Chaera sangat terkejut saat melihat Arga berdiri di sana dengan raut wajah marah. Tatapan mata laki-laki itu sangat tajam, bibir beserta alisnya terangkat ke atas ketika melihat Chaera kepergok berdua bersama Raka.
Chaera langsung mengalihkan pandangannya menatap Raka, ia takut pada Arga yang mulai berjalan mendekat ke arahnya, lalu mendadak menoleh kembali saat Arga sudah berdiri di sampingnya.
Arga menatap wajah Chaera tajam sekilas, kemudian beralih pada Raka sambil menampilkan smirk khasnya. "Masih berani kau dekat-dekat dengan Chaera, hah?!" tiba-tiba, Arga menarik kerah baju Raka hingga tubuh Raka menegak ke atas.
Lima detik berikutnya, Raka menonjok keras wajah Raka sampai Raka terjatuh ke tanah. Raka memegang bibirnya dan melihat darah di tangannya, pukulan Arga sangat keras hingga Raka merasakan sakit di kedua sisi bibirnya.
Raka bangun dari jatuhnya sambil terus memegang bibirnya. Chaera yang berada di samping Raka merasa khawatir melihat kondisi bibir Raka yang biru membengkak.
"Arga, apa yang kau lakukan?!" teriak Chaera pada Arga dengan keras, sampai membuat penghuni Kafe menoleh pada mereka.
Arga langsung menatap Chaera. "Kau membela dia, hah?!"
Raka tidak bersalah!"
Arga tertawa remeh, lalu tangannya menarik Chaera. Chaera reflek dengan perlakuan Arga, dengan cepat ia melepaskannya kembali.
"Chaera, jangan membantah." Ucap Arga kesal dan menarik lengan Chaera kembali, namun lagi-lagi Chaera segera melepaskannya.
"Aku tidak mau!"
Raka yang melihat Chaera diperlakukan tidak baik oleh Arga, langsung mendorong tubuh Arga kasar agar menjauh dari Chaera. Arga yang tidak terima ikut mendorong tubuh Raka juga dengan kasar.
"kau tidak usah ikut campur urusan kita!" ujar Raka sambil menunjuk wajah Raka.
Karena kesabarannya sudah habis, kali ini Arga menggenggam tangan Chaera erat dan menariknya dengan kasar, sampai Chaera tidak bisa melarikan diri.
Untuk ini, Raka tidak bisa melakukan apa-apa kecuali menatap kepergian keduanya. Karena jika dirinya membantu Chaera, ia takut Arga akan melakukan lebih padanya dan juga Chaera.
Dan Raka hanya berharap Chaera dalam keadaan baik-baik saja.
---
Arga langsung mendorong tubuh Chaera setelah mereka sampai di apartemen. Chaera merasakan benturan sangat keras pada tubuh dan kedua tangannya, apalagi pria itu mendorongnya sampai mengenai sisi ranjang yang keras."Apa kau tidak punya hati, hah?!" ketus Chaera keras sambil menahan air mata yang hampir jatuh.
Arga tersenyum remeh dibaliknya. Pria itu enggan menatap Chaera, namun ada maksud kotor dalam pikirannya.
Chaera masih menatap punggung Arga di depannya sambil berderu napas menahan sakit di dalam tubuhnya. Tiba-tiba, Arga berbalik dan menatapnya dengan intens, seperti akan ada sesuatu yang terjadi padanya.
"Masih ingat perkataanku jika kau bersama dia lagi, hm?" tanya Arga sambil tersenyum menyeringai.
Chaera terdiam, namun otaknya bekerja. Ia mengingat perkataan apa yang Arga ucapkan jika ia kepergok bersama Raka lagi. Chaera memalingkan pandangan menoleh ke arah jendela besar yang berada di kamar mereka.
Beberapa detik setelahnya ia ingat. Chaera langsung membulatkan matanya dan menatap Arga yang sudah memasang wajah penuh gairah sekaligus napsu.
"Arg--Arga--mphttt... Mpphtt.."
Dalam sekejab setelah Chaera berkata, Arga langsung menjatuhkan tubuhnya di atas Chaera, dan menyerang istrinya dengan ciuman kasar.
Chaera memberontak menolak perlakuan Arga dengan memukul-mukul dada Arga, dan menarik rambut Arga agar ciumannya terlepas.
Tapi kali ini, Arga tidak membiarkan Chaera lolos. Ia menyudahi ciumannya dan bisa melihat Chaera mengatur napas. Namun, itu bukan berarti ia kasihan pada Chaera. Arga melepas dasi hitamnya dan secepat kilat, ia mengikat kedua tangan Chaera di kepala ranjang.
"Lepaskan aku!" pinta Chaera sambil berusaha melepaskan tanganya dari ikatan dasi.
Arga tersenyum menyeringai melihat Chaera gemetar karena ketakutan. Mata gadis itu terlihat berkaca-kaca menahan tangis.
Seorang Arga harus mendapatkan apa yang diinginkan.
Chaera bisa melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Arga menjilat bibirnya sendiri dengan penuh nafsu. Ia terus menggelengkan kepalanya agar Arga merasa kasihan, namun pria galak itu hanya tertawa melihat dirinya lemah tak berdaya di atas ranjang dengan kedua tangan yang sudah terikat.
"Ibumu meneleponku, katanya dia ingin cucu yang lucu." Ucap Arga penuh gairah.
Chaera menatap Arga dengan rasa takut. Ia sudah yakin Arga pasti akan melecahkannya di sini.
"Mungkin jika aku menghamilimu, kau tidak bisa bersama Raka lagi. Chaera, kau tahu? Aku mencintaimu." Arga mengatakan ini dari hati, ia memang benar-benar mencintai Chaera.
Mungkin juga tujuan Arga melakukan ini karena ia merasa sakit hati melihat Chaera lebih dekat dengan Raka ketimbang dirinya.
Chaera tak bisa berkata apa-apa lagi, ia tidak peduli Arga mencintainya atau tidak. Yang terpenting, ia ingin bisa lolos dari makhluk ganas di depannya.
"M--mm---mphttt..."
Arga langsung melumati bibir Chaera tanpa memberikan gadis itu napas. Kaki Chaera berhenti dari yang sebelumnya menendang perut Arga, ia merasa lemas, karena percuma saja Arga tidak akan berhenti. Chaera memberi sedikit ruang saat lidah Arga menjelajahi langit-langit mulutnya.
"M-mmm--" kali ini, Chaera menerima lumatan Arga g karena ada rasa nikmat dalam perlakuan ini.
Ciuman Arga begitu liar, saliva mereka berjatuhan mengenai leher keduanya. Di sela-sela ciumannya, tangan Arga tidak tinggal diam, tangan kirinya bergerak ke bawah membuka kancing dan resleting celana Chaera, sedangkan yang kananya sibuk meremasi benda bulat kenyal milik Chaera. Arga memindahkan bibirnya ke leher Chaera dan menjubahinya di sana.
Setelah sudah terbuka, Arga melepaskannya bersamaan dengan celana dalam lalu membuangnya ke lantai.
Chaera reflek memberhentikan ciumannya saat ia merasakan bawahnya sudah tak tertutup sehelai benang kain. Ia melihat ke wajah Arga yang menatap bawahnya dengan hawa napsu dan penuh gairah.
Kedua tangan Chaera ingin sekali menutupi miliknya yang terbuka di bawah sana, namun tidak bisa, jadi ia hanya merapatkan kedua kakinya.
"Shit! Ayolah, sayang..." Arga membuka kembali kedua kaki Chaera hingga terlihat jelas milik Chaera yang sudah basah minta dimasuki.
Tangan Chaera yang diikat bergerak brutal minta dilepaskan, tapi Taehyung tidak mempedulikannya.
"A-akhhh--" Chaera berteriak keras saat kedua tangan kering Arga memasuki miliknya dengan satu kali hentakan. Memainkan jari telunjuk dan tengahnya di lubang Chaera dengan gerakan menggunting dan menggaruk.
Chaera merengek dengan desahannya ketika Arga dengan brutalnya mengocok miliknya di bawah sana. Tubuhnya sudah menggeliat bergerak berlawanan arah saat ketiga Arga bermain dengan tempo sedikit cepat sampai mengenai titik sensitifnya.
Sedangkan, Arga hanya tersenyum sambil melihat wajah lemas Chaera yang menikmati di bawahnya. Mulutnya menganga terbuka dan salivanya berjatuhan.
"Arga--akhhh! Ber--berhenti, ahhh..."
Arga hanya tersenyum penuh kemenangan saat melihat wajah Chaera yang lemas dengan mulut terbukan dan saliva gadis itu berjatuhan.
Arga mengeluarkan jarinya dari lubang Chaera, lalu melihat lubang itu yang memerah dan berkedut minta dimasuki. Chaera merasakan kosong di bawah sana, tubuhnya bergetar, napasnya terengah-engah dan tubuhnya sangat lemas. Ia tak kuat membuka matanya.
Tangan Arga bergerak membuka ikatan di lengan Chaera, namun di detik berikutnya, ia membuka paksa kancing baju Chaera dengan cepat dan membuangnya ke lantai bersamaan dengan bra.
Dan sekarang, tidak ada sehelai benang apa pun di tubuh Chaera.
Tidak tunggu lama, Arga ikut melepaskan seluruh pakaiannya sampai mereka sama-sama telanjang. Kedua tangannya langsung meremas dua benda milik Chaera yang sudah sedari tadi menggodanya.
"Akhhh!" rengek Chaera. Tangannya memegang kedua tangan Arga yang berada di miliknya, memaksanya untuk dilepas.
"Arga, aakhh... Lepas!"
Arga tidak selalu mendengarkan semua permintaan Chaera, ia ingin hari ini puas dengan permainanya sampai ia dan Chera sama-sama mengeluarkan organisme. Ia melumati bibir Chaera kembali karena Chaera terus memohon untuk dilepaskan.
"Mmmm... Eugh..."
Setelah cukup lama bermain di bibir, Arga melepaskan ciumannya dan membuka kedua kaki Chaera dengan lebar dan mulai memasuki miliknya secara perlahan.
"Akhhh! Sa--sakit, hikkss...," ringis Chaera saat merasakan benda panjang besar milik Arga berusaha memasuki lubangnya.
Arga tidak peduli, ia ingin miliknya masuk. Jadi, ia menghentaknya dengan kuat sampai akhirnya masuk dengan sempurna.
Chaera ini masih sekolah, wajar jika miliknya masih kecil dan rapat. Ia tidak pernah dilecehkan oleh siapa pun. Dan nasibnya hari ini harus menerima benda besar berurat milik Arga yang berusaha masuk.
Chaera menangis, menangis bukan karena nikmat, melainkan rasa sakit di sela lubangnya yang sepertinya mengeluarkan darah.
Setelah Arga sudah merasa masuk dengan sempurna, barulah ia menghentaknya dengan tempo pelan karena ia ingin merasakan nikmat dulu.
"Akhhh... Ahhhh..., sakit!" Chaera meremas seprei dengan kuat hingga tak terbentuk. Kenikmatan menghantamnya dengan perlahan sampai ia terbiasa menerima milik Arga.
"Akhh... Arga, s--stop! Aaahh..."
Kali ini, Arga menghentaknya dengan keras sampai Chaera berteriak keras dan tersedak ludahnya sendiri. Arga memegangi kedua kaki Chaera agar tetap terbuka lebar dan lebih mudah untuk digerakkan.
Chaera meronta dalam permainan Arga, ia merasakan kebas dan perih di lubangnya. Air matanya jatuh menerima rasa sakit dan panas yang menjadi satu dalam gairah. Ia tidak menyangka dirinya akan dilecehkan Arga hari ini.
Chaera menangis, menangis sejadi-jadinya di bawah hukuman Arga.
Chaera tidak bisa melakukan apa pun kecuali mendesah kencang di depan Arga. Kedua tangannya sudah terikat kembali di belakang punggung dan tubuhnya menungging tanpa daya di depan milik Arga. Kali ini, ia merasakan rasa sakit sekaligus perih saat privasi Arga menerobos masuk lubangnya lebih dalam lagi sampai menyentuh titik prostatnya, hingga tubuhnya bergetar setiap Arga menghentaknya dengan tempo cepat."Akhhh! Aaahh..."Arga menyeringai saat mendengar pekikan Chaera yang lolos saat Tangannya menampar bokong Chaera, bersamaan dengan gerakan di bawah sana, keras, panas dan perih menjadi satu di kulit bokong istrinya.Sedangkan Chaera sudah menangis, menangis bukan karena rasa nikmat oleh permainan Arga, melainkan siksaan panas yang ia terima. Tubuhnya sudah benar-benar lemas, kakinya sudah tidak mampu menompang lagi. Namun, saat dirinya hampir terjatuh
Chaera berlari sekuat tenaga saat jam sudah hampir menunjukkan pukul delapan, yang artinya ulangan bahasa akan dimulai beberapa detik lagi. Chaera berlari dalam keadaan sakit di bawah, ditambah kaki lemas dan perutnya yang keram membuatnya semakin sulit berlari dengan cepat.Chaera memberhentikan langkahnya, memegangi perutnya yang kebas akibat ulah Arga kemarin. Dirinya enar-benr sulit melangkah. Chaera melihat kursi di samping lalu berjalan ke arah sana untuk mengistirahatkan kaki dan juga tubuhnya, keadaannya sangat tersiksa hari ini."Shhh... Awww..." Chaera menundukkan kepalanya sambil terus memegangi perutnya dengan kedua tangan, namun percum saja, itu tidak memberikan reaksi apa-apa.Ia mengangkat kepalanya lagi sambil menatap ke arah depan, pikirannya mendadak kosong, materi-materi yang sudah ia hapalkan larut tadi malam mendadak hilang, kepalanya terasa pening dan perutnya mual. Chaera tidak bi
Chaera masuk ke kamar dan menjatuhkan tubuhnya di ranjang, ia menatap ke atas atap kamar sambil memikirkan nasibnya yang kian memburuk. Ia tak menyangka ibunya itu meminta uang pada Arga, padahal dari sisi lain keluarganya sangat bercukupan. Chaera tidak ingin berpikir jauh bahwa ibunya memaksa dirinya menikahi Arga hanya untuk kesenangan semata, walaupun mungkin Chaera juga sudah tahu dari awal, karena sebelum pernikahan dilakukan, ibunya mengatakan hal itu. Tapi, Chaera berharap ibunya berhenti memanfaatkan Arga. Drrtt... Drrtt... Drrtt... Suara ponsel di sakunya berbunyi, Chaera berpikir itu pasti Arga, ia malas jika memang benar laki-laki itu yang meneleponnya. Jadi, Chaera lebih memilih mengabaikannya. Chaera menggerakkan tubuhnya untuk lebih dekat pada guling, lalu memeluknya dengan erat dan segera tidur.
Hari-hari yang dijalani Chaera semakin memburuk. Kandungan dalam perutnya mulai terlihat dan Chaera kesulitan untuk pergi ke sekolah karena takut akan terlihat besar. Seragam sekolahnya juga perlahan mulai tidak muat di tubuhnya. Tapi, itu semua bukan penghalang dirinya untuk tidak pergi ke sekolah. Selama ia bisa memakai seragam dan berjalan, Chaera akan tetap pergi ke sekolah bagaimana pun keadaannya, demi cita-cita yang selama ini ia impikanKehidupannya bersama Arga pun semakin buruk saja. Ia selalu diperlakukan layaknya budak oleh laki-laki itu, padahal dirinya tengah mengandung, tetapi Arga sama sekali tak pernah mengasihaninya.Dan hari ini, Chaera berusaha menutupi perutnya yang mulai terlihat besar saat sedang berjalan di koridor sekolah. Banyak murid-murid lain yang sedang berjalan memperhatikannya, dan Chaera takut mereka tahu bahwa dirinya tengah hamil."Dia mengapa memegangi perutnya saja? Atau j
"Terkadang, aku ingin bertanya pada dunia tentang kehidupanku yang hancur berantakan ini. Mengapa harus aku? Mengapa aku saja yang tersiksa sedangkan orang lain bisa merasakan kebahagiaan di sana? Bukankah ini tidak adil? Jika dunia memang adil, seharusnya tidak memberiku cobaan berat seperti ini. Tolong, aku lelah dengan penyakit yang terus mendorongku pada kematian.""Bukankah aku juga layak bahagia? Bukankah semua orang pantas mendapatkan kebahagiaan? Lalu mengapa aku tersiksa seperti ini, apa kesalahan yang sudah aku perbuat sampai menghasilkan kehidupan yang gila ini?""Atau mungkin aku tidak ditakdirkan untuk hidup? Dan hanya mati jalan satu-satunya untuk mendapatkan kebahagiaan?""Kalau memang itu caranya, akan aku lakukan."Chaera menghela napasnya, lalu menoleh kembali ke arah bawah dari ketinggian gedung yang sekarang ia injaki malam ini. Hatinya sakit, dadanya sesak dan air matanya tak kun
Semua murid yang sebelumnya fokus ke arah lapangan, kini beralih menatap Chaera yang tengah berdiri tegang saat Virlie berkata bahwa ada darah di kaki Chaera. Bahkan mereka semua langsung bangun dari duduk dan berlari melihat Chaera dengan langkah tergesa-gesa."Cha--Chaera, kakimu penuh darah," ucap salah satu murid setelah sampai di hadapan Chaera sambil menunjuk ke kaki Chaera.Chaera masih belum berani melihat ke bawah, tapi ia merasakan ada sesuatu yang mengalir pada kakinya dan ia menduga pasti itu adalah darah yang menetes dari rahimnya akibat olahraga lari tadi. Perutnya sudah terasa sakit dan kakinya mulai melemas tak sanggup menahan tubuhnya yang hampir terjatuh.Virlie terus menatap kaki Chaera karena rasa penasaran yang amat dalam pada dirinya sendiri, ia ingin tahu mengapa Chaera mengeluarkan darah dari perutnya, lalu detik berikutnya ia menatap wajah Chaera untuk bertanya.
Sudah lebih dari tiga jam Chaera masih dalam keadaan pingsan akibat pendarahan hebat yang dialaminya tadi, karena kandungan di dalam janin Chaera masih kecildan umurnya juga masih muda, gadis itu harus beristirahat penuh. Arga masih duduk di kursi kamar menunggu Chaera sadar dari pingsannya, sedangkan kedua orangtuanya sudah lebih dulu pergi untuk urusan bisnis yang tertunda tadi akibat berita tentang Chaera ini."Shhhh... Awww..."Arga yang tengah bermain ponsel langsung menoleh ke depan ketika mendengar Chaera meringis di sana, ia menaruh ponselnya di dalam saku dan berjalan ke arah tempat tidur."Sadar juga akhirnya, kau membuatku menunggu berjam-jam. Buang-buang waktu saja." Kata Arga angkuh tanpa menoleh ke wajah Chaera.Chaera memega
Hae tak menyangka akan menerima berita buruk seperti ini dalam hidupnya, mendengar atasannya itu dibawa ke kantor polisi tanpa sepengetahuan dan tanpa ia tahu motif kejahatan seperti apa yang Arga lakukan, membuat tubuhnya benar-benar lemas. Hae panik sambil berjalan sana sini menunggu seseorang mengangkat teleponnya yang entah sudah keberapa kali. Ia sedang menelepon orangtuanya. "Halo, Hae? Ada apa?" tanya seseorang di sana."Pah, Arga masuk kantor polisi!"***Sudah dua hari ini, Raka tak melihat Chaera masuk sekolah. Ia penasaran apa yang sedang terjadi pada gadis itu, dan ia juga berpikir pasti semua ini karena Arga, laki-laki bangsat yang sudah membuat Chaera menderita. Hari ini Raka menang, berhasil membuat Arga masuk penjara untuk mempertanggungja
Hae tak menyangka akan menerima berita buruk seperti ini dalam hidupnya, mendengar atasannya itu dibawa ke kantor polisi tanpa sepengetahuan dan tanpa ia tahu motif kejahatan seperti apa yang Arga lakukan, membuat tubuhnya benar-benar lemas. Hae panik sambil berjalan sana sini menunggu seseorang mengangkat teleponnya yang entah sudah keberapa kali. Ia sedang menelepon orangtuanya. "Halo, Hae? Ada apa?" tanya seseorang di sana."Pah, Arga masuk kantor polisi!"***Sudah dua hari ini, Raka tak melihat Chaera masuk sekolah. Ia penasaran apa yang sedang terjadi pada gadis itu, dan ia juga berpikir pasti semua ini karena Arga, laki-laki bangsat yang sudah membuat Chaera menderita. Hari ini Raka menang, berhasil membuat Arga masuk penjara untuk mempertanggungja
Sudah lebih dari tiga jam Chaera masih dalam keadaan pingsan akibat pendarahan hebat yang dialaminya tadi, karena kandungan di dalam janin Chaera masih kecildan umurnya juga masih muda, gadis itu harus beristirahat penuh. Arga masih duduk di kursi kamar menunggu Chaera sadar dari pingsannya, sedangkan kedua orangtuanya sudah lebih dulu pergi untuk urusan bisnis yang tertunda tadi akibat berita tentang Chaera ini."Shhhh... Awww..."Arga yang tengah bermain ponsel langsung menoleh ke depan ketika mendengar Chaera meringis di sana, ia menaruh ponselnya di dalam saku dan berjalan ke arah tempat tidur."Sadar juga akhirnya, kau membuatku menunggu berjam-jam. Buang-buang waktu saja." Kata Arga angkuh tanpa menoleh ke wajah Chaera.Chaera memega
Semua murid yang sebelumnya fokus ke arah lapangan, kini beralih menatap Chaera yang tengah berdiri tegang saat Virlie berkata bahwa ada darah di kaki Chaera. Bahkan mereka semua langsung bangun dari duduk dan berlari melihat Chaera dengan langkah tergesa-gesa."Cha--Chaera, kakimu penuh darah," ucap salah satu murid setelah sampai di hadapan Chaera sambil menunjuk ke kaki Chaera.Chaera masih belum berani melihat ke bawah, tapi ia merasakan ada sesuatu yang mengalir pada kakinya dan ia menduga pasti itu adalah darah yang menetes dari rahimnya akibat olahraga lari tadi. Perutnya sudah terasa sakit dan kakinya mulai melemas tak sanggup menahan tubuhnya yang hampir terjatuh.Virlie terus menatap kaki Chaera karena rasa penasaran yang amat dalam pada dirinya sendiri, ia ingin tahu mengapa Chaera mengeluarkan darah dari perutnya, lalu detik berikutnya ia menatap wajah Chaera untuk bertanya.
"Terkadang, aku ingin bertanya pada dunia tentang kehidupanku yang hancur berantakan ini. Mengapa harus aku? Mengapa aku saja yang tersiksa sedangkan orang lain bisa merasakan kebahagiaan di sana? Bukankah ini tidak adil? Jika dunia memang adil, seharusnya tidak memberiku cobaan berat seperti ini. Tolong, aku lelah dengan penyakit yang terus mendorongku pada kematian.""Bukankah aku juga layak bahagia? Bukankah semua orang pantas mendapatkan kebahagiaan? Lalu mengapa aku tersiksa seperti ini, apa kesalahan yang sudah aku perbuat sampai menghasilkan kehidupan yang gila ini?""Atau mungkin aku tidak ditakdirkan untuk hidup? Dan hanya mati jalan satu-satunya untuk mendapatkan kebahagiaan?""Kalau memang itu caranya, akan aku lakukan."Chaera menghela napasnya, lalu menoleh kembali ke arah bawah dari ketinggian gedung yang sekarang ia injaki malam ini. Hatinya sakit, dadanya sesak dan air matanya tak kun
Hari-hari yang dijalani Chaera semakin memburuk. Kandungan dalam perutnya mulai terlihat dan Chaera kesulitan untuk pergi ke sekolah karena takut akan terlihat besar. Seragam sekolahnya juga perlahan mulai tidak muat di tubuhnya. Tapi, itu semua bukan penghalang dirinya untuk tidak pergi ke sekolah. Selama ia bisa memakai seragam dan berjalan, Chaera akan tetap pergi ke sekolah bagaimana pun keadaannya, demi cita-cita yang selama ini ia impikanKehidupannya bersama Arga pun semakin buruk saja. Ia selalu diperlakukan layaknya budak oleh laki-laki itu, padahal dirinya tengah mengandung, tetapi Arga sama sekali tak pernah mengasihaninya.Dan hari ini, Chaera berusaha menutupi perutnya yang mulai terlihat besar saat sedang berjalan di koridor sekolah. Banyak murid-murid lain yang sedang berjalan memperhatikannya, dan Chaera takut mereka tahu bahwa dirinya tengah hamil."Dia mengapa memegangi perutnya saja? Atau j
Chaera masuk ke kamar dan menjatuhkan tubuhnya di ranjang, ia menatap ke atas atap kamar sambil memikirkan nasibnya yang kian memburuk. Ia tak menyangka ibunya itu meminta uang pada Arga, padahal dari sisi lain keluarganya sangat bercukupan. Chaera tidak ingin berpikir jauh bahwa ibunya memaksa dirinya menikahi Arga hanya untuk kesenangan semata, walaupun mungkin Chaera juga sudah tahu dari awal, karena sebelum pernikahan dilakukan, ibunya mengatakan hal itu. Tapi, Chaera berharap ibunya berhenti memanfaatkan Arga. Drrtt... Drrtt... Drrtt... Suara ponsel di sakunya berbunyi, Chaera berpikir itu pasti Arga, ia malas jika memang benar laki-laki itu yang meneleponnya. Jadi, Chaera lebih memilih mengabaikannya. Chaera menggerakkan tubuhnya untuk lebih dekat pada guling, lalu memeluknya dengan erat dan segera tidur.
Chaera berlari sekuat tenaga saat jam sudah hampir menunjukkan pukul delapan, yang artinya ulangan bahasa akan dimulai beberapa detik lagi. Chaera berlari dalam keadaan sakit di bawah, ditambah kaki lemas dan perutnya yang keram membuatnya semakin sulit berlari dengan cepat.Chaera memberhentikan langkahnya, memegangi perutnya yang kebas akibat ulah Arga kemarin. Dirinya enar-benr sulit melangkah. Chaera melihat kursi di samping lalu berjalan ke arah sana untuk mengistirahatkan kaki dan juga tubuhnya, keadaannya sangat tersiksa hari ini."Shhh... Awww..." Chaera menundukkan kepalanya sambil terus memegangi perutnya dengan kedua tangan, namun percum saja, itu tidak memberikan reaksi apa-apa.Ia mengangkat kepalanya lagi sambil menatap ke arah depan, pikirannya mendadak kosong, materi-materi yang sudah ia hapalkan larut tadi malam mendadak hilang, kepalanya terasa pening dan perutnya mual. Chaera tidak bi
Chaera tidak bisa melakukan apa pun kecuali mendesah kencang di depan Arga. Kedua tangannya sudah terikat kembali di belakang punggung dan tubuhnya menungging tanpa daya di depan milik Arga. Kali ini, ia merasakan rasa sakit sekaligus perih saat privasi Arga menerobos masuk lubangnya lebih dalam lagi sampai menyentuh titik prostatnya, hingga tubuhnya bergetar setiap Arga menghentaknya dengan tempo cepat."Akhhh! Aaahh..."Arga menyeringai saat mendengar pekikan Chaera yang lolos saat Tangannya menampar bokong Chaera, bersamaan dengan gerakan di bawah sana, keras, panas dan perih menjadi satu di kulit bokong istrinya.Sedangkan Chaera sudah menangis, menangis bukan karena rasa nikmat oleh permainan Arga, melainkan siksaan panas yang ia terima. Tubuhnya sudah benar-benar lemas, kakinya sudah tidak mampu menompang lagi. Namun, saat dirinya hampir terjatuh
Chaera sangat terkejut saat melihat Arga berdiri di sana dengan raut wajah marah. Tatapan mata laki-laki itu sangat tajam, bibir beserta alisnya terangkat ke atas ketika melihat Chaera kepergok berdua bersama Raka.Chaera langsung mengalihkan pandangannya menatap Raka, ia takut pada Arga yang mulai berjalan mendekat ke arahnya, lalu mendadak menoleh kembali saat Arga sudah berdiri di sampingnya.Arga menatap wajah Chaera tajam sekilas, kemudian beralih pada Raka sambil menampilkan smirk khasnya. "Masih berani kau dekat-dekat dengan Chaera, hah?!" tiba-tiba, Arga menarik kerah baju Raka hingga tubuh Raka menegak ke atas.Lima detik berikutnya, Raka menonjok keras wajah Raka sampai Raka terjatuh ke tanah. Raka memegang bibirnya dan melihat darah di tangannya, pukulan Arga sangat keras hingga Raka merasakan sakit di kedua sisi bibirnya.&