Lisha adalah gadis cantik, pintar dan kaya. Sayangnya dia mengalami lumpuh sementara pasca kecelakaan. Hal itu membuatnya tak percaya diri hingga papa menjodohkannya dengan Dimas. Dia adalah lelaki sederhana dan baik hati yang begitu papa percaya di kantornya. Namun siapa sangka ketulusan dan perhatian Dimas hanya topeng belaka. Banyak rahasia yang dia sembunyikan. Bagaimana Lisha membongkar semua kebusukan suaminya dan bagaimana pula Lisha bertemu dengan cinta sejatinya?
View MorePonsel Mas Dimas di atas meja bergetar. Ponselnya memang terkunci, tapi aku tahu passwordnya. Mas Dimas tipe pelupa jadi semua password mesdosnya pakai tanggal lahirnya saja. Terlalu mudah untuk kubuka.
Biasanya aku tak pernah kepo dengan ponsel Mas Dimas. Namun kali ini entah mengapa ada dorongan kecil agar aku membuka ponselnya.
|Si Dimas mentang-mentang sekarang punya bini dua, udah nggak pernah nongol lagi di grup. Sibuk sama dua bininya. Mana yang satu lagi hamil pula|
Sebuah pesan di grup w******p alumni milik Mas Dimas tak sengaja kubaca. Mungkin aku tak terlalu ambil pusing dengan pesan itu jika si pengirim tak mencolek nama Mas Dimas-- suamiku yang setahun belakangan sah secara agama dan negara menjadikanku sebagai istri.
|Bener banget. Dimas makmur sekarang hidupnya. Bininya cantik-cantik. Mana bini yang kedua tajir melintir. Nggak perlu kerja pun Si Dimas oke aja. Kaya tujuh turunan. Tinggal ongkang-ongkang kaki menikmati hidup dengan dua istri.|
Kubaca kembali pesan di sana yang semakin menyudutkan nama Dimas.
|Asal nggak ketahuan bini keduanya aja itu. Kalau ketahuan hancurlah dunia persilatan. Jangankan menikmati kehidupan damai dengan dua istri, yang ada dia bisa ditendang ke jalan. Lebih parahnya bisa saja dia dijebloskan ke polisi|
|Nggak semudah itu juga menjebloskan orang ke polisi, Bro. Dimas kan nggak memanipulasi data buat nikah yang kedua|
Teman-teman di grup itu saling sahut. Hal wajar memang jika ada satu dua berita yang lain saling menimpali. Yang jadi masalah adalah nama Mas Dimas suamiku itu dicolek beberapa kali.
Apa teman-temannya keliru mencolek nama? Ah kupikir nggak juga. Nama Dimas mungkin memang banyak di grup itu, tapi dia jelas-jelas mencolek Dimas suamiku. Bukan Dimas yang lain. Lantas apa maksudnya dua bini?
Mas Dimas memiliki bini lain selain aku, begitu? Benarkah? Tapi kapan dia menikahi perempuan itu? Sementara pernikahanku dengan Mas Dimas sah secara agama dan negara. Atau baru beberapa bulan belakangan mereka menikah secara siri di belakangku?
Pikiranku mendadak kacau gara-gara pesan nggak jelas di grup alumni SMA Mas Dimas itu. Iseng kutulis saja balasan di sana.
|Dimas siapa sih? Jangan salah colek, bisa ngamuk bini gue kalau nggak sengaja baca!|
Kutunggu hampir lima menit lamanya baru muncul balasan dari nomer yang sama. Balasan yang justru membuatku kaget seketika.
|Ah lo sok jaim. Mentang-mentang sudah enak, lupa lo sama kita-kita, Dim. Kapan traktirannya? Denger-denger lo sudah berhasil merebut hati istri baru lo sama papa mertua. Bahkan sudah diangkat jadi manager muda sekarang|
Nomor lain pun ikut memberi komentar yang tak jauh beda, membuatku benar-benar ternganga.
|Iya nih si Dimas sudah lupa sama kita. Jangan jadi kacang lupa kulitnya begitu dong, Dim. Gue bini satu aja belum dapet, lo maruk amat udah punya dua. Kasihan yang jomlo meronta-ronta hahaha|
|Bener banget, nasib jomlo nggak laku-laku nih gue. Cariin bini yang tajir melintir kayak bini lo dong, Dim. Gue capek kerja banting tulang hasilnya nggak seberapa. Mending sekalian cari bini tajir kayak lo gitu. Hahaha|
Deg. Deg. Deg. Mataku mulai memanas membaca balasan dari teman-temannya itu. Ingin rasanya teriak sekencang-kencangnya namun itu tak mungkin kulakukan. Tak ada gunanya. Kuseka air bening yang mulai jatuh ke pipi.
|Nah serang aja si Dimas. Bukannya dulu dia janji mau pilih salah satu? Bahkan dia bilang mau pilih Niken karena dia cinta pertamanya? Bulshit emang dia. Nyatanya sampai setahun lebih dia santai aja. Keenakan pastinya tuh!|
|Eh bukannya si Niken udah mau melahirkan, ya? Perutnya udah gede banget. Aku pernah ketemu dia seminggu lalu di baby shop|
|Sekarang Dimas di mana sih? Di Jakarta rumah bini barunya apa masih di kampung?|
|Di kampung soalnya kemarin aku baru melihat mereka pulang dari pasar. Berdua makin mesra aja|
|Btw orangnya kemana? Nggak nongol lagi? |
|Ngumpet di bawah selimut sama bininya kali. Hahahha|
|Bisa aja lo Bim hahah|
Makin lama makin banyak komentar di sana dengan nomer berbeda-beda. Itu artinya yang mereka bicarakan memang Mas Dimas suamiku.
Entah mengapa rasanya emosi ini sudah mencapai ubun-ubun. Berulang kali istighfar, namun belum juga merasakan sedikit ketenangan. Mungkin karena gemuruh luka, nelangsa dan dendam begitu membara dalam dada.
Ingin rasanya kubalas komentar-komentar mereka di sana namun kutahan. Aku harus tetap pura-pura tak tahu kelakuan busuknya ini di belakangku. Jika dia memang terbukti membagi hati dengan perempuan lain, aku pasti tak akan tinggal diam.
|Ponsel Dimas dia yang bawa atau bini mudanya nih? Soalnya kemarin aku lihat dia ke luar dari counter dengan Niken, menenteng box ponsel baru.|
Balasan dari nomer yang berbeda lagi dan semuanya laki-laki. Grup alumni ini memang sepertinya khusus untuk para laki-laki karena tak kulihat nama cewek satu pun di sini.
|Bisa kena damprat si Dimas kalau dia tahu kita ngomongin dia begini di grup|
Hati kembali berdebar tak tenang membaca berulang kali balasan yang dikirimkan teman-teman Mas Dimas itu. Tak salah lagi sekarang, teman-teman di grup w******p itu memang menceritakan Mas Dimas suamiku bukan Dimas yang lain, karena dua hari belakangan Mas Dimas memang pamit ada tugas di luar kota. Tak sengaja ponselnya terjatuh di taman belakang dalam keadaan lowbat.
Kebiasaannya jika tugas luar kota memang tak ingin diganggu, aku harus sabar menunggu dia yang menelepon duluan. Ternyata ada udang di balik batu? Tak kusangka jika tugas ke luar kota hanya dia jadikan alasan untuk pulang kampung bertemu istrinya yang lain.
Astaghfirullah, berarti selama ini dia sudah menipu aku dan papa? Bilang belum pernah menikah tapi nyatanya aku justru dijadikan istri kedua? Betapa kecewanya papa jika tahu menantu kesayangannya melakukan ini semua.
Betapa terlukanya papa jika tahu dia sudah berdusta dan bersandiwara. Apa karena aku lumpuh hingga membuatnya sengaja memainkan perasaanku? Bahkan kini sudah berhasil mencabik-cabik hatiku?
Mungkin Mas Dimas pikir aku akan diam saja menerima nasib? Mungkin dia berpikir, perempuan lumpuh sepertiku tak akan bisa berbuat apa-apa jika tahu dia memang mendua? Sungguh dia salah besar jika berpikir demikian.
Tadinya aku ingin memberinya kejutan saat dia pulang dari luar kota, karena kakiku sudah bisa diajak jalan meski baru beberapa langkah, namun ternyata aku salah. Justru aku lah yang diberi kejutan oleh teman-temannya lewat pesan-pesan mengerikan di grup whatsappnya.
Aku benar-benar tak menyangka Mas Dimas bisa melakukan sandiwara mengerikan seperti ini setahun lamanya. Ya Allah, aku harus kuat. Aku nggak mungkin diam saja melihat sikapnya.
Kita lihat saja, Mas. Siapa yang bisa memainkan perannya dengan cantik di sini. Aku atau kamu!
***
POV : Dimas Aku tak tahu siapa yang harus kucurigai perihal foto menjijikkan itu kecuali Brama. Namun sepertinya dugaan Nila ada benarnya. Ayu bukan tipe perempuan yang mudah menyerah, dia bahkan tipe perempuan ambisius yang menghalalkan segala cara demi impiannya. Ketiga istriku, hanya dia yang memiliki sifat paling berbeda. Dia terlalu kasar sementara istriku yang lain cenderung lembut dan lebih sopan. Setidaknya, mereka masih lebih menghargai statusku sebagai suami dan tak semena-mena. Kebetulan hari ini ada interview di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa. Aku berharap kali ini lamaranku diterima, sebab telah puluhan email kukirimkan ke sana-sini tapi sia-sia. Sebagian perusahaan menginginkan calon karyawan yang berpengalaman dengan lampiran surat pengalaman kerja masing-masing, sayangnya aku tak memiliki itu sebab dipecat begitu saja oleh Lisha. Perusahaan lain menginginkan karyawan yang fresh graduate, sementara aku justru sebaliknya. Aku hanya bisa pasrah dan per
POV : Dimas Beban hidup terasa semakin berat serang. Ekonomi belum stabil ditambah harus menuruti kemauan Ayu yang terkadang kelewat batas. Dia semakin menjadi sejak berpisah dengan mantan suaminya itu. Kesakitan karen pengkhianatan yang dilakukan suaminya, seolah dia lampiaskan padaku yang tak tahu apa-apa. Harusnya aku tak perlu menghidupinya, tapi Adam tetaplah anak kandungku. Bagaimana mungkin aku tega melihat dia kedinginan dan kelaparan bersama ibunya, sementara aku bisa tidur lelap dengan perut kenyang sekalipun banyak beban pikiran. Mau tak mau aku mengontrakkan Ayu dan Adam tak jauh dari kontrakanku. Di sana Ayu bekerja sebagai tukang cuci gosok, cukup buat makan sehari-hari sementara uang kontrakan tetaplah aku yang membayarnya. Awalnya Nila menolak, tapi mau tak mau dia harus mengiyakannya sebab nggak mungkin juga meminta Ayu dan Adam untuk tinggal satu atap di sini. Kasihan juga dia kalau nggak kucarikan kontrakan. Ayu sudah tak memiliki rumah di kampung dan ta
POV : Lisha Sejak menikah dengan Bang Akbar, hari-hariku semakin bahagia. Dia tulus, tak seperti mantan suamiku yang ternyata hanya modus. Perhatian dan cinta yang diberikan Bang Akbar membuat duniaku terasa lebih indah. Aku lebih bisa menghargai diri sendiri dan semakin yakin jika Allah memberikan sesuatu di saat yang tepat bukan terlambat. Kehamilan ini masuk minggu ke-18. Menginjak trimester dua yang tak lagi mual dan pusing seperti trimester sebelumnya. Aku sudah mulai mau makan dan tak lagi pusing jika mencium aroma menyengat. Syukuran empat bulanan sudah digelar beberapa hari yang lalu dengan dihadiri para tetangga dan saudara. Mereka mengucapkan selamat dan mendoakan kebaikan untukku dan janin yang ada dalam rahimku. Teringat kembali ucapan mereka saat itu. "Mbak Lisha, selamat berbahagia akhirnya merasakan hamil yang begitu mendebarkan dan menggemaskan. Aku yakin nanti kalau anaknya cewek, pasti bakal cantik seperti mamanya dan kalau cowok pasti tampan seperti papan
Pov : Dimas Hari-hari buruk akan mulai menyapaku lagi. Aku yang baru mulai bangkit, kembali diterpa badai karena kedatangan Ayu tiba-tiba. Iya, Niken Rahayu. Dia mantan istri pertamaku yang kini kembali ke Jakarta untuk menemuiku bersama Ahmad, buah hatiku dengannya yang kini berusia dua tahunan. Mau tak mau, bisa tak bisa aku mengajak Ayu ke kontrakan. Tak mungkin tega membiarkan dia lontang-lantung dengan Ahmad di kota sebesar ini, bukan? Jelas aku tak tega, sekalipun aku dengannya sudah tak memiliki hubungan apa-apa. Kecuali sebatas mantan dan orang tua kandung Ahmad saja. "Itu kontrakanku bersama keluarga Nila. Tolong jangan jaga sikapmu pada mereka, sebab aku tak ingin membuat masalah lagi," ucapku setelah mematikan motor dan meminta Ayu untuk turun. "Harusnya aku yang bilang begitu, Mas. Kalau kamu nggak banyak tingkah, hidup kita juga aman saja. Nggak berantakan," balas Ayu sengit. "Sudah. Sudah. Nggak ada gunanya saling menyalahkan. Semua ini salah kita karena memanfaa
Pov : Dimas Kehidupan jungkir balik mulai kulalui. Tenggelam dalam sesal jelas kurasakan. Namun hidup terus berjalan. Aku ngga mungkin selalu dirasuki rasa bersalah berlarut-larut. Lisha sudah bahagia dan aku harusnya juga begitu. Sama-sama bahagia meski dari ekonomi jelas berbeda. Tak mengapa, aku benar-benar ingin belajar dari nol hingga sukses. Lagipula, sebelum bertemu Lisha aku juga hidup dengan sangat sederhana. Aku bekerja keras untuk membahagiakan Ibu dan Niken. Iya, Niken. Entah bagaimana kabarnya. Terakhir kali aku mengiriminya uang tiga bulan yang lalu. Sampai sekarang aku belum transfer lagi karena memang nggak ada dana yang bisa dikirim. Buat makan sekeluarga aja sangat susah dan amat seadanya. Aku nggak mungkin kirim uang untuk Niken jika keluarga di sini masih sangat kekurangan. Biarlah. Lagipula suaminya juga bertanggungjawab, InsyaAllah dia nggak kekurangan jika sekadar makan. Nanti setelah ekonomi ku stabil, aku janji akan mengiriminya uang lagi untuk Ahmad.
POV : Dimas Aku tak tahu apa yang kurasakan detik ini saat kembali membayangkan Lisha bersanding dengan dokter itu di pelaminan. Rasanya benar-benar sulit dijelaskan. Sakit dan nelangsa. Teringat kembali ucapan Lisha waktu itu bahwa ada kalanya dia kecewa dan terluka karena pengorbanan dan kesetiaannya selama ini aku sia-siakan. Nyatanya kini roda itu benar-benar berputar. Dia sudah menemukan kebahagiaan dan cinta sejatinya, sementara aku justru sebaliknya. Aku tenggelam pada deretan masalah pelik yang selama ini belum pernah kurasakan. Depresi Nila belum sepenuhnya sembuh, ditambah masalah baru tentang tunggakan rumah ibu. Empat juta yang harus kulunasi minggu ini. Tak hanya itu saja, hutang ibu pun semakin menumpuk di warung karena memang hanya mengandalkan aku sebagai tulang punggung. Sebenarnya tak masalah hanya aku yang mengurus keuangan rumah, etidaknya bapak dan ibu lebih menghargai kerja kerasku. Tak selalu menuntut ini itu bahkan seolah meremehkan usaha yang sudah kul
Pov : Lisha Hari-hari belakangan kujalani dengan penuh semangat dan bahagia sebab acara pernikahanku dengan Bang Akbar tinggal menghitung hari saja. Semua akan digelar dengan cukup meriah dengan mengundang banyak kerabat, teman dan para tetangga. Detik ini, aku kembali ke butik untuk mengambil kebaya untuk akad dan resepsi nanti. Baju pengantin dan jas milik Bang Akbar pun sudah jadi. Dia pasti semakin keren dengan baju pengantin berwarna abu muda dan salem itu. Untuk akad nikah aku akan memakai kebaya abu muda sementara resepsinya pakai warna salem senada dengan pakaian yang akan dikenakan Bang Akbar. Kulihat papa masih asyik ngobrol dengan tukang parkir di depan butik. Begitulah papa, selalu ramah dengan siapapun tak memandang status sosialnya. Akhir-akhir ini papa memang selalu mengantarku ke mana-mana, seolah menjadi body guard untuk anak kesayangannya. Papa bilang, tak apalah karena esok atau lusa mungkin papa sudah tak akan mengantar lagi karena sudah ada pengganti. Papa
Perempuan itu menghentikan aktivitasnya lalu buru-buru memasukkan ponselnya ke saku bajunya. Aku tersenyum menatapnya, sementara dia begitu gugup dan salah tingkah saat aku mendekatinya. "Aku tahu kok kalau Mbak Anita yang menerorku akhir-akhir ini. Tapi tenang saja, aku tak akan mempermalukan Mbak di sini. Aku tak akan setega itu. Hanya saja Mbak harus tahu kalau aku tak akan pernah membiarkan semua ini terjadi begitu saja. Aku tetap akan memberitahu Bang Akbar untuk berhati-hati dengan perempuan culas sepertimu. Baik di depan, tapi di belakang berbisa," ucapku penuh penekanan pada perempuan cantik di sebelahku. Dia mendongak beberapa saat lalu kembali menunduk diam. Tak ada sepatah katapun yang dia ucapkan. "Bisa saja aku menelpon nomormu sekarang dan menceritakan kelicikanmu pada mereka. Namun lagi-lagi aku tak seburuk itu. Aku tak pandai bermuka dua sepertimu. Namun kalau kamu nggak jera, aku bisa mempermalukanmu kapan saja. Aku nggak takut, Mbak!" Lagi-lagi kubisikkan kata
Pagi-pagi aku sudah siap-siap ke butik peninggalan almarhum mama yang kini diserahkan padaku. Aku yang sudah mengembangkannya beberapa tahun terakhir, tepatnya semenjak mama tak lagi fit untuk pergi ke sana-sini sesukanya. Sakit kanker yang menggerogotinya, membuat mama harus banyak istirahat di rumah. Tak boleh terlalu kecapaian apalagi banyak beban pikiran. Akhirnya, papa memintaku untuk mengurus semuanya. "Bi, saya berangkat ke butik dulu. Mau sekalian cek gaun pengantin. Mungkin pulangnya agak telat. Misal nanti kemalaman, seperti biasa Bibi tidur saja. Saya sudah bawa kunci rumahnya," pamitku pada Bi Minah yang masih sibuk membersihkan isi kulkas. Bi Minah mengangguk pelan lalu memintaku untuk berhati-hati di jalan. Setiap dua hari sekali Bi Minah memang membersihkan kulkas untuk memilah-milah mana sayuran yang sudah agak layu dan mana yang masih segar. Yang agak layu itulah yang biasanya dimasak Bibi lebih dulu. Kupacu mobil merahku itu dengan kecepatan sedang. Mobil mula
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments