Gea yang melihat Edi seketika turun dari pangkuan Nia, Gea merentangkan tangannya berharap untuk di peluk oleh sang Papa, tetapi kenyataannya Edi hanya mengelus kepala Gea lalu beranjak mendekat ke arah Nia.
Nia yang melihat hal tersebut hatinya seketika berdenyut nyeri, Edi-suaminya kini telah berubah. Bukan hanya dirinya saja yang di sakiti oleh laki-laki tersebut, tetapi Gea putrinya yang tak memiliki dosa apapun ikut tersakiti oleh sikap Edi. Nia tersenyum getir ke arah suaminya, pandangannya mengisyaratkan luka mendalam bagi dirinya.
"Nia, ada yang mau Mas bicarakan," ucap Edi mendudukan tubuhnya di kursi sebelah istrinya.
"Ada apa?" tanya Nia.
"Karna saat ini kamu sudah mengetahui semuanya, hari ini Riri akan tinggal bersama kita di sini," jelas Edi.
Nia membulatkan matanya, Nia tak menyangka jika suaminya akan secepat ini membawa madunya ke dalam rumah yang di tempati dirinya bahkan Nia harus tinggal serumah dengan madunya tersebut. Nia menggelengkan kepalanya berulang kali karna tak mengerti dengan jalan pikiran suaminya tersebut, apa suaminya tersebut pikir bahwa hati dirinya terbuat dari batu sehingga akan tahan menahan rasa sakit yang berkali-kali lipat.
"Aku tidak setuju, Mas!" tolak Nia dengan tegas.
"Kenapa Nia? Bukankah bagus jika Riri di sini dan dia bisa bantu pekerjaan rumah," ujar Edi.
"Aku tetap tidak setuju Mas. Jangankan serumah, saat beda rumah pun nafkah yang kamu berikan sangat tidak adil... Apa lagi jika serumah, mungkin saja kamu tidak akan menafkahi aku lagi dan kasih sayang yang kamu berikan untuk Gea semakin berkurang karna keberadaan wanita itu," seru Nia.
"Dia punya nama Nia! Nama dia Riri!" geram Edi.
"Aku tidak peduli! Aku tidak mau satu atap dengan wanita itu!" sungut Nia dengan emosi yang menggebu-gebu. "Bukankah kamu saat ini sudah sukses, kenapa kamu tidak belikan saja rumah untuk gundik kesayanganmu itu, Mas."
PLAK
"Jaga ucapan kamu Nia! Dia wanita terhormat dan terpelajar. Dia Istriku bukan gundikku!" Edi lantas membalikan tubuhnya meninggalkan Nia dan Gea.
Nia menatap nanar kepergian suaminya tersebut, baru kali ini Nia melihat suaminya tega menyakiti dirinya. Nia berfikir jika Edi belum cukup puas menyakiti hati dirinya dan Gea, bahkan ia pun harus menyakiti fisik Nia. Nia memeluk erat Gea, ia menangis meluapkan semua rasa sakit di hatinya akibat perlakuan suaminya tersebut.
Gea yang melihat sang ibu menangis lantas mengulurkan tangan mungilnya dan menghapus air mata Nia dengan tangan mungilnya, hati Nia menghangat mendapatkan perlakuan dari putrinya yang masih berumur satu tahun dan belum mengerti apapun.
Saat ini jam menunjukan pukul sepuluh malam, kini Nia telah berada di kamar dirinya, Nia memberikan asi terlebih dahulu kepada Gea agar putrinya segera tidur. Pikiran Nia melayang, memikirkan langkah apa yang harus dirinya ambil untuk saat ini dan untuk kedepannya, Nia sadar jika dirinya tidak bisa berdiam diri mengadahkan tangan ke suaminya. Selain akan menjadi hinaan untuk dirinya sendiri dan sudah pasti nafkah yang akan di berikan Edi tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dirinya dan Gea.
Nia menghela nafas kasar, notif ponsel terdengar hingga Nia memutuskan untuk mengambil ponsel di atas nakas. Nia membuka aplikasi perpesanan berwarna hijau seketika dahinya mengerut saat melihat nama sang adik terpampang, tak seperti biasanya sang adik yang bekerja jauh mengirimkan dirinya pesan. Nia lantas membuka pesan tersebut dan seketika kedua bola matanya membulat sempurna.
Hal yang pertama Nia lihat adalah sebuah struk pengiriman uang dengan jumlah nominal yang sangat besar menurut Nia. Nia lantas membaca pesan yang di kirimkan oleh sang adik, bahwa adiknya menitipkan uang ke dalam rekening dirinya sebanyak ini. Adiknya bilang, untuk tabungan membangun rumah dan tabungan pernikahannya yang dititipkan melalui Nia.
"Banyak sekali...."
**
Pagi yang cerah tak secerah hati dan wajahNia saat ini. Sebab, baru saja keluar kamar, Nia melihat dengan kedua matanyasecara langsung bagaiaman suaminya berlaku sangat lembut kepada madunya. Bukanitu saja, berbagai makanan mewah tersaji di meja ruang tamu. Selama empattahun pernikahan dengan Edi, Nia bahkan tidak pernah sama sekali mencicipimakanan-makanan mewah seperti itu.‘Sabar, sabar….’ Lagi-lagi Nia hanya bisamengelus dadanya.Hari ini Nia tidak ingin melakukan apapun, selain sudahtidak mempunyai simpanan uang untuk memasak, Nia pun memang sengaja inginmenghidar dari kedua pasangan sejoli tersebut. Nia melirik ke arah jam dindingyang menunjukan pukul delapan lewat, Nia segera membawa Gea ke kamar mandiuntuk memandikan putrinya sekaligus Nia ingin mendinginkan pikirannya yangkembali memanas.Setelah selesai dengan ritual mandi bagi dirinya dan Gea,Nia memutuskan untuk mengajak Gea bermain di rumah tetangga sebelahnya.Sayangnya, daripada mengawasi anaknya bermain, N
"Berjualan?" Nia tampak berfikir dengan ide yang di berikan oleh wanita setengah baya yang ada di sampingnya, setelah itu Nia menggeleng dengan cepat. "Nia tidak bisa berjualan Bu, berjualan itu harus membutuhkan modal dan tempat yang stategis," jelas Nia. "Kalo masalah tempat, kamu bisa gunakan tempat yang Ibu punya di pasar," sahut bu Rani. "Lalu Nia harus berjualan apa Bu?" tanya Nia. Bu Rni terdiam, ia berfikir dengan bola mata bergerak ke kanan ke kiri hingga pandangannya tertuju ke atas meja. "Kamu jualan bubur saja, lagi pula kalo nggak salah di pasar itu belum ada yang berjualan bubur." "Kira-kira modal untuk jualan bubur berapa Bu?" tanya Nia. "Kurang lebih satu juta. Untuk peralatannya mungkin kamu punya panci di rumah dan mangkok-mangkok." Nia menganggukan kepalanya, senyum mengembang di wajahnya. Kini Nia hanya harus memikirkan bagaiamana caranya Nia mendapatkan uang satu juta untuk modalnya berjualan. Meminta kepada suaminya sepertinya sangat mustahil bagi Nia, m
Nia membalikan tubuhnya, setelah itu ia mulai melangkah kembali menuju kamar untuk menelpon sang adik dan membicarakan niatnya saat ini. Nia berharap jika adiknya tersebut akan memberikan dirinya pinjaman, jika tidak Nia tak tau lagi harus meminjam kepada siapa. Riri yang merasa di abaikan oleh Nia seketika menjadi emosi, ia mengepalkan tangannya ingin sekali rasanya Riri memberikan pelajaran kepada kakak madunya tersebut agar tak berlaku kurang ajar kepada dirinya. Menurut Riri jika saat ini dirinya lah yang lebih pantas bersanding dengan Edi dari pada Nia yanng hanya perempuan kampungan dengan penampilan yang memalukan. Riri yang melihat Edi di ambang pintu seketika memegangi perutnya dan memasang mimik muka kesakitan, ia berniat akan memberikan pelajaran kepada Nia sebab sudah mengabaikan kehadiran dirinya. Edi yang melihat Riri tengah meringis memegangi perutnya seketika berlari mendekat, wajah Edi terlihat sangat cemas saat melihat Riri istri keduanya tengah memegangi perut.
"Sudahlah Nia, tidak usah membela diri sendiri. Sejak awal memang kamu tidak menyukai Riri sehingga kamu dengan tega menyakiti dia," bentak Edi."Aku memang tidak menyukai dia. Tapi aku masih memiliki hati untuk tidak menyakiti janin yang tidak berdosa itu," jawab Nia."Kamu memang tidak menyakiti calon anakku, tapi kamu menyakiti Ibunya sehingga itu akan berdampak kepada calon anakku!" seru Edi. "Sudahlah Nia berbicara denganmu memang akan menguras emosiku saja. Kamu wanita tidak berpendidikan sehingga percuma aku berbicara sama kamu, yang sudah pasti kamu tidak akan mengerti." Edi lantas keluar dari dalam kamar dan menuju ke ruang tengah yang dimana Riri berada. Edi masih merasa cemas, ia takut terjadi sesuatu kepada calon buah hati dirinya bersama Riri. Edi sudah di butakan oleh rasa cintanya kepada Riri sehingga Edi tidak bisa melihat mana yang salah dan mana yang benar. Gea yang melihat pertengkaran di antara kedua orang tuanya lantas berjalan mundur dan duduk di pojok kamar de
DEG"Tidak Za, rumah tangga Mbak dan Mas Edi sampai saat ini baik-baik saja dan tak ada masalah apapun," jawab Nia."Kenapa Mbak selalu menutupi sifat buruk Mas Edi sih, Mbak!" "Mbak tidak menutupi apapun Za.""Sudahlah Mbak, jangan berbohong lagi. Aku sudah mendengar pertengkaran kalian."Nia menghela nafas panjang, kini mau tak mau ia harus berterus terang kepada adiknya. Nia akhirnya menceritakan semua yang dirinya alami selama berumah tangga dengan Edi, tak ada satupun yang Nia sembunyikan lagi.Cukup lama Nia dan Zae berbincang melalui sambungan telpon, hingga mereka mengakhiri sambungan telpon tersebut.Nia cukup bernafas lega, kini ia merasa bebannya sedikit berkurang saat sudah menceritakan semuanya kepada sang adik. Nia juga mengatakan niatnya kepada Zae untuk berjualan dan ingin meminjam sedikit uang milik adiknya yang berada di dalam rekeningnya. Zae lantas menyetujui ide tersebut dan dia dengan suk rela memberikan uang tersebut tanpa meminta gantinya.Nia melirik jarum ja
"Jadi Istri bukannya masak, tapi malah keluyuran nggak jelas!" "Apa yang harus aku masak? Batu?" tanya Nia dengan entengnya. "Apa kamu nggak mikir jika di rumah beras habis dan semua serba habis. Lalu apa yang harus aku masak dan aku hidangkan untuk kalian?""Kenapa kamu tidak memintanya kepada Riri? Semua uang yang aku miliki termasuk uang jatah kamu pun ada di Riri," ujar Edi.Nia menyunggingkan senyum sinis, sudah bisa ia tebak jika suaminya akan memberikan semua uang yang ia miliki. Sangat berbeda dengan saat berumah tangga dengan Nia, Edi hanya memberikan nafkah yang jauh dari kata layak."Kenapa Mas harus menungguku pulang? Bukankah Mas mempunyai dua Istri saat ini?""Riri tidak bisa memasak. Lagi pula Riri sedang mengandung dan dia tidak bisa bekerja berat."Nia menggelengkan kepalanya, ia baru tau jika memasak adalah pekerjaan berat yang tidak boleh di lakukan saat hamil. Padahal saat Nia mengandung Gea, Nia masih bisa melakukan semua pekerjaan
Kedua mata Nia membelak, Nia terkejut saat melihat Riri sedang menjewer telinga putrinya. Nia bergegas mematikan kompor dan menghampiri putrinya yang sudah terisak."Lepasin!" Nia menepis tangan Riri yang berada di telinga Gea. Ibu mana yang tak akan marah jika melihat putrinya di perlakukan seperti itu oleh orang asing."Kamu selain nggak becus jadi Istri, tenyata nggak becus juga jadi seorang Ibu!" cibir Riri dengan tangan bersedekap dada. "Lihat apa yang di lakukan oleh anak kamu. Ini bedak yang baru saja aku beli bahkan harganya sangat mahal dan aku yakin kamu tidak akan bisa menggantinya," lanjut Riri."Apa kamu becus menjadi seorang Istri? Bahkan untuk memasak saja kamu tidak bisa," ledek Nia.Kedua tangan Riri mengepal, ia lantas melayangkan tamparan ke wajah Nia tetapi dengan sigap Nia menahan tangan tersebut dan menghempaskannya dengan kuat. PLAK"Itu kan yang mau kamu lakukan kepadaku?" tanya Nia. "Itu balasan untuk kamu yang sudah berlaku kas
Nia tak menghiraukan ucapan Riri, Nia kembali berkutat di dapur untuk menyiapkan makan malam. Malas sekali rasanya Nia memasakan makanan untuk wanita lain, hanya saja Nia tak mau membuat keributan di dalam rumah tersebut.Setelah selesai memasak, Nia langsung menghidangkan makanan tersebut di atas meja makan. Aroma wangi yang berasal dari makanan yang di masak oleh Nia membuat perut Edi menjadi keroncongan."Sudah lama rasanya aku tidak makan masakan kamu," ucap Edi dengan menarik kursi dan mendudukan dirinya.Nia hanya tersenyum manis menanggapi ucapan suaminya. "Bagaimana bisa makan masakanku, jika selama ini di luaran sana ada makanan yang lebih menggoda iman," batin Nia.Nia mendudukan dirinya di hadapan Edi, ia melayani Edi mengambilkan nasi lengkap dengan lauk pauknya."Kenapa kamu memasak ikan? Aku tidak mau makan, makanan ini!" protes Riri."Jika kamu tidak mau memakannya, ya sudah, aku saja masih mau kok," jawab Nia dengan enteng."Kamu kena