Home / Horor / Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan / Suara dari Kegelapan

Share

Suara dari Kegelapan

Author: El Nurcahyani
last update Last Updated: 2024-10-26 07:22:36

Bab 4

Keesokan harinya;

Setelah empat tahun mengenyam pendidikan di kota, menjadi seorang mahasiswa keguruan, Saleha akhirnya kembali ke kampung halamannya, Kahuripan. Saat dia turun dari angkot, langit senja tampak diselimuti mendung tipis. Angin dingin menyapu tubuhnya, membawa perasaan yang aneh—suasana kampungnya terasa berbeda, mencekam.

Di sepanjang jalan yang pernah begitu ia kenali, ada sesuatu yang membuatnya gelisah. Tatapan warga yang menyapanya terasa kosong, meskipun bibir mereka tersenyum. Semua terasa terlalu diam, terlalu tenang, seolah menyembunyikan sesuatu di baliknya.

“Leha? Ih ... Kamu leha ‘kan?” Seseorang menyapa. Dia adalah Mak Atih, yang biasanya jam segini baru dari rumah, habis istirahat.

“Iya, Mak. Apa kabar?” jawab Leha.

“Sae. Emak sae. Syukur kamu pulang.”

“Mak, kok kampung kita kaya beda ya, Mak?”

“Ah, beda kumaha?”

“Em...” Leha celingukan, di mengusap tengkuknya pelan. “Kaya beda aja Mak. Jadi lebih sepi, terus ...” Leha tidak bisa menggambarkan perasaan selanjutnya. Susah diungkapkan.

“Udah lama banget ya nggak pulang?” tanya Mak Atih, kemudian dilanjutkan dengan suara agak berbisik. “Biasa aja Leha. Kampung ini gak ada yang berubah. Hayu ah, Emak mau ke kebon lagi.”

“Iya, Mak,” jawab Saleha, sedikit ragu.

Leha melanjutkan langkahnya. Dia memperhatikan wajah-wajah yang berpapasan, mencari kehangatan yang dulu selalu ia rasakan di kampung halamannya, namun kini semua terasa asing. Ada yang salah di kampung ini. Pikirannya bergemuruh, tapi ia memilih menyimpan kegelisahannya, berusaha menganggap semua hanya perasaannya saja.

Saat tiba di rumah, suasananya tak kalah suram. Pintu kayu yang tua itu berderit pelan saat ia dorong. Udara di dalam rumah terasa pengap, berbeda dengan kenangan masa kecilnya yang selalu dipenuhi kehangatan. Ada aroma masakan, tapi entah kenapa terasa aneh, seolah tak lagi menggoda selera seperti dulu.

“Assalamualaikum...!”

“Ibu! Leha pulang!” suaranya menggema di antara dinding yang terasa begitu sunyi.

Namun, di balik ketenangan itu, malapetaka sudah menunggu. Tanda-tanda itu sudah Leha rasakan, tapi belum dia sadari.

Sastra, kakek Leha tergopoh dari belakang rumah, “Oi ... Cucu Aki pulang. Sama siapa kamu, Cu?”

“Sendiri Ki. Emang harus sama siapa?” tanya Leha, setelah mencium tangan kakeknya.

“Ya, Aki pikir sama Jaya. Anak itu kemarin baru dari sini. Gak ngasih tahu apa-apa kalau kamu mau pulang.”

“Leha sengaja Ki, kejutan. Hehe,” ucap Leha dengan tawa kecil. “Kok sepi Ki?” lanjutnya.

“Iya, jam segini masih pada di luar. Kalau ayahmu, dia gak akan pulang selama seminggu.”

“Dapat proyek?” tanya Leha.

“Iya. Baru berangkat kemarin.”

Sambil mengambil air minum, Leha terus berbincang dengan kakeknya yang sepertinya dia juga kelelahan. Dilihat dari napas berat dan butiran bening di sekitar pelipisnya. Ki Sastra baru pulang dari ladang.

Kokorrrrrkk!

Kokkkooorkkk!

“Suara apa itu, Ki?”

“Aduh! Bentar ya Leha. Aki lupa, sedang kasih makan ayam.” Ki Sastra setengah berlari menuju lahan di belakang rumah.

Leha merasa heran, “Sejak kapan di rumah ini piara ayam,” gumamnya. “Ibu paling tidak suka dengan kotoran ayam, bau pakan dan suara-suara berisik ayam. Apalagi kalau udah bersahutan. Juga capek bersihkan kotoran ayam yang ee sembarangan.”

Leha pergi ke kamarnya di lantai dua, dia langsung bersih-bersih kamar. Meski kamar itu pasti sudah dibersihkan, tetap saja rasanya tidak nyaman kalau tidak bersih-bersih dulu.

Beranjak sore, semua orang berkumpul, mereka melepas rindu dan berbagi cerita dengan Leha. Kecuali, Pak Taryo yang sedang ada panggilan untuk mengerjakan bangunan di kota. Pak Taryo adalah kuli bangunan yang jujur dan amanah, Alhamdulillah tidak pernah sepi panggilan kerjaan, karena cara bekerjanya yang jujur dan selalu rapi.

Tidak ada keanehan di sana, situasinya aman terkendali. Meski pun sebelumnya Renata penasaran dengan apa yang dilihatnya dua hari lalu di pasar. Dia ingin menanyakan pada kakaknya. Namun, Aminah sudah mewanti-wanti Renata untuk tidak membahas hal itu.

Renata pun menuruti ibunya, sebab dia juga mengalami beberapa kejadian ganjil. Hingga tidak banyak tanya pada ibunya, alasan tidak boleh menanyakan hal tersebut.

***

Baru sehari Leha di rumah, kejadian buruk tiba. Lisna, adik bungsunya meninggal dunia. Keheningan berubah menjadi kesedihan mendalam. Tahlilan digelar malam itu juga, para tetangga datang berbondong-bondong, memenuhi ruang tamu yang kini terasa begitu sesak dengan duka.

Saat duduk di antara para tamu, Saleha merasa ada sesuatu yang ganjil. Suasana yang penuh doa itu tiba-tiba dipecahkan oleh suara ayam dari belakang rumah. Suara itu bukan sekadar kokokan biasa—ada nada aneh, seolah ayam-ayam itu berteriak ketakutan. Jantung Saleha berdetak lebih cepat.

Dia melirik ke arah ibunya yang duduk di sebelahnya, wajah Aminah tetap datar, matanya terfokus pada doa. Tak satu pun dari para tamu yang tampak terganggu. Tapi suara ayam itu semakin berisik, begitu menyiksa telinganya.

“Ibu, kok ayam di belakang ribut banget, ya?” bisik Saleha, mencoba tidak terlalu menarik perhatian.

Aminah hanya menoleh sebentar, lalu menggeleng pelan. “Biasa saja, Leha. Ayam memang begitu, apalagi kalau malam.”

Tapi Saleha tahu ini bukan suara ayam biasa. Ada yang salah. Suara itu semakin intens, seperti tangisan dari alam lain. Dia menoleh ke arah neneknya, Juju, yang duduk di sudut ruangan. Wajah neneknya pucat, tapi matanya berkilat, terfokus ke arah jendela yang menghadap ke belakang rumah.

Sebuah firasat buruk merayap di benaknya. Dengan gelisah, Saleha berdiri dan berjalan pelan menuju pintu belakang. Suara ayam itu semakin keras saat ia mendekat. Jantungnya berdetak cepat saat tangannya menyentuh gagang pintu. Rasa takut bercampur dengan rasa ingin tahu menguasai dirinya.

Bersambung....

Related chapters

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Mulai Terasa Kejanggalan

    Bab 5 “Huek.” Hampir saja Saleha muntah. Aroma halaman belakang membuat isi perutnya ingin keluar. Dia kembali ke depan, tak sanggup menahan aroma itu. “Leha? Lagi apa?” “Eh, Ceu Sonah. Ini lihat ayam-ayam.” Saleha terkejut melihat kedatangan salah satu tetangganya yang tiba-tiba. “Ngapain lihat ayam? Di kota gak pernah lihat ayam.” Ce Sonah berkelakar. “Tadinya mau diemin ayam-ayam, malu atuh Ceu, ganggu yang lagi pada ngaji.” “Ah... ayam-ayamnya gak berisik kok.” Ce Sonah melangkah menuju pintu belakang. Saat pintu terbuka, angin malam dingin langsung menyergapnya. Di bawah cahaya lampu redup halaman, ayam-ayam mereka tampak berkerumun di satu sudut, saling mendekap, dan tatapan mereka terfokus pada sesuatu di tengah kegelapan. Mata-mata ayam itu berkilat aneh, hampir seperti bukan binatang yang ia kenali. “Tuh lihat, ayam kalau malam gak dimasukin kandang kaya gitu, Leha. Mereka ngumpul, kaya saling berdekapan, berbagi kehangatan. Gak berisik ‘kok.” “Oh .

    Last Updated : 2024-10-27
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Teror Kukun Dimulai

    Bab 6 “Udah, jangan dipikirin. Mungkin kamu Cuma capek,” kata Jaya sambil mengelus lembut pundak kekasihnya. “Aku pamit pulang dulu ya, besok kerja. Kamu istirahat yang cukup.” Leha hanya mengangguk lemah. “Kang, hati-hati ya,” lanjut Leha. “Iya... Akang udah gede. Kamu jangan over khawatir gitu, ih. Akang jadi kepikiran kalau gini.” “Kepikiran kenapa Kang? Leha kan cuma bilang hati-hati.” “Kamu tuh dari tadi kaya orang bingung. Tiba-tiba ngilang, terus malah lagi diem, bengong sendiri. Kamu gak mau cerita sama Akang? Ada apa?” “E-enggak kok, Kang. Aku baik-baik aja.” Leha menjawab dengan sedikit gugup, dia belum siap terbuka sekarang pada kekasihnya. “Ya udah atuh Kang. Sok mau pulangmah. Takut keburu malem,” lanjut Leha. Dia berusaha menutupi kegundahannya. Jaya tersenyum, kemudian menggenggam kedua tangan Leha. Diusapnya dengan lembut. “Akang pulang ya, Geulis,” ucap Jaya, kemudian pergi ( Geulis = Cantik) *** Setelah Jaya dan para tamu pulang, Leha kembali mengamati ib

    Last Updated : 2024-11-01
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Kukun Harus Segera Diwariskan

    Bab 7 “Leha!” panggil Nek Juju dari kamarnya. Dia mendengar langkah kaki Leha dan suaranya yang mencari Aminah. “Nini, ibu ke mana?” tanya Leha, di ambang pintu kamar Juju, sambil memegang gorden lusuh yang baru ia singkap. “Tenang... Ibumu tadi bilang mau belanja buat warung,” jawab neneknya dengan suara serak, sambil bersandar di ranjangnya. “Nggak usah khawatir, biarkan saja.” Leha menggigit bibirnya. Ada rasa tidak nyaman yang sulit dihilangkan. “Nini... kenapa ayam-ayam itu nggak berhenti berisik dari semalam?” Nenek mengerutkan kening. “Jangan ganggu ayam-ayam itu, Leha. Biarkan ibumu yang urus.” Leha semakin heran. Sejak kapan ibunya mau mengurus ayam? Itu pekerjaan yang selalu ia hindari. Rasa takut mulai menggumpal dalam dirinya, tapi ia tidak berani bertanya lebih jauh. Saat akhirnya ibunya pulang, Leha sudah mandi dan berpakaian rapi. Ia berencana pergi ke sekolah SMP di desa untuk melamar sebagai guru honorer. Namun, ketika ia berpapasan dengan ibunya yang baru sa

    Last Updated : 2024-11-03
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Teror dan Tumbal

    Bab 8 Sementara itu di tengah perjalanan, Leha tiba-tiba merasakan ada yang menyentuh pundaknya dari belakang. Seketika ia menghentikan motor dan menoleh. Kosong. Jalan itu sepi, tak ada siapa-siapa di belakangnya. “Hah… Cuma perasaan,” gumamnya, mencoba menenangkan diri. Namun, dari kejauhan, terdengar suara anak-anak yang tadi berlarian di jalan. Mereka tertawa lagi, tapi kali ini, suara mereka terdengar seperti bisikan yang memanggil-manggil namanya. “Kakak Leha… Kakak Leha… ikutlah… ayo ikut…” Leha merinding, suaranya bergetar ketika ia mencoba mengabaikan suara itu. “Ah, mungkin Cuma angin…” Namun, langkah kecil terdengar mendekat, dan bayangan anak-anak itu tampak berdiri di ujung jalan. Mereka tidak bergerak, hanya berdiri dengan mata yang kosong, mengawasinya. Leha menatap balik, mencoba memastikan apakah mereka benar-benar anak-anak atau hanya ilusi. Tiba-tiba, satu dari mereka melambai pelan ke arah Leha, senyum yang terpatri di wajahnya kaku dan dingin. “Kak Leha…

    Last Updated : 2024-11-05
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Gadis Pilihan Kukun

    Bab 9 “Aminah, damang?” tanyanya, menyentuh lengan Aminah. “Sae, Ceu,” jawab Aminah dengan nada datar, mencoba menenangkan detak jantungnya. “Di mana jenazahnya?” Wanita itu menunjuk ruangan di belakang, di mana jenazah disemayamkan. “Di dalam… tapi hati-hati, Mak Aminah. Entah kenapa, dinginnya ruangan itu berbeda. Bahkan beberapa orang tadi enggan mendekat.” Aminah menarik napas panjang, menyesuaikan selendang yang melingkari punggung hingga dadanya. “Tidak apa-apa, saya udah biasa dengan hal seperti ini.” Wanita itu menatapnya dengan mata penuh kekhawatiran sebelum berbalik ke arah kerumunan. Aminah lalu melangkah masuk ke dalam ruangan jenazah, setiap langkahnya seolah terasa semakin berat.### Di Ruang Jenazah Begitu memasuki ruangan, hawa dingin yang menggigit langsung menyambut. Suara bisikan pelan terdengar, entah dari mana datangnya. Aminah berhenti sejenak, merasakan bulu kuduknya berdiri. “Kenapa… dingin sekali di sini?” bisiknya pada diri sendiri, mencoba menguasai

    Last Updated : 2024-11-06
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Larangan Membuat Penasaran

    Bab 10 Aminah terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Tepat saat itu, Juju masuk ke dapur, menatap Leha dengan tatapan tajam yang penuh misteri. “Nanti malam, jangan tinggalkan kamar ya, Leha,” suara Juju terdengar pelan namun tegas. “Kunaon, Nini? Ada apa?” tanya Leha, bingung. “Kami Cuma ingin kamu aman, Nak,” jawab Juju singkat, tanpa menjelaskan lebih lanjut. Leha mengangguk, masih bingung namun menurut saja. Ada sesuatu yang aneh dan mencekam di udara malam itu, dan ia merasa ada yang berubah di rumah ini. ### Malam harinya, Saleha sengaja ke kamar Renata. Di sana juga sudah ada Dede, adik kedua Leha. Ya, Leha memiliki tiga adik, termasuk yang baru meninggal. “Ada apa Teh? Tumben teteh mau kumpul bareng kami. Ya kan, De?” ucap Renata, meminta dukungan adiknya. “Iya. Teteh Leha kan kaya sok sibuk gitu. Di kamaaar... terus. Kaya gak inget punya kita,” celetuk Dede. Dia memang ngasal kalau bicara, tapi benar adanya. “Hehe, maafin Teteh. Gak maksud gitu loh. Teteh k

    Last Updated : 2024-11-08
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Warisan Perjanjian

    Bab 11 “Astagfirullah...!” Leha melonjak mundur. Dia memegang dadanya, nafasnya naik turun. “Bikin kaget aja.” Leha menghardik ayam yang tiba-tiba seperti menyerang dirinya. “Ada apa Leha?” Juju datang dari arah belakang. Leha menoleh, dia tidak menjawab. Karena Juju pasti tahu apa yang membuat Leha berteriak. “Kamu mau ke luar malam begini?” tanya Juju dengan suara berat dan santai. “Ini masih siang, Ni.” “Ini bukan kota, Leha.” “Cuma sebentar, Nini. Leha udah janji sama Kang Jaya.” “Sini, duduk dulu. Biar kamu tahu apa yang terjadi di kampung ini.” Leha terbengong sesaat. Dia tertarik ajakan dari neneknya. Itulah yang ia ingin tahu dari Renata dan Dede. Mungkin, neneknya akan menjelaskan secara jelas. “Duduklah, pewarisku.” Hah? Dalam hati Leha merasa aneh apa yang diucapkan neneknya. Sebutan itu sangat menggelikan tapi misterius. “Nini harap, kamu udah siap dengar cerita ini. Harusnya ibumu yang bilang, tapi dia terlalu lemah.” Leha mendengarkan dengan sak

    Last Updated : 2024-11-12
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Rencana Menjalankan Warisan

    Bab 12 Perlahan-lahan, sosok itu mulai berbalik, dan saat wajahnya tampak, Leha terperangah. Wajah pucat dengan mata kosong yang melotot menatap lurus ke arahnya. Tangan sosok itu terkulai dengan jari-jari yang kurus dan panjang, seakan-akan siap mencengkeram. Leha terhuyung ke belakang, berusaha melangkah mundur, tapi kakinya terasa kaku. Sosok itu terus mendekat, dengan langkah-langkah kecil namun pasti, suaranya mengerikan, seperti desahan berat yang tercekik. “K-kamu, p-pasti ha lu si na si,” gumam Leha, dia ketakutan, tapi tak bisa lepas tatapannya dari makhluk berambut panjang itu. Dalam kepanikan, Leha akhirnya menemukan kekuatan untuk berlari. Ia berlari secepat mungkin, menyusuri jalan setapak yang gelap. Di belakangnya, ia bisa mendengar suara langkah berat dan desahan yang semakin mendekat. Sesekali menoleh, memastikan makhluk itu mengejar atau tidak. Brugh! “Aaakh...!” “Neng Leha kunaon? Jiga nu sieun kitu?” ( Jiga nu sieun kitu? = Seperti yang takut gitu?) Leha m

    Last Updated : 2024-11-12

Latest chapter

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Siap Perang

    Bab 39Renata yang sejak tadi terdiam, tiba-tiba mendekat dan memeluk Leha erat. Air matanya mengalir saat ia mencoba menenangkan kakaknya."Teh, tenang, ya. Kita butuh Teh Leha. Jangan seperti ini," ujar Renata, suaranya bergetar.Dede, adik bungsu mereka, ikut bergabung dalam pelukan itu. Meskipun ia masih kecil, ia tahu keluarganya sedang menghadapi sesuatu yang besar dan menakutkan. "Teh Leha jangan marah-marah. Dede takut," gumamnya pelan.Pelukan itu membuat kemarahan Leha perlahan surut. Ia menarik napas panjang, menenangkan diri. Suara tawa di luar sana yang tadi menggema kini perlahan mereda. Namun, keheningan itu justru terasa semakin menekan.Juju dan Sastra memandang cucu-cucunya dengan tatapan cemas. Mereka menyadari bahwa suara tawa itu tak mungkin berasal dari manusia. Namun, mereka memilih diam, tak ingin membuat keadaan semakin tegang.Tentunya saja wajah cemas yang ditunjukkan kedua lansia itu, palsu.Di sisi lain, Taryo hanya mengamati dengan bingung. Ia merasa ada

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Jasad Aminah Diambil Alih Kukun

    Bab 38 Setelah tiba di rumah, Renata tak mampu menahan emosinya. Tubuhnya bergetar, napasnya memburu, dan air matanya terus mengalir. Ia berlari menuju kamar ibunya, tadinya mau menumpahkan kesedihan di sana.Namun, dia melihat Kakaknya sedang duduk memandangi kain putih milik mendiang Aminah."Teh!" Renata terisak, suaranya serak oleh kesedihan yang menyesakkan dada. "Ibu... Ibu hilang! Jenazahnya tidak ada!"Leha terdiam sejenak, wajahnya yang pucat menegang. "Apa maksudmu? Hilang?!" tanyanya dengan nada tak percaya.Renata mulai menjelaskan, meski kalimatnya tak beraturan. Ia bercerita bagaimana jenazah ibu mereka menghilang dari liang lahat, diiringi suara tawa mengerikan dan keanehan yang tak masuk akal.Mata Leha menyala oleh emosi. Ia melompat dari tempat duduknya, membuka pintu kamar dengan kasar, dan berjalan keluar dengan langkah cepat. Juju, nenek mereka, yang sedang duduk di ruang tengah bersama Sastra, kaget melihat cucunya melintas dengan penuh amarah."Leha! Mau ke man

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Dimakamkan Makhluk Lain

    Bab 37Renata dan Dede yang terguncang berusaha bangkit, tetapi kakinya lemas. "Ibu? Ibu kemana?" teriak mereka dengan suara terbata, tubuh terasa sangat lelah dan terhimpit oleh rasa takut yang mendalam.Tak jauh dari sana, sesosok bayangan tampak melintas dengan cepat, seperti sesuatu yang menunggangi angin. Beberapa orang di bisa merasakan kehadiran makhluk asing, seolah sesuatu yang sangat kuat tengah mengawasi mereka."Ini... bukan kebetulan," pikir Juju dalam hati. "Ini adalah perbuatan mereka... makhluk-makhluk itu."Taryo mencoba tenang, namun ia tak mampu menyembunyikan kekhawatiran yang terlihat jelas di wajahnya."Nak... kita harus pulang. Ini bukan tempat yang aman," katanya, namun suara ketakutannya tak bisa ia sembunyikan.Para kerabat yang hadir tampak panik. Mereka semua mulai menjauh dari liang kubur, mencoba untuk lari dari tempat itu. Keanehan ini tidak hanya menyerang Keluarga duka, namun semua orang yang ada di sana merasakan adanya kekuatan yang tak kasat mata.T

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Jenazah Aminah Hilang

    Bab 36. Aminah menoleh, tapi dia tidak berbicara apa pun."Ibu, ayo. Nanti Ibu kecapean," paksa Leha.Berkali-kali Leha memaksa, karena Aminah cuma diam dan terus berjalan, setelah menatap Leha."Ibu, jangan kaya gitu. Leha gak tega kalau harus pulang sendiri. Padahal ibu kerepotan," paksa Leha sekali lagi.Aminah menggeleng pelan, dengan sorot mata redup tapi tajam. Bahkan tangannya sedikit terangkat, menandakan penolakan.Leha terdiam, ada rasa merinding melihat tatapan ibunya."Yaudah, kalau gitu Leha pulang duluan ya Bu."Aminah tidak merespon. Yang Leha lihat Aminah terus berjalan sambil menenteng kresek besar, yang kelihatannya terasa berat.Dalam perjalanan pulang, Leha berpikir. Mungkin ibunya tidak mau diajak, karena takut bau amis darah dari pembalut mengotori motor, atau membuat Leha tidak nyaman. Dia berpikir positif saja.###Ketika Leha tiba di rumah, suasana sudah berubah mencekam. Banyak orang berkerumun di halaman, beberapa bahkan menangis histeris."Bendera kuning?"

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Jenazah yang Tidak Lazim

    Bab 35 Leha mendengarkan dulu suara speaker masjid yang memberitahu ada orang meninggal. Tenyata itu anak dari salah satu tetangganya. Leha tahu dia seorang gadis."Jangan-jangan... ulah Nyi Kukun," gumam Leha. "Aku harus bersikap biasa saja," lanjutnya.Saat perjalanan menuju sekolah, Leha dihentikan seorang tetangga yang tergesa-gesa. Wanita itu, seorang kerabat dari orang yang meninggal di kampung mereka, tampak panik dan bingung.“Leha, tolong! Bisa antar aku ke rumah ibumu? Jenazah keluargaku keadaannya... sangat mengerikan,” ujarnya dengan suara gemetar.Leha menelan ludah, bingung harus bagaimana. Ia sudah terlambat menuju sekolah, tetapi tetangga ini memohon dengan begitu mendesak.“Tapi, Bu, saya harus ke sekolah...” jawab Leha ragu.“Saya nggak tahu harus minta tolong siapa lagi. Ibumu kan biasanya yang tahu cara menangani jenazah seperti ini,” katanya lagi, hampir menangis.Leha merasa serba salah. Akhirnya ia mengalah. “Ya udah. Baik, Bu. Ayo, saya antar ke rumah.”Sepanj

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Mulai Menentang Terang-terangan

    Bab 34 "Teteh, Renata mah kayanya gak sanggup deh, harus dzikir sebanyak ini," keluh Renata, yang berada i kamar Leha. "Semampunya aja Rena. Syukur-syukur kamu usahakan. Sambil membiasakan rajin ibadah. Selama ini kamu kan ...," goda Leha pada adiknya. "Iya-iya, Rena sadar. Kalau sekarang kan ada Teteh. Jadi kaya beda aja gitu suasana, Rena pasti bisa kebawa rajin kaya Teteh." "Ya udah, sana. Fokuslah. Semakin kita dekat sama Allah, bukan tentang menghadapi makhluk-makhluk gaib saja, kita sanggup lebih kuat dari mereka. Tapi, buat diri kita juga jadi serba lancar untuk mencapai keinginan." Rena mengangguk. Dia paham dan ngena sekali, nasihat yang disampaikan Kakaknya. ### Sejak azan Magrib berkumandang, Leha memutuskan untuk tidak keluar kamar. Ia memusatkan seluruh pikirannya pada dzikir, salat sunah, dan doa-doa yang diajarkan oleh Kiyai Soleh. Hatinya terasa lebih tenang, meski masih ada rasa was-was yang mengintai. Sementara itu, di kamarnya, Juju duduk bersemedi de

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Hamil tapi Masih Haid

    Bab 33 Tempat BidanSetelah menempuh perjalanan yang tidak begitu lancar, Leha dan Aminah akhirnya sampai di tempat bidan. Suasana klinik kecil cukup sepi sore itu, sehingga mereka langsung mendapat giliran.Bidan Ida, seorang wanita paruh baya dengan senyum hangat, memeriksa Aminah dengan teliti. Ia menggunakan alat ultrasonografi sederhana untuk memastikan kondisi kandungan Aminah. Setelah beberapa menit, wajahnya tampak serius."Gimana Bu Bidan? Kandungan Ibu saya baik-baik saja?" tanya Leha, antusias. Bidan yang melihat Leha begitu antusias, merasa terharu dan kagum. Seorang anak yang begitu peduli pada ibunya. Bidan Ida bisa merasakan perasaan Aminah yang sebenarnya tidak nyaman jika kandungannya diperiksa. Dapat dirasakan dari raut muka Aminah dan beberapa interaksi saat diperiksa. “Neng dan Ibu Aminah,” kata Bidan Ida dengan nada hati-hati. “Ada sedikit kelainan dalam kehamilan ini.”Leha yang duduk di samping ibunya langsung menegang. “Kelainan apa, Bu Bidan?”“Usia kandung

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Kekuatan Misterius

    Bab 32Bu Aminah terlihat masih menenangkan diri setelah kakek Sastra mengeluarkan celetukannya. Wajah tua lelaki itu masih menyiratkan amarah, tapi ia bersedia mengikuti permintaan Aminah untuk masuk dan duduk di ruang tamu.Pak Marwan, yang masih berdiri di teras, memutuskan menunggu hingga Leha dan Renata siap. "Saya tunggu di sini saja, Bu. Sekalian antar mereka ke sekolah. Lagipula motor Leha masih di rumah, biar dia nggak kecapekan kalau harus bawa motor sendiri.""Kecapean? Em, maksudnya? Leha, kamu gak kenapa-kenapa bukan?" Aminah panik. Dia memeriksa beberapa bagian tubuh anaknya."Ibu, Leha nggak papa. M-maksud, ayahnya Kang Jaya, biar sekalian berangkat. Semalam ada acara di rumah Kang Jaya. Kami semua tidur malam." Leha sedikit gugup menjelaskan."Benar Bu. Keluarga A Jaya baik dan perhatian sekali. Takut kelelahan karena kurang tidur, jadi gak boleh bawa motor sendiri. Kata Ibunya A Jaya, bahaya." Renata menambah, supaya ibunya yakin.Aminah mengangguk pelan, “Oh, begitu

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Anak-anak Berdosa

    Bab 31Pagi yang tenang di rumah Jaya.Suara lantunan doa Subuh memenuhi ruang tamu. Leha dan Renata baru saja selesai salat berjamaah bersama keluarga Jaya. Mereka lalu duduk sejenak, menikmati ketenangan pagi sebelum bergerak ke dapur.“Leha, Renata, kalian mau tidur lagi gak papa. Ini masih pagi banget. Biar energi kalian pulih, sebelum pulang," ucap Bu Sifa. “E- enggak Bu. Saya udah baik-baik aja kok,” jawab Leha sambil tersenyum tipis, meski masih terlihat lelah. "Yaudah, yang penting kamu nyaman di sini ya. Nanti kalau mau apa-apa ambil sendiri aja ya. Gak usah canggung." "Iya, Bu. Makasih." Bu Sifa kemudian pergi ke dapur. Meski tugasnya Mbak, tapi Bu Sifa tidak selalu mengandalkan pembantu. Kemudian Renata menggamit tangan tetehnya, mengajak untuk segera ke dapur. "Ayo Teh, kita ke dapur aja. Malau kalau santai-santai." Leha juga merasakan hal yang sama. Meski Bu Sifa pasti maklum dengan keadaan Leha, tapi dia udah cukup segar untuk beraktivitas. Di dapur, suasana mulai

DMCA.com Protection Status