Home / Horor / Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan / Tugas yang Menghantui

Share

Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan
Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan
Author: El Nurcahyani

Tugas yang Menghantui

Author: El Nurcahyani
last update Last Updated: 2024-10-18 15:30:07

Bab 1.

Gudang itu pengap, cahaya dari jendela kecil di ujung ruangan nyaris tak sanggup menembus tirai debu yang bergelantung di udara. Di sebuah dipan usang, Bu Aminah terkulai pasrah, tubuhnya telentang, dengan hanya tersisa pakaian bagian atas tubuhnya. Tangannya gemetar, memeluk dadanya seolah melindungi sesuatu yang tak terlihat.

Nafasnya terputus-putus, sesekali rintihan pelan lolos dari bibirnya yang pucat. Matanya tertutup rapat, kepalanya bergerak perlahan seperti menahan sakit yang tak terlukiskan. Sesekali tubuhnya bergetar, menggeliat di atas dipan dingin yang berbau lembap dan tua.

"Ingat dua hari lagi, aku minta lebih dari ini." Suara serak, setengah berbisik mengisi ruangan yang tampak sepi dari luar.

Aminah hanya mengangguk, masih dengan posisi dan keadaan yang sama.

***

Sementara itu, di rumah, Pak Taryo melempar pandangan ke arah putrinya, Renata, yang duduk bersandar malas di sofa dengan ponsel di tangan. Gadis itu asyik scroll layar tanpa peduli.

“Ibumu ke mana?” tanya Pak Taryo, matanya sedikit menyipit karena merasa ada yang ganjil.

Renata, tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel, menjawab seadanya, “Tadi kasih makan ayam, Yah.”

Pak Taryo hanya mengangguk pelan, lalu melangkah menuju belakang rumah. Namun...

Kreeet!

Derit pintu tua membuat langkah Pak Taryo terhenti, sosok Bu Aminah muncul. Wajahnya pucat, rambutnya agak berantakan, keringat mengalir di pelipis meski dia mencoba mengatur napasnya agar tampak tenang.

"Bu, beli sayuran sama bahan pokok, ini sudah siang," perintah Pak Taryo, tidak menyadari kegelisahan yang tersembunyi di balik tatapan istrinya.

Aminah menarik napas panjang, mencoba tersenyum meski sangat lelah. “Nanti sore aja, ya Pak, sekarang mah masih ada urusan.”

“Urusan? Ibu... Ibu, buat apa ngumpulin pembalut bekas warga? Apa gak jijik, Bu? Udah atuh, Ibu teh ulah aneh-aneh!” ejek Pak Taryo sambil melirik sinis ke arah istri yang masih terlihat linglung.

Bu Aminah menatapnya tajam, mencoba menahan emosi. “Aku teh, kan lagi bantu warga, Pak. Biar kampung ini aman dari teror Kukun. Apa bapak tidak merasakan bedanya? Aku teh udah ngomong ini berkali-kali. Teu ngarti wae ari Bapak!” ucapnya pelan namun tegas, matanya masih menyiratkan kegelisahan.

"Bu. Ibu teh sekarang lagi isi lagi. Kalau kata sepuh mah, lagi bau-bau nya kecium sama makhluk astral. Atuh kalau gitu mah, jadi nyelakain diri sendiri. Niat bantu orang, ngorbanin diri sendiri."

"Udah ah Pak, ngobrol sama Bapak mah capek. Da ibu yang ngrasain, gak usah kudu ikutan repot, Bapak teh. Ibu mah baik-baik saja ko," sahut Aminah sambil berlalu ke tempat kantung kresek bekas, yang sengaja Aminah kumpulkan kalau dari berbelanja.

Renata yang sedari tadi diam, mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. Mata remajanya menelusuri penampilan ibunya yang sedikit berantakan. “Bu, itu bajunya kotor. Apa gak ganti dulu? Malu ih kelihatan orang-orang,” tegurnya, melihat ada bercak seperti tanah dan debu di baju Bu Aminah.

“Gak usah. Nanti juga kotor lagi,” jawab Aminah singkat, nadanya datar dan tak peduli.

Tiba-tiba ponsel di tangan Renata bergetar. Ia melihat layarnya sebentar lalu menyerahkan pada ibunya. “Eh, Teh Leha? Ada apa dia nelepon? Tumben."

"Iya Teh. Aya naon?" tanya Renata pada sambungan telepon.

"Kasih teleponnya ke, Ibu."

Bu Aminah menerima ponsel itu dengan sedikit gemetar. “Halo, Leha. Kumaha kabar kamu?"

Dari seberang, terdengar suara Leha yang ceria. “Aku baik, Bu. Oh ya, lusa aku pulang. Semua urusan kuliah udah selesai!”

Bu Aminah terdiam sejenak, wajahnya yang tadi lelah kini berubah. Tatapannya tajam dan penuh pertimbangan, seolah tengah menyusun rencana yang tak terucap. "Leha... kamu gak perlu pulang dulu. Cari sekolah buat ngajar di kota aja. Dedikasiin ilmumu di sana."

Leha terdiam sesaat, tak menyangka. “Tapi, Bu, aku kuliah juga buat memajukan kampung kita…”

Aminah mendesah panjang. Tidak ada yang bisa ia katakan lagi untuk menahan Leha. “Kalau begitu, hati-hati, ya.”

Setelah menutup telepon, Bu Aminah memandangi ponsel di tangannya. Pikirannya berputar cepat. Semuanya harus rapi sebelum Leha pulang, atau semuanya akan hancur.

Tanpa banyak bicara, Bu Aminah melanjutkan tugasnya. Ia berkeliling kampung, mengetuk satu rumah ke rumah lain, mengumpulkan pembalut dari para wanita. Pembalut dengan darah haid yang masih segar, tidak dicuci. Setiap kali menerima, wajahnya serius, seperti merasakan sesuatu dari barang-barang itu.

"Kamu ngapain ikut? Gak sabar banget," bisik Aminah saat berkeliling kampung. Orang lain tidak tahu bahwa Aminah tidak berjalan sendiri.

Sesekali Aminah, mengusap tangan yang menjinjing kantung kresek yang berisi pembalut-pembalut. Seakan-akan ada orang yang menggelayut, menguntit tidak sabar menginginkan apa yang ada di dalam kantung itu.

"Eh, Mak Aminah. Tugas Mak?" sapa salah seorang warga yang kebetulan ada di depan rumahnya.

"Iya Bu. Ada tidak?" jawab Aminah, sambil menanyakan apakah di rumah ibu tersebut ada pembalut yang harus ia ambil.

"Lagi gak ada nih, Mak. Anak-anak lagi pada libur di neneknya."

"Oh... Mangga atuh."

Saat sampai di rumah terakhir, seorang tetangga tersenyum sambil menggendong bayi perempuan yang baru lahir. Mata Bu Aminah menajam, senyumnya melengkung misterius.

"Mak Aminah. Lagi tugas?" sapa ibu muda itu.

"Iya, Neng." Bu Aminah menyahut sambil menghampiri. "Lahiran kapan ini Neng? Kok baru tahu," lanjutnya.

"Kemarin malam, Mak."

"Kebetulan bayi ini perempuan, ya," ucapnya dengan nada yang nyaris tak terdengar, menatap bayi itu dengan pandangan penuh arti.

"Apa Mak?" sahut ibu muda itu, dia agak mendengar sesuatu yang diucapkan Aminah.

Bersambung...

El Nurcahyani

Arti bahasa Sunda; 1. Mah, atuh = Kata pelengkap sebagai aksen. Tidak memiliki arti. 2. Teu/Hnteu = Tidak 3. Ulah = Jangan 4. Aya naon = Ada apa 5. Mangga atuh. Mangga = Mari

| Like

Related chapters

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Mak Aminah

    Bab 2 “Eh, em, m-maksud saya, anak ini perempuan ya?” Aminah gugup, takut ucapan yang pertama didengar oleh ibu muda yang masih berada di hadapannya. “Iya. Alhamdulillah perempuan. Yang diingkan A Dasep,” jawab Mentari, ibu muda tersebut. “Em, kalau gitu... ada kan ya?” tanya Bu Aminah seperti memberi kode. “Aduh, saya lupa. Langsung saya bersihkan. Asli, Mak, saya teh gak inget. Kebiasaan Cuma kalau haid ngasihnya. Gimana ini ya? Gak papa kitu?” terlihat guratan panik di wajah mentari. Aminah terlihat berpikir, darah nifas yang seharusnya ia dapatkan dari Aminah, tak ada. Jika hal ini diketahui Nyi Kukun piaraannya, sudah dapat dipastikan anak yang baru lahir itu tidak akan selamat. “Gimana, Mak? Aku jadi takut, nIh. Bantu saya atuh, Mak.” Aminah membuka sendalnya, tanpa mengatakan apa-apa dia duduk di teras rumah mentari. Tatapan Aminah seperti menerawang mencari jawaban. Mentari yang semula menggendong bayinya, menarik kursi yang ada di sana, digeser dan duduk d

    Last Updated : 2024-10-20
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Nyi Kukun Berulah

    Bab 3 Renata tak memedulikan kepergian si bapak yang menolongnya dan keberadaan anak kecil itu yang sudah menghilang. Sepeda motornya terus melaju, tak ada beban. Namun, tak lama dia baru sadar. Ada sesuatu yang janggal. Hatinya bimbang, antara terus melaju atau berhenti karena rasa penasaran. Akhirnya berhenti juga Renata, keningnya dikerutkan. Ingin menoleh, melihat tempat ia jatuh tadi, tapi ada rasa merinding, berdiri bulu kuduk. Meski 90% dia tidak meyakini hal-hal mistis, tapi dalam situasi ini cukup membuat tengkuknya berdesir, seperti tiupan angin berembus sejuk. Dia ingat sebuah tayangan horor dengan judul ‘Jangan Melihat Ke Belakang.’ ‘Ah, bodo amat.’ Dengan seketika Renata membalik kepalanya, dia menoleh pada jalan yang telah dilaluinya. Jalan desa yang lurus, masih dominan tanah dan bebatuan. “Aaakh!” Renata dikejutkan oleh penampakan orang gila berambut gimbal dan kulit gelap. Orang gila itu tepat di belakang Renata, sedang diam mengamati dirinya yang sejak

    Last Updated : 2024-10-21
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Suara dari Kegelapan

    Bab 4 Keesokan harinya; Setelah empat tahun mengenyam pendidikan di kota, menjadi seorang mahasiswa keguruan, Saleha akhirnya kembali ke kampung halamannya, Kahuripan. Saat dia turun dari angkot, langit senja tampak diselimuti mendung tipis. Angin dingin menyapu tubuhnya, membawa perasaan yang aneh—suasana kampungnya terasa berbeda, mencekam. Di sepanjang jalan yang pernah begitu ia kenali, ada sesuatu yang membuatnya gelisah. Tatapan warga yang menyapanya terasa kosong, meskipun bibir mereka tersenyum. Semua terasa terlalu diam, terlalu tenang, seolah menyembunyikan sesuatu di baliknya. “Leha? Ih ... Kamu leha ‘kan?” Seseorang menyapa. Dia adalah Mak Atih, yang biasanya jam segini baru dari rumah, habis istirahat. “Iya, Mak. Apa kabar?” jawab Leha. “Sae. Emak sae. Syukur kamu pulang.” “Mak, kok kampung kita kaya beda ya, Mak?” “Ah, beda kumaha?” “Em...” Leha celingukan, di mengusap tengkuknya pelan. “Kaya beda aja Mak. Jadi lebih sepi, terus ...” Leha tidak bisa menggambar

    Last Updated : 2024-10-26
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Mulai Terasa Kejanggalan

    Bab 5 “Huek.” Hampir saja Saleha muntah. Aroma halaman belakang membuat isi perutnya ingin keluar. Dia kembali ke depan, tak sanggup menahan aroma itu. “Leha? Lagi apa?” “Eh, Ceu Sonah. Ini lihat ayam-ayam.” Saleha terkejut melihat kedatangan salah satu tetangganya yang tiba-tiba. “Ngapain lihat ayam? Di kota gak pernah lihat ayam.” Ce Sonah berkelakar. “Tadinya mau diemin ayam-ayam, malu atuh Ceu, ganggu yang lagi pada ngaji.” “Ah... ayam-ayamnya gak berisik kok.” Ce Sonah melangkah menuju pintu belakang. Saat pintu terbuka, angin malam dingin langsung menyergapnya. Di bawah cahaya lampu redup halaman, ayam-ayam mereka tampak berkerumun di satu sudut, saling mendekap, dan tatapan mereka terfokus pada sesuatu di tengah kegelapan. Mata-mata ayam itu berkilat aneh, hampir seperti bukan binatang yang ia kenali. “Tuh lihat, ayam kalau malam gak dimasukin kandang kaya gitu, Leha. Mereka ngumpul, kaya saling berdekapan, berbagi kehangatan. Gak berisik ‘kok.” “Oh .

    Last Updated : 2024-10-27
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Teror Kukun Dimulai

    Bab 6 “Udah, jangan dipikirin. Mungkin kamu Cuma capek,” kata Jaya sambil mengelus lembut pundak kekasihnya. “Aku pamit pulang dulu ya, besok kerja. Kamu istirahat yang cukup.” Leha hanya mengangguk lemah. “Kang, hati-hati ya,” lanjut Leha. “Iya... Akang udah gede. Kamu jangan over khawatir gitu, ih. Akang jadi kepikiran kalau gini.” “Kepikiran kenapa Kang? Leha kan cuma bilang hati-hati.” “Kamu tuh dari tadi kaya orang bingung. Tiba-tiba ngilang, terus malah lagi diem, bengong sendiri. Kamu gak mau cerita sama Akang? Ada apa?” “E-enggak kok, Kang. Aku baik-baik aja.” Leha menjawab dengan sedikit gugup, dia belum siap terbuka sekarang pada kekasihnya. “Ya udah atuh Kang. Sok mau pulangmah. Takut keburu malem,” lanjut Leha. Dia berusaha menutupi kegundahannya. Jaya tersenyum, kemudian menggenggam kedua tangan Leha. Diusapnya dengan lembut. “Akang pulang ya, Geulis,” ucap Jaya, kemudian pergi ( Geulis = Cantik) *** Setelah Jaya dan para tamu pulang, Leha kembali mengamati ib

    Last Updated : 2024-11-01
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Kukun Harus Segera Diwariskan

    Bab 7 “Leha!” panggil Nek Juju dari kamarnya. Dia mendengar langkah kaki Leha dan suaranya yang mencari Aminah. “Nini, ibu ke mana?” tanya Leha, di ambang pintu kamar Juju, sambil memegang gorden lusuh yang baru ia singkap. “Tenang... Ibumu tadi bilang mau belanja buat warung,” jawab neneknya dengan suara serak, sambil bersandar di ranjangnya. “Nggak usah khawatir, biarkan saja.” Leha menggigit bibirnya. Ada rasa tidak nyaman yang sulit dihilangkan. “Nini... kenapa ayam-ayam itu nggak berhenti berisik dari semalam?” Nenek mengerutkan kening. “Jangan ganggu ayam-ayam itu, Leha. Biarkan ibumu yang urus.” Leha semakin heran. Sejak kapan ibunya mau mengurus ayam? Itu pekerjaan yang selalu ia hindari. Rasa takut mulai menggumpal dalam dirinya, tapi ia tidak berani bertanya lebih jauh. Saat akhirnya ibunya pulang, Leha sudah mandi dan berpakaian rapi. Ia berencana pergi ke sekolah SMP di desa untuk melamar sebagai guru honorer. Namun, ketika ia berpapasan dengan ibunya yang baru sa

    Last Updated : 2024-11-03
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Teror dan Tumbal

    Bab 8 Sementara itu di tengah perjalanan, Leha tiba-tiba merasakan ada yang menyentuh pundaknya dari belakang. Seketika ia menghentikan motor dan menoleh. Kosong. Jalan itu sepi, tak ada siapa-siapa di belakangnya. “Hah… Cuma perasaan,” gumamnya, mencoba menenangkan diri. Namun, dari kejauhan, terdengar suara anak-anak yang tadi berlarian di jalan. Mereka tertawa lagi, tapi kali ini, suara mereka terdengar seperti bisikan yang memanggil-manggil namanya. “Kakak Leha… Kakak Leha… ikutlah… ayo ikut…” Leha merinding, suaranya bergetar ketika ia mencoba mengabaikan suara itu. “Ah, mungkin Cuma angin…” Namun, langkah kecil terdengar mendekat, dan bayangan anak-anak itu tampak berdiri di ujung jalan. Mereka tidak bergerak, hanya berdiri dengan mata yang kosong, mengawasinya. Leha menatap balik, mencoba memastikan apakah mereka benar-benar anak-anak atau hanya ilusi. Tiba-tiba, satu dari mereka melambai pelan ke arah Leha, senyum yang terpatri di wajahnya kaku dan dingin. “Kak Leha…

    Last Updated : 2024-11-05
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Gadis Pilihan Kukun

    Bab 9 “Aminah, damang?” tanyanya, menyentuh lengan Aminah. “Sae, Ceu,” jawab Aminah dengan nada datar, mencoba menenangkan detak jantungnya. “Di mana jenazahnya?” Wanita itu menunjuk ruangan di belakang, di mana jenazah disemayamkan. “Di dalam… tapi hati-hati, Mak Aminah. Entah kenapa, dinginnya ruangan itu berbeda. Bahkan beberapa orang tadi enggan mendekat.” Aminah menarik napas panjang, menyesuaikan selendang yang melingkari punggung hingga dadanya. “Tidak apa-apa, saya udah biasa dengan hal seperti ini.” Wanita itu menatapnya dengan mata penuh kekhawatiran sebelum berbalik ke arah kerumunan. Aminah lalu melangkah masuk ke dalam ruangan jenazah, setiap langkahnya seolah terasa semakin berat.### Di Ruang Jenazah Begitu memasuki ruangan, hawa dingin yang menggigit langsung menyambut. Suara bisikan pelan terdengar, entah dari mana datangnya. Aminah berhenti sejenak, merasakan bulu kuduknya berdiri. “Kenapa… dingin sekali di sini?” bisiknya pada diri sendiri, mencoba menguasai

    Last Updated : 2024-11-06

Latest chapter

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Tatapan Aneh Mulai Tampak

    Bab 41"Astaghfirullahaladzim...," gumam Leha. Dia tahu yang didengarnya adalah halusinasi.Leha tetap melanjutkan perjalanan, melewati jalan kecil di desa yang sunyi, hanya ada beberapa orang yang terlihat di pinggir jalan. Namun, ada sesuatu yang aneh.Orang-orang itu berdiri dengan posisi kaku, kepala mereka sedikit miring, dan mata mereka kosong, seolah menatap jauh ke dalam jiwa Leha. Beberapa bahkan tersenyum lebar, tetapi senyuman itu terasa dingin dan tidak manusiawi.Saat Leha melewati mereka, ia merasakan udara dingin menusuk kulitnya. Salah satu dari mereka, seorang lelaki tua dengan topi anyaman, melambaikan tangan pelan. Leha hampir menghentikan motornya untuk membalas, tetapi ia melihat tangan lelaki itu terlalu panjang, jari-jarinya menghitam seperti hangus.Leha menghela napas, mencoba untuk tidak panik.“Ini cuma imajinasi... Cuma pikiran aku aja,” gumamnya, namun hatinya tetap gelisah.Ketika hampir sampai di tikungan menuju sekolah, ia melihat seorang perempuan muda

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Apa Salahnya Dendam

    Bab 40Keesokan harinya, suasana pagi di rumah Leha masih diliputi kesunyian yang terasa ganjil. Di meja makan, Leha menyiapkan diri untuk berangkat mengajar. Taryo, yang sejak tadi memperhatikan putrinya, akhirnya membuka percakapan."Leha," panggil Taryo sambil menyeduh kopi hitam. "Ayah mau ngomong. Kamu nggak capek jadi guru honorer? Gajinya kecil, tenagamu habis. Belum lagi bensin tiap hari. Gimana kalau kamu nerusin warung almarhum ibumu saja? Lebih praktis, kan?"Leha menghentikan sendoknya yang sedang mengaduk teh. Ia memandang ayahnya dengan raut wajah dilema."Ayah, Leha jadi guru bukan cuma soal uang," jawabnya pelan, mencoba menahan gejolak hatinya. "Leha ingin desa ini berubah. Anak-anak di sini butuh pendidikan, biar nggak gampang ditipu atau terjerumus pada hal-hal yang salah. Apalagi sekarang... teror ku... Em, maksud Leha, teror kemalasan dan gaptek, sudah semakin parah. Kalau Leha berhenti, siapa yang akan ngajari mereka?"Taryo meletakkan cangkirnya dengan sedikit k

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Siap Perang

    Bab 39 Renata yang sejak tadi terdiam, tiba-tiba mendekat dan memeluk Leha erat. Air matanya mengalir saat ia mencoba menenangkan kakaknya. "Teh, tenang, ya. Kita butuh Teh Leha. Jangan seperti ini," ujar Renata, suaranya bergetar. Dede, adik bungsu mereka, ikut bergabung dalam pelukan itu. Meskipun ia masih kecil, ia tahu keluarganya sedang menghadapi sesuatu yang besar dan menakutkan. "Teh Leha jangan marah-marah. Dede takut," gumamnya pelan. Pelukan itu membuat kemarahan Leha perlahan surut. Ia menarik napas panjang, menenangkan diri. Suara tawa di luar sana yang tadi menggema kini perlahan mereda. Namun, keheningan itu justru terasa semakin menekan. Juju dan Sastra memandang cucu-cucunya dengan tatapan cemas. Mereka menyadari bahwa suara tawa itu tak mungkin berasal dari manusia. Namun, mereka memilih diam, tak ingin membuat keadaan semakin tegang. Tentunya saja wajah cemas yang ditunjukkan kedua lansia itu, palsu. Di sisi lain, Taryo hanya mengamati dengan bingung. I

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Jasad Aminah Diambil Alih Kukun

    Bab 38 Setelah tiba di rumah, Renata tak mampu menahan emosinya. Tubuhnya bergetar, napasnya memburu, dan air matanya terus mengalir. Ia berlari menuju kamar ibunya, tadinya mau menumpahkan kesedihan di sana.Namun, dia melihat Kakaknya sedang duduk memandangi kain putih milik mendiang Aminah."Teh!" Renata terisak, suaranya serak oleh kesedihan yang menyesakkan dada. "Ibu... Ibu hilang! Jenazahnya tidak ada!"Leha terdiam sejenak, wajahnya yang pucat menegang. "Apa maksudmu? Hilang?!" tanyanya dengan nada tak percaya.Renata mulai menjelaskan, meski kalimatnya tak beraturan. Ia bercerita bagaimana jenazah ibu mereka menghilang dari liang lahat, diiringi suara tawa mengerikan dan keanehan yang tak masuk akal.Mata Leha menyala oleh emosi. Ia melompat dari tempat duduknya, membuka pintu kamar dengan kasar, dan berjalan keluar dengan langkah cepat. Juju, nenek mereka, yang sedang duduk di ruang tengah bersama Sastra, kaget melihat cucunya melintas dengan penuh amarah."Leha! Mau ke man

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Dimakamkan Makhluk Lain

    Bab 37Renata dan Dede yang terguncang berusaha bangkit, tetapi kakinya lemas. "Ibu? Ibu kemana?" teriak mereka dengan suara terbata, tubuh terasa sangat lelah dan terhimpit oleh rasa takut yang mendalam.Tak jauh dari sana, sesosok bayangan tampak melintas dengan cepat, seperti sesuatu yang menunggangi angin. Beberapa orang di bisa merasakan kehadiran makhluk asing, seolah sesuatu yang sangat kuat tengah mengawasi mereka."Ini... bukan kebetulan," pikir Juju dalam hati. "Ini adalah perbuatan mereka... makhluk-makhluk itu."Taryo mencoba tenang, namun ia tak mampu menyembunyikan kekhawatiran yang terlihat jelas di wajahnya."Nak... kita harus pulang. Ini bukan tempat yang aman," katanya, namun suara ketakutannya tak bisa ia sembunyikan.Para kerabat yang hadir tampak panik. Mereka semua mulai menjauh dari liang kubur, mencoba untuk lari dari tempat itu. Keanehan ini tidak hanya menyerang Keluarga duka, namun semua orang yang ada di sana merasakan adanya kekuatan yang tak kasat mata.T

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Jenazah Aminah Hilang

    Bab 36. Aminah menoleh, tapi dia tidak berbicara apa pun."Ibu, ayo. Nanti Ibu kecapean," paksa Leha.Berkali-kali Leha memaksa, karena Aminah cuma diam dan terus berjalan, setelah menatap Leha."Ibu, jangan kaya gitu. Leha gak tega kalau harus pulang sendiri. Padahal ibu kerepotan," paksa Leha sekali lagi.Aminah menggeleng pelan, dengan sorot mata redup tapi tajam. Bahkan tangannya sedikit terangkat, menandakan penolakan.Leha terdiam, ada rasa merinding melihat tatapan ibunya."Yaudah, kalau gitu Leha pulang duluan ya Bu."Aminah tidak merespon. Yang Leha lihat Aminah terus berjalan sambil menenteng kresek besar, yang kelihatannya terasa berat.Dalam perjalanan pulang, Leha berpikir. Mungkin ibunya tidak mau diajak, karena takut bau amis darah dari pembalut mengotori motor, atau membuat Leha tidak nyaman. Dia berpikir positif saja.###Ketika Leha tiba di rumah, suasana sudah berubah mencekam. Banyak orang berkerumun di halaman, beberapa bahkan menangis histeris."Bendera kuning?"

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Jenazah yang Tidak Lazim

    Bab 35 Leha mendengarkan dulu suara speaker masjid yang memberitahu ada orang meninggal. Tenyata itu anak dari salah satu tetangganya. Leha tahu dia seorang gadis."Jangan-jangan... ulah Nyi Kukun," gumam Leha. "Aku harus bersikap biasa saja," lanjutnya.Saat perjalanan menuju sekolah, Leha dihentikan seorang tetangga yang tergesa-gesa. Wanita itu, seorang kerabat dari orang yang meninggal di kampung mereka, tampak panik dan bingung.“Leha, tolong! Bisa antar aku ke rumah ibumu? Jenazah keluargaku keadaannya... sangat mengerikan,” ujarnya dengan suara gemetar.Leha menelan ludah, bingung harus bagaimana. Ia sudah terlambat menuju sekolah, tetapi tetangga ini memohon dengan begitu mendesak.“Tapi, Bu, saya harus ke sekolah...” jawab Leha ragu.“Saya nggak tahu harus minta tolong siapa lagi. Ibumu kan biasanya yang tahu cara menangani jenazah seperti ini,” katanya lagi, hampir menangis.Leha merasa serba salah. Akhirnya ia mengalah. “Ya udah. Baik, Bu. Ayo, saya antar ke rumah.”Sepanj

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Mulai Menentang Terang-terangan

    Bab 34 "Teteh, Renata mah kayanya gak sanggup deh, harus dzikir sebanyak ini," keluh Renata, yang berada i kamar Leha. "Semampunya aja Rena. Syukur-syukur kamu usahakan. Sambil membiasakan rajin ibadah. Selama ini kamu kan ...," goda Leha pada adiknya. "Iya-iya, Rena sadar. Kalau sekarang kan ada Teteh. Jadi kaya beda aja gitu suasana, Rena pasti bisa kebawa rajin kaya Teteh." "Ya udah, sana. Fokuslah. Semakin kita dekat sama Allah, bukan tentang menghadapi makhluk-makhluk gaib saja, kita sanggup lebih kuat dari mereka. Tapi, buat diri kita juga jadi serba lancar untuk mencapai keinginan." Rena mengangguk. Dia paham dan ngena sekali, nasihat yang disampaikan Kakaknya. ### Sejak azan Magrib berkumandang, Leha memutuskan untuk tidak keluar kamar. Ia memusatkan seluruh pikirannya pada dzikir, salat sunah, dan doa-doa yang diajarkan oleh Kiyai Soleh. Hatinya terasa lebih tenang, meski masih ada rasa was-was yang mengintai. Sementara itu, di kamarnya, Juju duduk bersemedi de

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Hamil tapi Masih Haid

    Bab 33 Tempat BidanSetelah menempuh perjalanan yang tidak begitu lancar, Leha dan Aminah akhirnya sampai di tempat bidan. Suasana klinik kecil cukup sepi sore itu, sehingga mereka langsung mendapat giliran.Bidan Ida, seorang wanita paruh baya dengan senyum hangat, memeriksa Aminah dengan teliti. Ia menggunakan alat ultrasonografi sederhana untuk memastikan kondisi kandungan Aminah. Setelah beberapa menit, wajahnya tampak serius."Gimana Bu Bidan? Kandungan Ibu saya baik-baik saja?" tanya Leha, antusias. Bidan yang melihat Leha begitu antusias, merasa terharu dan kagum. Seorang anak yang begitu peduli pada ibunya. Bidan Ida bisa merasakan perasaan Aminah yang sebenarnya tidak nyaman jika kandungannya diperiksa. Dapat dirasakan dari raut muka Aminah dan beberapa interaksi saat diperiksa. “Neng dan Ibu Aminah,” kata Bidan Ida dengan nada hati-hati. “Ada sedikit kelainan dalam kehamilan ini.”Leha yang duduk di samping ibunya langsung menegang. “Kelainan apa, Bu Bidan?”“Usia kandung

DMCA.com Protection Status