Entah setan apa yang sudah merasuki Arga yang secara tiba-tiba langsung melumati bibir Chaera dengan kasar tanpa memberi gadis itu napas sedetik pun. Chaera memberontak menolak ciuman Arga sambil terus menggelengkan kepalanya, namun Arga terus memegangi mulut Chaera agar mau menerima ciumannya.
Arga mungkin sakit hati melihat Chaera pergi bersama pria lain tanpa se-izinnya padahal mereka sudah bersuami istri. Seharusnya, Chaera bisa menjaga perasaan Arga walau istrinya tidak pernah menaruh cinta sekecil apa pun padanya.
Arga terpaksa menggigit bibir bawah Chaera dengan kasar agar ia bisa dengan cepat melumati bibir itu, dan akhirnya mulut Chaera reflek terbuka karena rasa sakit, dengan cepat, Arga langsung melahap sekaligus mengabsen tiap deretan gigi hingga membuat suara becekan adu mulut antara dirinya dan juga Chaera di sana.
Saliva mereka berjatuhan dan Arga tak memberi Chaera napas, pria itu melumati sangat kasar sampai tangan Chaera yang sedang ditahan di atas kepala oleh Arga bergerak kasar ingin melepaskan bibir Arga darinya.
Chaera masih memakai baju utuh, sedangkan Arga hanya memakai celana jeans tanpa sehelai benang di tubuhnya. Tangan Arga melepaskan genggamannya di atas, membiarkan tangan Chaera bergerak bebas. Namun di detik berikutnya, kedua tangan Arga langsung membuka satu persatu kancing baju Chaera, memperlihatkan dua benda kenyal yang masih tertutup bra terpapar jelas di wajah Arga. Arga melepaskan ciumannya dan tersenyum menyeringai saat melihat milik Chaera di depannya.
"Aku tidak akan berhenti sampai benar-benar puas." Bisik Arga di telinga Chaera.
Chaera ketakutan lalu menggelengkan kepalanya. Arga mulai mendekatkan wajahnya kembali pada Chaera, namun tiba-tiba suara ketukan dan pintu terbuka terdengar, membuat keduanya menoleh.
"Oh? Maaf jika Tuan sedang--"
David. Asisten pribadi Arga terkejut meliat aksi keduanya, laki-laki itu langsung berbalik menghadap ke belakang sambil menunggu Arga bertanya.
Arga menjauhkah wajahnya dari Chaera. "Ada apa?" tanyanya sambil mengambil pakaian yang berserakan di bawah lalu memakainya, setelah itu berjalan ke arah David.
David berbalik kembali menghadap Arga yang sudah berdiri di depannya. "Orang kantor menelponku dan bertanya ke mana Tuan pergi." Ucap David. Arga menghela napas kasar setelah mendengar maksud kedatangan asistennya ke sini, pasti orang kantor sedang mencarinya.
"Ada berkas yang harus Tuan selesaikan dan dead line 1 jam lagi." Lanjut David lalu terdiam sebentar menunggu jawaban Arga.
Arga terlihat kesal dan menghela napasnya kasar. "Baik, saya akan ke sana." Kemudian berjalan ke arah Chaera.
Arga menatap Chaera tajam, kemudian ia mendekatkan wajahnya pada Chaera, sangat dekat sampai Chaera sangat ketakutan karena pikiran liar yang terus berputar di otaknya.
"Jangan sampai kau pergi tanpa se-izinku. Jika aku melihatmu pergi, jangan harap kau meminta ampun." Ucapnya tepat di depan wajah Chaera sambil tersenyum licik lalu pergi meninggalkan Chaera yang masih di posisi atas ranjang.
Chaera meneguk ludahnya kasar saat mendengar kata-kata Arga yang terdengar mengerikan di telinganya. Ia menatap punggung Arga yang berjalan keluar hingga tubuh pria itu tidak terlihat lagi.
Setelah itu, Chaera menangis, menangis keras menerima perlakuan tadi. Ia tak menyangka Arga akan menyiksanya dengan cara seperti ini. Bibirnya terasa sakit, hatinya sangat hancur dan pikirannya mendadak pening. Sekarang, Chaera di sini, di kamar apartemen pribadi Arga, bukan di apartemen tempatnya tinggal.
Arga memang mempunyai apartemen simpanan, hanya untuk seorang saja. Entah digunakan untuk apa, tapi di sini nuansanya sangat berbeda dari apartemen lainnya. Kamar ber cat hitam putih dan ranjang yang sedikit berantakan membuat Chaera merasakan hawa merinding. Namun di sisi lain masih terlihat baik, seperti di halaman apartemen ada kebun yang cukup menyejukkan mata.
Chaera tak peduli, yang ia pikirkan kali ini bagimana dirinya bisa lari tanpa sepengetahuan Arga. Chaera bangun dari tidurnya, lalu mengambil tas dan berlari keluar kamar. Ia kabur sebisa mungkin agar tidak diketahui asisten Arga tadi.
Salah besar. Chaera melihat ada tiga orang yang sedang berjaga di depan gerbang, sepertinya Arga menyuruh orang itu agar menjaganya di sini. Persetanan sekali.
Chaera menghela napas kasar, ia bingung harus melakukan rencana apa agar bisa keluar dari bangunan penjara ini. Ia terdiam dan berpikir, tidak ada jalan lagi kecuali melalui gerbang yang ada di depan. Saat sedang berpikir, tiba-tiba matanya melihat ada tembok di sana dan bisa dijadikan jalan keluar. Tanpa menunggu lagi, Chaera berlari ke arah tembok.
"Bagaimana naiknya ya, hm..." ucapnya pada diri sendiri sambil terus berpikir. Tembok ini cukup tinggi dan sulit untuk dipanjat, tidak ada penyangga juga yang bisa dijadikan tangga.
Karena sudah tak ada pilihan lagi dan Chaera takut ketahuan oleh asisten Arga, jadi ia memanjat tanpa bantuan apa pun, sangat sulit tapi Chaera masih berusaha walau tangannya terasa sakit akibat gesekan tembok.
"Hei, kau jangan lari!"
Tiba-tiba Chaera reflek menoleh ke arah suara, asisten Arga berteriak karena melihat Chaera kabur, tiga orang pria itu berlari cepat ke arahnya. Chaera sangat panik, ia berusaha sekuat tenaga agar bisa sampai ke atas. Dengan perjuangannya, akhirnya Chaera berhasil lolos sebelum ketiga asisten Arga menangkapnya. Ia berlari cepat, menjauh agar tak bisa tertangkap.
"Bagaimana ini?! Dia berhasil kabur," tanya satu orang pria itu pada temannya.
Kedua temannya itu sedikit panik, ini perintah Arga untuk menjaga Chaera agar tidak lari. Namun sekarang Chaera berhasil kabur, dan mereka hanya bisa saling menyalahkan.
"Kalau sampai Tuan Arga tahu, kita bisa dipecat!" teriak temannya yang semakin panik.
"Telepon saja." Kata yang satunya. Lalu temannya itu mulai mengambil ponsel di saku dan menelepon Arga. "Tuan Arga, Chaera berhasil kabur dari apartemen." Teriaknya di panggilan.
Setelah sudah cukup jauh dari area apartemen, Chaera memberhentikan langkahnya karena terasa lelah berlari tanpa henti. Ia mengatur napasnya yang ter engah-engah, kakinya terasa sakit dan tubuhnya mendadak lemas. Ia berjalan ke arah tempat duduk yang berada di sisi jalan untuk mengistirahatkan tubuhnya. Tenggorokannya sangat haus dan perutnya sedikit lapar. Ia tak tahu harus pergi ke mana.
"Ke mana aku harus pergi?" tanyanya sambil terus mengusap wajahnya yang penuh keringat.
"Apa pulang saja ya ke rumah?"Kali ini pikiran untuk pulang ke rumah tiba-tiba terlintas di otak karena tidak ada pilihan lain lagi. Kalaupun ia pergi ke apartemen, pasti akan terjadi hal gila yang dilakukan Arga padanya.
Setelah keputusannya sudah bulat untuk pulang ke rumah, Chaera memberhentikan taksi yang lewat dan segera pergi.
---
Tigapuluh menit di perjalanan akhirnya Chaera sampai di rumah, ia menghela napas lega karena bisa berada jauh dari jangkaun Arga, dan Chera berharap Arga tidak bisa menemukannya di sini. Kakinya mulai masuk ke dalam dan berlari ke arah kamar untuk menenangkan diri.
"Chaera!"
Sial! Itu ibunya berteriak memanggil. Chaera memberhentikan langkahnya namun tak mau menoleh.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya ibunya, kemudian berjalan ke arah Chaera, setelah itu membalikkan tubuh Chaera agar menatapnya.
Chaera masih terdiam, ia terlalu malas bahkan sangat benci pada wanita yang sekarang berada di depannya ini. Ia terlalu malas menjawab, bahkan hanya untuk menoleh pun rasanya tidak mau.
"Apa yang ibu mau?" tanya Chaera tanpa menatap sang ibu
"Mengapa kau pulang? Di mana Arga?" tanya ibunya lagi sambil menoleh ke arah sana sini mencari keberadaan Arga. "Dia tidak ada?" tanyanya lagi.
Chaera menghela napas kesal, ia sangat kesal kepada ibuya. Chaera melepaskan tangan ibunya dari pundak dan melanjutkan kembali langkahnya lagi menuju kamar.
"Ibu belum selesai bicara!" teriak ibunya, namun Chaera tak peduli, ia terus melanjutkan langkahnya.
Chaera menutup pintu kamar dan melempar tasnya ke lantai, kemudian menidurkan tubuh lelahnya di kasur. Ia sangat frustasi hari ini, berharap dirinya bisa merasakan ketenangan di kamar tanpa ada yang mengganggu karena hanya ini satu-satunya tempat yang bisa ia jadikan untuk berlindung.
---
Arga masih sibuk dengan pekerjaannya. Mendapatkan tugas dengan dead line satu jam membuatnya harus bertempur dengan lembaran-lembaran kertas. Ia sangat benci dengan pekerjaannya yang ini. Arga memang mempunyai banyak pekerjaan, namun hari ini ia bekerja di kantor perusahaannya, sebagai CEO. Selebihnya model pakaian yang sangat terkenal.
Ditambah mendapat kabar bahwa Chaera berhasil kabur dari apartemen membuatnya semakin frustasi.
Suara pintu terbuka membuyarkan lamunan Arga yang sedang mengerjakan tugas, ia menoleh ke arah sekretarisnya yang sedang berjalan ke arahnya.
"Masih banyak, Pak?" tanya Hae pada Arga.
Arga menghela napas kasar. "Seperti yang kamu lihat." Kemudian melanjutkan kembali tugasnya.
Hae tertawa kecil lalu duduk di meja tempat Arga g bekerja, padahal di atas meja banyak lembaran-lembaran kertas, tapi Hae duduk tanpa rasa bersalah. Sekretarisnya itu memakai rok di atas lutut, sehingga menampilkan paha mulus yang membuat Arga diam memperhatikan.
"Ada apa kamu ke sini?" tanya Arga sambil menatap sekretaris di depannya.
"Tidak ada, hanya ingin melihat Pak Arga bekerja. Hm, ada yang bisa saya lakukan untuk menghilangkan lelah? Membuat teh misalnya?" tanya Hae sambil terus menatap Arga, seperti ada maksud licik dibaliknya.
Hae dipilih Arga untuk menjadi sekeretaris karena mempunyai wajah sempurna dan sangat menawan. Postur tubuh yang sangat ramping itu pun menjadi alasan utama.
"Apa pun?" tanya Arga, dan dibalas anggukan oleh Hae.
Arga bangun dari kursi lalu mendekatkan wajahnya pada Hae. Hae sedikit tegang namun terlihat santai saat tangan Arga bergerak menyentuh pipinya, kemudian turun mengusap bibir merahnya.
"Aku ingin bibirmu, sangat manis sepertinya." Ucap Arga tersenyum menyeringai dan perlahan mendekatkan wajahnya pada Hae.
Hae menahan wajah Arga dengan tangannya. "Bukankah kau sudah punya istri? Nanti ada yang melihat dan istrimu akan marah."
Arga menjauhkah sedikit wajahnya dari Hae kemudian menghela napas kasar. "Aku sangat kesal padanya, tenang saja, tidak ada yang melihat." Kemudian tersenyum.
"Tapi, Arga--"
Ucapan Hae terpotong karena Arga sudah melumati bibirnya dengan paksa tanpa memberi jeda sedikit pun. Hae tidak bisa menolak lumatan bibir Arga karena ia juga mencintai atasannya. Arga tidak tahu jika Hae mencintainya, saat melihat Arga menikah dengan gadis lain, Hae sangat terpuruk dan memberontak ingin mendapatkan Arga.
"Eughh..."
Ciuman mereka masih berlanjut, bahkan Arga bermain sangat halus hingga membuat Hae terbawa ke dalam permainannya. Saliva keduanya berjatuhan mengenai leher dan juga dagu. Ciuman Arga turun ke leher, Arga menghisap dan menggigit leher Hae dengan keras.
"Ahhh... Sakit," pekik Hae sambil memukul pundak Arga.
Arga terkekeh lalu melanjutkan kembali ciumannya, namun saat ingin berlanjut, Hae mencegah wajah Arga. "Sebaiknya, kau selesaikan pekerjaanmu dulu."
Arga terdiam tanda tak terima permainan ini berakhir. "Tapi, aku masih menginginkan bibirmu." Ujarnya lagi sambil mencium bibir Hae sekilas.
"Arga, selesaikan pekerjaanmu dulu." Pinta Hae sedikit kesal lalu turun dari meja dan berdiri di samping Arga.
"Baiklah, tapi aku akan melanjutkan permainan tadi. Apa aku harus memesan hotel untuk kita, hm?" tanya Arga sambil mengusap pipi Hae dengan lembut dan tersenyum penuh kemenangan.
Hae tertawa. "Kau yang memimpin."
Arga mengangguk lalu duduk kembali untuk menyelesaikan pekerjaannya, sedangkan Hae pergi ke luar karena ada hal penting yang harus diselesaikan.
---
Chaera sangat lelah hingga ia tertidur di kamar dengan nyenyak. Namun itu hanya sebentar, karena ibunya tiba-tiba berteriak kencang dan memukuli pintu kamar dengan keras.
"CHAERA, BUKA PINTUNYA!!" teriak ibunya di luar sambil terus memukuli pintu.
Chaera membuka matanya perlahan lalu menoleh ke arah pintu yang terus dipukuli oleh ibunya. Chaera memang sengaja mengunci pintu kamar karena ia tahu pasti ibunya akan datang ke kamar.
Chaera turun dari tempat tidur dan berjalan ke arah pintu untuk membukanya. Dugaannya benar, ibunya sudah memasang raut wajah marah. Chaera masih setengah sadar, jadi ia menutup matanya karena masih mengantuk
.
"Chaera, ibu mau kau segera punya anak."
Perkataan itu mampu membuat Chaera terkejut dan langsung membuka matanya.
Chaera langsung terkejut ketika mendengar perkataan ibunya. Bagaimana tidak, baru saja bangun dari tidur, ia sudah disuruh membuat anak, apa itu tidak gila?Chaera menghela napasnya sambil menoleh ke arah samping, dirinya tak mau menatap sang ibu yang sudah memasang wajah marah.Setelah beberapa detik, Chaera menoleh pada ibunya kembali. "Kenapa ibu tergesa-gesa menyuruhku untuk mempunyai anak?!" Chaera sedikit membentak ibunya, ia tidak peduli, toh ibunya saja tidak pernah mempedulikannya."Padahal, aku masih sekolah! Aku juga punya mimpi yang harus aku capai, kenapa ibu tidak pernah peduli padaku, hah?!" lanjutnya lagi. Tak sanggup menahan rasa sakit dalam dada, dalam hitungan detik, Chaera menangis sejadi-jadinya di hadapan sang ibu.Tapi, ibunya terlihat tidak peduli, wanita paruh baya itu lebih memilih mena
Chaera sangat terkejut saat melihat Arga berdiri di sana dengan raut wajah marah. Tatapan mata laki-laki itu sangat tajam, bibir beserta alisnya terangkat ke atas ketika melihat Chaera kepergok berdua bersama Raka.Chaera langsung mengalihkan pandangannya menatap Raka, ia takut pada Arga yang mulai berjalan mendekat ke arahnya, lalu mendadak menoleh kembali saat Arga sudah berdiri di sampingnya.Arga menatap wajah Chaera tajam sekilas, kemudian beralih pada Raka sambil menampilkan smirk khasnya. "Masih berani kau dekat-dekat dengan Chaera, hah?!" tiba-tiba, Arga menarik kerah baju Raka hingga tubuh Raka menegak ke atas.Lima detik berikutnya, Raka menonjok keras wajah Raka sampai Raka terjatuh ke tanah. Raka memegang bibirnya dan melihat darah di tangannya, pukulan Arga sangat keras hingga Raka merasakan sakit di kedua sisi bibirnya.&
Chaera tidak bisa melakukan apa pun kecuali mendesah kencang di depan Arga. Kedua tangannya sudah terikat kembali di belakang punggung dan tubuhnya menungging tanpa daya di depan milik Arga. Kali ini, ia merasakan rasa sakit sekaligus perih saat privasi Arga menerobos masuk lubangnya lebih dalam lagi sampai menyentuh titik prostatnya, hingga tubuhnya bergetar setiap Arga menghentaknya dengan tempo cepat."Akhhh! Aaahh..."Arga menyeringai saat mendengar pekikan Chaera yang lolos saat Tangannya menampar bokong Chaera, bersamaan dengan gerakan di bawah sana, keras, panas dan perih menjadi satu di kulit bokong istrinya.Sedangkan Chaera sudah menangis, menangis bukan karena rasa nikmat oleh permainan Arga, melainkan siksaan panas yang ia terima. Tubuhnya sudah benar-benar lemas, kakinya sudah tidak mampu menompang lagi. Namun, saat dirinya hampir terjatuh
Chaera berlari sekuat tenaga saat jam sudah hampir menunjukkan pukul delapan, yang artinya ulangan bahasa akan dimulai beberapa detik lagi. Chaera berlari dalam keadaan sakit di bawah, ditambah kaki lemas dan perutnya yang keram membuatnya semakin sulit berlari dengan cepat.Chaera memberhentikan langkahnya, memegangi perutnya yang kebas akibat ulah Arga kemarin. Dirinya enar-benr sulit melangkah. Chaera melihat kursi di samping lalu berjalan ke arah sana untuk mengistirahatkan kaki dan juga tubuhnya, keadaannya sangat tersiksa hari ini."Shhh... Awww..." Chaera menundukkan kepalanya sambil terus memegangi perutnya dengan kedua tangan, namun percum saja, itu tidak memberikan reaksi apa-apa.Ia mengangkat kepalanya lagi sambil menatap ke arah depan, pikirannya mendadak kosong, materi-materi yang sudah ia hapalkan larut tadi malam mendadak hilang, kepalanya terasa pening dan perutnya mual. Chaera tidak bi
Chaera masuk ke kamar dan menjatuhkan tubuhnya di ranjang, ia menatap ke atas atap kamar sambil memikirkan nasibnya yang kian memburuk. Ia tak menyangka ibunya itu meminta uang pada Arga, padahal dari sisi lain keluarganya sangat bercukupan. Chaera tidak ingin berpikir jauh bahwa ibunya memaksa dirinya menikahi Arga hanya untuk kesenangan semata, walaupun mungkin Chaera juga sudah tahu dari awal, karena sebelum pernikahan dilakukan, ibunya mengatakan hal itu. Tapi, Chaera berharap ibunya berhenti memanfaatkan Arga. Drrtt... Drrtt... Drrtt... Suara ponsel di sakunya berbunyi, Chaera berpikir itu pasti Arga, ia malas jika memang benar laki-laki itu yang meneleponnya. Jadi, Chaera lebih memilih mengabaikannya. Chaera menggerakkan tubuhnya untuk lebih dekat pada guling, lalu memeluknya dengan erat dan segera tidur.
Hari-hari yang dijalani Chaera semakin memburuk. Kandungan dalam perutnya mulai terlihat dan Chaera kesulitan untuk pergi ke sekolah karena takut akan terlihat besar. Seragam sekolahnya juga perlahan mulai tidak muat di tubuhnya. Tapi, itu semua bukan penghalang dirinya untuk tidak pergi ke sekolah. Selama ia bisa memakai seragam dan berjalan, Chaera akan tetap pergi ke sekolah bagaimana pun keadaannya, demi cita-cita yang selama ini ia impikanKehidupannya bersama Arga pun semakin buruk saja. Ia selalu diperlakukan layaknya budak oleh laki-laki itu, padahal dirinya tengah mengandung, tetapi Arga sama sekali tak pernah mengasihaninya.Dan hari ini, Chaera berusaha menutupi perutnya yang mulai terlihat besar saat sedang berjalan di koridor sekolah. Banyak murid-murid lain yang sedang berjalan memperhatikannya, dan Chaera takut mereka tahu bahwa dirinya tengah hamil."Dia mengapa memegangi perutnya saja? Atau j
"Terkadang, aku ingin bertanya pada dunia tentang kehidupanku yang hancur berantakan ini. Mengapa harus aku? Mengapa aku saja yang tersiksa sedangkan orang lain bisa merasakan kebahagiaan di sana? Bukankah ini tidak adil? Jika dunia memang adil, seharusnya tidak memberiku cobaan berat seperti ini. Tolong, aku lelah dengan penyakit yang terus mendorongku pada kematian.""Bukankah aku juga layak bahagia? Bukankah semua orang pantas mendapatkan kebahagiaan? Lalu mengapa aku tersiksa seperti ini, apa kesalahan yang sudah aku perbuat sampai menghasilkan kehidupan yang gila ini?""Atau mungkin aku tidak ditakdirkan untuk hidup? Dan hanya mati jalan satu-satunya untuk mendapatkan kebahagiaan?""Kalau memang itu caranya, akan aku lakukan."Chaera menghela napasnya, lalu menoleh kembali ke arah bawah dari ketinggian gedung yang sekarang ia injaki malam ini. Hatinya sakit, dadanya sesak dan air matanya tak kun
Semua murid yang sebelumnya fokus ke arah lapangan, kini beralih menatap Chaera yang tengah berdiri tegang saat Virlie berkata bahwa ada darah di kaki Chaera. Bahkan mereka semua langsung bangun dari duduk dan berlari melihat Chaera dengan langkah tergesa-gesa."Cha--Chaera, kakimu penuh darah," ucap salah satu murid setelah sampai di hadapan Chaera sambil menunjuk ke kaki Chaera.Chaera masih belum berani melihat ke bawah, tapi ia merasakan ada sesuatu yang mengalir pada kakinya dan ia menduga pasti itu adalah darah yang menetes dari rahimnya akibat olahraga lari tadi. Perutnya sudah terasa sakit dan kakinya mulai melemas tak sanggup menahan tubuhnya yang hampir terjatuh.Virlie terus menatap kaki Chaera karena rasa penasaran yang amat dalam pada dirinya sendiri, ia ingin tahu mengapa Chaera mengeluarkan darah dari perutnya, lalu detik berikutnya ia menatap wajah Chaera untuk bertanya.
Hae tak menyangka akan menerima berita buruk seperti ini dalam hidupnya, mendengar atasannya itu dibawa ke kantor polisi tanpa sepengetahuan dan tanpa ia tahu motif kejahatan seperti apa yang Arga lakukan, membuat tubuhnya benar-benar lemas. Hae panik sambil berjalan sana sini menunggu seseorang mengangkat teleponnya yang entah sudah keberapa kali. Ia sedang menelepon orangtuanya. "Halo, Hae? Ada apa?" tanya seseorang di sana."Pah, Arga masuk kantor polisi!"***Sudah dua hari ini, Raka tak melihat Chaera masuk sekolah. Ia penasaran apa yang sedang terjadi pada gadis itu, dan ia juga berpikir pasti semua ini karena Arga, laki-laki bangsat yang sudah membuat Chaera menderita. Hari ini Raka menang, berhasil membuat Arga masuk penjara untuk mempertanggungja
Sudah lebih dari tiga jam Chaera masih dalam keadaan pingsan akibat pendarahan hebat yang dialaminya tadi, karena kandungan di dalam janin Chaera masih kecildan umurnya juga masih muda, gadis itu harus beristirahat penuh. Arga masih duduk di kursi kamar menunggu Chaera sadar dari pingsannya, sedangkan kedua orangtuanya sudah lebih dulu pergi untuk urusan bisnis yang tertunda tadi akibat berita tentang Chaera ini."Shhhh... Awww..."Arga yang tengah bermain ponsel langsung menoleh ke depan ketika mendengar Chaera meringis di sana, ia menaruh ponselnya di dalam saku dan berjalan ke arah tempat tidur."Sadar juga akhirnya, kau membuatku menunggu berjam-jam. Buang-buang waktu saja." Kata Arga angkuh tanpa menoleh ke wajah Chaera.Chaera memega
Semua murid yang sebelumnya fokus ke arah lapangan, kini beralih menatap Chaera yang tengah berdiri tegang saat Virlie berkata bahwa ada darah di kaki Chaera. Bahkan mereka semua langsung bangun dari duduk dan berlari melihat Chaera dengan langkah tergesa-gesa."Cha--Chaera, kakimu penuh darah," ucap salah satu murid setelah sampai di hadapan Chaera sambil menunjuk ke kaki Chaera.Chaera masih belum berani melihat ke bawah, tapi ia merasakan ada sesuatu yang mengalir pada kakinya dan ia menduga pasti itu adalah darah yang menetes dari rahimnya akibat olahraga lari tadi. Perutnya sudah terasa sakit dan kakinya mulai melemas tak sanggup menahan tubuhnya yang hampir terjatuh.Virlie terus menatap kaki Chaera karena rasa penasaran yang amat dalam pada dirinya sendiri, ia ingin tahu mengapa Chaera mengeluarkan darah dari perutnya, lalu detik berikutnya ia menatap wajah Chaera untuk bertanya.
"Terkadang, aku ingin bertanya pada dunia tentang kehidupanku yang hancur berantakan ini. Mengapa harus aku? Mengapa aku saja yang tersiksa sedangkan orang lain bisa merasakan kebahagiaan di sana? Bukankah ini tidak adil? Jika dunia memang adil, seharusnya tidak memberiku cobaan berat seperti ini. Tolong, aku lelah dengan penyakit yang terus mendorongku pada kematian.""Bukankah aku juga layak bahagia? Bukankah semua orang pantas mendapatkan kebahagiaan? Lalu mengapa aku tersiksa seperti ini, apa kesalahan yang sudah aku perbuat sampai menghasilkan kehidupan yang gila ini?""Atau mungkin aku tidak ditakdirkan untuk hidup? Dan hanya mati jalan satu-satunya untuk mendapatkan kebahagiaan?""Kalau memang itu caranya, akan aku lakukan."Chaera menghela napasnya, lalu menoleh kembali ke arah bawah dari ketinggian gedung yang sekarang ia injaki malam ini. Hatinya sakit, dadanya sesak dan air matanya tak kun
Hari-hari yang dijalani Chaera semakin memburuk. Kandungan dalam perutnya mulai terlihat dan Chaera kesulitan untuk pergi ke sekolah karena takut akan terlihat besar. Seragam sekolahnya juga perlahan mulai tidak muat di tubuhnya. Tapi, itu semua bukan penghalang dirinya untuk tidak pergi ke sekolah. Selama ia bisa memakai seragam dan berjalan, Chaera akan tetap pergi ke sekolah bagaimana pun keadaannya, demi cita-cita yang selama ini ia impikanKehidupannya bersama Arga pun semakin buruk saja. Ia selalu diperlakukan layaknya budak oleh laki-laki itu, padahal dirinya tengah mengandung, tetapi Arga sama sekali tak pernah mengasihaninya.Dan hari ini, Chaera berusaha menutupi perutnya yang mulai terlihat besar saat sedang berjalan di koridor sekolah. Banyak murid-murid lain yang sedang berjalan memperhatikannya, dan Chaera takut mereka tahu bahwa dirinya tengah hamil."Dia mengapa memegangi perutnya saja? Atau j
Chaera masuk ke kamar dan menjatuhkan tubuhnya di ranjang, ia menatap ke atas atap kamar sambil memikirkan nasibnya yang kian memburuk. Ia tak menyangka ibunya itu meminta uang pada Arga, padahal dari sisi lain keluarganya sangat bercukupan. Chaera tidak ingin berpikir jauh bahwa ibunya memaksa dirinya menikahi Arga hanya untuk kesenangan semata, walaupun mungkin Chaera juga sudah tahu dari awal, karena sebelum pernikahan dilakukan, ibunya mengatakan hal itu. Tapi, Chaera berharap ibunya berhenti memanfaatkan Arga. Drrtt... Drrtt... Drrtt... Suara ponsel di sakunya berbunyi, Chaera berpikir itu pasti Arga, ia malas jika memang benar laki-laki itu yang meneleponnya. Jadi, Chaera lebih memilih mengabaikannya. Chaera menggerakkan tubuhnya untuk lebih dekat pada guling, lalu memeluknya dengan erat dan segera tidur.
Chaera berlari sekuat tenaga saat jam sudah hampir menunjukkan pukul delapan, yang artinya ulangan bahasa akan dimulai beberapa detik lagi. Chaera berlari dalam keadaan sakit di bawah, ditambah kaki lemas dan perutnya yang keram membuatnya semakin sulit berlari dengan cepat.Chaera memberhentikan langkahnya, memegangi perutnya yang kebas akibat ulah Arga kemarin. Dirinya enar-benr sulit melangkah. Chaera melihat kursi di samping lalu berjalan ke arah sana untuk mengistirahatkan kaki dan juga tubuhnya, keadaannya sangat tersiksa hari ini."Shhh... Awww..." Chaera menundukkan kepalanya sambil terus memegangi perutnya dengan kedua tangan, namun percum saja, itu tidak memberikan reaksi apa-apa.Ia mengangkat kepalanya lagi sambil menatap ke arah depan, pikirannya mendadak kosong, materi-materi yang sudah ia hapalkan larut tadi malam mendadak hilang, kepalanya terasa pening dan perutnya mual. Chaera tidak bi
Chaera tidak bisa melakukan apa pun kecuali mendesah kencang di depan Arga. Kedua tangannya sudah terikat kembali di belakang punggung dan tubuhnya menungging tanpa daya di depan milik Arga. Kali ini, ia merasakan rasa sakit sekaligus perih saat privasi Arga menerobos masuk lubangnya lebih dalam lagi sampai menyentuh titik prostatnya, hingga tubuhnya bergetar setiap Arga menghentaknya dengan tempo cepat."Akhhh! Aaahh..."Arga menyeringai saat mendengar pekikan Chaera yang lolos saat Tangannya menampar bokong Chaera, bersamaan dengan gerakan di bawah sana, keras, panas dan perih menjadi satu di kulit bokong istrinya.Sedangkan Chaera sudah menangis, menangis bukan karena rasa nikmat oleh permainan Arga, melainkan siksaan panas yang ia terima. Tubuhnya sudah benar-benar lemas, kakinya sudah tidak mampu menompang lagi. Namun, saat dirinya hampir terjatuh
Chaera sangat terkejut saat melihat Arga berdiri di sana dengan raut wajah marah. Tatapan mata laki-laki itu sangat tajam, bibir beserta alisnya terangkat ke atas ketika melihat Chaera kepergok berdua bersama Raka.Chaera langsung mengalihkan pandangannya menatap Raka, ia takut pada Arga yang mulai berjalan mendekat ke arahnya, lalu mendadak menoleh kembali saat Arga sudah berdiri di sampingnya.Arga menatap wajah Chaera tajam sekilas, kemudian beralih pada Raka sambil menampilkan smirk khasnya. "Masih berani kau dekat-dekat dengan Chaera, hah?!" tiba-tiba, Arga menarik kerah baju Raka hingga tubuh Raka menegak ke atas.Lima detik berikutnya, Raka menonjok keras wajah Raka sampai Raka terjatuh ke tanah. Raka memegang bibirnya dan melihat darah di tangannya, pukulan Arga sangat keras hingga Raka merasakan sakit di kedua sisi bibirnya.&