketuk pintu segala," ucap bu Rani. "Sudah Bu, terima kasih sudah menjaga Gea," ujar Nia. "Sama-sama. Lagian Ibu itu seneng di titipin Gea, dia anaknya nggak rewel juga." "Mata kamu bengkak seperti orang habis menangis, kenapa?" tanya bu Rani. "Tidak apa-apa Bu, tadi hanya kelilipan debu saja," kilah Nia. "Saya ambil Gea ya Bu, sekali lagi terima kasih sudah mau di titipkan Gea." Nia lantas berjalan meninggalkan rumah bu Rani dan menuju ke rumahnya. Rasa sesak di dadanya hingga saat ini masih terasa. Rasanya semua ini seperti mimpi di siang bolong, mimpi yang terasa sangat nyata dan membuatnya ingin segera terbangun. Nia merogoh tas selempangnya untuk mengambil kunci, setelah itu ia membuka pintu tersebut. I
Gea yang melihat Edi seketika turun dari pangkuan Nia, Gea merentangkan tangannya berharap untuk di peluk oleh sang Papa, tetapi kenyataannya Edi hanya mengelus kepala Gea lalu beranjak mendekat ke arah Nia. Nia yang melihat hal tersebut hatinya seketika berdenyut nyeri, Edi-suaminya kini telah berubah. Bukan hanya dirinya saja yang di sakiti oleh laki-laki tersebut, tetapi Gea putrinya yang tak memiliki dosa apapun ikut tersakiti oleh sikap Edi. Nia tersenyum getir ke arah suaminya, pandangannya mengisyaratkan luka mendalam bagi dirinya. "Nia, ada yang mau Mas bicarakan," ucap Edi mendudukan tubuhnya di kursi sebelah istrinya. "Ada apa?" tanya Nia. "Karna saat ini kamu sudah mengetahui semuanya, hari ini Riri akan tinggal bersama kita di sini," jelas Edi. Nia membulatkan matanya, Nia tak menyangka jika suaminya akan secepat ini membawa madunya ke dalam rumah yang di tempati dirinya bahkan Nia harus tinggal serumah dengan madunya tersebut. Nia menggelengkan kepalanya berulang kal
Pagi yang cerah tak secerah hati dan wajahNia saat ini. Sebab, baru saja keluar kamar, Nia melihat dengan kedua matanyasecara langsung bagaiaman suaminya berlaku sangat lembut kepada madunya. Bukanitu saja, berbagai makanan mewah tersaji di meja ruang tamu. Selama empattahun pernikahan dengan Edi, Nia bahkan tidak pernah sama sekali mencicipimakanan-makanan mewah seperti itu.‘Sabar, sabar….’ Lagi-lagi Nia hanya bisamengelus dadanya.Hari ini Nia tidak ingin melakukan apapun, selain sudahtidak mempunyai simpanan uang untuk memasak, Nia pun memang sengaja inginmenghidar dari kedua pasangan sejoli tersebut. Nia melirik ke arah jam dindingyang menunjukan pukul delapan lewat, Nia segera membawa Gea ke kamar mandiuntuk memandikan putrinya sekaligus Nia ingin mendinginkan pikirannya yangkembali memanas.Setelah selesai dengan ritual mandi bagi dirinya dan Gea,Nia memutuskan untuk mengajak Gea bermain di rumah tetangga sebelahnya.Sayangnya, daripada mengawasi anaknya bermain, N
"Berjualan?" Nia tampak berfikir dengan ide yang di berikan oleh wanita setengah baya yang ada di sampingnya, setelah itu Nia menggeleng dengan cepat. "Nia tidak bisa berjualan Bu, berjualan itu harus membutuhkan modal dan tempat yang stategis," jelas Nia. "Kalo masalah tempat, kamu bisa gunakan tempat yang Ibu punya di pasar," sahut bu Rani. "Lalu Nia harus berjualan apa Bu?" tanya Nia. Bu Rni terdiam, ia berfikir dengan bola mata bergerak ke kanan ke kiri hingga pandangannya tertuju ke atas meja. "Kamu jualan bubur saja, lagi pula kalo nggak salah di pasar itu belum ada yang berjualan bubur." "Kira-kira modal untuk jualan bubur berapa Bu?" tanya Nia. "Kurang lebih satu juta. Untuk peralatannya mungkin kamu punya panci di rumah dan mangkok-mangkok." Nia menganggukan kepalanya, senyum mengembang di wajahnya. Kini Nia hanya harus memikirkan bagaiamana caranya Nia mendapatkan uang satu juta untuk modalnya berjualan. Meminta kepada suaminya sepertinya sangat mustahil bagi Nia, m
Nia membalikan tubuhnya, setelah itu ia mulai melangkah kembali menuju kamar untuk menelpon sang adik dan membicarakan niatnya saat ini. Nia berharap jika adiknya tersebut akan memberikan dirinya pinjaman, jika tidak Nia tak tau lagi harus meminjam kepada siapa. Riri yang merasa di abaikan oleh Nia seketika menjadi emosi, ia mengepalkan tangannya ingin sekali rasanya Riri memberikan pelajaran kepada kakak madunya tersebut agar tak berlaku kurang ajar kepada dirinya. Menurut Riri jika saat ini dirinya lah yang lebih pantas bersanding dengan Edi dari pada Nia yanng hanya perempuan kampungan dengan penampilan yang memalukan. Riri yang melihat Edi di ambang pintu seketika memegangi perutnya dan memasang mimik muka kesakitan, ia berniat akan memberikan pelajaran kepada Nia sebab sudah mengabaikan kehadiran dirinya. Edi yang melihat Riri tengah meringis memegangi perutnya seketika berlari mendekat, wajah Edi terlihat sangat cemas saat melihat Riri istri keduanya tengah memegangi perut.
"Sudahlah Nia, tidak usah membela diri sendiri. Sejak awal memang kamu tidak menyukai Riri sehingga kamu dengan tega menyakiti dia," bentak Edi."Aku memang tidak menyukai dia. Tapi aku masih memiliki hati untuk tidak menyakiti janin yang tidak berdosa itu," jawab Nia."Kamu memang tidak menyakiti calon anakku, tapi kamu menyakiti Ibunya sehingga itu akan berdampak kepada calon anakku!" seru Edi. "Sudahlah Nia berbicara denganmu memang akan menguras emosiku saja. Kamu wanita tidak berpendidikan sehingga percuma aku berbicara sama kamu, yang sudah pasti kamu tidak akan mengerti." Edi lantas keluar dari dalam kamar dan menuju ke ruang tengah yang dimana Riri berada. Edi masih merasa cemas, ia takut terjadi sesuatu kepada calon buah hati dirinya bersama Riri. Edi sudah di butakan oleh rasa cintanya kepada Riri sehingga Edi tidak bisa melihat mana yang salah dan mana yang benar. Gea yang melihat pertengkaran di antara kedua orang tuanya lantas berjalan mundur dan duduk di pojok kamar de
DEG"Tidak Za, rumah tangga Mbak dan Mas Edi sampai saat ini baik-baik saja dan tak ada masalah apapun," jawab Nia."Kenapa Mbak selalu menutupi sifat buruk Mas Edi sih, Mbak!" "Mbak tidak menutupi apapun Za.""Sudahlah Mbak, jangan berbohong lagi. Aku sudah mendengar pertengkaran kalian."Nia menghela nafas panjang, kini mau tak mau ia harus berterus terang kepada adiknya. Nia akhirnya menceritakan semua yang dirinya alami selama berumah tangga dengan Edi, tak ada satupun yang Nia sembunyikan lagi.Cukup lama Nia dan Zae berbincang melalui sambungan telpon, hingga mereka mengakhiri sambungan telpon tersebut.Nia cukup bernafas lega, kini ia merasa bebannya sedikit berkurang saat sudah menceritakan semuanya kepada sang adik. Nia juga mengatakan niatnya kepada Zae untuk berjualan dan ingin meminjam sedikit uang milik adiknya yang berada di dalam rekeningnya. Zae lantas menyetujui ide tersebut dan dia dengan suk rela memberikan uang tersebut tanpa meminta gantinya.Nia melirik jarum ja
"Jadi Istri bukannya masak, tapi malah keluyuran nggak jelas!" "Apa yang harus aku masak? Batu?" tanya Nia dengan entengnya. "Apa kamu nggak mikir jika di rumah beras habis dan semua serba habis. Lalu apa yang harus aku masak dan aku hidangkan untuk kalian?""Kenapa kamu tidak memintanya kepada Riri? Semua uang yang aku miliki termasuk uang jatah kamu pun ada di Riri," ujar Edi.Nia menyunggingkan senyum sinis, sudah bisa ia tebak jika suaminya akan memberikan semua uang yang ia miliki. Sangat berbeda dengan saat berumah tangga dengan Nia, Edi hanya memberikan nafkah yang jauh dari kata layak."Kenapa Mas harus menungguku pulang? Bukankah Mas mempunyai dua Istri saat ini?""Riri tidak bisa memasak. Lagi pula Riri sedang mengandung dan dia tidak bisa bekerja berat."Nia menggelengkan kepalanya, ia baru tau jika memasak adalah pekerjaan berat yang tidak boleh di lakukan saat hamil. Padahal saat Nia mengandung Gea, Nia masih bisa melakukan semua pekerjaan