Home / Horor / Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan / Kukun Harus Segera Diwariskan

Share

Kukun Harus Segera Diwariskan

Author: El Nurcahyani
last update Last Updated: 2024-11-12 09:41:31

Bab 7

“Leha!” panggil Nek Juju dari kamarnya. Dia mendengar langkah kaki Leha dan suaranya yang mencari Aminah.

“Nini, ibu ke mana?” tanya Leha, di ambang pintu kamar Juju, sambil memegang gorden lusuh yang baru ia singkap.

“Tenang... Ibumu tadi bilang mau belanja buat warung,” jawab neneknya dengan suara serak, sambil bersandar di ranjangnya. “Nggak usah khawatir, biarkan saja.”

Leha menggigit bibirnya. Ada rasa tidak nyaman yang sulit dihilangkan. “Nini... kenapa ayam-ayam itu nggak berhenti berisik dari semalam?”

Nenek mengerutkan kening. “Jangan ganggu ayam-ayam itu, Leha. Biarkan ibumu yang urus.”

Leha semakin heran. Sejak kapan ibunya mau mengurus ayam? Itu pekerjaan yang selalu ia hindari. Rasa takut mulai menggumpal dalam dirinya, tapi ia tidak berani bertanya lebih jauh.

Saat akhirnya ibunya pulang, Leha sudah mandi dan berpakaian rapi. Ia berencana pergi ke sekolah SMP di desa untuk melamar sebagai guru honorer. Namun, ketika ia berpapasan dengan ibunya yang baru saja kembali dari halaman belakang, sesuatu terasa janggal.

“Ibu... bau apa ini?” Leha bertanya dengan ragu, hidungnya mencium bau anyir yang menusuk.

Aminah menoleh sekilas, tersenyum tipis. “Bau ayam, biasa saja. Gak ada yang aneh, Leha.”

Namun, Leha tahu bau ini berbeda. Bau ini bukan bau ayam biasa—ada sesuatu yang tidak beres di rumah ini. Ia ingin bertanya lebih lanjut, tapi takut menyinggung perasaan ibunya.

“Leha, kamu mau ke mana pagi-pagi begini?” tanya ibunya, suaranya datar tanpa emosi.

“Aku mau coba melamar kerja, Bu. Doain ya,” jawab Leha sambil mencoba tersenyum, meski hatinya penuh tanda tanya.

“Ya, hati-hati di jalan. Ibu doakan, sing lancar nya, Teh.”

Kemudian Bu Aminah melangkah ke luar, lebih tepatnya menuju warung yang berada di depan rumah. Dia meninggalkan Leha yang masih berdiri dengan perasaan campur aduk. Bau anyir itu masih menempel di hidungnya, memicu perasaan takut yang semakin mencekam.

###

Leha mengendarai motornya, melewati jalan-jalan kampung yang berkelok dan penuh bebatuan. Ada rasa berat di motor itu, seperti ada yang menahan lajunya.

“Hah… kenapa berat banget ya?” gumam Leha, melirik ke belakang tanpa alasan yang jelas. Jalan sepi, hanya suara angin dan gerisik daun yang terdengar. “Padahal di kota pakai motor ini rasanya enteng-enteng aja.”

Di kejauhan, anak-anak kampung terlihat berlarian tanpa alas kaki, tawa mereka menyusup ke telinga Leha dengan nada yang janggal. Suara tawa itu aneh—datar, tanpa kebahagiaan, seolah sekadar gema di tengah kesunyian.

“Mereka... harusnya di sekolah kan?” pikir Leha, bingung. “Kenapa malah di sini?”

Satu anak perempuan berhenti berlari dan menatap Leha lurus-lurus. Matanya hitam kelam, kosong, tanpa ekspresi. Leha merasa ada yang janggal, tapi ia menepis perasaan itu dan melanjutkan perjalanan dengan perasaan tak tenang.

###

Di warung, Juju sibuk membantu menata barang-barang sembako sambil menoleh ke arah Aminah yang sedang menata beras di rak. Suara berisik dari ayam-ayam di kandang belakang terdengar makin nyaring, dan Juju mengernyit.

“Aminah,” bisik Juju sambil melirik ke arah jendela, memastikan tak ada yang mendengar. “Kenapa akhir-akhir ini ayam-ayam di belakang itu ribut terus? Apa Kukun lagi marah?”

Aminah menghela napas panjang, menutup karung beras dengan tangan gemetar. “Mungkin saja, Bu. Mereka… tidak nyaman. Ada yang… mengganggu aura mereka.”

“Leha, ya?” Juju menatap Aminah tajam. “Makanya, jangan biarkan dia terlalu sering ibadah tengah malam di sini. Mereka itu nggak suka.”

Aminah menunduk, ada perasaan bersalah di balik tatapan matanya. “Saya nggak mungkin melarang dia begitu saja, Bu. Lagipula, kalau ketahuan oleh Leha, kita bisa celaka.”

Juju mengangguk paham, tapi matanya menyiratkan ketakutan yang lebih dalam. “Kalau gitu, cepat turunkan warisan kita ke dia. Biar dia tahu, ada yang harus dijaga di sini, bukan Cuma agama dan doa-doanya.”

Sebelum Aminah menjawab, suara ayam tiba-tiba melengking dari belakang rumah, seolah ada sesuatu yang meneror mereka. Juju mendengus.

“Kukun itu nggak pernah tenang kalau ada orang asing di sini, apalagi yang auranya kayak Leha itu. Jangan bikin dia marah, Minah,” desis Juju.

Aminah memejamkan mata sejenak, suaranya merendah. “Saya tahu, Bu… tapi… kita tidak bisa langsung bicara begitu saja pada, Leha. Perlahan, Bu.”

“Tentang kematian Lisna, aku yakin Leha sebenarnya bisa merasakan. Dia bukan orang polos, meski tidak satu aliran dengan kita.” Suara Juju terdengar lemah, seperti orang putus asa.

“Kalau Leha tahu tentang Lisna… tentang yang terjadi sebenarnya…” Aminah menggantungkan kalimatnya.

Wajah Juju berubah, tegang, namun datar. “Leha memang harus tahu. Kematian Lisna… memang salah kita kan?”

Aminah mengangguk perlahan, suaranya nyaris berbisik. “Iya, Bu. Mereka marah waktu itu... aku nggak taat dengan aturan. Dan mereka menuntut sesuatu. Aku mengorbankan Lisna demi orang lain.”

Bu Aminah membayangkan kejadian saat dia mampir ke rumah mentari, seorang ibu muda yang baru melahirkan. Karena mentari lupa menyimpan darah nifas untuk Minah ambil, Kukun yang menguntit Aminah marah, dia meminta nyawa bayi itu, bayinya Mentari.

Namun, sebagai sesama wanita dan seorang ibu, Aminah tidak tega jika mengorbankan bayi Mentari. Apalagi itu anak pertama, mungkin sudah sangat didambakan ibu dan ayahnya, bahkan keluarga besar mereka. Maka, dalam ritualnya, perbincangan batin Aminah dan Kukun, nyawa bayi itu akan ditukar dengan Lisna. Kukun pun setuju. Aminah tak masalah, toh dia sudah memiliki beberapa anak. Meski pun tetap ada rasa sedih dan sakit kerena kehilangan.

Juju menelan ludah, tatapannya memburu. “Kita… nggak punya pilihan, Minah. Leha… dia harus tahu semua.”

Aminah terdiam, hatinya bergolak. Bagaimana ia bisa menjelaskan semua ini pada Leha? Bahwa ada sesuatu yang gelap dan haus kekuasaan yang hidup di desa ini, sesuatu yang memerlukan pengorbanan?

Bersambung...

Related chapters

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Teror dan Tumbal

    Bab 8 Sementara itu di tengah perjalanan, Leha tiba-tiba merasakan ada yang menyentuh pundaknya dari belakang. Seketika ia menghentikan motor dan menoleh. Kosong. Jalan itu sepi, tak ada siapa-siapa di belakangnya. “Hah… Cuma perasaan,” gumamnya, mencoba menenangkan diri. Namun, dari kejauhan, terdengar suara anak-anak yang tadi berlarian di jalan. Mereka tertawa lagi, tapi kali ini, suara mereka terdengar seperti bisikan yang memanggil-manggil namanya. “Kakak Leha… Kakak Leha… ikutlah… ayo ikut…” Leha merinding, suaranya bergetar ketika ia mencoba mengabaikan suara itu. “Ah, mungkin Cuma angin…” Namun, langkah kecil terdengar mendekat, dan bayangan anak-anak itu tampak berdiri di ujung jalan. Mereka tidak bergerak, hanya berdiri dengan mata yang kosong, mengawasinya. Leha menatap balik, mencoba memastikan apakah mereka benar-benar anak-anak atau hanya ilusi. Tiba-tiba, satu dari mereka melambai pelan ke arah Leha, senyum yang terpatri di wajahnya kaku dan dingin. “Kak Leha…

    Last Updated : 2024-11-12
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Gadis Pilihan Kukun

    Bab 9 “Aminah, damang?” tanyanya, menyentuh lengan Aminah. “Sae, Ceu,” jawab Aminah dengan nada datar, mencoba menenangkan detak jantungnya. “Di mana jenazahnya?” Wanita itu menunjuk ruangan di belakang, di mana jenazah disemayamkan. “Di dalam… tapi hati-hati, Mak Aminah. Entah kenapa, dinginnya ruangan itu berbeda. Bahkan beberapa orang tadi enggan mendekat.” Aminah menarik napas panjang, menyesuaikan selendang yang melingkari punggung hingga dadanya. “Tidak apa-apa, saya udah biasa dengan hal seperti ini.” Wanita itu menatapnya dengan mata penuh kekhawatiran sebelum berbalik ke arah kerumunan. Aminah lalu melangkah masuk ke dalam ruangan jenazah, setiap langkahnya seolah terasa semakin berat.### Di Ruang Jenazah Begitu memasuki ruangan, hawa dingin yang menggigit langsung menyambut. Suara bisikan pelan terdengar, entah dari mana datangnya. Aminah berhenti sejenak, merasakan bulu kuduknya berdiri. “Kenapa… dingin sekali di sini?” bisiknya pada diri sendiri, mencoba menguasai

    Last Updated : 2024-11-12
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Larangan Membuat Penasaran

    Bab 10 Aminah terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Tepat saat itu, Juju masuk ke dapur, menatap Leha dengan tatapan tajam yang penuh misteri. “Nanti malam, jangan tinggalkan kamar ya, Leha,” suara Juju terdengar pelan namun tegas. “Kunaon, Nini? Ada apa?” tanya Leha, bingung. “Kami Cuma ingin kamu aman, Nak,” jawab Juju singkat, tanpa menjelaskan lebih lanjut. Leha mengangguk, masih bingung namun menurut saja. Ada sesuatu yang aneh dan mencekam di udara malam itu, dan ia merasa ada yang berubah di rumah ini. ### Malam harinya, Saleha sengaja ke kamar Renata. Di sana juga sudah ada Dede, adik kedua Leha. Ya, Leha memiliki tiga adik, termasuk yang baru meninggal. “Ada apa Teh? Tumben teteh mau kumpul bareng kami. Ya kan, De?” ucap Renata, meminta dukungan adiknya. “Iya. Teteh Leha kan kaya sok sibuk gitu. Di kamaaar... terus. Kaya gak inget punya kita,” celetuk Dede. Dia memang ngasal kalau bicara, tapi benar adanya. “Hehe, maafin Teteh. Gak maksud gitu loh. Teteh k

    Last Updated : 2024-11-12
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Warisan Perjanjian

    Bab 11 “Astagfirullah...!” Leha melonjak mundur. Dia memegang dadanya, nafasnya naik turun. “Bikin kaget aja.” Leha menghardik ayam yang tiba-tiba seperti menyerang dirinya. “Ada apa Leha?” Juju datang dari arah belakang. Leha menoleh, dia tidak menjawab. Karena Juju pasti tahu apa yang membuat Leha berteriak. “Kamu mau ke luar malam begini?” tanya Juju dengan suara berat dan santai. “Ini masih siang, Ni.” “Ini bukan kota, Leha.” “Cuma sebentar, Nini. Leha udah janji sama Kang Jaya.” “Sini, duduk dulu. Biar kamu tahu apa yang terjadi di kampung ini.” Leha terbengong sesaat. Dia tertarik ajakan dari neneknya. Itulah yang ia ingin tahu dari Renata dan Dede. Mungkin, neneknya akan menjelaskan secara jelas. “Duduklah, pewarisku.” Hah? Dalam hati Leha merasa aneh apa yang diucapkan neneknya. Sebutan itu sangat menggelikan tapi misterius. “Nini harap, kamu udah siap dengar cerita ini. Harusnya ibumu yang bilang, tapi dia terlalu lemah.” Leha mendengarkan dengan sak

    Last Updated : 2024-11-12
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Rencana Menjalankan Warisan

    Bab 12 Perlahan-lahan, sosok itu mulai berbalik, dan saat wajahnya tampak, Leha terperangah. Wajah pucat dengan mata kosong yang melotot menatap lurus ke arahnya. Tangan sosok itu terkulai dengan jari-jari yang kurus dan panjang, seakan-akan siap mencengkeram. Leha terhuyung ke belakang, berusaha melangkah mundur, tapi kakinya terasa kaku. Sosok itu terus mendekat, dengan langkah-langkah kecil namun pasti, suaranya mengerikan, seperti desahan berat yang tercekik. “K-kamu, p-pasti ha lu si na si,” gumam Leha, dia ketakutan, tapi tak bisa lepas tatapannya dari makhluk berambut panjang itu. Dalam kepanikan, Leha akhirnya menemukan kekuatan untuk berlari. Ia berlari secepat mungkin, menyusuri jalan setapak yang gelap. Di belakangnya, ia bisa mendengar suara langkah berat dan desahan yang semakin mendekat. Sesekali menoleh, memastikan makhluk itu mengejar atau tidak. Brugh! “Aaakh...!” “Neng Leha kunaon? Jiga nu sieun kitu?” ( Jiga nu sieun kitu? = Seperti yang takut gitu?) Leha m

    Last Updated : 2024-11-12
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Ganguan di Tengah Jalan

    Bab 13 Leha juga ikut turun, dia ingin tahu apa yang terjadi pada motor kekasihnya itu. Setelah Jaya mengeceknya ternyata benar ban motor itu kempes. Pantas saja tiba-tiba oleng. Mungkin terkena benda tajam atau memang bannya sudah jelek. “Gimana nih? Mana gak ada orang lewat,” Jaya bergumam, tapi Leha mendengar hal itu. “Udah Kang, Leha pulang sendiri aja. Udah deket juga.” “Eh, jangan. Kita jalan bareng aja sampai rumah. Biar aku telepon temen buat jemput.” Leha berpikir dia tidak mau merepotkan Jaya. Wanita berhijab sederhana itu meyakinkan kekasihnya untuk jangan khawatir kepada dirinya. Belum tentu teman-teman Jaya sedang memiliki waktu atau mudah dihubungi. Dan kalaupun kemalaman, Jaya sangat tidak mungkin bermalam di rumah Leha, meskipun Aminah termasuk warga yang disegani karena banyak bentuk penduduk, tapi aturan tetaplah aturan. Jika ada yang berkunjung melebihi pukul 22.00 apalagi itu lawan jenis atau mereka ngapel, maka akan digerebek dan diusir paksa, apalagi kalau

    Last Updated : 2024-11-12
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Kukun Berulah

    Bab 14 Namun tiba-tiba, tubuh Eceu bergerak dengan kaku, wajahnya yang semula ramah berubah drastis. Matanya menatap tajam ke arah Leha, kosong dan hitam pekat. Tubuhnya bergoyang-goyang aneh, dan Leha mulai mendengar suara cekikikan pelan dari mulut Eceu yang semakin lama semakin menyeramkan. “Lehaaa…” panggil suara itu, namun kali ini terdengar bukan dari mulut Eceu, melainkan dari berbagai arah, seperti datang dari pepohonan di sekitarnya. “Kenapa buru-buru, Neng? Kamu kan ingin tahu... tentang kampung ini, iya kan?” Leha semakin ketakutan, kakinya terasa lemas, tetapi naluri bertahannya lebih kuat. Dengan sisa keberanian yang ada, ia langsung berbalik dan berlari secepat mungkin, tanpa menoleh lagi ke arah Eceu. Suara cekikikan itu terus mengejarnya, bergema di sepanjang jalan yang semakin sunyi dan gelap. “Lehaaa… Kamu gak bisa lari dariku…” suara itu kembali memanggil, semakin keras dan menggema. Leha berlari dengan napas terengah-engah, bahkan beberapa kali hampir tersandu

    Last Updated : 2024-11-13
  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Kukun Terus Meneror

    Bab 15 Leha memandang Ibu dan neneknya. Dia sedikit mengentakkan kaki dan beranjak dari sana. Leha bukan kesal pada kedua orang tuanya, tapi kesal dengan keadaan. Keluarga dan kampungnya sudah tak setenang dulu. *** Setelah membersihkan diri, Leha membawa air hangat di baskom, kapas serta Betadine. Dia masuk ke kamar Renata. “T-teh, kenapa?!” tanya Renata dengan wajah panik. Renata sebenarnya tahu dari tadi, kedatangan Leha dengan ketakutan ke rumah. Namun, tak berani ke luar untuk menyimak gabung dengan ibu dan Nininya. “Teteh mau tidur di sini,” ucap Leha, sembari menaruh bawaannya di atas meja belajar adiknya. “Dede juga mau tidur sini,” seru Dede yang tiba-tiba muncul. “Lah, kocak. Kamu cowok mau gabung kita,” ucap Renata. Kurang setuju kalau Dede ikut gabung. “Gak papa Ren, biar makin rame. Itu juga kalau Dede mau tidur di bawah, di kasur lipat.” Leha menawarkan pada Dede. “Hem... Iya-iya. Aku tidur di bawah gak papa,” ucap Dede, sambil membawa kasur lipat yang ada di

    Last Updated : 2024-11-13

Latest chapter

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Jenazah yang Tidak Lazim

    Bab 35 Leha mendengarkan dulu suara speaker masjid yang memberitahu ada orang meninggal. Tenyata itu anak dari salah satu tetangganya. Leha tahu dia seorang gadis."Jangan-jangan... ulah Nyi Kukun," gumam Leha. "Aku harus bersikap biasa saja," lanjutnya.Saat perjalanan menuju sekolah, Leha dihentikan seorang tetangga yang tergesa-gesa. Wanita itu, seorang kerabat dari orang yang meninggal di kampung mereka, tampak panik dan bingung.“Leha, tolong! Bisa antar aku ke rumah ibumu? Jenazah keluargaku keadaannya... sangat mengerikan,” ujarnya dengan suara gemetar.Leha menelan ludah, bingung harus bagaimana. Ia sudah terlambat menuju sekolah, tetapi tetangga ini memohon dengan begitu mendesak.“Tapi, Bu, saya harus ke sekolah...” jawab Leha ragu.“Saya nggak tahu harus minta tolong siapa lagi. Ibumu kan biasanya yang tahu cara menangani jenazah seperti ini,” katanya lagi, hampir menangis.Leha merasa serba salah. Akhirnya ia mengalah. “Ya udah. Baik, Bu. Ayo, saya antar ke rumah.”Sepanj

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Mulai Menentang Terang-terangan

    Bab 34 "Teteh, Renata mah kayanya gak sanggup deh, harus dzikir sebanyak ini," keluh Renata, yang berada i kamar Leha. "Semampunya aja Rena. Syukur-syukur kamu usahakan. Sambil membiasakan rajin ibadah. Selama ini kamu kan ...," goda Leha pada adiknya. "Iya-iya, Rena sadar. Kalau sekarang kan ada Teteh. Jadi kaya beda aja gitu suasana, Rena pasti bisa kebawa rajin kaya Teteh." "Ya udah, sana. Fokuslah. Semakin kita dekat sama Allah, bukan tentang menghadapi makhluk-makhluk gaib saja, kita sanggup lebih kuat dari mereka. Tapi, buat diri kita juga jadi serba lancar untuk mencapai keinginan." Rena mengangguk. Dia paham dan ngena sekali, nasihat yang disampaikan Kakaknya. ### Sejak azan Magrib berkumandang, Leha memutuskan untuk tidak keluar kamar. Ia memusatkan seluruh pikirannya pada dzikir, salat sunah, dan doa-doa yang diajarkan oleh Kiyai Soleh. Hatinya terasa lebih tenang, meski masih ada rasa was-was yang mengintai. Sementara itu, di kamarnya, Juju duduk bersemedi de

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Hamil tapi Masih Haid

    Bab 33 Tempat BidanSetelah menempuh perjalanan yang tidak begitu lancar, Leha dan Aminah akhirnya sampai di tempat bidan. Suasana klinik kecil cukup sepi sore itu, sehingga mereka langsung mendapat giliran.Bidan Ida, seorang wanita paruh baya dengan senyum hangat, memeriksa Aminah dengan teliti. Ia menggunakan alat ultrasonografi sederhana untuk memastikan kondisi kandungan Aminah. Setelah beberapa menit, wajahnya tampak serius."Gimana Bu Bidan? Kandungan Ibu saya baik-baik saja?" tanya Leha, antusias. Bidan yang melihat Leha begitu antusias, merasa terharu dan kagum. Seorang anak yang begitu peduli pada ibunya. Bidan Ida bisa merasakan perasaan Aminah yang sebenarnya tidak nyaman jika kandungannya diperiksa. Dapat dirasakan dari raut muka Aminah dan beberapa interaksi saat diperiksa. “Neng dan Ibu Aminah,” kata Bidan Ida dengan nada hati-hati. “Ada sedikit kelainan dalam kehamilan ini.”Leha yang duduk di samping ibunya langsung menegang. “Kelainan apa, Bu Bidan?”“Usia kandung

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Kekuatan Misterius

    Bab 32Bu Aminah terlihat masih menenangkan diri setelah kakek Sastra mengeluarkan celetukannya. Wajah tua lelaki itu masih menyiratkan amarah, tapi ia bersedia mengikuti permintaan Aminah untuk masuk dan duduk di ruang tamu.Pak Marwan, yang masih berdiri di teras, memutuskan menunggu hingga Leha dan Renata siap. "Saya tunggu di sini saja, Bu. Sekalian antar mereka ke sekolah. Lagipula motor Leha masih di rumah, biar dia nggak kecapekan kalau harus bawa motor sendiri.""Kecapean? Em, maksudnya? Leha, kamu gak kenapa-kenapa bukan?" Aminah panik. Dia memeriksa beberapa bagian tubuh anaknya."Ibu, Leha nggak papa. M-maksud, ayahnya Kang Jaya, biar sekalian berangkat. Semalam ada acara di rumah Kang Jaya. Kami semua tidur malam." Leha sedikit gugup menjelaskan."Benar Bu. Keluarga A Jaya baik dan perhatian sekali. Takut kelelahan karena kurang tidur, jadi gak boleh bawa motor sendiri. Kata Ibunya A Jaya, bahaya." Renata menambah, supaya ibunya yakin.Aminah mengangguk pelan, “Oh, begitu

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Anak-anak Berdosa

    Bab 31Pagi yang tenang di rumah Jaya.Suara lantunan doa Subuh memenuhi ruang tamu. Leha dan Renata baru saja selesai salat berjamaah bersama keluarga Jaya. Mereka lalu duduk sejenak, menikmati ketenangan pagi sebelum bergerak ke dapur.“Leha, Renata, kalian mau tidur lagi gak papa. Ini masih pagi banget. Biar energi kalian pulih, sebelum pulang," ucap Bu Sifa. “E- enggak Bu. Saya udah baik-baik aja kok,” jawab Leha sambil tersenyum tipis, meski masih terlihat lelah. "Yaudah, yang penting kamu nyaman di sini ya. Nanti kalau mau apa-apa ambil sendiri aja ya. Gak usah canggung." "Iya, Bu. Makasih." Bu Sifa kemudian pergi ke dapur. Meski tugasnya Mbak, tapi Bu Sifa tidak selalu mengandalkan pembantu. Kemudian Renata menggamit tangan tetehnya, mengajak untuk segera ke dapur. "Ayo Teh, kita ke dapur aja. Malau kalau santai-santai." Leha juga merasakan hal yang sama. Meski Bu Sifa pasti maklum dengan keadaan Leha, tapi dia udah cukup segar untuk beraktivitas. Di dapur, suasana mulai

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Permintaan Dua Tumbal

    Bab 30 Waktu menunjukkan pukul 22:48. Leha duduk di sofa, bersandar bantal masih di ruang tengah rumah Bu Sifa. Wajahnya pucat, dan tubuhnya terlihat masih gemetar. Renata duduk di sampingnya, memegangi tangan tetehnya erat-erat, sementara Jaya berdiri tak jauh dari mereka, bersandar di pintu dengan ekspresi serius.“Neng Leha,” suara lembut Bu Sifa memecah keheningan, “Ibu rasa malam ini kamu tidur di sini saja. Kondisimu belum pulih benar, dan Ibu khawatir kalau kamu pulang sekarang, di perjalanan bisa saja terjadi sesuatu.”Leha mengangkat wajahnya perlahan, tampak bingung. “Tapi… Ibu, nenek, dan kakek pasti mencari Leha, Bu. Mereka tidak punya ponsel, jadi Leha tidak bisa memberi kabar apa pun.”“Tenang saja, Neng,” Jaya menyela, suaranya meyakinkan. “Besok pagi, Akang akan antar dan menjelaskan semuanya kepada keluarga. Malam ini, keselamatan Neng lebih penting.”Renata mengangguk, menatap Leha dengan penuh kasih sayang. “Teteh, jangan pikirkan apa-apa dulu. Aku juga akan tidur

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Benarkah Hanya Menggertak?

    Jaya, Renata, Pak Marwan dan Bu Sifa, mereka sepertinya ingin menyerah saja. Merasakan energi yang begitu berat. Meski mereka tidak bisa melihat makhluk itu, tapi mereka bisa merasakan kengerian yang terjadi. "Yah, gimana kalau Kiyai Soleh gak sanggup?" bisik Bu Sifa pada suaminya. "Tenang saja. Kita bantu doa juga. Sebisa-bisa kita jangan putus doa," jawab Pak Marwan, mencoba tenang. Padahal sebenarnya dia juga merasa khawatir. "Apakah Kiayi gak capek, A Jaya? Rena takut kalau Pak Kiyai tumbang, kita mungkin akan binasa di tangan hantu itu." Renata berbisik pada Jaya yang selalu ada di dekatnya. "Yakin aja Rena. Meski belia udah sepuh banget, Aa yakin, energi beliau masih bagus " Rena manggut-manggut, tubuhnya semakin mendekatkan di antara Jaya dan kedua orang tuanya. Mereka menyimak apa yang Kiyai Soleh lakukan. Sementara itu, Kiayi Soleh berdiri tegak di tengah ruangan, suaranya lantang melantunkan ayat-ayat suci yang menggema di udara, melawan kehadiran gelap yang memenuhi r

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Nyi Kukun Menampakkan Diri

    Ketukan semakin keras. Kini disertai suara seretan yang aneh, seperti sesuatu yang berat sedang diseret di teras depan. Jaya berhenti di tempat, tubuhnya mulai berkeringat dingin.“Ada sesuatu di luar, Kiayi,” katanya dengan suara hampir berbisik.Kiayi berdiri perlahan, mengambil tasbih dari kantongnya. “Bukan sesuatu, Jaya. Tapi seseorang—atau lebih tepatnya, apa yang tadi kita lawan di sini.”Renata mundur, mendekati Leha yang masih terbaring lemah. Suasana semakin tegang. Dari arah pintu, terdengar suara perempuan yang memanggil dengan nada lembut tetapi menyeramkan.“Leha... Buka pintunya...”Renata menahan nafas, tubuhnya membeku. Ia mengenali suara itu—suara perempuan yang memanggil Leha di hutan tadi. Jaya meraih kayu dari dekat lemari, bersiap jika harus menghadapi sesuatu.“Jangan panik,” ujar Kiayi Soleh sambil mendekati pintu dengan tenang. Ia mulai membaca doa perlindungan. Namun, suara itu kembali terdengar, kali ini lebih keras.“Leha...! Buka pintunya!”Pintu depan mul

  • Pesugihan Nyi Kukun Peliharaan    Datang Tak Diundang

    Bab 27 Kiayi Soleh berdiri. “Baiklah, kita mulai. Tapi sebelumnya, tolong siapkan tiga baskom besar.”Jaya mengernyit bingung. “Tiga baskom, Kiayi? Kenapa besar-besar pula? Bukankah biasanya kotoran yang keluar hanya sedikit?”Kiayi menatap Jaya serius. “Yang kita hadapi kali ini berbeda, Jaya. Nyi Kukun tidak main-main. Dia sudah menanamkan sesuatu yang lebih dalam di tubuh Leha. Aku khawatir yang keluar bukan hanya cairan, tapi juga hal-hal lain yang lebih mengerikan.”Jaya menelan ludah, sementara Leha dan Renata saling pandang dengan wajah tegang. Namun, tanpa banyak tanya lagi, Jaya pergi mengambil tiga baskom besar.Leha mengenakan mukena milik ibu Jaya, sementara Kiayi Soleh mengenakan sarung tangan tebal. Ia memulai dengan membaca doa-doa perlindungan, suaranya tegas dan berwibawa. Di sekelilingnya, Jaya, Bu Sifa, Renata dan Pak Marwan -- ayahnya Jaya -- duduk memejamkan mata, mencoba memusatkan kekuatan hati mereka.Leha mulai merasakan tubuhnya panas. Keringat dingin memba

DMCA.com Protection Status