Lisha adalah gadis cantik, pintar dan kaya. Sayangnya dia mengalami lumpuh sementara pasca kecelakaan. Hal itu membuatnya tak percaya diri hingga papa menjodohkannya dengan Dimas. Dia adalah lelaki sederhana dan baik hati yang begitu papa percaya di kantornya. Namun siapa sangka ketulusan dan perhatian Dimas hanya topeng belaka. Banyak rahasia yang dia sembunyikan. Bagaimana Lisha membongkar semua kebusukan suaminya dan bagaimana pula Lisha bertemu dengan cinta sejatinya?
View MorePOV : Dimas Aku tak tahu siapa yang harus kucurigai perihal foto menjijikkan itu kecuali Brama. Namun sepertinya dugaan Nila ada benarnya. Ayu bukan tipe perempuan yang mudah menyerah, dia bahkan tipe perempuan ambisius yang menghalalkan segala cara demi impiannya. Ketiga istriku, hanya dia yang memiliki sifat paling berbeda. Dia terlalu kasar sementara istriku yang lain cenderung lembut dan lebih sopan. Setidaknya, mereka masih lebih menghargai statusku sebagai suami dan tak semena-mena. Kebetulan hari ini ada interview di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa. Aku berharap kali ini lamaranku diterima, sebab telah puluhan email kukirimkan ke sana-sini tapi sia-sia. Sebagian perusahaan menginginkan calon karyawan yang berpengalaman dengan lampiran surat pengalaman kerja masing-masing, sayangnya aku tak memiliki itu sebab dipecat begitu saja oleh Lisha. Perusahaan lain menginginkan karyawan yang fresh graduate, sementara aku justru sebaliknya. Aku hanya bisa pasrah dan per
POV : Dimas Beban hidup terasa semakin berat serang. Ekonomi belum stabil ditambah harus menuruti kemauan Ayu yang terkadang kelewat batas. Dia semakin menjadi sejak berpisah dengan mantan suaminya itu. Kesakitan karen pengkhianatan yang dilakukan suaminya, seolah dia lampiaskan padaku yang tak tahu apa-apa. Harusnya aku tak perlu menghidupinya, tapi Adam tetaplah anak kandungku. Bagaimana mungkin aku tega melihat dia kedinginan dan kelaparan bersama ibunya, sementara aku bisa tidur lelap dengan perut kenyang sekalipun banyak beban pikiran. Mau tak mau aku mengontrakkan Ayu dan Adam tak jauh dari kontrakanku. Di sana Ayu bekerja sebagai tukang cuci gosok, cukup buat makan sehari-hari sementara uang kontrakan tetaplah aku yang membayarnya. Awalnya Nila menolak, tapi mau tak mau dia harus mengiyakannya sebab nggak mungkin juga meminta Ayu dan Adam untuk tinggal satu atap di sini. Kasihan juga dia kalau nggak kucarikan kontrakan. Ayu sudah tak memiliki rumah di kampung dan ta
POV : Lisha Sejak menikah dengan Bang Akbar, hari-hariku semakin bahagia. Dia tulus, tak seperti mantan suamiku yang ternyata hanya modus. Perhatian dan cinta yang diberikan Bang Akbar membuat duniaku terasa lebih indah. Aku lebih bisa menghargai diri sendiri dan semakin yakin jika Allah memberikan sesuatu di saat yang tepat bukan terlambat. Kehamilan ini masuk minggu ke-18. Menginjak trimester dua yang tak lagi mual dan pusing seperti trimester sebelumnya. Aku sudah mulai mau makan dan tak lagi pusing jika mencium aroma menyengat. Syukuran empat bulanan sudah digelar beberapa hari yang lalu dengan dihadiri para tetangga dan saudara. Mereka mengucapkan selamat dan mendoakan kebaikan untukku dan janin yang ada dalam rahimku. Teringat kembali ucapan mereka saat itu. "Mbak Lisha, selamat berbahagia akhirnya merasakan hamil yang begitu mendebarkan dan menggemaskan. Aku yakin nanti kalau anaknya cewek, pasti bakal cantik seperti mamanya dan kalau cowok pasti tampan seperti papan
Pov : Dimas Hari-hari buruk akan mulai menyapaku lagi. Aku yang baru mulai bangkit, kembali diterpa badai karena kedatangan Ayu tiba-tiba. Iya, Niken Rahayu. Dia mantan istri pertamaku yang kini kembali ke Jakarta untuk menemuiku bersama Ahmad, buah hatiku dengannya yang kini berusia dua tahunan. Mau tak mau, bisa tak bisa aku mengajak Ayu ke kontrakan. Tak mungkin tega membiarkan dia lontang-lantung dengan Ahmad di kota sebesar ini, bukan? Jelas aku tak tega, sekalipun aku dengannya sudah tak memiliki hubungan apa-apa. Kecuali sebatas mantan dan orang tua kandung Ahmad saja. "Itu kontrakanku bersama keluarga Nila. Tolong jangan jaga sikapmu pada mereka, sebab aku tak ingin membuat masalah lagi," ucapku setelah mematikan motor dan meminta Ayu untuk turun. "Harusnya aku yang bilang begitu, Mas. Kalau kamu nggak banyak tingkah, hidup kita juga aman saja. Nggak berantakan," balas Ayu sengit. "Sudah. Sudah. Nggak ada gunanya saling menyalahkan. Semua ini salah kita karena memanfaa
Pov : Dimas Kehidupan jungkir balik mulai kulalui. Tenggelam dalam sesal jelas kurasakan. Namun hidup terus berjalan. Aku ngga mungkin selalu dirasuki rasa bersalah berlarut-larut. Lisha sudah bahagia dan aku harusnya juga begitu. Sama-sama bahagia meski dari ekonomi jelas berbeda. Tak mengapa, aku benar-benar ingin belajar dari nol hingga sukses. Lagipula, sebelum bertemu Lisha aku juga hidup dengan sangat sederhana. Aku bekerja keras untuk membahagiakan Ibu dan Niken. Iya, Niken. Entah bagaimana kabarnya. Terakhir kali aku mengiriminya uang tiga bulan yang lalu. Sampai sekarang aku belum transfer lagi karena memang nggak ada dana yang bisa dikirim. Buat makan sekeluarga aja sangat susah dan amat seadanya. Aku nggak mungkin kirim uang untuk Niken jika keluarga di sini masih sangat kekurangan. Biarlah. Lagipula suaminya juga bertanggungjawab, InsyaAllah dia nggak kekurangan jika sekadar makan. Nanti setelah ekonomi ku stabil, aku janji akan mengiriminya uang lagi untuk Ahmad.
POV : Dimas Aku tak tahu apa yang kurasakan detik ini saat kembali membayangkan Lisha bersanding dengan dokter itu di pelaminan. Rasanya benar-benar sulit dijelaskan. Sakit dan nelangsa. Teringat kembali ucapan Lisha waktu itu bahwa ada kalanya dia kecewa dan terluka karena pengorbanan dan kesetiaannya selama ini aku sia-siakan. Nyatanya kini roda itu benar-benar berputar. Dia sudah menemukan kebahagiaan dan cinta sejatinya, sementara aku justru sebaliknya. Aku tenggelam pada deretan masalah pelik yang selama ini belum pernah kurasakan. Depresi Nila belum sepenuhnya sembuh, ditambah masalah baru tentang tunggakan rumah ibu. Empat juta yang harus kulunasi minggu ini. Tak hanya itu saja, hutang ibu pun semakin menumpuk di warung karena memang hanya mengandalkan aku sebagai tulang punggung. Sebenarnya tak masalah hanya aku yang mengurus keuangan rumah, etidaknya bapak dan ibu lebih menghargai kerja kerasku. Tak selalu menuntut ini itu bahkan seolah meremehkan usaha yang sudah kul
Pov : Lisha Hari-hari belakangan kujalani dengan penuh semangat dan bahagia sebab acara pernikahanku dengan Bang Akbar tinggal menghitung hari saja. Semua akan digelar dengan cukup meriah dengan mengundang banyak kerabat, teman dan para tetangga. Detik ini, aku kembali ke butik untuk mengambil kebaya untuk akad dan resepsi nanti. Baju pengantin dan jas milik Bang Akbar pun sudah jadi. Dia pasti semakin keren dengan baju pengantin berwarna abu muda dan salem itu. Untuk akad nikah aku akan memakai kebaya abu muda sementara resepsinya pakai warna salem senada dengan pakaian yang akan dikenakan Bang Akbar. Kulihat papa masih asyik ngobrol dengan tukang parkir di depan butik. Begitulah papa, selalu ramah dengan siapapun tak memandang status sosialnya. Akhir-akhir ini papa memang selalu mengantarku ke mana-mana, seolah menjadi body guard untuk anak kesayangannya. Papa bilang, tak apalah karena esok atau lusa mungkin papa sudah tak akan mengantar lagi karena sudah ada pengganti. Papa
Perempuan itu menghentikan aktivitasnya lalu buru-buru memasukkan ponselnya ke saku bajunya. Aku tersenyum menatapnya, sementara dia begitu gugup dan salah tingkah saat aku mendekatinya. "Aku tahu kok kalau Mbak Anita yang menerorku akhir-akhir ini. Tapi tenang saja, aku tak akan mempermalukan Mbak di sini. Aku tak akan setega itu. Hanya saja Mbak harus tahu kalau aku tak akan pernah membiarkan semua ini terjadi begitu saja. Aku tetap akan memberitahu Bang Akbar untuk berhati-hati dengan perempuan culas sepertimu. Baik di depan, tapi di belakang berbisa," ucapku penuh penekanan pada perempuan cantik di sebelahku. Dia mendongak beberapa saat lalu kembali menunduk diam. Tak ada sepatah katapun yang dia ucapkan. "Bisa saja aku menelpon nomormu sekarang dan menceritakan kelicikanmu pada mereka. Namun lagi-lagi aku tak seburuk itu. Aku tak pandai bermuka dua sepertimu. Namun kalau kamu nggak jera, aku bisa mempermalukanmu kapan saja. Aku nggak takut, Mbak!" Lagi-lagi kubisikkan kata
Pagi-pagi aku sudah siap-siap ke butik peninggalan almarhum mama yang kini diserahkan padaku. Aku yang sudah mengembangkannya beberapa tahun terakhir, tepatnya semenjak mama tak lagi fit untuk pergi ke sana-sini sesukanya. Sakit kanker yang menggerogotinya, membuat mama harus banyak istirahat di rumah. Tak boleh terlalu kecapaian apalagi banyak beban pikiran. Akhirnya, papa memintaku untuk mengurus semuanya. "Bi, saya berangkat ke butik dulu. Mau sekalian cek gaun pengantin. Mungkin pulangnya agak telat. Misal nanti kemalaman, seperti biasa Bibi tidur saja. Saya sudah bawa kunci rumahnya," pamitku pada Bi Minah yang masih sibuk membersihkan isi kulkas. Bi Minah mengangguk pelan lalu memintaku untuk berhati-hati di jalan. Setiap dua hari sekali Bi Minah memang membersihkan kulkas untuk memilah-milah mana sayuran yang sudah agak layu dan mana yang masih segar. Yang agak layu itulah yang biasanya dimasak Bibi lebih dulu. Kupacu mobil merahku itu dengan kecepatan sedang. Mobil mula
Ponsel Mas Dimas di atas meja bergetar. Ponselnya memang terkunci, tapi aku tahu passwordnya. Mas Dimas tipe pelupa jadi semua password mesdosnya pakai tanggal lahirnya saja. Terlalu mudah untuk kubuka.Biasanya aku tak pernah kepo dengan ponsel Mas Dimas. Namun kali ini entah mengapa ada dorongan kecil agar aku membuka ponselnya.|Si Dimas mentang-mentang sekarang punya bini dua, udah nggak pernah nongol lagi di grup. Sibuk sama dua bininya. Mana yang satu lagi hamil pula|Sebuah pesan di grup w******p alumni milik Mas Dimas tak sengaja kubaca. Mungkin aku tak terlalu ambil pusing dengan pesan itu jika si pengirim tak mencolek nama Mas Dimas-- suamiku yang setahun belakangan sah secara agama dan negara menjadikanku sebagai istri. |Bener banget. Dimas makmur sekarang hidupnya. Bininya cantik-cantik. Mana bini yang kedua tajir melintir. Nggak perlu kerja pun Si Dimas oke aja. Kaya tujuh turunan. Tinggal ongkang-ongkang kaki menikmati hidup dengan dua istri.|Kubaca kembali pesan di san
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments