"Chaera, apa kau bisa sesuaikan gerakanmu dengan yang lainnya?" ucap pelatih dancer itu.
Decit gesekan sepatu dan hentakkan kaki bergema di ruang dance, kelima perempuan di sana tengah melakukan latihan dance untuk acara lomba di sekolah. Mereka sangat antusias berlatih dan menari agar bisa menampilkan dengan baik dan membawa harapan yang baik juga bagi sekolahnya.
Latihan sudah hampir satu jam lebih, bahkan para murid sudah mulai kelelahan. Pelatih tidak memberi mereka izin untuk beristirahat lebih lama, dia hanya memberikan waktu lima menit untuk minum dan mengatur napas.
Terlihat Chaera sudah mulai kelelahan dan hilang kendali saat menarikan lagu yang diputar, ia lebih banyak menabrak teman-temannya atau menginjak salah satu kaki temannya yang lain.
"Chaera! Apa kau sudah gila dari tadi hanya menginjak kakiku saja, hah?" ucap satu temannya itu dengan nada tinggi sampai membuat penari lain memberhentikan gerakannya.
"Maafkan aku, aku tidak sengaja." Jawab Chaera dengan napas yang masih ter engah-engah dan tubuh yang bergetar.
"Sudah-sudah ayo lanjutkan lagi! Satu, dua, tiga, mulai!" teriak si pelatih sambil bertepuk tangan mengisyarakat dance dimulai kembali.
Para murid itu melakukan tariannya kembali dengan semangat dan lentur bagaikan idol Korea yang sangat ahli dalam koreo dance.
Tetapi tidak untuk Chaera, tubuhnya sangat lelah dan sulit untuk digerakan hingga ia menabrak kembali temannya yang lain.
"Awww, kau ingin mencelakakanku, hah?!" bentak Virlie, teman Chaera yang sangat agresif dalam hal ini. Dia tidak menyukai seseorang yang menurutnya sangat lalai dalam menari, Virlie akan terus menyakahkan orang itu walaupun mereka tidak bersalah.
"Ti--tidak, aku hanya lelah." Jawab Chaera takut.
Dasya berjalan ke arah Chaera lalu ikut membentak gadis itu. "Bagaimana kalau grup kita bisa menang di acara lomba, sedangkan kau saja tidak fokus menari!" Dasya mempunyai sifat yang sama seperti Virlie, pemarah.
Tubuh Chaera bergetar, dia hanya menunduk ke bawah. Mendengar bentakan Dasya membuat dirinya merasa tidak berguna.
"Aku tidak sengaja, sungguh." Jawab Chaera pasrah.
Virlie geram dan berkata, "Arghh, kau ini! Aku bosan dengan alasanmu!" gadis itu bersiap menampar wajah Chaera namun langsung dicegah oleh si pelatih.
Bukan hanya dance perempuan yang langsung memberhentikan latihannya, para murid laki-laki itupun memberhentikan gerakan mereka karena melihat kegaduhan yang terjadi di ruang dance perempuan. Terlihat satu laki-laki sangat fokus menatap Chaera yang tengah diam sambil menundukan kepala.
"Dia sangat menyebalkan sampai memarahinya dengan keras." Gumam pria itu sambil menatap lurus ke arah Chaera, tatapan pria itu terlihat kesal saat Chaera akan ditampar oleh temannya.
"Apa kau sakit, Chaera?" tanya pelatih itu sambil mengangkat kepala Chaera hingga terlihat jelas wajah Chaera yang penuh air mata di sana. Bentakan dan cacian temannya itu membuat Chaera merasa buruk, mimpi dirinya sebagai penari terkenal akan hancur sesaat lagi.
"Tidak..."
"Kalau begitu, kau jangan berlatih lagi di sini." Ucap si pelatih dengan nada santai seakan kalimat itu sudah dari dulu disimpan untuk dilontarkan langsung ke wajah Chaera.
Sontak itu membuat Chaera kaget, bagaimana tidak, kata-kata itu nyaris mematahkan semangat Chaera dalam sekejab.
Chaera membulatkan matanya. "Apa?"
"Aku tidak mau grup dance ini berantakan hanya karna 1 orang tidak fokus, dan itu kau."
Chaera membulatkan matanya lebih lebar lagi, ia tidak percaya dengan apa yang didengar dari ucapan si pelatih brengsek itu. Dadanya terasa sesak air matanya seakan ingin jatuh namun berusaha ia tahan.
"Mengapa begitu?" tanyanya dengan raut wajah yang tidak bisa diartikan, entah itu kecewa atau sedih.
"Aku tidak peduli, lebih baik kau pergi dan pulang."
Chaera merasa hatinya sakit seperti terhunus pedang, membuatnya kehilangan fokus selama beberapa detik, ia terdiam seraya menatap wajah pelatihnya dengan mata yang berkaca-kaca, Chaera menghela napas kasar lalu berkata, "Baik, aku akan pergi."
Chaera berlari mengambil tasnya dan keluar dari ruangan itu.Ini benar-benar bodoh, pelatih mengeluarkan membernya hanya karena kesalahan kecil. Apa mereka tidak senang melihat Chaera mengejar mimpinya sebagai seorang dancer yang berbakat? Ah entahlah, di sini Chaera benar-benar hancur dan pasrah atas perlakuan licik pelatihnya itu.
Ia berlari dan berhenti di sebuah lorong sekolah yang gelap dan sepi, karena hari ini sudah sore jadi tidak ada satupun murid yang berada di sini, kecuali murid yang sedang berlatih dance tadi.
Chaera duduk di sudut ruangan dengan kedua lutut yang ditekuk. Gadis itu menenggelamkan wajahnya di sana, di atas lututnya, punggungnya masih bergetar karena isak tangis yang tak kunjung henti.
Ia benar-benar terpuruk hari ini, bagaimana bisa mimpinya hancur begitu saja oleh perkataan pelatih brengsek itu. kata-kata itu tidak pantas Chaera terima, ia hanya melakukan kesalahan kecil yang biasanya orang lain juga lakukan.
"Aku pulang dengan rasa frustasi, hariku sangat hancur saat ini. Padahal lomba dance akan dimulai 2 hari lagi dan itulah saat-saat di mana aku bisa menunjukkan pada orangtuaku, bahwa aku pantas hidup di dunia yang kejam ini. Aku mencintai hobiku. Tapi, kenapa dunia malah membenciku? Apakah aku tak pantas dilahirkan? Apa tuhan membenciku sampai memberiku cobaan yang berat seperti ini?"
Matanya sayu dan berkata dalam hati. "Aku ingin mati saja."
"Jangan menangis, kau kuat." Satu telapak tangan mendarat di pundak Chaera dengan pelan, ia terkejut, kemudian memberhentikan tangisnya lalu menatap ke atas tepat di wajah seorang laki-laki.
Dia adalah Raka Aditya Putra, member dance laki-laki. Senyum manis Raka terpapar jelas di sana saat Chaera menatapnya.
Chaera menatap wajah pria itu dengan heran karena dia tidak pernah bertemu dan saling kenal, sebab ruang dance laki-laki dengan perempuan terpisah.
Hanya hari ini saja ruangan mereka di gabung karena hal mendesak, sampai akhirnya Raka menemukan Chaera di lorong ini."Kau siapa?" tanya Chaera sambil mengusap air matanya.
"Aku Raka, member dance cowok, aku ke sini karena melihatmu lari keluar dari ruangan." Ucap Raka, kemudian tersenyum. Pria ini selalu saja tersenyum sangat manis.
Chaera terdiam menghiraukan pria yang bernama Raka itu, ia masih belum membalas sapaan Raka dan lebih memilih mengalihkan pandangnya ke samping. Chaera masih sangat muak mengingat kejadian tadi. Sampai sepuluh detik kemudian, Chaera menangis kembali, ia sangat depresi hari ini.
"Aku lelah," ucap Chaera dengan napas pasrahnya lalu menjeda sebentar perkataannya.
"Seharusnya aku sadar, aku tidak pantas ikut seperti ini." Tangisan Chaera pecah di depan Raka.Raut wajah Raka seketika sedih, ia menatap Chaera dengan prihatin.
"Aku bakal menyudahi semuanya." Chaera menyandarkan kepalanya ke tembok yang ada di belakang, lalu memejamkan matanya.
"Apa? Kau tidak boleh menyerah hanya karena itu, hanya karena mereka. Bukankah impianmu itu adalah menjadi dancer yang terkenal?" lagi-lagi saran Raka malah membuat Chaera menangis terisak-isak, ia menenggelamkan wajahnya kembali di sela lututnya.
Chaera mengangkat kembali kepalanya, mengusap semua air mata yang jatuh lalu berdiri dan menatap Raka. Raka kemudian ikut berdiri, kini mereka saling bertatap sampai akhirnya, Chaera bersiap untuk pergi.
"Kau mau kemana?" tanya Raka.
"Pulang, tugasku sudah selesai. Aku tidak ingin bergabung lagi dengan mereka." Jawab Chaera lemah.
"Ka--kau, serius?" Raka masih tidak percaya dengan keputusan Chaera.
Chaera hanya mengangguk lemas dengan isak-isak tangisnya yang masih terdengar. "Terima kasih, permisi." Chaera berjalan meninggalkan Raka sendiri di lorong. Raka hanya menatap gadis itu dari belakang hingga bayangannya hilang, kemudian kembali lagi ke ruang dance-nya.
---
Empat hari berikutnya...
Lomba dance sudah dimulai dua hari yang lalu, hari ini hari keempat Raka tidak melihat gadis yang ia temui di lorong. Semenjak kejadian yang tidak mengenakan tersebut, ia khawatir bahwa gadis itu benar-benar menyudahi semuanya termasuk mimpinya menjadi seorang dancer, dia juga tidak masuk sekolah selama empat hari dan juga tidak datang ke acara lomba dua hari yang lalu. Raka benar-benar khawatir, sungguh.
"Apakah kau teman Chaera?" tanya Raka pada salah satu teman dance Chaera setelah jam sekolah berakhir.
"Iya," sautnya.
"Apa kau tau di mana rumah Chaera?"
"Tentu, dia tinggal di jalan Raya Mawar. "
"Terima kasih." Kemudian Raka berlari ke alamat yang diberikan teman Chaera, bersyukur hari ini sudah jam pulang sekolah, jadi Raka bisa pergi mencari rumah Chaera.
Raka terus menyelusuri lokasi alamat di kertas yang dipegangnya, ia kesusahan mencari karena alamatnya yang begitu jauh sekali dari sekolah. Bagaimana gadis ini pergi ke sekolah dengan tepat waktu? Sedangkan jaraknya sangat jauh. Dan mengingat kejadian lalu, bagaimana Chaera pulang di hari yang gelap, apakah waktu itu Chaera pulang sendiri? Atau menaiki Bus? Namun apa pun itu, Raka berharap, dia baik baik saja.
"Mungkinkah ini rumahnya? Sepertinya sama, sama yang di alamat." Raka mulai memasuki rumah itu dengan pagar besi yang tidak terkunci, ia menatap lama pintu itu selama lima detik kemudian mulai mengetuk.
"Permisi...," panggil Raka, namun tidak ada satupun suara yang menjawab.
"Chaera, apa kau di dalam? Ini Raka." Lagi-lagi tidak ada jawaban yang terdengar, Raka terdiam lalu membuka pintu yang ternyata tidak dikunci, kemudian ia masuk.
Raka mulai masuk ke dalam rumah yang benar-benar sepi, atau Chaera tidak ada di rumah?
Saat sedang melangkah, Raka mendengar suara teriakan dari dalam, tepatnya teriakan seorang perempuan. Raka reflek dan berlari masuk ke dalam rumah, suaranya terdengar dari arah kamar, segera ia berlari ke sana. Sesampainya di depan pintu kamar, Raka langsung mendobrak pintu itu.
Dan apa yang ia lihat?
Arga terus saja memperhatikan Chaera tanpa henti, terkadang, ia juga menampilkan senyum kotak yang menjadi ciri khasnya. Chaera hanya membalas dengan semaunya dan tidak berlebihan, ia sangat membenci perjodohan ini.Senyum Arga sangat berbeda dengan yang lain, pria ini mempunyai bentuk senyuman yang belum pernah Chaera lihat, sangat manis, tetapi Chaera sama sekali tidak peduli. Dirinya akan tetap nekad untuk melakukan sesuatu agar perjodohan ini tidak terjadi."Jadi, kita akan menjodohkan anak kita?" Tuan Dae membuka percakapan lebih dahulu.Sontak pertanyaan itu mampu membuat Chaera dan semuanya terkejut. Mereka hanya menatap satu sama lain."Tentu saja. Arga adalah pria yang cocok untuk C
Chaera duduk di halte bus sembari menenggelamkan wajahnya di antara kedua lutut, ia benar-benar stres hari ini. Hari yang dijalaninya semakin berantakan, dirinya juga tak menyangka hidupnya akan seperti ini sekarang. Chaera merasakan sakit pada dadanya saat Virlie mulai memakinya kembali.Mungkin sebagian orang menganggap bahwa perkataan Virlie itu biasa saja, namun gadis depresi seperti Chaera menganggapnya adalah sebuah kutukan, kutukan yang mampu membuat seseorang merasa buruk dan membenci dirinya sendiri. Itulah yang dirasakan Chaera saat ini.Chaera mengangkat kembali kepalanya dan tersenyum lemah pada dirinya, matanya menatap ke arah jalanan yang sepi dan sunyi, seperti tidak ada aktivitas orang-orang hari ini."Chaera apa yang kau lakukan di sini? Me
Chaera tak menyangka dirinya benar-benar akan menikah dengan pria bernama Arga. Bahkan, ia sama sekali tak punya pikiran untuk menikah dengan siapa-siapa dan tidak ada persiapan mental apa pun untuk menerima semua ini.Tepat hari ini, hari di mana Chaera berdiri di depan penghulu bersama pria paksaannya sambil gemetar memegang bunga di tangan kiri dan memegang tangan Arga di sebelah kanan. Chaera benar-benar takut dengan semua ini. Ia tidak tahu harus bagaimana agar perasaan mentalnya bisa diajak bekerja sama.Chaera terus menggerakkan tubuhnya tanda tak nyaman memakai gaun pilihan Arga yang melilit ketat dilekukan tubuhnya, ia resah sekaligus tidak nyaman."Nikmati saja dan jangan mempermalukanku." Bisik Arga di telinga Chaera, membuat Chaera menegang dan reflek membulatkan matanya lebar. Chaera mengangguk kaku dan Arga tersenyum melihatnya.
Seperti yang dikatakan Youra, hari ini mereka akan pergi ke tempat dance di salah satu lapangan dekat kafe sekolah. Awalnya, Chaera menolak, namun Youra memaksa agar Chaera ikut untuk melihat kembali penampilan street dance yang sudah lama Chaera tidak lihat. Chaera berhenti dari hobinya itu karena paksaan orangtuanya, pernikahannya dengan Arga secara tiba-tiba pun menjadi penyebab utama dirinya harus kehilangan semua kesenangannya.Namun di sisi lain juga, Chaera tidak ingin semuanya terjadi, ia ingin hidup bebas seperti remaja pada umumnya, ia juga sangat merindukan hobinya tapi kedua orangtuanya berkata lain.Mereka akhirnya sampai di lapangan, Youra benar di sini ramai sekali, banyak orang sedang melakukan street dance dengan gesit dan penuh semangat. Chaera tersenyum lebar sekaligus bahagia saat melihat orang-orang yang sedang menari di depan. Youra menatap Chaera di sebelah yang sedang bertepuk tangan lalu berteriak meneria
Entah setan apa yang sudah merasuki Arga yang secara tiba-tiba langsung melumati bibir Chaera dengan kasar tanpa memberi gadis itu napas sedetik pun. Chaera memberontak menolak ciuman Arga sambil terus menggelengkan kepalanya, namun Arga terus memegangi mulut Chaera agar mau menerima ciumannya.Arga mungkin sakit hati melihat Chaera pergi bersama pria lain tanpa se-izinnya padahal mereka sudah bersuami istri. Seharusnya, Chaera bisa menjaga perasaan Arga walau istrinya tidak pernah menaruh cinta sekecil apa pun padanya.Arga terpaksa menggigit bibir bawah Chaera dengan kasar agar ia bisa dengan cepat melumati bibir itu, dan akhirnya mulut Chaera reflek terbuka karena rasa sakit, dengan cepat, Arga langsung melahap sekaligus mengabsen tiap deretan gigi hingga membuat suara becekan adu mulut antara dirinya dan juga Chaera di sana.Saliva mereka berjatuhan dan Arga tak memberi Chaera napas, pria itu meluma
Chaera langsung terkejut ketika mendengar perkataan ibunya. Bagaimana tidak, baru saja bangun dari tidur, ia sudah disuruh membuat anak, apa itu tidak gila?Chaera menghela napasnya sambil menoleh ke arah samping, dirinya tak mau menatap sang ibu yang sudah memasang wajah marah.Setelah beberapa detik, Chaera menoleh pada ibunya kembali. "Kenapa ibu tergesa-gesa menyuruhku untuk mempunyai anak?!" Chaera sedikit membentak ibunya, ia tidak peduli, toh ibunya saja tidak pernah mempedulikannya."Padahal, aku masih sekolah! Aku juga punya mimpi yang harus aku capai, kenapa ibu tidak pernah peduli padaku, hah?!" lanjutnya lagi. Tak sanggup menahan rasa sakit dalam dada, dalam hitungan detik, Chaera menangis sejadi-jadinya di hadapan sang ibu.Tapi, ibunya terlihat tidak peduli, wanita paruh baya itu lebih memilih mena
Chaera sangat terkejut saat melihat Arga berdiri di sana dengan raut wajah marah. Tatapan mata laki-laki itu sangat tajam, bibir beserta alisnya terangkat ke atas ketika melihat Chaera kepergok berdua bersama Raka.Chaera langsung mengalihkan pandangannya menatap Raka, ia takut pada Arga yang mulai berjalan mendekat ke arahnya, lalu mendadak menoleh kembali saat Arga sudah berdiri di sampingnya.Arga menatap wajah Chaera tajam sekilas, kemudian beralih pada Raka sambil menampilkan smirk khasnya. "Masih berani kau dekat-dekat dengan Chaera, hah?!" tiba-tiba, Arga menarik kerah baju Raka hingga tubuh Raka menegak ke atas.Lima detik berikutnya, Raka menonjok keras wajah Raka sampai Raka terjatuh ke tanah. Raka memegang bibirnya dan melihat darah di tangannya, pukulan Arga sangat keras hingga Raka merasakan sakit di kedua sisi bibirnya.&
Chaera tidak bisa melakukan apa pun kecuali mendesah kencang di depan Arga. Kedua tangannya sudah terikat kembali di belakang punggung dan tubuhnya menungging tanpa daya di depan milik Arga. Kali ini, ia merasakan rasa sakit sekaligus perih saat privasi Arga menerobos masuk lubangnya lebih dalam lagi sampai menyentuh titik prostatnya, hingga tubuhnya bergetar setiap Arga menghentaknya dengan tempo cepat."Akhhh! Aaahh..."Arga menyeringai saat mendengar pekikan Chaera yang lolos saat Tangannya menampar bokong Chaera, bersamaan dengan gerakan di bawah sana, keras, panas dan perih menjadi satu di kulit bokong istrinya.Sedangkan Chaera sudah menangis, menangis bukan karena rasa nikmat oleh permainan Arga, melainkan siksaan panas yang ia terima. Tubuhnya sudah benar-benar lemas, kakinya sudah tidak mampu menompang lagi. Namun, saat dirinya hampir terjatuh
Hae tak menyangka akan menerima berita buruk seperti ini dalam hidupnya, mendengar atasannya itu dibawa ke kantor polisi tanpa sepengetahuan dan tanpa ia tahu motif kejahatan seperti apa yang Arga lakukan, membuat tubuhnya benar-benar lemas. Hae panik sambil berjalan sana sini menunggu seseorang mengangkat teleponnya yang entah sudah keberapa kali. Ia sedang menelepon orangtuanya. "Halo, Hae? Ada apa?" tanya seseorang di sana."Pah, Arga masuk kantor polisi!"***Sudah dua hari ini, Raka tak melihat Chaera masuk sekolah. Ia penasaran apa yang sedang terjadi pada gadis itu, dan ia juga berpikir pasti semua ini karena Arga, laki-laki bangsat yang sudah membuat Chaera menderita. Hari ini Raka menang, berhasil membuat Arga masuk penjara untuk mempertanggungja
Sudah lebih dari tiga jam Chaera masih dalam keadaan pingsan akibat pendarahan hebat yang dialaminya tadi, karena kandungan di dalam janin Chaera masih kecildan umurnya juga masih muda, gadis itu harus beristirahat penuh. Arga masih duduk di kursi kamar menunggu Chaera sadar dari pingsannya, sedangkan kedua orangtuanya sudah lebih dulu pergi untuk urusan bisnis yang tertunda tadi akibat berita tentang Chaera ini."Shhhh... Awww..."Arga yang tengah bermain ponsel langsung menoleh ke depan ketika mendengar Chaera meringis di sana, ia menaruh ponselnya di dalam saku dan berjalan ke arah tempat tidur."Sadar juga akhirnya, kau membuatku menunggu berjam-jam. Buang-buang waktu saja." Kata Arga angkuh tanpa menoleh ke wajah Chaera.Chaera memega
Semua murid yang sebelumnya fokus ke arah lapangan, kini beralih menatap Chaera yang tengah berdiri tegang saat Virlie berkata bahwa ada darah di kaki Chaera. Bahkan mereka semua langsung bangun dari duduk dan berlari melihat Chaera dengan langkah tergesa-gesa."Cha--Chaera, kakimu penuh darah," ucap salah satu murid setelah sampai di hadapan Chaera sambil menunjuk ke kaki Chaera.Chaera masih belum berani melihat ke bawah, tapi ia merasakan ada sesuatu yang mengalir pada kakinya dan ia menduga pasti itu adalah darah yang menetes dari rahimnya akibat olahraga lari tadi. Perutnya sudah terasa sakit dan kakinya mulai melemas tak sanggup menahan tubuhnya yang hampir terjatuh.Virlie terus menatap kaki Chaera karena rasa penasaran yang amat dalam pada dirinya sendiri, ia ingin tahu mengapa Chaera mengeluarkan darah dari perutnya, lalu detik berikutnya ia menatap wajah Chaera untuk bertanya.
"Terkadang, aku ingin bertanya pada dunia tentang kehidupanku yang hancur berantakan ini. Mengapa harus aku? Mengapa aku saja yang tersiksa sedangkan orang lain bisa merasakan kebahagiaan di sana? Bukankah ini tidak adil? Jika dunia memang adil, seharusnya tidak memberiku cobaan berat seperti ini. Tolong, aku lelah dengan penyakit yang terus mendorongku pada kematian.""Bukankah aku juga layak bahagia? Bukankah semua orang pantas mendapatkan kebahagiaan? Lalu mengapa aku tersiksa seperti ini, apa kesalahan yang sudah aku perbuat sampai menghasilkan kehidupan yang gila ini?""Atau mungkin aku tidak ditakdirkan untuk hidup? Dan hanya mati jalan satu-satunya untuk mendapatkan kebahagiaan?""Kalau memang itu caranya, akan aku lakukan."Chaera menghela napasnya, lalu menoleh kembali ke arah bawah dari ketinggian gedung yang sekarang ia injaki malam ini. Hatinya sakit, dadanya sesak dan air matanya tak kun
Hari-hari yang dijalani Chaera semakin memburuk. Kandungan dalam perutnya mulai terlihat dan Chaera kesulitan untuk pergi ke sekolah karena takut akan terlihat besar. Seragam sekolahnya juga perlahan mulai tidak muat di tubuhnya. Tapi, itu semua bukan penghalang dirinya untuk tidak pergi ke sekolah. Selama ia bisa memakai seragam dan berjalan, Chaera akan tetap pergi ke sekolah bagaimana pun keadaannya, demi cita-cita yang selama ini ia impikanKehidupannya bersama Arga pun semakin buruk saja. Ia selalu diperlakukan layaknya budak oleh laki-laki itu, padahal dirinya tengah mengandung, tetapi Arga sama sekali tak pernah mengasihaninya.Dan hari ini, Chaera berusaha menutupi perutnya yang mulai terlihat besar saat sedang berjalan di koridor sekolah. Banyak murid-murid lain yang sedang berjalan memperhatikannya, dan Chaera takut mereka tahu bahwa dirinya tengah hamil."Dia mengapa memegangi perutnya saja? Atau j
Chaera masuk ke kamar dan menjatuhkan tubuhnya di ranjang, ia menatap ke atas atap kamar sambil memikirkan nasibnya yang kian memburuk. Ia tak menyangka ibunya itu meminta uang pada Arga, padahal dari sisi lain keluarganya sangat bercukupan. Chaera tidak ingin berpikir jauh bahwa ibunya memaksa dirinya menikahi Arga hanya untuk kesenangan semata, walaupun mungkin Chaera juga sudah tahu dari awal, karena sebelum pernikahan dilakukan, ibunya mengatakan hal itu. Tapi, Chaera berharap ibunya berhenti memanfaatkan Arga. Drrtt... Drrtt... Drrtt... Suara ponsel di sakunya berbunyi, Chaera berpikir itu pasti Arga, ia malas jika memang benar laki-laki itu yang meneleponnya. Jadi, Chaera lebih memilih mengabaikannya. Chaera menggerakkan tubuhnya untuk lebih dekat pada guling, lalu memeluknya dengan erat dan segera tidur.
Chaera berlari sekuat tenaga saat jam sudah hampir menunjukkan pukul delapan, yang artinya ulangan bahasa akan dimulai beberapa detik lagi. Chaera berlari dalam keadaan sakit di bawah, ditambah kaki lemas dan perutnya yang keram membuatnya semakin sulit berlari dengan cepat.Chaera memberhentikan langkahnya, memegangi perutnya yang kebas akibat ulah Arga kemarin. Dirinya enar-benr sulit melangkah. Chaera melihat kursi di samping lalu berjalan ke arah sana untuk mengistirahatkan kaki dan juga tubuhnya, keadaannya sangat tersiksa hari ini."Shhh... Awww..." Chaera menundukkan kepalanya sambil terus memegangi perutnya dengan kedua tangan, namun percum saja, itu tidak memberikan reaksi apa-apa.Ia mengangkat kepalanya lagi sambil menatap ke arah depan, pikirannya mendadak kosong, materi-materi yang sudah ia hapalkan larut tadi malam mendadak hilang, kepalanya terasa pening dan perutnya mual. Chaera tidak bi
Chaera tidak bisa melakukan apa pun kecuali mendesah kencang di depan Arga. Kedua tangannya sudah terikat kembali di belakang punggung dan tubuhnya menungging tanpa daya di depan milik Arga. Kali ini, ia merasakan rasa sakit sekaligus perih saat privasi Arga menerobos masuk lubangnya lebih dalam lagi sampai menyentuh titik prostatnya, hingga tubuhnya bergetar setiap Arga menghentaknya dengan tempo cepat."Akhhh! Aaahh..."Arga menyeringai saat mendengar pekikan Chaera yang lolos saat Tangannya menampar bokong Chaera, bersamaan dengan gerakan di bawah sana, keras, panas dan perih menjadi satu di kulit bokong istrinya.Sedangkan Chaera sudah menangis, menangis bukan karena rasa nikmat oleh permainan Arga, melainkan siksaan panas yang ia terima. Tubuhnya sudah benar-benar lemas, kakinya sudah tidak mampu menompang lagi. Namun, saat dirinya hampir terjatuh
Chaera sangat terkejut saat melihat Arga berdiri di sana dengan raut wajah marah. Tatapan mata laki-laki itu sangat tajam, bibir beserta alisnya terangkat ke atas ketika melihat Chaera kepergok berdua bersama Raka.Chaera langsung mengalihkan pandangannya menatap Raka, ia takut pada Arga yang mulai berjalan mendekat ke arahnya, lalu mendadak menoleh kembali saat Arga sudah berdiri di sampingnya.Arga menatap wajah Chaera tajam sekilas, kemudian beralih pada Raka sambil menampilkan smirk khasnya. "Masih berani kau dekat-dekat dengan Chaera, hah?!" tiba-tiba, Arga menarik kerah baju Raka hingga tubuh Raka menegak ke atas.Lima detik berikutnya, Raka menonjok keras wajah Raka sampai Raka terjatuh ke tanah. Raka memegang bibirnya dan melihat darah di tangannya, pukulan Arga sangat keras hingga Raka merasakan sakit di kedua sisi bibirnya.&