Arga terus saja memperhatikan Chaera tanpa henti, terkadang, ia juga menampilkan senyum kotak yang menjadi ciri khasnya. Chaera hanya membalas dengan semaunya dan tidak berlebihan, ia sangat membenci perjodohan ini.
Senyum Arga sangat berbeda dengan yang lain, pria ini mempunyai bentuk senyuman yang belum pernah Chaera lihat, sangat manis, tetapi Chaera sama sekali tidak peduli. Dirinya akan tetap nekad untuk melakukan sesuatu agar perjodohan ini tidak terjadi.
"Jadi, kita akan menjodohkan anak kita?" Tuan Dae membuka percakapan lebih dahulu.
Sontak pertanyaan itu mampu membuat Chaera dan semuanya terkejut. Mereka hanya menatap satu sama lain.
"Tentu saja. Arga adalah pria yang cocok untuk Chaera. Iya kan, sayang?" tanya ibunya sambil menatap ke arah anaknya.
Mendengar kata "sayang" yang keluar dari mulut sang ibu, membuat Chaera ingin sekali memaki-maki wanita itu. Ia sangat benci saat ibunya bersikap baik di hadapan banyak orang.
Chaera tidak menjawab pertanyaan ibunya dan memilih untuk menunduk.
Ibunya mentap kesal ke arah Chaera. "Ah, dia memang seperti itu anaknya," lalu kembali menatap ke arah orangtua Arga. "Jadi, kapan kita akan menikahkan mereka?" tanyanya.
"Secepatnya." Jawab Clara, ibunda dari Arga.
Mendengar perbincangan mereka, membuat telinga Chaera semakin memanas. Chaera langsung mengangkat kepalanya lali berteriak, "AKU TIDAK AKAN PERNAH MAU DIJODOHKAN DENGAN DIA!" kemudian pergi berlari menuju kamar.
Semua orang yang ada di sana, termasuk Arga, hanya menatap ke mana Chaera berlari hingga bayangannya tak terlihat.
"Aku akan tetap membuat dia jatuh cinta padaku! Dia gadis yang sangat polos. Aku menyukainya." Ucap Arga pada dirinya sendiri.
---
Chaera langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur sembari menatap langit-langit atap kamar yang tampak gelap. Sengaja lampunya ia redupkan sedikit karena ini memberi efek tenang untuk pikirannya.
Ia membenci perkataan ibunya tadi. Mengapa ibunya sangat nekad untuk membuat dirinya menikah dengan pria yang sama sekali tidak kenal? Bagaimana bisa keduanya akan saling mencintai?
Chaera larut dalam pikirannya. Ia menerpa sebentar, kali ini posisinya benar-benar tersudut.
Bagaimana ayahnya itu bisa mengenal keluarga Arga, padahal sebelumnya, beliau tidak pernah dekat dengan siapa pun apalagi sampai menjodoh-jodohkan. Pasti ibunya yang mengatur semua ini.Apa ada maksud tertentu dari perjodohan ini?
"Chaera, buka pintunya! Kau sungguh anak yang tidak sopan!"
Teriakan ibunya itu berhasil mengalihkan pandangan Chaera yang tadinya menatap ke atas. Chaera menoleh ke arah pintu di mana suara ibunya mengudara. Chaera hanya menghela napas kasar dan menghiraukan wanita itu.
"Cepat buka pintunya! Ibu ingin berbicara denganmu!"
Kali ini teriakan wanita itu semakin kencang melebihi terompet tahun baru, ini membuat Chaera terusik dan memilih bangun dari tempat lalu berjalan ke arah pintu.
"Ah, wanita ini. Menapa dia tidak hilang saja dari dunia?"
Chaera bergegas berjalan untuk membuka pintu.
Saat pintu dibuka, yang pertama dilihat Chaera adalah wajah wanita itu yang entah sejak kapan sudah terlihat sangat marah. Ah, biarkan saja, Chaera sungguh tidak peduli."Mengapa kau pergi ke kamar pada saat orangtua Arga datang?! Di mana etika dan sopan santunmu?!" bentak ibunya dengan tatapan mata yang nanar.
Chaera terdiam, namun ia ikut sesak saat ibunya membentaknya. Tak kuasa lagi menahan rasa nyeri dan panas pada matanya, hingga hanya dalam hitungan detik, air mata Chaera mengalir deras. Gadis itu menangis sejadi-jadinya di hadapan sang ibu.
Untuk pertama kalinya, Chaera menangis di depan orangtuanya, karena ketika Chaera menangis saat dibentak sang ibu, ia hanya akan berlari ke tempat yang sepi, seperti kamar atau pergi ke suatu tempat yang jauh dari jangkauan kedua orangtuanya.
"Tidak seperti ini! Tidak seperti ini ibu berbicara! Kenapa ibu selalu saja menyuruhku untuk melakukan yang ibu suka? Sedangkan aku tidak menyukainya! Ibu selalu bersikap baik di depan ayah, dan saat di belakang, ibu selalu saja memakiku! Kenapa ibu semunafik itu, hah?!" bentak Chaera sambil menangis kencang. Dadanya naik turun tak beraturan, air matanya sudah tumpah ruah tak terkendali. Sudah sejak lama Chaera menahan ini semua, sudah sejak lama Chaera ingin mengatakan ini kepada ibunya.
"Jangan manja! Aku akan tetap menjodohkanmu dengan Arga, karena jika kau menikah dengannya, kita akan semakin bergelimang harta."
Itu adalah kata-kata terakhir ibunya yang terucap tepat di telinga Chaera dengan senyum licik yang terpampang jelas di bibir. Kemudian, ibunya pergi meninggalkan Chaera yang masih menangis dalam keadaan sesak dan sakit.
Sial! Dia benar-benar iblis!
---
Hari-hari yang dijalani Chaera semakin berantakan. Ini adalah detik-detik ketika dadanya terasa begitu sesak, detak jantungnya tak beraturan, matanya begitu sakit dan hatinya terasa begitu ngilu oleh hantaman kata-kata yang diterima Chaera dari ibunya.
Ia duduk di kursi belakang rumah, sendirian. Chaera menutup kedua matanya perlahan. Untuk kesekian kalinya, ia berjuang untuk menahan diri agar air matanya tidak berderai. Dirinya tidak akan mau menghabiskan air mata ini hanya karena wanita jahat itu.
Angin malam menerpa wajahnya. Chaera sudah berjanji pada dirinya untuk tidak menangis lagi. Dia harus kuat dengan semua ini. Chaera harus membuktikan pada dirinya sendiri, bahwa ia layak bahagia.
"Chaera, apa yang kau lakukan di sini?" tanya pria itu tiba-tiba.
Seketika Chaera membuka matanya. Ia tidak ingin menoleh pada si pemilik suara. "Kau pasti Arga?" tanya Chaera tanpa menoleh ke arah Arga.
"Kenapa kau pergi saat ditanya ibumu?" tanya Arga.
Lagi-lagi, pria ini membahas wanita idiot itu. Chaera menarik napas perlahan, ia menatap Arga yang sedari tadi masih menatapnya.
"Kenapa kau bersedia dijodohkan denganku?" tanya Chaera dengan suara sedikit sesak. Ia tidak peduli dengan pria yang masih setia menatapnya.
"Entahlah. Aku tidak tahu. Mungkin, orangtuaku yang menyuruhku untuk mengenalimu." Jawab Arga santai, seakan senang akan perjodohan ini.
Sepertinya Arga mulai menyukai Chaera. Siapa sih yang akan menolak jika dijodohkan dengan Chaera yang memiliki wajah begitu kecil dan sangat imut.
"Jadi, kau mau menerimaku?" tanya Arga memastikan.
Chaera reflek menoleh ke arah lain. Pria ini sangat bodoh. Untuk apa Chaera mau menerimnya? Kenal saja tidak. Chaera terkekeh geli kemudian pergi meninggalkan Arga dan tidak membalas pertanyaan itu.
---
Jam istirahat tiba, Chaera sangat tidak mood untuk keluar atau pergi ke kantin. Youra sangat kesal karena Chaera tidak ikut bersamanya, jadi gadis itu pergi sendiri. Seperti biasanya, Chaera hanya diam sambil mendengarkan lagu-lagu favoritnya menggunakan headset. Akhir-akhir ini, Chaera sering mendengarkan lagu, untuk sekedar menemani hari-harinya yang buruk.
Sudah lama Chaera berada dalam kelas dan hanya mendengarkan musik saja, dirinya mulai bosan dan memilih untuk keluar kelas menghampiri Youra di kantin. Saat berjalan menuju kantin, Chaera melihat beberapa orang sedang menari dari balik kaca besar yang dapat dilihat oleh semua murid. Chaera berhenti sebentar hanya untuk melihat orang-orang itu. Namun tiba-tiba, pandangannya bertemu dengan sosok pria yang ia kenal.
Pria itu tengah berdiri sambil memperhatikan gerak-gerik murid yang sedang menari. Chaera tersenyum hambar, ia senang bisa melihat Raka walau hanya dari balik kaca besar di depannya.
Saat Chaera melanjutkan langkahnya menuju kantin, tiba-tiba Raka memanggil. "Chaera!"
Chaera langsung memberhentikan langkahnya lalu menatap Raka. Pria itu tersenyum kemudian menghampiri Chaera.
"Mau belajar dance?" tanya Raka sambil menampilkan senyum manisnya.
Chaera membulatkan matanya. "Hah?"
"Tak apa, ayo masuk." Raka menarik Chaera hingga masuk ke ruang dance.
Saat sampai di dalam, Chaera terus ditatap oleh murid-murid dance, mereka nampaknya sangat tidak senang akan keberadaan Chaera di sini, ada yang membicarakannya di belakang dan ada juga yang menatapnya dengan sinis.
"Gadis itu sepertinya cari masalah, beraninya dia mendekati Raka." Ujar salah satu murid sambil terus menatap Chaera.
Setelah Chaera berada di dalam ruangan dance, ia hanya terdiam kaku mendengar perkataan semua murid yang membicarakannya dari belakang.
"Raka..." panggil Chaera dengan suara lemah.
Raka menoleh. "Ada apa?"
"Aku lebih baik keluar saja dari sini. Lagipula, aku kan bukan murid dance lagi." Kata Chaera dengan tatapan melemah, ada rasa sakit dalam dirinya.
Seketika tatapan Raka melebar, ia tak percaya dengan ucapan gadis itu. Raka tahu jika Chaera itu bukan lagi bagian dari anggota dancer, tapi setidaknya, Raka ingin Chaera kembali bangkit untuk mengejar apa yang gadis itu impikan.
"Tapi, kau bisa belajar lagi, kan?" tanya Raka sembari menatap wajah Chera yang sepertinya akan menangis.
Chaera berusaha mengatur pikirannya untuk tidak terhasut oleh kalimat Jimin. Kemungkinan jika ia mengikuti kembali hobinya, ibunya akan membuatnya jatuh ke pelukan Arga. Jadi, ia rela jika harus kehilangan mimpinya daripada hidup selamanya bersama Arga.
"Chaera?" suara Raka mengagetkan gadis itu yang sedari tadi terus melamun.
"Raka, maafkan aku. Tapi, aku tidak bisa." Ucap Chaera. Hanya dalam hitungan detik setelah berbicara, air matanya turun membasahi pipi, Raka yang melihat itu langsung mengusap dengan kedua ibu jarinya.
"Raka, lepas! Kenapa kau pegang pipi dia, hah?"
Gadis yang tidak diketauhi namanya itu langsung menghempas tangan Raka dari pipi Chaera, lalu dia menatap ke arah Chaera dengan tatapan sinis.
"Eh, Raka itu cuma punya aku, lagipula kau siapa datang-datang masuk ke ruangan ini? Anak dance saja bukan." Ucap gadis itu dengan suara tinggi sampai membuat murid lain yang sedang berlatih langsung menoleh ke sumber suara.
"Ada apa ini berisik sekali?"
Chaera langsung terkejut dengan kedatangan gadis lain, sebab yang menghampiri dirinya dan juga Raka adalah Virlie. Kedua gadis itu saling menatap satu sama lain sampai akhirnya Chaera mengalihkan pandangannya karena masih merasa kesal dengan sikap Virlie terhadap dirinya beberapa hari lalu.
"Cih, kau lagi." Ucap Virlie sambil menatap ke arah luar, seperti tidak sudi melihat Chaera ada di sini.
"Kau kenal dia?" tanya teman Virlie.
"Dia yang sudah membuat dance-ku berantakan waktu itu. Kenapa kau ke sini, hah? Kenapa kau dekat-dekat dengan Raka?" tanya Virlie dengan nada tinggi sambil mendorong tubuh Chaera hingga terjatuh.
Chaera merasakan sakit pada pinggang dan juga sikunya, benturan itu cukup keras hingga membuat dirinya sulit berdiri. Raka yang melihatnya segera membantu Chaera lalu menenangkan gadis itu. Melihat kejadian itu, Virlie semakin kesal dengan perlakuan Raka pada Chaera.
"Raka, kau tidak perlu bantu dia." Kata Virlie sambil melirik Chaera sekilas, kemudian menatap ke arah pria yang entah sejak kapan sudah memasang wajah marah.
Raka mendesah pelan kemudian memutar bola matanya malas. Pada akhirnya, ia menoleh pada wajah Virlie yang sedari tadi membuatnya kesal. "Apa kau tidak punya hati, hm?"
Pertanyaan Raka sukses membuat Virlie terdiam, matanya seakan sulit untuk melirik ke arah lain sebab Raka terus menatapnya dengan tatapan panas.
Sementara, Chaera masih tidak berbicara, ia terus memandangi Raka dengan wajah yang sedikit takut. Untuk pertama kalinya, Chaera melihat Raka semarah ini karena sebelumnya, ia hanya melihat senyum manis Raka saja.
"Aku tidak mau kau dekat dengan dia." Matanya kini menoleh sinis pada gadis di sebelahnya.
Raka terkekeh geli, Virlie ini memang aneh, padahal dirinya sama sekali tidak ada hubungan apa-apa dengan gadis itu, tapi mengapa Raka seolah-olah adalah milik Virlie.
"Aku tidak suka kau mendorong Chaera seperti itu!" bentak Raka pada Virlie.
"Mengapa kau lebih membela dia daripada aku yang jelas-jelas pacarmu!" balas Virlie dengan suara keras, membuat semua teman-temannya datang untuk melihat perdebatan termasuk Dasya, gadis yang sama sifatnya dengan Virlie, ia juga sempat memaki Chaera sewaktu mereka masih satu grup dance.
"Tidak usah mengada. Lebih baik, kau berkaca sana, sifat pun sudah seperti iblis." Ucap Raka yang akhirnya berani mengatakan ini di depan banyak orang, termasuk Chaera. Jadi, Chaera bisa tahu kelakuan jahat Virlie beserta temannya.
"Raka, kau tidak seharusnya berkata seperti itu! Virlie ini gadis cantik, kaca di rumahku saja tahu siapa gadis paling cantik di dunia, yaitu aku." Celetuk Dasya. Virlie yang mendengarnya kesal dan langsung memukul pundak Dasya dengan keras.
Chaera hanya terdiam melihat keributan di sekitarnya, ia tak menyangka jika akan terjadi perdebatan seperti ini karenanya apalagi sampai berurusan dengan Virlie dan temannya. Ini membuat Chaera semakin takut untuk berada dekat dengan Raka.
"Chaera!"
Semua orang yang berada di situ langsung menoleh pada gadis bertubuh mungil yang tengah berlari menghampiri mereka, wajahnya terlihat sedikit kaku saat semua mata tertuju padanya. Dengan cepat, Youra menarik lengan Chaera dan menjauhkan sedikit tubuh keduanya pada orang-orang itu.
"Ke mana saja? Aku mencarimu," ucap Youra khawatir.
"Heh, dijaga ya teman kamu. Bisa-bisanya dia dekat dengan Raka." Suruh Virlie sembari menoleh sinis pada Chaera.
Youra terkejut saat mendengar ucapan Virlie, kemudian ia menatap Chaera yang sedari tadi hanya menunduk takut sambil memainkan kuku jarinya.
"Chae--"
"Youra, kita pergi." Chaera memotong perkataan Youra dan segera menarik tangan Youra untuk pergi dari ruangan ini. Raka hanya memandangi punggung Chaera hingga bayangan kedua gadis itu menghilang.
Raka berpikir, sepertinya Chaera pergi karena mendengar perkataan Virlie yang menyakitkan, Chaera tidak pantas menerima perkataan itu. Itu hanya akan membuat dia terpuruk dan depresinya akan semakin tinggi.
Raka berharap Chaera baik-baik saja.
Chaera duduk di halte bus sembari menenggelamkan wajahnya di antara kedua lutut, ia benar-benar stres hari ini. Hari yang dijalaninya semakin berantakan, dirinya juga tak menyangka hidupnya akan seperti ini sekarang. Chaera merasakan sakit pada dadanya saat Virlie mulai memakinya kembali.Mungkin sebagian orang menganggap bahwa perkataan Virlie itu biasa saja, namun gadis depresi seperti Chaera menganggapnya adalah sebuah kutukan, kutukan yang mampu membuat seseorang merasa buruk dan membenci dirinya sendiri. Itulah yang dirasakan Chaera saat ini.Chaera mengangkat kembali kepalanya dan tersenyum lemah pada dirinya, matanya menatap ke arah jalanan yang sepi dan sunyi, seperti tidak ada aktivitas orang-orang hari ini."Chaera apa yang kau lakukan di sini? Me
Chaera tak menyangka dirinya benar-benar akan menikah dengan pria bernama Arga. Bahkan, ia sama sekali tak punya pikiran untuk menikah dengan siapa-siapa dan tidak ada persiapan mental apa pun untuk menerima semua ini.Tepat hari ini, hari di mana Chaera berdiri di depan penghulu bersama pria paksaannya sambil gemetar memegang bunga di tangan kiri dan memegang tangan Arga di sebelah kanan. Chaera benar-benar takut dengan semua ini. Ia tidak tahu harus bagaimana agar perasaan mentalnya bisa diajak bekerja sama.Chaera terus menggerakkan tubuhnya tanda tak nyaman memakai gaun pilihan Arga yang melilit ketat dilekukan tubuhnya, ia resah sekaligus tidak nyaman."Nikmati saja dan jangan mempermalukanku." Bisik Arga di telinga Chaera, membuat Chaera menegang dan reflek membulatkan matanya lebar. Chaera mengangguk kaku dan Arga tersenyum melihatnya.
Seperti yang dikatakan Youra, hari ini mereka akan pergi ke tempat dance di salah satu lapangan dekat kafe sekolah. Awalnya, Chaera menolak, namun Youra memaksa agar Chaera ikut untuk melihat kembali penampilan street dance yang sudah lama Chaera tidak lihat. Chaera berhenti dari hobinya itu karena paksaan orangtuanya, pernikahannya dengan Arga secara tiba-tiba pun menjadi penyebab utama dirinya harus kehilangan semua kesenangannya.Namun di sisi lain juga, Chaera tidak ingin semuanya terjadi, ia ingin hidup bebas seperti remaja pada umumnya, ia juga sangat merindukan hobinya tapi kedua orangtuanya berkata lain.Mereka akhirnya sampai di lapangan, Youra benar di sini ramai sekali, banyak orang sedang melakukan street dance dengan gesit dan penuh semangat. Chaera tersenyum lebar sekaligus bahagia saat melihat orang-orang yang sedang menari di depan. Youra menatap Chaera di sebelah yang sedang bertepuk tangan lalu berteriak meneria
Entah setan apa yang sudah merasuki Arga yang secara tiba-tiba langsung melumati bibir Chaera dengan kasar tanpa memberi gadis itu napas sedetik pun. Chaera memberontak menolak ciuman Arga sambil terus menggelengkan kepalanya, namun Arga terus memegangi mulut Chaera agar mau menerima ciumannya.Arga mungkin sakit hati melihat Chaera pergi bersama pria lain tanpa se-izinnya padahal mereka sudah bersuami istri. Seharusnya, Chaera bisa menjaga perasaan Arga walau istrinya tidak pernah menaruh cinta sekecil apa pun padanya.Arga terpaksa menggigit bibir bawah Chaera dengan kasar agar ia bisa dengan cepat melumati bibir itu, dan akhirnya mulut Chaera reflek terbuka karena rasa sakit, dengan cepat, Arga langsung melahap sekaligus mengabsen tiap deretan gigi hingga membuat suara becekan adu mulut antara dirinya dan juga Chaera di sana.Saliva mereka berjatuhan dan Arga tak memberi Chaera napas, pria itu meluma
Chaera langsung terkejut ketika mendengar perkataan ibunya. Bagaimana tidak, baru saja bangun dari tidur, ia sudah disuruh membuat anak, apa itu tidak gila?Chaera menghela napasnya sambil menoleh ke arah samping, dirinya tak mau menatap sang ibu yang sudah memasang wajah marah.Setelah beberapa detik, Chaera menoleh pada ibunya kembali. "Kenapa ibu tergesa-gesa menyuruhku untuk mempunyai anak?!" Chaera sedikit membentak ibunya, ia tidak peduli, toh ibunya saja tidak pernah mempedulikannya."Padahal, aku masih sekolah! Aku juga punya mimpi yang harus aku capai, kenapa ibu tidak pernah peduli padaku, hah?!" lanjutnya lagi. Tak sanggup menahan rasa sakit dalam dada, dalam hitungan detik, Chaera menangis sejadi-jadinya di hadapan sang ibu.Tapi, ibunya terlihat tidak peduli, wanita paruh baya itu lebih memilih mena
Chaera sangat terkejut saat melihat Arga berdiri di sana dengan raut wajah marah. Tatapan mata laki-laki itu sangat tajam, bibir beserta alisnya terangkat ke atas ketika melihat Chaera kepergok berdua bersama Raka.Chaera langsung mengalihkan pandangannya menatap Raka, ia takut pada Arga yang mulai berjalan mendekat ke arahnya, lalu mendadak menoleh kembali saat Arga sudah berdiri di sampingnya.Arga menatap wajah Chaera tajam sekilas, kemudian beralih pada Raka sambil menampilkan smirk khasnya. "Masih berani kau dekat-dekat dengan Chaera, hah?!" tiba-tiba, Arga menarik kerah baju Raka hingga tubuh Raka menegak ke atas.Lima detik berikutnya, Raka menonjok keras wajah Raka sampai Raka terjatuh ke tanah. Raka memegang bibirnya dan melihat darah di tangannya, pukulan Arga sangat keras hingga Raka merasakan sakit di kedua sisi bibirnya.&
Chaera tidak bisa melakukan apa pun kecuali mendesah kencang di depan Arga. Kedua tangannya sudah terikat kembali di belakang punggung dan tubuhnya menungging tanpa daya di depan milik Arga. Kali ini, ia merasakan rasa sakit sekaligus perih saat privasi Arga menerobos masuk lubangnya lebih dalam lagi sampai menyentuh titik prostatnya, hingga tubuhnya bergetar setiap Arga menghentaknya dengan tempo cepat."Akhhh! Aaahh..."Arga menyeringai saat mendengar pekikan Chaera yang lolos saat Tangannya menampar bokong Chaera, bersamaan dengan gerakan di bawah sana, keras, panas dan perih menjadi satu di kulit bokong istrinya.Sedangkan Chaera sudah menangis, menangis bukan karena rasa nikmat oleh permainan Arga, melainkan siksaan panas yang ia terima. Tubuhnya sudah benar-benar lemas, kakinya sudah tidak mampu menompang lagi. Namun, saat dirinya hampir terjatuh
Chaera berlari sekuat tenaga saat jam sudah hampir menunjukkan pukul delapan, yang artinya ulangan bahasa akan dimulai beberapa detik lagi. Chaera berlari dalam keadaan sakit di bawah, ditambah kaki lemas dan perutnya yang keram membuatnya semakin sulit berlari dengan cepat.Chaera memberhentikan langkahnya, memegangi perutnya yang kebas akibat ulah Arga kemarin. Dirinya enar-benr sulit melangkah. Chaera melihat kursi di samping lalu berjalan ke arah sana untuk mengistirahatkan kaki dan juga tubuhnya, keadaannya sangat tersiksa hari ini."Shhh... Awww..." Chaera menundukkan kepalanya sambil terus memegangi perutnya dengan kedua tangan, namun percum saja, itu tidak memberikan reaksi apa-apa.Ia mengangkat kepalanya lagi sambil menatap ke arah depan, pikirannya mendadak kosong, materi-materi yang sudah ia hapalkan larut tadi malam mendadak hilang, kepalanya terasa pening dan perutnya mual. Chaera tidak bi
Hae tak menyangka akan menerima berita buruk seperti ini dalam hidupnya, mendengar atasannya itu dibawa ke kantor polisi tanpa sepengetahuan dan tanpa ia tahu motif kejahatan seperti apa yang Arga lakukan, membuat tubuhnya benar-benar lemas. Hae panik sambil berjalan sana sini menunggu seseorang mengangkat teleponnya yang entah sudah keberapa kali. Ia sedang menelepon orangtuanya. "Halo, Hae? Ada apa?" tanya seseorang di sana."Pah, Arga masuk kantor polisi!"***Sudah dua hari ini, Raka tak melihat Chaera masuk sekolah. Ia penasaran apa yang sedang terjadi pada gadis itu, dan ia juga berpikir pasti semua ini karena Arga, laki-laki bangsat yang sudah membuat Chaera menderita. Hari ini Raka menang, berhasil membuat Arga masuk penjara untuk mempertanggungja
Sudah lebih dari tiga jam Chaera masih dalam keadaan pingsan akibat pendarahan hebat yang dialaminya tadi, karena kandungan di dalam janin Chaera masih kecildan umurnya juga masih muda, gadis itu harus beristirahat penuh. Arga masih duduk di kursi kamar menunggu Chaera sadar dari pingsannya, sedangkan kedua orangtuanya sudah lebih dulu pergi untuk urusan bisnis yang tertunda tadi akibat berita tentang Chaera ini."Shhhh... Awww..."Arga yang tengah bermain ponsel langsung menoleh ke depan ketika mendengar Chaera meringis di sana, ia menaruh ponselnya di dalam saku dan berjalan ke arah tempat tidur."Sadar juga akhirnya, kau membuatku menunggu berjam-jam. Buang-buang waktu saja." Kata Arga angkuh tanpa menoleh ke wajah Chaera.Chaera memega
Semua murid yang sebelumnya fokus ke arah lapangan, kini beralih menatap Chaera yang tengah berdiri tegang saat Virlie berkata bahwa ada darah di kaki Chaera. Bahkan mereka semua langsung bangun dari duduk dan berlari melihat Chaera dengan langkah tergesa-gesa."Cha--Chaera, kakimu penuh darah," ucap salah satu murid setelah sampai di hadapan Chaera sambil menunjuk ke kaki Chaera.Chaera masih belum berani melihat ke bawah, tapi ia merasakan ada sesuatu yang mengalir pada kakinya dan ia menduga pasti itu adalah darah yang menetes dari rahimnya akibat olahraga lari tadi. Perutnya sudah terasa sakit dan kakinya mulai melemas tak sanggup menahan tubuhnya yang hampir terjatuh.Virlie terus menatap kaki Chaera karena rasa penasaran yang amat dalam pada dirinya sendiri, ia ingin tahu mengapa Chaera mengeluarkan darah dari perutnya, lalu detik berikutnya ia menatap wajah Chaera untuk bertanya.
"Terkadang, aku ingin bertanya pada dunia tentang kehidupanku yang hancur berantakan ini. Mengapa harus aku? Mengapa aku saja yang tersiksa sedangkan orang lain bisa merasakan kebahagiaan di sana? Bukankah ini tidak adil? Jika dunia memang adil, seharusnya tidak memberiku cobaan berat seperti ini. Tolong, aku lelah dengan penyakit yang terus mendorongku pada kematian.""Bukankah aku juga layak bahagia? Bukankah semua orang pantas mendapatkan kebahagiaan? Lalu mengapa aku tersiksa seperti ini, apa kesalahan yang sudah aku perbuat sampai menghasilkan kehidupan yang gila ini?""Atau mungkin aku tidak ditakdirkan untuk hidup? Dan hanya mati jalan satu-satunya untuk mendapatkan kebahagiaan?""Kalau memang itu caranya, akan aku lakukan."Chaera menghela napasnya, lalu menoleh kembali ke arah bawah dari ketinggian gedung yang sekarang ia injaki malam ini. Hatinya sakit, dadanya sesak dan air matanya tak kun
Hari-hari yang dijalani Chaera semakin memburuk. Kandungan dalam perutnya mulai terlihat dan Chaera kesulitan untuk pergi ke sekolah karena takut akan terlihat besar. Seragam sekolahnya juga perlahan mulai tidak muat di tubuhnya. Tapi, itu semua bukan penghalang dirinya untuk tidak pergi ke sekolah. Selama ia bisa memakai seragam dan berjalan, Chaera akan tetap pergi ke sekolah bagaimana pun keadaannya, demi cita-cita yang selama ini ia impikanKehidupannya bersama Arga pun semakin buruk saja. Ia selalu diperlakukan layaknya budak oleh laki-laki itu, padahal dirinya tengah mengandung, tetapi Arga sama sekali tak pernah mengasihaninya.Dan hari ini, Chaera berusaha menutupi perutnya yang mulai terlihat besar saat sedang berjalan di koridor sekolah. Banyak murid-murid lain yang sedang berjalan memperhatikannya, dan Chaera takut mereka tahu bahwa dirinya tengah hamil."Dia mengapa memegangi perutnya saja? Atau j
Chaera masuk ke kamar dan menjatuhkan tubuhnya di ranjang, ia menatap ke atas atap kamar sambil memikirkan nasibnya yang kian memburuk. Ia tak menyangka ibunya itu meminta uang pada Arga, padahal dari sisi lain keluarganya sangat bercukupan. Chaera tidak ingin berpikir jauh bahwa ibunya memaksa dirinya menikahi Arga hanya untuk kesenangan semata, walaupun mungkin Chaera juga sudah tahu dari awal, karena sebelum pernikahan dilakukan, ibunya mengatakan hal itu. Tapi, Chaera berharap ibunya berhenti memanfaatkan Arga. Drrtt... Drrtt... Drrtt... Suara ponsel di sakunya berbunyi, Chaera berpikir itu pasti Arga, ia malas jika memang benar laki-laki itu yang meneleponnya. Jadi, Chaera lebih memilih mengabaikannya. Chaera menggerakkan tubuhnya untuk lebih dekat pada guling, lalu memeluknya dengan erat dan segera tidur.
Chaera berlari sekuat tenaga saat jam sudah hampir menunjukkan pukul delapan, yang artinya ulangan bahasa akan dimulai beberapa detik lagi. Chaera berlari dalam keadaan sakit di bawah, ditambah kaki lemas dan perutnya yang keram membuatnya semakin sulit berlari dengan cepat.Chaera memberhentikan langkahnya, memegangi perutnya yang kebas akibat ulah Arga kemarin. Dirinya enar-benr sulit melangkah. Chaera melihat kursi di samping lalu berjalan ke arah sana untuk mengistirahatkan kaki dan juga tubuhnya, keadaannya sangat tersiksa hari ini."Shhh... Awww..." Chaera menundukkan kepalanya sambil terus memegangi perutnya dengan kedua tangan, namun percum saja, itu tidak memberikan reaksi apa-apa.Ia mengangkat kepalanya lagi sambil menatap ke arah depan, pikirannya mendadak kosong, materi-materi yang sudah ia hapalkan larut tadi malam mendadak hilang, kepalanya terasa pening dan perutnya mual. Chaera tidak bi
Chaera tidak bisa melakukan apa pun kecuali mendesah kencang di depan Arga. Kedua tangannya sudah terikat kembali di belakang punggung dan tubuhnya menungging tanpa daya di depan milik Arga. Kali ini, ia merasakan rasa sakit sekaligus perih saat privasi Arga menerobos masuk lubangnya lebih dalam lagi sampai menyentuh titik prostatnya, hingga tubuhnya bergetar setiap Arga menghentaknya dengan tempo cepat."Akhhh! Aaahh..."Arga menyeringai saat mendengar pekikan Chaera yang lolos saat Tangannya menampar bokong Chaera, bersamaan dengan gerakan di bawah sana, keras, panas dan perih menjadi satu di kulit bokong istrinya.Sedangkan Chaera sudah menangis, menangis bukan karena rasa nikmat oleh permainan Arga, melainkan siksaan panas yang ia terima. Tubuhnya sudah benar-benar lemas, kakinya sudah tidak mampu menompang lagi. Namun, saat dirinya hampir terjatuh
Chaera sangat terkejut saat melihat Arga berdiri di sana dengan raut wajah marah. Tatapan mata laki-laki itu sangat tajam, bibir beserta alisnya terangkat ke atas ketika melihat Chaera kepergok berdua bersama Raka.Chaera langsung mengalihkan pandangannya menatap Raka, ia takut pada Arga yang mulai berjalan mendekat ke arahnya, lalu mendadak menoleh kembali saat Arga sudah berdiri di sampingnya.Arga menatap wajah Chaera tajam sekilas, kemudian beralih pada Raka sambil menampilkan smirk khasnya. "Masih berani kau dekat-dekat dengan Chaera, hah?!" tiba-tiba, Arga menarik kerah baju Raka hingga tubuh Raka menegak ke atas.Lima detik berikutnya, Raka menonjok keras wajah Raka sampai Raka terjatuh ke tanah. Raka memegang bibirnya dan melihat darah di tangannya, pukulan Arga sangat keras hingga Raka merasakan sakit di kedua sisi bibirnya.&