Chaera duduk di halte bus sembari menenggelamkan wajahnya di antara kedua lutut, ia benar-benar stres hari ini. Hari yang dijalaninya semakin berantakan, dirinya juga tak menyangka hidupnya akan seperti ini sekarang. Chaera merasakan sakit pada dadanya saat Virlie mulai memakinya kembali.
Mungkin sebagian orang menganggap bahwa perkataan Virlie itu biasa saja, namun gadis depresi seperti Chaera menganggapnya adalah sebuah kutukan, kutukan yang mampu membuat seseorang merasa buruk dan membenci dirinya sendiri. Itulah yang dirasakan Chaera saat ini.
Chaera mengangkat kembali kepalanya dan tersenyum lemah pada dirinya, matanya menatap ke arah jalanan yang sepi dan sunyi, seperti tidak ada aktivitas orang-orang hari ini.
"Chaera apa yang kau lakukan di sini? Mengapa kau belum pulang juga?"
Suara klakson mobil mengagetkan lamunan Chaera, ia langsung menatap ke arah pria di dalamnya.
"Chaera, masuklah. Aku antarkan kau pulang." Panggil Raka dari dalam mobil.
Chaera hanya terdiam. Ia masih larut dalam pikirannya. Mungkin jika ia menerima ajakan Raka dan tiba-tiba dilihat oleh Virlie, maka itu akan menjadi masalah besar baginya, Chaera tidak mau ini terjadi.
"Chaera cepatlah, ini sudah sore, nanti kau bisa dimarahi ibumu." Panggil Raka sekali lagi.
Chaera menghela napas pasrah lalu berkata, "Jika aku pulang ke rumah hanya untuk dimarahi ibu, lebih baik aku tidak pulang saja." Dengan isak tangis yang masih terdengar.
Raka terdiam mendengar jawaban Chaera di dalam mobil, sepertinya gadis itu benar-benar diambang kesedihan. Tak membuang waktu lama, Raka memilih turun dari mobil lalu menghampiri Chaera di sana.
"Untuk apa kau ke sini? Pergi." Usir Chaera pada Raka yang baru saja menghampirinya.
Raka tak mendengarkan permintaan Chaera, ia malah duduk di samping gadis itu kemudian bersandar pada tiang halte bus sembari memejamkan matanya, menikmati angin sore dan suasana jalanan yang sepi.
Hanya ada mereka berdua.
Mungkin di saat seperti ini, Chaera ingin sekali menceritakan semua masalahnya kepada Raka, dari mulai tekanan kedua orangtua sampai perjodohan tidak masuk akal yang dihadapinya. Namun Chaera sadar, Raka bukan siapa-siapa baginya, hanya pria manis yang tuhan berikan untuk menyemangati hidupnya.
Chaera tidak boleh berharap lebih pada Raka.
"Chaera," panggil Raka.
Gadis itu menoleh. "Hm?"
"Mau ku antar pulang?" tanya Raka.
Chaera seketika terdiam dengan tawaran Raka. Ia berpikir sebentar, jika ibunya melihat dirinya pulang dengan pria lain, akan terjadi masalah besar. Jadi Chaera menolak.
"Tidak perlu."
"Tak apa, anggap saja ini sebagai terima kasih karena kau selalu membuatku terus memikirkanmu." Ucap Raka dan menarik Chaera ke dalam mobil.
"Apa?"
---
"Raka, kau ingin masuk dulu?" tanya Chaera.
Jimin mengantarkan Chaera hanya sampai depan pintu. Sebenarnya, Raka ingin mengenal keluarga Chaera lebih dekat, tapi sepertinya itu tidak akan mungkin, mengingat kejadian waktu lalu membuat Raka merasa diperlakukan tidak baik oleh ibu Chaera.
"Tidak usah." Jawab Raka tersenyum.
"Hm, baiklah. Kau hati-hati di jalan, ya?"Raka tersenyum lagi sambil mengacak-acak rambut Chaera.
Tiba-tiba pintu rumah terbuka, memperlihatkan sosok ibu Chaera dengan raut wajah marah. Terlihat juga sosok Arga di samping ikut terkejut dengan kedatangan Chaera bersama pria lain. Chaera menatap wanita itu, kemudian beralih pada Arga yang sudah memasang wajah kesal dan marah.
"Chaera, dari mana saja? Siapa pria ini?" tanya ibunya dengan suara marah, lalu menoleh pada Raka dengan tatapan tajam.
"Ibu jangan mencampuri urusanku." Jawab Chaera seadanya karena ia malas jujur ke wanita itu, yang ada akan menjadi beban.
"Apa maksudmu? Ibu jelas bertanya, mengapa kau pulang malam-malam dengan pria yang ibu tidak kenal? kau kan sudah dijodohkan dengan Arga." Pekik ibunya kesal.
Seketika bola mata Raka membulat besar, ia terkejut dengan perkataan ibu Chaera, kemudian Raka menatap Chaera di sampingnya. Chaera hanya menghela napas kasar, ingin rasanya ia memaki-maki wanita ini jika saja dia bukan ibunya.
"Kenapa kau masih diam di sini, hah? Cepat pergi!" suruh ibu Chaera sambil mendorong tubuh Raka agar menjauh dari hadapanya.
Chaera menatap Raka dengan rasa bersalah, ia takut Raka akan membencinya karena perlakuan kasar ibunya.
Raka mulai berjalan menjauh dari tubuh Chaera. di saat seperti ini, Raka masih bisa tersenyum walau hatinya sangat sakit. Tanpa berpikir panjang lagi, Raka berlari dan pergi dari halaman rumah Chaera dengan mobilnya.
"Jika ibu melihatmu bersamanya lagi, ibu akan menikahkan kalian secepatnya." Ucap wanita itu tepat di telinga Chaera, kemudian pergi menyisakan Arga beserta Chaera di depan pintu.
Suara itu masing ter ngiang-ngiang di otak hingga tak sadar, air mata Chaera mengalir deras, ia menangis sejadi-jadinya di depan Arga. Arga yang melihat gadis itu menangis, hanya menenangkan lewat usapan lembut di pundak Chaera.
"Jangan menangis, salah siapa kau pulang dengan dia, bukankah kita sudah djodohkan?" tanya Arga.
Chaera langsung menatap wajah pria itu yang sedang tersenyum senang, namun terkesan licik.
"Aku tidak akan pernah menerima perjodohan ini!" bentak Chaera pada Arga dengan isak tangis yang masih ada.
"Terserah kau saja. Tapi, aku akan tetap menikahkanmu." Kata Arga lalu menjeda sebentar perkataannya sambil tersenyum menyeringai. Lima detik berikutnya, Arga berbicara lagi. "Dan, kau tidak bisa lolos dariku." Tepat di depan wajah Chaera dengan senyum penuh kemenangan yang terpapar jelas di bibir. Wajah mereka sangat dekat bahkan Chaera bisa merasakan hembusan napas Arga.
Tatapan Arga tiba-tiba turun ke bawah tepat di bibir Chaera, ia terus memperhatikan bibir gadis itu yang basah dan merah karena air mata.
"Bibirmu imut sekali, aku jadi ingin mencicipinya." Ucap Arga tersenyum menyeringai.
Mendengar perkataan itu, Chaera langsung mendorong dada Arga dengan keras kemudian masuk ke dalam dan meninggalkan pria itu di luar.
"Cih, lain kali aku akan merasakan itu haha." Katanya lalu mengikuti ke mana Chaera pergi.
Arga mulai duduk di sofa besar milik keluarga Chaera. Ia terdiam sambil menatapi seluruh ruang tamu dengan sudut bibir yang terangkat ke atas, tersenyum menyeringai namun ada sisi lembut dibaliknya. Entah apa yang ada dipikirannya, namun sepertinya Arga sangat senang bisa berada di dalam rumah ini.
Saat mengamati tiap sudut, pandangannya tiba-tiba terhenti saat ia melihat satu buah foto dengan bingkai cantik terletak di samping televisi. Foto itu menampilkan senyum paling manis seorang Chaera yang sedang menggendong tas panda kecil lucu di pundak.
Arga terkekeh geli, tubuhnya bergerak untuk mengambil foto itu dan menatapinya dengan cukup lama. Ibu jari kananya mengusap pipi Chaera yang terbalut bingkai sambil tersenyum memikirkan sesuatu. Memikirkan bagaimana dirinya tinggal satu atap bersama gadis yang akan menjadi calon istrinya nanti.
"Sepertinya, kau mulai menyukai Chaera." Ucap ibu Chaera yang berjalan menuju Arga, lalu duduk di sofa sambil meletakan dua cangkir berisi teh hangat di atas meja.
Sontak suara itu membuat Arga kaget. Dengan cepat, ia menaruh kembali foto itu di tempat semula.
Wanita itu tertawa melihat ekspresi Arga. "Mengapa kau terkejut? Pandangi saja fotonya, tidak jadi masalah." Kemudian mengambil cangkir minuman itu dan meneguknya. "Teh hangat untukmu." Lanjutnya sambil memajukan sedikit cangkir ke hadapan Arga.
Tak segan, pria itu langsung mencicipi minuman hangat yang dibawa ibu Chaera.
"Terima kasih." Ucap Arga lalu menaruh kembali cangkir itu setelah meneguknya. "Aku ingin bertanya boleh?" tanya Arga dan membuat wanita itu langsung menatap Arga dengan serius.
"Pria yang tadi bersama Chaera siapa? Apa itu pacarnya?"
Ibu Chaera langsung terdiam setelah mendengar pertanyaan Arga, beberapa detik setelahnya, ia menghela napas kasar dan tersenyum. "Bukan," menjeda sedikit perkataanya, membuat Arga mengeluarkan ekspresi kaget. Entah itu senang atau ada maksud lain di dalamnya. Ibu Chaera melanjutkan kembali ucapannya. "Aku juga tidak kenal dia siapa, Chaera memang seperti itu anaknya keras kepala, aku sudah menyuruhnya untuk meninggalkan pria itu tapi dia malah datang lagi-datang lagi." Lanjutnya kemudian meneguk lagi minuman itu.
Arga tersenyum licik, ia memegang dagunya sambil terdiam memikirkan sesuatu lalu menjilat bibir bawahnya yang terasa lengket dan asam akibat rasa teh.
"Jika kau mempercepat waktu pernikahan kami, aku bisa mengusir pria itu dari kehidupan Chaera." Arga mengatakan kata-kata itu tanpa menoleh ke wajah ibu Chaera, ia malah menatap ke arah jendela besar yang ada di ruang tamu, tiga detik kemudian tatapannya berpindah pada bingkai foto Chaera yang tadi ia lihat.
Wanita itu terus memperhatikan tingkah Arga yang sangat sempurna dan berwibawa. Arga adalah anak dari CEO perusahaan terkenal di Korea, ayahnya adalah kepala perusahaan terbesar di Seoul yang selalu berkembang pesat, dan ibunya adalah pemilik desainer GUCCI Korea yang produknya selalu dipakai artis-artis profesional di negara hingga ke manca negara.
Tak heran jika Arga selalu memakai produk GUCCI, dan fashionnya yang selalu elegan juga menjadi incaran para fotographer untuk menjadikannya model produk pakaian. Kekayaan Arga tak pernah berhenti mengalir dalam dirinya, setiap hari ada saja tawaran pekerjaan dengan biaya sangat mahal hanya dalam sekali bekerja.
Banyak orang berlomba-lomba mendapatkan Arga untuk menjadikan model produknya, karena apa pun yang dipakai Arga, selalu menjadi pusat perhatian dan tentu saja akan habis dalam sekejab.
Ibu Chaera terkekeh geli melihat wajah angkuh Arga saat dengan percaya dirinya mengatakan hal itu. "Ck, tenang saja. Bahkan jika kau minta menikah dengan Chaera besok, aku akan menyetujuinya."
Sontak kata itu membuat Arga dengan cepat menoleh ke arah ibu Chaera, lalu setelahnya tertawa lebar sampai memperlihatkan senyumnya yang manis.
"Aku juga tidak mau Chaera ada hubungan dengan pria itu. Sebaiknya, kau cepat memikat hatinya agar tidak kalah cepat dengan pria lain." Lanjut ibu Chaera lagi.
Arga menatap ke bawah sambil berpikir bagaimana ia bisa mengambil hati Chaera agar mau bersamanya, sedangkan Chaera saja sepertinya tidak suka keberadaannya. Chaera terlihat nyaman saat bersama pria itu seperti yang tadi ia lihat barusan.
"Kalau boleh tahu, di mana kamar Chaera?" tanya Arga.
"Di atas yang pintunya berwarna merah muda. Kau ingin ke sana?"
Arga tersenyum menyeringai.
---
Chaera duduk di kursi meja belajar sambil mencari buku diary miliknya yang sudah lama tidak dipakai, ia sedang ingin menulis kesehariannya hari ini dan meluapkan isi hatinya lewat buku diary pemberian sang ibu waktu masih ada. Hadiah saat ulang tahunnya yang ke tujuhbelas. Ibunya selalu melihat Chaera menulis tengah malam, jadi ia mendapatkan hadiah berupa buku diary agar bisa disimpan baik-baik atau bisa dibaca kembali.
Dan sekarang buku itu hilang, Chaera sudah mencarinya ditiap tempat.
"Ke mana ya bukunya?" tangannya masih sibuk mencari sampai akhirnya ia menemukan ditumpukan buku sekolah yang sudah tidak terpakai.
Chaera meniup buku berharga itu yang penuh debu dan membersihkannya dengan baju, lalu membuka dan mulai menulis apa yang ada di hatinya.
Untukmu pria yang tidak aku kenal...
Terima kasih telah hadir dalam duniaku yang hampa ini, aku tak tahu apa yang akan terjadi denganku jika kau tak datang ke rumahku. Terima kasih sudah memberi kata-kata manis dan penuh penyemangat yang membuatku sadar jika hidup tidak selamanya indah.Aku suka senyum manismu, aku suka matamu yang hilang terbawa pipi saat kamu tertawa lebar penuh kebahagiaan. Kamu indah, kamu malaikat... Aku menyukaimu, Raka.
Chaera menambahkan gambar hati setelah nama Raka.
"Oh, jadi namanya Raka?"
Suara Arga mengagetkan pikiran Chaera saat sedang menulis, dengan cepat ia menutup buku itu dan menoleh ke belakang tepat di wajah Arga.
"Se--sejak kapan kau di sini?" tanya Chaera gemetar sambil terus memegang buku diary-nya agar tak dirampas oleh Arga.
"Sejak kau menulis." Balasnya lalu mulai mendekati wajah Chaera. "Sepertinya, kau menyukai pria itu?" kemudian tertawa dan menjauhkan kembali wajahnya pada Chaera lalu berjalan ke tempat tidur dan duduk di sana.
Tangan Arga memainkan boneka panda besar milik Chaera sekaligus menyentuh benda apa pun yang ada di sampingnya.
"Jangan main bonekaku!" pinta Chaera keras.
Arga malah tertawa dan tiba-tiba, ia melepas sepatunya dan naik ke atas tempat tidur Chaera sambil menidurkan tubuhnya di sana. Chaera yang melihatnya geram dan langsung berjalan menghampiri Arga untuk menyuruhnya ke luar.
"Brengsek! Keluar dari kamarku sekarang!" kali ini teriakannya bertambah kencang karena ia melihat Arga dengan santainya bermain ponsel.
Arga tertawa angkuh. "Haha. Sebentar lagi juga kau akan menjadi milikku seutuhnya."
Sontak Chaera kaget bukan main, tiba-tiba tubuhnya ditarik sampai terjatuh ke ranjang dan membuat buku diary yang dipegangnya jatuh ke bawah. Tubuhnya dikunci oleh tubuh kekar Arga yang terlihat urat dan otot-otot tangannya.
"Besok, kita akan menikah dan kau tidak bisa menolak." Bisik Arga di atas tubuh Chaera sambil mengeluarkan senyum menyeringainya yang mematikan.
Chaera tak menyangka dirinya benar-benar akan menikah dengan pria bernama Arga. Bahkan, ia sama sekali tak punya pikiran untuk menikah dengan siapa-siapa dan tidak ada persiapan mental apa pun untuk menerima semua ini.Tepat hari ini, hari di mana Chaera berdiri di depan penghulu bersama pria paksaannya sambil gemetar memegang bunga di tangan kiri dan memegang tangan Arga di sebelah kanan. Chaera benar-benar takut dengan semua ini. Ia tidak tahu harus bagaimana agar perasaan mentalnya bisa diajak bekerja sama.Chaera terus menggerakkan tubuhnya tanda tak nyaman memakai gaun pilihan Arga yang melilit ketat dilekukan tubuhnya, ia resah sekaligus tidak nyaman."Nikmati saja dan jangan mempermalukanku." Bisik Arga di telinga Chaera, membuat Chaera menegang dan reflek membulatkan matanya lebar. Chaera mengangguk kaku dan Arga tersenyum melihatnya.
Seperti yang dikatakan Youra, hari ini mereka akan pergi ke tempat dance di salah satu lapangan dekat kafe sekolah. Awalnya, Chaera menolak, namun Youra memaksa agar Chaera ikut untuk melihat kembali penampilan street dance yang sudah lama Chaera tidak lihat. Chaera berhenti dari hobinya itu karena paksaan orangtuanya, pernikahannya dengan Arga secara tiba-tiba pun menjadi penyebab utama dirinya harus kehilangan semua kesenangannya.Namun di sisi lain juga, Chaera tidak ingin semuanya terjadi, ia ingin hidup bebas seperti remaja pada umumnya, ia juga sangat merindukan hobinya tapi kedua orangtuanya berkata lain.Mereka akhirnya sampai di lapangan, Youra benar di sini ramai sekali, banyak orang sedang melakukan street dance dengan gesit dan penuh semangat. Chaera tersenyum lebar sekaligus bahagia saat melihat orang-orang yang sedang menari di depan. Youra menatap Chaera di sebelah yang sedang bertepuk tangan lalu berteriak meneria
Entah setan apa yang sudah merasuki Arga yang secara tiba-tiba langsung melumati bibir Chaera dengan kasar tanpa memberi gadis itu napas sedetik pun. Chaera memberontak menolak ciuman Arga sambil terus menggelengkan kepalanya, namun Arga terus memegangi mulut Chaera agar mau menerima ciumannya.Arga mungkin sakit hati melihat Chaera pergi bersama pria lain tanpa se-izinnya padahal mereka sudah bersuami istri. Seharusnya, Chaera bisa menjaga perasaan Arga walau istrinya tidak pernah menaruh cinta sekecil apa pun padanya.Arga terpaksa menggigit bibir bawah Chaera dengan kasar agar ia bisa dengan cepat melumati bibir itu, dan akhirnya mulut Chaera reflek terbuka karena rasa sakit, dengan cepat, Arga langsung melahap sekaligus mengabsen tiap deretan gigi hingga membuat suara becekan adu mulut antara dirinya dan juga Chaera di sana.Saliva mereka berjatuhan dan Arga tak memberi Chaera napas, pria itu meluma
Chaera langsung terkejut ketika mendengar perkataan ibunya. Bagaimana tidak, baru saja bangun dari tidur, ia sudah disuruh membuat anak, apa itu tidak gila?Chaera menghela napasnya sambil menoleh ke arah samping, dirinya tak mau menatap sang ibu yang sudah memasang wajah marah.Setelah beberapa detik, Chaera menoleh pada ibunya kembali. "Kenapa ibu tergesa-gesa menyuruhku untuk mempunyai anak?!" Chaera sedikit membentak ibunya, ia tidak peduli, toh ibunya saja tidak pernah mempedulikannya."Padahal, aku masih sekolah! Aku juga punya mimpi yang harus aku capai, kenapa ibu tidak pernah peduli padaku, hah?!" lanjutnya lagi. Tak sanggup menahan rasa sakit dalam dada, dalam hitungan detik, Chaera menangis sejadi-jadinya di hadapan sang ibu.Tapi, ibunya terlihat tidak peduli, wanita paruh baya itu lebih memilih mena
Chaera sangat terkejut saat melihat Arga berdiri di sana dengan raut wajah marah. Tatapan mata laki-laki itu sangat tajam, bibir beserta alisnya terangkat ke atas ketika melihat Chaera kepergok berdua bersama Raka.Chaera langsung mengalihkan pandangannya menatap Raka, ia takut pada Arga yang mulai berjalan mendekat ke arahnya, lalu mendadak menoleh kembali saat Arga sudah berdiri di sampingnya.Arga menatap wajah Chaera tajam sekilas, kemudian beralih pada Raka sambil menampilkan smirk khasnya. "Masih berani kau dekat-dekat dengan Chaera, hah?!" tiba-tiba, Arga menarik kerah baju Raka hingga tubuh Raka menegak ke atas.Lima detik berikutnya, Raka menonjok keras wajah Raka sampai Raka terjatuh ke tanah. Raka memegang bibirnya dan melihat darah di tangannya, pukulan Arga sangat keras hingga Raka merasakan sakit di kedua sisi bibirnya.&
Chaera tidak bisa melakukan apa pun kecuali mendesah kencang di depan Arga. Kedua tangannya sudah terikat kembali di belakang punggung dan tubuhnya menungging tanpa daya di depan milik Arga. Kali ini, ia merasakan rasa sakit sekaligus perih saat privasi Arga menerobos masuk lubangnya lebih dalam lagi sampai menyentuh titik prostatnya, hingga tubuhnya bergetar setiap Arga menghentaknya dengan tempo cepat."Akhhh! Aaahh..."Arga menyeringai saat mendengar pekikan Chaera yang lolos saat Tangannya menampar bokong Chaera, bersamaan dengan gerakan di bawah sana, keras, panas dan perih menjadi satu di kulit bokong istrinya.Sedangkan Chaera sudah menangis, menangis bukan karena rasa nikmat oleh permainan Arga, melainkan siksaan panas yang ia terima. Tubuhnya sudah benar-benar lemas, kakinya sudah tidak mampu menompang lagi. Namun, saat dirinya hampir terjatuh
Chaera berlari sekuat tenaga saat jam sudah hampir menunjukkan pukul delapan, yang artinya ulangan bahasa akan dimulai beberapa detik lagi. Chaera berlari dalam keadaan sakit di bawah, ditambah kaki lemas dan perutnya yang keram membuatnya semakin sulit berlari dengan cepat.Chaera memberhentikan langkahnya, memegangi perutnya yang kebas akibat ulah Arga kemarin. Dirinya enar-benr sulit melangkah. Chaera melihat kursi di samping lalu berjalan ke arah sana untuk mengistirahatkan kaki dan juga tubuhnya, keadaannya sangat tersiksa hari ini."Shhh... Awww..." Chaera menundukkan kepalanya sambil terus memegangi perutnya dengan kedua tangan, namun percum saja, itu tidak memberikan reaksi apa-apa.Ia mengangkat kepalanya lagi sambil menatap ke arah depan, pikirannya mendadak kosong, materi-materi yang sudah ia hapalkan larut tadi malam mendadak hilang, kepalanya terasa pening dan perutnya mual. Chaera tidak bi
Chaera masuk ke kamar dan menjatuhkan tubuhnya di ranjang, ia menatap ke atas atap kamar sambil memikirkan nasibnya yang kian memburuk. Ia tak menyangka ibunya itu meminta uang pada Arga, padahal dari sisi lain keluarganya sangat bercukupan. Chaera tidak ingin berpikir jauh bahwa ibunya memaksa dirinya menikahi Arga hanya untuk kesenangan semata, walaupun mungkin Chaera juga sudah tahu dari awal, karena sebelum pernikahan dilakukan, ibunya mengatakan hal itu. Tapi, Chaera berharap ibunya berhenti memanfaatkan Arga. Drrtt... Drrtt... Drrtt... Suara ponsel di sakunya berbunyi, Chaera berpikir itu pasti Arga, ia malas jika memang benar laki-laki itu yang meneleponnya. Jadi, Chaera lebih memilih mengabaikannya. Chaera menggerakkan tubuhnya untuk lebih dekat pada guling, lalu memeluknya dengan erat dan segera tidur.
Hae tak menyangka akan menerima berita buruk seperti ini dalam hidupnya, mendengar atasannya itu dibawa ke kantor polisi tanpa sepengetahuan dan tanpa ia tahu motif kejahatan seperti apa yang Arga lakukan, membuat tubuhnya benar-benar lemas. Hae panik sambil berjalan sana sini menunggu seseorang mengangkat teleponnya yang entah sudah keberapa kali. Ia sedang menelepon orangtuanya. "Halo, Hae? Ada apa?" tanya seseorang di sana."Pah, Arga masuk kantor polisi!"***Sudah dua hari ini, Raka tak melihat Chaera masuk sekolah. Ia penasaran apa yang sedang terjadi pada gadis itu, dan ia juga berpikir pasti semua ini karena Arga, laki-laki bangsat yang sudah membuat Chaera menderita. Hari ini Raka menang, berhasil membuat Arga masuk penjara untuk mempertanggungja
Sudah lebih dari tiga jam Chaera masih dalam keadaan pingsan akibat pendarahan hebat yang dialaminya tadi, karena kandungan di dalam janin Chaera masih kecildan umurnya juga masih muda, gadis itu harus beristirahat penuh. Arga masih duduk di kursi kamar menunggu Chaera sadar dari pingsannya, sedangkan kedua orangtuanya sudah lebih dulu pergi untuk urusan bisnis yang tertunda tadi akibat berita tentang Chaera ini."Shhhh... Awww..."Arga yang tengah bermain ponsel langsung menoleh ke depan ketika mendengar Chaera meringis di sana, ia menaruh ponselnya di dalam saku dan berjalan ke arah tempat tidur."Sadar juga akhirnya, kau membuatku menunggu berjam-jam. Buang-buang waktu saja." Kata Arga angkuh tanpa menoleh ke wajah Chaera.Chaera memega
Semua murid yang sebelumnya fokus ke arah lapangan, kini beralih menatap Chaera yang tengah berdiri tegang saat Virlie berkata bahwa ada darah di kaki Chaera. Bahkan mereka semua langsung bangun dari duduk dan berlari melihat Chaera dengan langkah tergesa-gesa."Cha--Chaera, kakimu penuh darah," ucap salah satu murid setelah sampai di hadapan Chaera sambil menunjuk ke kaki Chaera.Chaera masih belum berani melihat ke bawah, tapi ia merasakan ada sesuatu yang mengalir pada kakinya dan ia menduga pasti itu adalah darah yang menetes dari rahimnya akibat olahraga lari tadi. Perutnya sudah terasa sakit dan kakinya mulai melemas tak sanggup menahan tubuhnya yang hampir terjatuh.Virlie terus menatap kaki Chaera karena rasa penasaran yang amat dalam pada dirinya sendiri, ia ingin tahu mengapa Chaera mengeluarkan darah dari perutnya, lalu detik berikutnya ia menatap wajah Chaera untuk bertanya.
"Terkadang, aku ingin bertanya pada dunia tentang kehidupanku yang hancur berantakan ini. Mengapa harus aku? Mengapa aku saja yang tersiksa sedangkan orang lain bisa merasakan kebahagiaan di sana? Bukankah ini tidak adil? Jika dunia memang adil, seharusnya tidak memberiku cobaan berat seperti ini. Tolong, aku lelah dengan penyakit yang terus mendorongku pada kematian.""Bukankah aku juga layak bahagia? Bukankah semua orang pantas mendapatkan kebahagiaan? Lalu mengapa aku tersiksa seperti ini, apa kesalahan yang sudah aku perbuat sampai menghasilkan kehidupan yang gila ini?""Atau mungkin aku tidak ditakdirkan untuk hidup? Dan hanya mati jalan satu-satunya untuk mendapatkan kebahagiaan?""Kalau memang itu caranya, akan aku lakukan."Chaera menghela napasnya, lalu menoleh kembali ke arah bawah dari ketinggian gedung yang sekarang ia injaki malam ini. Hatinya sakit, dadanya sesak dan air matanya tak kun
Hari-hari yang dijalani Chaera semakin memburuk. Kandungan dalam perutnya mulai terlihat dan Chaera kesulitan untuk pergi ke sekolah karena takut akan terlihat besar. Seragam sekolahnya juga perlahan mulai tidak muat di tubuhnya. Tapi, itu semua bukan penghalang dirinya untuk tidak pergi ke sekolah. Selama ia bisa memakai seragam dan berjalan, Chaera akan tetap pergi ke sekolah bagaimana pun keadaannya, demi cita-cita yang selama ini ia impikanKehidupannya bersama Arga pun semakin buruk saja. Ia selalu diperlakukan layaknya budak oleh laki-laki itu, padahal dirinya tengah mengandung, tetapi Arga sama sekali tak pernah mengasihaninya.Dan hari ini, Chaera berusaha menutupi perutnya yang mulai terlihat besar saat sedang berjalan di koridor sekolah. Banyak murid-murid lain yang sedang berjalan memperhatikannya, dan Chaera takut mereka tahu bahwa dirinya tengah hamil."Dia mengapa memegangi perutnya saja? Atau j
Chaera masuk ke kamar dan menjatuhkan tubuhnya di ranjang, ia menatap ke atas atap kamar sambil memikirkan nasibnya yang kian memburuk. Ia tak menyangka ibunya itu meminta uang pada Arga, padahal dari sisi lain keluarganya sangat bercukupan. Chaera tidak ingin berpikir jauh bahwa ibunya memaksa dirinya menikahi Arga hanya untuk kesenangan semata, walaupun mungkin Chaera juga sudah tahu dari awal, karena sebelum pernikahan dilakukan, ibunya mengatakan hal itu. Tapi, Chaera berharap ibunya berhenti memanfaatkan Arga. Drrtt... Drrtt... Drrtt... Suara ponsel di sakunya berbunyi, Chaera berpikir itu pasti Arga, ia malas jika memang benar laki-laki itu yang meneleponnya. Jadi, Chaera lebih memilih mengabaikannya. Chaera menggerakkan tubuhnya untuk lebih dekat pada guling, lalu memeluknya dengan erat dan segera tidur.
Chaera berlari sekuat tenaga saat jam sudah hampir menunjukkan pukul delapan, yang artinya ulangan bahasa akan dimulai beberapa detik lagi. Chaera berlari dalam keadaan sakit di bawah, ditambah kaki lemas dan perutnya yang keram membuatnya semakin sulit berlari dengan cepat.Chaera memberhentikan langkahnya, memegangi perutnya yang kebas akibat ulah Arga kemarin. Dirinya enar-benr sulit melangkah. Chaera melihat kursi di samping lalu berjalan ke arah sana untuk mengistirahatkan kaki dan juga tubuhnya, keadaannya sangat tersiksa hari ini."Shhh... Awww..." Chaera menundukkan kepalanya sambil terus memegangi perutnya dengan kedua tangan, namun percum saja, itu tidak memberikan reaksi apa-apa.Ia mengangkat kepalanya lagi sambil menatap ke arah depan, pikirannya mendadak kosong, materi-materi yang sudah ia hapalkan larut tadi malam mendadak hilang, kepalanya terasa pening dan perutnya mual. Chaera tidak bi
Chaera tidak bisa melakukan apa pun kecuali mendesah kencang di depan Arga. Kedua tangannya sudah terikat kembali di belakang punggung dan tubuhnya menungging tanpa daya di depan milik Arga. Kali ini, ia merasakan rasa sakit sekaligus perih saat privasi Arga menerobos masuk lubangnya lebih dalam lagi sampai menyentuh titik prostatnya, hingga tubuhnya bergetar setiap Arga menghentaknya dengan tempo cepat."Akhhh! Aaahh..."Arga menyeringai saat mendengar pekikan Chaera yang lolos saat Tangannya menampar bokong Chaera, bersamaan dengan gerakan di bawah sana, keras, panas dan perih menjadi satu di kulit bokong istrinya.Sedangkan Chaera sudah menangis, menangis bukan karena rasa nikmat oleh permainan Arga, melainkan siksaan panas yang ia terima. Tubuhnya sudah benar-benar lemas, kakinya sudah tidak mampu menompang lagi. Namun, saat dirinya hampir terjatuh
Chaera sangat terkejut saat melihat Arga berdiri di sana dengan raut wajah marah. Tatapan mata laki-laki itu sangat tajam, bibir beserta alisnya terangkat ke atas ketika melihat Chaera kepergok berdua bersama Raka.Chaera langsung mengalihkan pandangannya menatap Raka, ia takut pada Arga yang mulai berjalan mendekat ke arahnya, lalu mendadak menoleh kembali saat Arga sudah berdiri di sampingnya.Arga menatap wajah Chaera tajam sekilas, kemudian beralih pada Raka sambil menampilkan smirk khasnya. "Masih berani kau dekat-dekat dengan Chaera, hah?!" tiba-tiba, Arga menarik kerah baju Raka hingga tubuh Raka menegak ke atas.Lima detik berikutnya, Raka menonjok keras wajah Raka sampai Raka terjatuh ke tanah. Raka memegang bibirnya dan melihat darah di tangannya, pukulan Arga sangat keras hingga Raka merasakan sakit di kedua sisi bibirnya.&