‘’Dokter panggil saya?’’
Susah sekali untuk tidak melirik Sandra. Rasanya Lili mau muntah melihat wanita penggoda itu sedang duduk di pangkuan Gavi.
Apalagi rekannya itu memiliki reputasi jelek seantero rumah sakit.
‘’Kosongkan jadwal saya hari ini.’’
‘’Boleh saya tahu alasannya, Dok?’’ tanya Lili sopan.
‘’Kami mau ke Bali, Li, dua hari.’’
Ada apa dengannya? Lili jadi dibuat bingung. Kemarin Sandra begitu judes tapi kini… lemah dan lembut?
Susah payah Sandra memakai kembali pakaiannya. Mengejar-ngejar Gavi yang terlihat begitu kesal. Entah salahnya di mana, tadi mereka masih mesra bahkan sempat berciuman. Kini Gavi jadi sedingin salju di kutub utara.Sandra ingin menyusul lebih jauh tetapi, Gavi malah masuk ke ruangan pasien. Membuat Sandra urung dan meninggalkan rumah sakit.‘’Aku yang kasih informasi tapi aku yang dicuekin. Nyebelin!’’Brak!Sekuat tenaga membanting pintu mobil pun tak bisa membantu banyak. Apalagi sampai membuat emosi Sandra berkurang.Dirinya pun segera menghubungi seseorang.‘&rsquo
‘’Pak, berkasnya sudah saya letakkan di meja. Besok ada dinas keluar kota dan setelah makan siang jadwal bapak sudah kosong,’’ ucap Vania saat Leo keluar dari ruang rapat.‘’Kalau begitu setelah makan siang kamu juga sudah bebas tugas, Van.’’‘’Maaf, Pak. Saya harus standby sampai jam pulang kantor selesai. Khawatir ada beberapa berkas yang butuh tanda tangan bapak hari ini, jadi bisa langsung saya eksekusi.’’Leo mengangguk lalu masuk ke dalam ruangannya.Sudah beberapa hari bekerja, Vania terlihat sangat terampil dan sudah mulai betah.&n
Mungkin saja Elsa butuh saudaranya untuk bercerita. Kekhawatirannya itu ikut lenyap bersama kaki yang kembali dirinya bawa ke ruangan.Duduk di balik meja membaca adanya file baru untuk Leo. Vania disibukkan dengan banyak berkas.Hari berganti gelap, penerangan digantikan dengan lampu ruangan, karyawan sudah banyak yang pulang, menyisakan dirinya sendiri tak berteman.‘’Van, kenapa belum pulang?’’Deg.Hampir saja terkena serangan jantung. Leo tiba-tiba muncul di depan meja, siapa yang tidak terkejut dibuatnya?‘’Bapak?’’‘’Maaf, aku mengagetkan.’’ Leo merasa tak enak hati membuat Vania terlonjak dari duduknya.‘’Kenapa belum pulang? Ini sudah malam.’’Vania melihat ke luar jendela. Asik bekerja membuatnya lupa waktu. ‘’Ini sudah mau pulang, Pak.’’Kebetulan lem
‘’Jangan lihatin aku kayak gitu. Kamu tuh, Rian, memang nyebelin.’’ Tidak di rumah, tidak di restoran, pun masih saja sama. Sepertinya bahan pertengkaran mereka tak ada habisnya.Padahal duduk sudah berjauhan. Rian di sebelah Valerie dan Gia di sebelah Vania. Ada meja sebagai pemutus jarak di antara mereka. Tetapi anak-anak ini, selalu saja punya cara menghidupkan suasana.‘’Memangnya kenapa? Aku punya mata,’’ balas Rian dengan mata melotot.‘’Aku nggak suka.’’Rian menggeram kesal sekali dengan tingkah Gia. Rian tidak benci tidak pula punya rasa kesal terpendam padanya. Hanya saja, ada rasa yang sulit diungkapkan namun sulit dimengerti olehnya.‘’Huss, kalian ini. Cobalah untuk saling sayang. Rian, anggaplah Gia seperti adikmu. Juga kamu, Gia. Anggap Rian seperti kakak….’’‘’Oma, Gia nggak mau punya kakak angkuh, sombong, nyebelin, banyak gaya kaya dia. Huh!’’‘’Kamu…’’‘’Sudah-sudah.’’ Valerie menengahi. Lagi pula harus segera menghentikan karena makanan sudah datang.‘’Awas kamu,
‘’Mas, lepaskan!’’Leo melihat ke depan, dirinya pun segera menjauhkan Vania darinya. ‘’Terimakasih.’’ Walau berakhir canggung, Vania tidak lupa mengucapkan terimakasih. Vania menunduk, menghindari kontak mata baik itu dengan adik ataupun ibunya. Di dalam mobil pun tidak ada percakapan seru seperti sebelumnya. Terlebih Gia dan Rian sudah tertidur.Vira menggenggam tangan Vania yang dingin. Seolah menyampaikan jangan dipikirkan yang barusan.Tetapi mau bagaimana? Valerie jadi mendiaminya. Sungguh sangat tidak nyaman. Semoga Valerie tidak salah paham.***Keesokannya…Tak ada lagi sapa atau tanya. Valerie hanya bicara pada Gia tanpa menganggapnya ada. Ditanya tak menjawab, bahkan sengaja mengacuhkan.Jika memang Valerie cemburu, maka Vania akan meminta maaf. Tetapi bagaimana ingin dapat maaf jika bicara saja tak dipedulikan?‘’Val.’’‘’Valerie.’’Berpikir jika panggilan ketiga, keempat atau kelima pun tak digubris. Mungkin seharusnya Vania membiarkan Valerie sendiri. ‘’Sabar. Kamu
Hati kian terasa kacau. Valerie jadi mempertanyakan kepercayaannya pada Leo. Seharusnya dinas luar hanya sehari, tetapi bertambah jadi tiga hari. Apakah itu dibuat-buat agar Leo dan Vania bisa menghabiskan waktu bersama?Valerie semakin gelisah. Kian blingsatan ketika Leo tidak menghubunginya. Dulu tak masalah jika Leo hanya menelepon sekali atau paling banyak dua kali. Tapi sekarang, tidak di telepon dalam setengah jam saja membuatnya tak karuan.‘’Mami kenapa, sih, Mi? Kok nggak mau diam gitu kayak cacing kepanasan?’’ Fokus Rian jadi terbagi melihat Valerie mondar-mandir. PR yang harusnya siap dalam sepuluh menit tetapi sudah setengah jam tidak kunjung usai akibat memperhatikan sang ibu.‘’Papi ada nelepon?’’‘’Bukannya papi barusan nelepon?’’ ‘’Itu kan satu jam yang lalu, Rian. Cepet hubungi papi. Bilang kalau mami sakit,’’ ujarnya penuh penekanan.Rian menaikkan satu alisnya karena menurutnya Valerie sehat walafiat. Tetapi, tetap saja dirinya menurut dan menyambangi nakas tempat
‘’Hah, HOTEL? KAMU SERIUSAN? LEO DAN VANIA?’’ Bukan tanpa alasan Sandra mengeraskan dan menekankan suaranya.Sandra membelakangi Gavi tetapi wanita itu tahu jika ada sepasang mata yang mengamati. Oh, syukurlah. Mudah-mudahan saja ini menjadi klimaks kebencian Gavi pada Vania.Gavi baru saja pulang, mendengar atau tidak awalnya, nama Vania berhasil menarik perhatian Gavi.‘’Kasihan banget kamu harus gantiin tugas Vania yang lagi CHECK IN. Ck!’’Ketika menoleh ke belakang, wajah Gavi merah padam namun tetap diam mendengarkan. Sandra pun buru-buru mengakhiri pura-pura sigap untuk melayani suaminya yang pulang bekerja. ‘’Ya sudah kamu hati-hati, ya. Suami aku pulang.’’‘’Gav, kamu nggak dengar apa-apa, kan?’’ serunya seraya meletakkan ponsel ke meja. Kemudian mencium tangan dan juga pipi sang suami.‘’Aku baru sampai. Tadi telponan sama siapa?’’ Gavi pun sama dramanya, berpura-pura, pakai acara bertanya.‘’Sama Sandra.’’Deg.‘’Eh, maksudku Elsa. Astaga, aku sampai salah menyebut nama
‘’Mana Leo?’’Vania tidak menyangka lama tidak berkabar Gavi datang malah marah-marah.‘’Kamu sembunyikan dia di mana?’’ Gavi beralih menyingkap selimut. Tapi, kosong. Tidak ada siapapun.‘’Aku ke sini untuk bekerja bukan tidur dengan suami orang!’’ tegas Vania masih di depan pintu.Jika Gavi melakukan kekerasan kembali Vania akan segera kabur dan berteriak kencang.Pikirannya sudah mengarah ke sana karena gelagat Gavi seperti monster yang diberi nyawa. Tampak bengis dan mengerikan.‘’Kau tidak berhak bicara seperti itu, Pelacur!’’‘’Aku tidak seperti istri sirimu!’’ Vania tidak akan tinggal diam lagi bila direndahkan. Terlebih mengatai seenaknya pelacur. Bisa-bisa Devano Mahendra akan bangkit dari kubur bila tahu anaknya memang berprofesi seperti itu dan bukannya sekretaris.‘’Berani-beraninya—’’‘’Tujuanmu apa kemari?’’ Vania memotong gerakan Gavi yang terlihat ingin melakukan kekerasan.‘’Aku akan membawamu pulang! Kemasi barangmu sekarang!’’‘’Jangan lupa kalau aku tidak mendapa