author-banner
El Nurcahyani
El Nurcahyani
Author

Novel-novel oleh El Nurcahyani

Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan

Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan

Dukun tua yang mengikat perjanjian darah antara sang buyut dengan Nyi Kukun, mahkluk gaib haus darah perawan, telah tiada. Kini, beban mengerikan itu jatuh ke pundak Aminah. Setiap bulan, ia harus mempersembahkan darah haid para perawan desa. Jika tidak, seluruh desa akan dilanda kutukan mengerikan. Lantas, bagaimana nasib Aminah? Terlebih, kedua putrinya mulai curiga dan hal itu ternyata menggangu ketenangan Nyi Kukun....
Baca
Chapter: Tatapan Aneh Mulai Tampak
Bab 41"Astaghfirullahaladzim...," gumam Leha. Dia tahu yang didengarnya adalah halusinasi.Leha tetap melanjutkan perjalanan, melewati jalan kecil di desa yang sunyi, hanya ada beberapa orang yang terlihat di pinggir jalan. Namun, ada sesuatu yang aneh.Orang-orang itu berdiri dengan posisi kaku, kepala mereka sedikit miring, dan mata mereka kosong, seolah menatap jauh ke dalam jiwa Leha. Beberapa bahkan tersenyum lebar, tetapi senyuman itu terasa dingin dan tidak manusiawi.Saat Leha melewati mereka, ia merasakan udara dingin menusuk kulitnya. Salah satu dari mereka, seorang lelaki tua dengan topi anyaman, melambaikan tangan pelan. Leha hampir menghentikan motornya untuk membalas, tetapi ia melihat tangan lelaki itu terlalu panjang, jari-jarinya menghitam seperti hangus.Leha menghela napas, mencoba untuk tidak panik.“Ini cuma imajinasi... Cuma pikiran aku aja,” gumamnya, namun hatinya tetap gelisah.Ketika hampir sampai di tikungan menuju sekolah, ia melihat seorang perempuan muda
Terakhir Diperbarui: 2024-12-21
Chapter: Apa Salahnya Dendam
Bab 40Keesokan harinya, suasana pagi di rumah Leha masih diliputi kesunyian yang terasa ganjil. Di meja makan, Leha menyiapkan diri untuk berangkat mengajar. Taryo, yang sejak tadi memperhatikan putrinya, akhirnya membuka percakapan."Leha," panggil Taryo sambil menyeduh kopi hitam. "Ayah mau ngomong. Kamu nggak capek jadi guru honorer? Gajinya kecil, tenagamu habis. Belum lagi bensin tiap hari. Gimana kalau kamu nerusin warung almarhum ibumu saja? Lebih praktis, kan?"Leha menghentikan sendoknya yang sedang mengaduk teh. Ia memandang ayahnya dengan raut wajah dilema."Ayah, Leha jadi guru bukan cuma soal uang," jawabnya pelan, mencoba menahan gejolak hatinya. "Leha ingin desa ini berubah. Anak-anak di sini butuh pendidikan, biar nggak gampang ditipu atau terjerumus pada hal-hal yang salah. Apalagi sekarang... teror ku... Em, maksud Leha, teror kemalasan dan gaptek, sudah semakin parah. Kalau Leha berhenti, siapa yang akan ngajari mereka?"Taryo meletakkan cangkirnya dengan sedikit k
Terakhir Diperbarui: 2024-12-12
Chapter: Siap Perang
Bab 39 Renata yang sejak tadi terdiam, tiba-tiba mendekat dan memeluk Leha erat. Air matanya mengalir saat ia mencoba menenangkan kakaknya. "Teh, tenang, ya. Kita butuh Teh Leha. Jangan seperti ini," ujar Renata, suaranya bergetar. Dede, adik bungsu mereka, ikut bergabung dalam pelukan itu. Meskipun ia masih kecil, ia tahu keluarganya sedang menghadapi sesuatu yang besar dan menakutkan. "Teh Leha jangan marah-marah. Dede takut," gumamnya pelan. Pelukan itu membuat kemarahan Leha perlahan surut. Ia menarik napas panjang, menenangkan diri. Suara tawa di luar sana yang tadi menggema kini perlahan mereda. Namun, keheningan itu justru terasa semakin menekan. Juju dan Sastra memandang cucu-cucunya dengan tatapan cemas. Mereka menyadari bahwa suara tawa itu tak mungkin berasal dari manusia. Namun, mereka memilih diam, tak ingin membuat keadaan semakin tegang. Tentunya saja wajah cemas yang ditunjukkan kedua lansia itu, palsu. Di sisi lain, Taryo hanya mengamati dengan bingung. I
Terakhir Diperbarui: 2024-12-08
Chapter: Jasad Aminah Diambil Alih Kukun
Bab 38 Setelah tiba di rumah, Renata tak mampu menahan emosinya. Tubuhnya bergetar, napasnya memburu, dan air matanya terus mengalir. Ia berlari menuju kamar ibunya, tadinya mau menumpahkan kesedihan di sana.Namun, dia melihat Kakaknya sedang duduk memandangi kain putih milik mendiang Aminah."Teh!" Renata terisak, suaranya serak oleh kesedihan yang menyesakkan dada. "Ibu... Ibu hilang! Jenazahnya tidak ada!"Leha terdiam sejenak, wajahnya yang pucat menegang. "Apa maksudmu? Hilang?!" tanyanya dengan nada tak percaya.Renata mulai menjelaskan, meski kalimatnya tak beraturan. Ia bercerita bagaimana jenazah ibu mereka menghilang dari liang lahat, diiringi suara tawa mengerikan dan keanehan yang tak masuk akal.Mata Leha menyala oleh emosi. Ia melompat dari tempat duduknya, membuka pintu kamar dengan kasar, dan berjalan keluar dengan langkah cepat. Juju, nenek mereka, yang sedang duduk di ruang tengah bersama Sastra, kaget melihat cucunya melintas dengan penuh amarah."Leha! Mau ke man
Terakhir Diperbarui: 2024-12-07
Chapter: Dimakamkan Makhluk Lain
Bab 37Renata dan Dede yang terguncang berusaha bangkit, tetapi kakinya lemas. "Ibu? Ibu kemana?" teriak mereka dengan suara terbata, tubuh terasa sangat lelah dan terhimpit oleh rasa takut yang mendalam.Tak jauh dari sana, sesosok bayangan tampak melintas dengan cepat, seperti sesuatu yang menunggangi angin. Beberapa orang di bisa merasakan kehadiran makhluk asing, seolah sesuatu yang sangat kuat tengah mengawasi mereka."Ini... bukan kebetulan," pikir Juju dalam hati. "Ini adalah perbuatan mereka... makhluk-makhluk itu."Taryo mencoba tenang, namun ia tak mampu menyembunyikan kekhawatiran yang terlihat jelas di wajahnya."Nak... kita harus pulang. Ini bukan tempat yang aman," katanya, namun suara ketakutannya tak bisa ia sembunyikan.Para kerabat yang hadir tampak panik. Mereka semua mulai menjauh dari liang kubur, mencoba untuk lari dari tempat itu. Keanehan ini tidak hanya menyerang Keluarga duka, namun semua orang yang ada di sana merasakan adanya kekuatan yang tak kasat mata.T
Terakhir Diperbarui: 2024-12-06
Chapter: Jenazah Aminah Hilang
Bab 36. Aminah menoleh, tapi dia tidak berbicara apa pun."Ibu, ayo. Nanti Ibu kecapean," paksa Leha.Berkali-kali Leha memaksa, karena Aminah cuma diam dan terus berjalan, setelah menatap Leha."Ibu, jangan kaya gitu. Leha gak tega kalau harus pulang sendiri. Padahal ibu kerepotan," paksa Leha sekali lagi.Aminah menggeleng pelan, dengan sorot mata redup tapi tajam. Bahkan tangannya sedikit terangkat, menandakan penolakan.Leha terdiam, ada rasa merinding melihat tatapan ibunya."Yaudah, kalau gitu Leha pulang duluan ya Bu."Aminah tidak merespon. Yang Leha lihat Aminah terus berjalan sambil menenteng kresek besar, yang kelihatannya terasa berat.Dalam perjalanan pulang, Leha berpikir. Mungkin ibunya tidak mau diajak, karena takut bau amis darah dari pembalut mengotori motor, atau membuat Leha tidak nyaman. Dia berpikir positif saja.###Ketika Leha tiba di rumah, suasana sudah berubah mencekam. Banyak orang berkerumun di halaman, beberapa bahkan menangis histeris."Bendera kuning?"
Terakhir Diperbarui: 2024-12-05
NODA CINTA

NODA CINTA

Bagaimana jadinya jika kehormatan direnggut, hanya karena sebuah taruhan dan salah paham. Gendis, seorang karyawati dan pekerja paruh waktu, masa depannya seakan terhenti di usianya yang kini 22 tahun. Tidak ada yang mengetahui siapa pelaku yang telah tega melakukan tindakan tidak senonoh pada Gendis. Hingga akhirnya dia berjuang untuk membesarkan putrinya dalam kebencian. Kejadian yang sangat memalukan dan terbilang keji, membuat hari-hari seorang pemuda dihantui rasa bersalah. Perang batin antara mengakui kesalahannya atau tetap bungkam, mendorong dirinya berani mengambil keputusan. Sejahat-jahatnya manusia, hatinya tetaplah memiliki sisi baik. Pemuda itu berani bertanggung jawab atas perbuatannya, berjuang untuk mengambil hati Gendis dan putrinya. Tak ada yang ingin menjalin hubungan dengan seseorang yang telah merusak masa depan. Perjuangan Gendis untuk tetap melanjutkan masa depan dengan noda dalam hidupnya, perjuangan seorang pemuda yang ingin bertanggung jawab atas kesalahannya. Entah siapa yang akan menang meraih tujuannya.
Baca
Chapter: Pengakuan Sebelum Terlambat
Hari itu tiba, Jumat pagi pukul delapan yang cerah namun penuh ketegangan. Wisesa, bersama kedua orang tuanya, berangkat menuju rumah Bu Warni. Di balik sikap tenang ayah dan ibunya, Wisesa merasakan detak jantungnya memukul lebih cepat dari biasanya. Nafasnya tak teratur, seolah udara enggan memasuki paru-parunya dengan sempurna. Ada sesuatu dalam hatinya yang meronta, mendesaknya untuk kabur, untuk menghindari konfrontasi ini. Namun, ia tahu, ini adalah konsekuensi dari perbuatannya. Keberanian yang dipaksakannya kini terasa rapuh, seperti daun yang siap tertiup angin, tetapi dia tetap bertahan.Rumah Bu Warni tampak biasa saja dari luar, dikelilingi oleh pagar kayu yang sedikit tua, dengan tanaman rambat yang menjalar di bagian depan. Udara pagi yang sejuk di hari Jumat itu kontras dengan keringat dingin yang mengalir di dahi Wisesa. Setiap langkah menuju pintu rumah itu terasa berat, seolah kakinya terikat oleh beban kesalahan yang tak terkatakan. Ibunya, Bu Yeni, berdiri di depan
Terakhir Diperbarui: 2024-10-02
Chapter: Keputusan
BAB 11 KEPUTUSAN Sepulangnya Wisesa dari pasar, Bu Yeni suda bersiap untuk membahas tentang Gendis. Namun, Bu Yeni menunggu putranya tenang dulu, setidaknya istirahat sejenak. Bu Yeni juga berbasa-basi pada putranya tentang jualan hari ini, dengan begitu dia tahu suasana hati Wisesa. Jika di pasar tidak terlalu laris jualannya, atau takutnya ada kejadian apa, Bu Yeni mungkin akan menunda bahasan tentang Gendis. Pokoknya sangat hati-hati sekali untuk mengajak Wisesa bicara, dikarenakan hal ini harus segera dituntaskan, jangan sampai membuat suasana hati Wisesa tidak baik. Sebab hal itu akan membuat terusnya pembahasan tertunda. Magrib pun tiba, seperti biasa Wisesa pergi ke masjid bersama Bapaknya. Sepulang dari masjid, Pak Nana mengajak putranya untuk duduk di ruang makan. Bukan untuk niat makan malam, akan tetapi membahas tentang Gendis. Kenapa tidak berbicara di ruang tamu atau
Terakhir Diperbarui: 2021-09-12
Chapter: Gunjingan
Setelah kepergian Bu Dokter dari kumpulan ibu-ibu yang masih berbelanja, datanglah Bu Diah, dengan wajah semringah dari kejauhan. Sudah tak aneh lagi, jika Bu Diah terlihat sangat ceria dengan jalan sedikit dipercepat, pasti dia membawa berita heboh. Orang kampung menganggap Bu Diah adalah sumber informasi semua gosip di kampung Cirusuh, seakan dia paling tahu. Entah dari mana dan bagaimana caranya Bu Diah mendapatkan informasi itu. Walau kadang kurang valid, karena terlalu banyak bumbu dalam ceritanya sehingga menjadi gosip panas, walau masalah yang dibahas memanglah benar. “Tuh ... Bu, ada Bu Diah. Tanyakan saja sama dia, saya juga tahu dari dia. Gendis itu udah kaya orang stes, jiwanya terganggu, tingkahnya kaya anak kecil,” ucap Bu Dijah, memulai gosip sedikit hangat, sebelum dipanaskan sesaat lagi oleh Bu Diah. Bisik-bisik para ibu yang lain mulai ramai. Rasa penasaran semakin besar, sedangkan Bu Yeni hanya an
Terakhir Diperbarui: 2021-09-05
Chapter: Curiga Terhubung
“Apakah kamu bisa mengenali itu parfum milik siapa?” tanya Pak Jaka, pada Gendis. Gendis diam sejenak, kemudian menggeleng. Pak Jaka pun menarik nafas pasrah. Setidaknya semua sudah terbuka, agar bisa mengambil tindakan ke jalur hukum untuk mencari pelaku. “Jika sudah tidak ada lagi yang Bapak perlukan pada saya, mungkin ... saya mau pamit, Pak. Tak terasa sudah lewat magrib,” ucap Dodi pada Pak Jaka. Pak Jaka melihat pada jam dinding yang ada di ruang tamu. “Oh iya, sudah hampir pukul setengah tujuh. Maaf ya, Nak Dodi. Sampai terlewat waktu salat,” ucap Pak Jaka menangkupkan ke dua tangganya di depan dada. Suara azan magrib memang sudah berkumandang sejak 20 menit yang lalu. Namun, sebab terlalu fokus mengobrol, mereka sampai lupa dan mengabaikan salat magrib tepat waktu. Kemudian Pak Jaka mempersilakan Dodi dan Supena yang tadi sudah izin untuk pamit
Terakhir Diperbarui: 2021-09-04
Chapter: Kisah Selesai
“Bagaimana? Kamu masih sanggup?” tanya Bu Warni pada putrinya. Gendis yang masih berada di pelukan Bu Warni, mengangguk. Tangannya yang menggenggam tisu, tak lepas dari depan hidungnya menahan tangis. Dodi menghela nafas sebelum melanjutkan kembali ceritanya, dalam hati merasa iba melihat kondisi Gendis. Salah apa gadis baik yang selalu ramah pada setiap orang ini? Gendis memang pendiam, jarang bergaul, namun dia tak pernah lepas senyum dan menyapa pada setiap orang yang ditemuinya. “Silakan, Nak Dodi,” perintah Pak Jaka. Dodi mengangguk, diiringi senyum tipisnya. Sebenarnya dia tak yakin untuk lanjut, sebab melihat kondisi Gendis merasa tak tega untuk kembali membuka kejadian yang sangat buruk. Kembali Dodi bercerita kejadian malam itu, “Saya meminta Gofar mematikan senter, sebab keadaan Gendis yang ...,” ucap Dodi tak kuasa melanjutkan ceritanya. Namun, Pak Jaka dan Bu Warni mengerti
Terakhir Diperbarui: 2021-08-21
Chapter: Malam Nahas
Sepasang suami istri sedang merasa waswas menghadapi tamu yang tak kunjung pamit, sebab waktu sudah semakin sore. Bu Warni bingung cara membuat Bu Diah segera menyelesaikan urusannya. Sedangkan Pak Jaka juga bingung, harus berbasa-basi apa lagi dengan Dodi dan Supena. “Bagaimana Pak Jaka? Apakah saya sudah bisa menceritakan perihal yang Bapak minta? Maaf, soalnya hari mulai gelap,” ucap Supena, yang sedari tadi hanya diam menyimak. “Bagaimana ini? Kenapa kebetulan sekali, Bu Diah kemari. Ah ... sudahlah, memang harusnya seperti ini mungkin. Tanpa Bu Diah seorang kompor pun, namanya kejadian di kampung, pasti menyebar juga. Entah bagaimana caranya,” batin Pak Jaka. “E ... i-iya Boleh. Maaf ya, sebenarnya ... itu ...,” lirih Pak Jaka, sambil menunjuk ke arah belakang dirinya duduk, tepatnya ke arah ruang televisi. Kemudian Pak Jaka memberi kode dengan mengatupkan semua jari tangan di h
Terakhir Diperbarui: 2021-08-20
Anda juga akan menyukai
Petaka Rumah Bekas Pesugihan
Petaka Rumah Bekas Pesugihan
Horor · Adriana fii
783 Dibaca
TEROR KOS BU TEJO
TEROR KOS BU TEJO
Horor · Kabut malam
767 Dibaca
ROSALINE (GADIS MAWAR)
ROSALINE (GADIS MAWAR)
Horor · Mawar_Hitam
709 Dibaca
Kidung Mayit
Kidung Mayit
Horor · R.D.Lestari
697 Dibaca
Anomali Dunia Darma
Anomali Dunia Darma
Horor · Rahameem
653 Dibaca
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status