Chaera tak menyangka dirinya benar-benar akan menikah dengan pria bernama Arga. Bahkan, ia sama sekali tak punya pikiran untuk menikah dengan siapa-siapa dan tidak ada persiapan mental apa pun untuk menerima semua ini.
Tepat hari ini, hari di mana Chaera berdiri di depan penghulu bersama pria paksaannya sambil gemetar memegang bunga di tangan kiri dan memegang tangan Arga di sebelah kanan. Chaera benar-benar takut dengan semua ini. Ia tidak tahu harus bagaimana agar perasaan mentalnya bisa diajak bekerja sama.
Chaera terus menggerakkan tubuhnya tanda tak nyaman memakai gaun pilihan Arga yang melilit ketat dilekukan tubuhnya, ia resah sekaligus tidak nyaman.
"Nikmati saja dan jangan mempermalukanku." Bisik Arga di telinga Chaera, membuat Chaera menegang dan reflek membulatkan matanya lebar. Chaera mengangguk kaku dan Arga tersenyum melihatnya.
Setelah mereka berdua mengikuti arahan sang penghulu, semua tamu bersorak gembira termasuk kedua orangtua Arga beserta Chaera yang terlihat bahagia melihat anaknya sudah resmi menjadi pasangan suami istri.
Keduanya berbalik menatap tamu undangan kemudian berjalan berdampingan menuju kursi yang menjadi tempat mereka duduk berdua. Chaera berusaha mati-matian tersenyum kepada kedua orangtuanya agar terlihat baik-baik saja, padahal dirinya benar-benar tidak menginginkan pernikahan ini ada.
---
Pernikahan mereka berjalan sesuai keinginan Arga dan tak ada kendala apa pun, Chaera juga sedikit merilekskan pikirannya agar tidak terus-terusan melamun jika dirinya tertekan dengan semuanya. Sekarang, kedua orangtua mereka sedang berkumpul di meja makan besar untuk makan malam bersama sekaligus merayakan pernikahan ini.
Keluarga Chaera terlihat sangat bahagia atas pernikahan anaknya terutama sang ibu yang dari dulu menginginkan pernikahan ini, namun berbanding terbalik dengan Chaera. Keluarga Arga juga turut merasakan kebahagiaan dan Arga sendiri tak henti-hentinya memamerkan senyum bahagia di depan mereka.
"Sebaiknya, kau bawa Chaera ke apartemenmu dan kalian tinggal berdua di sana." Pinta ibu Arga, membuat yang lain langsung menatap ke arahnya.
Chaera reflek memberhentikan aktivitas memotong daging lalu menoleh pada ibunda Arga dengan tatapan sayu. Tidak ada ekspresi senyum sedikit pun, hanya ada tekanan batin dan mental yang tengah dirasakannya sekarang.
"Aku tidak mau." Ucap Chaera.
Kata itu berhasil membuat semuanya terkejut. Ibunya langsung menoleh pada Chaera dengan tatapan tajam.
"Kamu harus tinggal bersama Arga, sayang. Dia sudah menjadi suamimu." Ucap ibunya tersenyum, namun ada rasa kesal dalam dirinya karena tolakan sang anak.
"Aku tidak mau! Dan aku juga tidak mau menjadi istrinya!" teriak Chaera keras sambil menunjuk ke arah Arga. "Aku tak mencintainya, dan aku juga tak kenal dia siapa!" lanjutnya lagi.
Suasana yang tadinya ramai dengan canda tawa. kini berubah menjadi hening tak ada suara sedikit pun setelah Chaera mengeluarkan bentakan keras yang mengagetkan semuanya. Ia benar-benar tertekan sehingga mengeluarkan kata-kata yang tidak seharusnya ia keluarkan di saat seperti ini.
Clara terdiam beberapa detik lalu menghela napas kasar dan menatap Chaera. "Apa kamu tak punya etika berani membentak Arga yang sekarang sudah menjadi suamimu?"
Chaera menunduk ketakutan setelah mengucapkan kata itu, kakinya sudah gemetar dan tubuhnya mendadak lemas.
Arga sedari tadi sudah memasang ekspresi kesal sambil menatap Chera yang tengah menunduk dengan tatapan dinginnya. Pria itu menjilat bibirnya yang kering lalu tersenyum sambil menghela napas. "Mungkin, Chaera butuh waktu untuk menerima ini semua, ibu jangan khawatir, aku akan menjaganya dan dia akan bahagia." Ucap Arga tersenyum.
Chaera langsung mengangkat kepalanya setelah mendengar kata-kata Arga sambil menatap ke arah laki-laki itu. Arga membalas tatapan Chaera sambil tersenyum menyeringai.
---
Perkataan Clara benar. Sekarang, Arga membawa Chaera ke apartemen dengan paksa padahal gadis itu menolak mentah-mentah untuk tinggal bersama. Mereka sudah berada di dalam mobil hendak pergi ke apartemen. Chaera berusaha membuka pintu mobil karena ia tidak mau tinggal bersama Arga. Namun, Arga itu tipe pria yang harus selalu mendapatkan apa yang diinginkan, jadi ia tidak akan membiarkan Chaera kabur karena ia menginginkan gadis itu.
"Buka pintunya, brengsek!" pinta Chaera yang masih berusaha mengetuk-ngetuk kaca mobil.
Arga tak memperdulikan itu, ia mulai memakai sabuk pengaman lalu setelahnya menarik tangan Chaera dan memakaikan tubuh gadis itu sabuk pengaman juga. Wajah mereka sangat dekat bahkan Chaera bisa merasakan hembusan napas Arga di wajahnya.
Arga menatap wajah Chaera lama, membuat mereka terdiam beberapa detik. "Untuk apa kau ingin keluar, hm?" tanya Arga dingin tanpa ekspresi.
Chaera terdiam, detak jantung dan napasnya tak stabil saat Arga masih menatapnya dengan instens.
"Jangan harap aku akan membiarkanmu kabur dengan mudah. Ingat, kau istriku jadi ikuti apa kataku." Ucap Arga, kemudian menjauhkan kembali tubuhnya dari Chaera dan mulai menjalankan mobil menuju apartemen.
Chaera melirik wajah Arga diam-diam dari samping, hatinya terasa sakit, hancur, tertekan, ingin rasanya ia keluar dari masalah ini namun tidak akan bisa karena semuanya sudah terjadi.
---
Malam dingin menyelimuti hati Chaera yang hancur. Chaera melamun di depan jendela besar di kamarnya Arga. Ia menatapi nasibnya yang sekarang ini hidup bersama pria tak dicintainya, benar-benar sebuah kutukan baginya.
Tiba-tiba, Chaera teringat dengan pria yang dulu membantunya di tempat dance dan menyemangatinya di saat down, ia merindukan sosok laki-laki itu dan berharap bisa bertemu kembali dilain waktu.
"Raka..." tanpa sadar, Chaera menyebutkan namanya dengan pelan sambil tersenyum membayangkan wajah Raka dalam pikirannya.
"Bisa-bisanya kau menyebut nama pria lain di belakangku?"
Seketika, Chaera tersontak dari lamunannya ketika mendengar suara dingin dari belakang, ia mengenali suara itu dan tak berani untuk menoleh.
Arga melangkah menghampiri Chaera dan langsung membalikkan tubuh Chaera agar menghadapnya dengan sedikit kasar hingga gadis itu memekik kesakitan. Tangan kiri Arga di saku dan satunya di pundak Chaera, tak lupa senyum dan tatapan intensnya masih diperlihatkan.
"Ck, nakal. Apa aku harus memberimu pelajaran agar kau nurut dan berhenti memanggil namanya?" ucapan Arga terdengar ada sesuatu licik dibaliknya.
Pikiran Chaera mendadak kosong dan otaknya tiba-tiba berpikir liar saat Arga mengucapkan kata-kata itu sambil tersenyum menyeringai. Tubuh Arga perlahan mulai mendekat ke arah wajah Chaera, membuat Chaera reflek mundur ke belakang.
"Kenapa menghindar? Bukannya kita sudah menjadi suami istri, hm?"
Chaera mengatur napas sambil berusaha menenangkan pikirannya yang berpikir semakin jauh. Namun, Arga malah semakin mendekatkan wajahnya dan membisikkan sesuatu di sana, Chaera menghindar dengan menutup mata sekaligus berpaling ke arah samping.
"Jika aku mendengar kau menyebut nama dia lagi, aku tak segan akan melecehkanmu dan tak peduli statusmu yang masih pelajar." Bisik Arga tepat di telinga Chaera sambil memberikan senyumannya di sana, lalu pergi meninggalkan Chaera sendiri di kamar.
Chaera menatapi punggung Arga yang semakin jauh hingga tak sadar sudah ada air mata yang jatuh membasahi pipi.
---
Pagi ini, Arga tidak melihat Chaera dan merasa bingung ke mana gadis itu pergi. Ia berlari menghampiri penjaga di apartemennya untuk menanyakan soal Chaera.
"Chaera ke mana?" tanya Arga kepada dua orang pria yang tengah bertugas.
"Dia tidak memberitahu kami, Tuan." Jawab salah satu penjaganya.
"Tapi tadi saya sempat melihat Chaera pergi sendiri membawa tas, pakai sepatu juga." Jawab penjaganya yang lain.
Arga terdiam, ia menebak pasti Chaera pergi ke sekolah sendiri diam-diam tanpa sepengetahuannya. Arga menghela napas kasar lalu pergi berlari karena harus cepat pergi ke kantor.
---
Beruntung hari ini Chaera tidak terlambat sekolah karena jarak sekolah dengan apartemen Arga cukup jauh, ia memakan waktu tigapuluh menit untuk sampai ke sekolah dan itu melelahkan. Bersyukur, ia bisa pergi ke sekolah tanpa sepengetahuan Arga dan merasa tenang saat berada di sekolah karena jauh dari pria itu.
"Chaera!" Youra berteriak memanggil namun Chaera terus berjalan tak menoleh ke belakang.
Youra berlari menghampiri sambil menepuk pundak Chaera. "Heh, kenapa? Pagi-pagi sudah cemberut, senyum dong."
Chaera hanya tersenyum sebentar lalu cemberut lagi.
Youra tak mengetahui jika Chaera sudah menikah karena pernikahan mereka benar-benar ketat dan diawasi oleh banyak penjaga, sehingga tidak ada satu pun teman Chaera dan pihak sekolah yang tahu. Walaupun ada sedikit yang tahu karena Arga sangat terkenal di negaranya, jadi banyak media yang memberitai pernikahan ini namun Arga menyuruh untuk tidak menyebutkan nama Chaera sebagai pengantinnya.
"Pulang sekolah liat dance di lapangan kafe, yuk," ajak Youra.
Chaera menoleh. "Tapi--"
Youra memotong ucapan Chaera. "Pasti, kau takut bertemu anak-anak itu, ya? Chae, plisss jangan takut, aku akan menjagamu, jadi tenang saja."
Chaera mengangguk sambil tersenyum.
"Nah, gitu dong senyum, ayo pergi ke kelas." Dan mereka mulai melanjutkan perjalanannya menuju kelas.
"Oh ya, di sana juga banyak laki-laki tampan, pasti kau menyukainya." Ucap Youra tertawa.
Akan tetapi, tidak untuk Chaera, ia terdiam setelah temannya mengatakan itu.
Seperti yang dikatakan Youra, hari ini mereka akan pergi ke tempat dance di salah satu lapangan dekat kafe sekolah. Awalnya, Chaera menolak, namun Youra memaksa agar Chaera ikut untuk melihat kembali penampilan street dance yang sudah lama Chaera tidak lihat. Chaera berhenti dari hobinya itu karena paksaan orangtuanya, pernikahannya dengan Arga secara tiba-tiba pun menjadi penyebab utama dirinya harus kehilangan semua kesenangannya.Namun di sisi lain juga, Chaera tidak ingin semuanya terjadi, ia ingin hidup bebas seperti remaja pada umumnya, ia juga sangat merindukan hobinya tapi kedua orangtuanya berkata lain.Mereka akhirnya sampai di lapangan, Youra benar di sini ramai sekali, banyak orang sedang melakukan street dance dengan gesit dan penuh semangat. Chaera tersenyum lebar sekaligus bahagia saat melihat orang-orang yang sedang menari di depan. Youra menatap Chaera di sebelah yang sedang bertepuk tangan lalu berteriak meneria
Entah setan apa yang sudah merasuki Arga yang secara tiba-tiba langsung melumati bibir Chaera dengan kasar tanpa memberi gadis itu napas sedetik pun. Chaera memberontak menolak ciuman Arga sambil terus menggelengkan kepalanya, namun Arga terus memegangi mulut Chaera agar mau menerima ciumannya.Arga mungkin sakit hati melihat Chaera pergi bersama pria lain tanpa se-izinnya padahal mereka sudah bersuami istri. Seharusnya, Chaera bisa menjaga perasaan Arga walau istrinya tidak pernah menaruh cinta sekecil apa pun padanya.Arga terpaksa menggigit bibir bawah Chaera dengan kasar agar ia bisa dengan cepat melumati bibir itu, dan akhirnya mulut Chaera reflek terbuka karena rasa sakit, dengan cepat, Arga langsung melahap sekaligus mengabsen tiap deretan gigi hingga membuat suara becekan adu mulut antara dirinya dan juga Chaera di sana.Saliva mereka berjatuhan dan Arga tak memberi Chaera napas, pria itu meluma
Chaera langsung terkejut ketika mendengar perkataan ibunya. Bagaimana tidak, baru saja bangun dari tidur, ia sudah disuruh membuat anak, apa itu tidak gila?Chaera menghela napasnya sambil menoleh ke arah samping, dirinya tak mau menatap sang ibu yang sudah memasang wajah marah.Setelah beberapa detik, Chaera menoleh pada ibunya kembali. "Kenapa ibu tergesa-gesa menyuruhku untuk mempunyai anak?!" Chaera sedikit membentak ibunya, ia tidak peduli, toh ibunya saja tidak pernah mempedulikannya."Padahal, aku masih sekolah! Aku juga punya mimpi yang harus aku capai, kenapa ibu tidak pernah peduli padaku, hah?!" lanjutnya lagi. Tak sanggup menahan rasa sakit dalam dada, dalam hitungan detik, Chaera menangis sejadi-jadinya di hadapan sang ibu.Tapi, ibunya terlihat tidak peduli, wanita paruh baya itu lebih memilih mena
Chaera sangat terkejut saat melihat Arga berdiri di sana dengan raut wajah marah. Tatapan mata laki-laki itu sangat tajam, bibir beserta alisnya terangkat ke atas ketika melihat Chaera kepergok berdua bersama Raka.Chaera langsung mengalihkan pandangannya menatap Raka, ia takut pada Arga yang mulai berjalan mendekat ke arahnya, lalu mendadak menoleh kembali saat Arga sudah berdiri di sampingnya.Arga menatap wajah Chaera tajam sekilas, kemudian beralih pada Raka sambil menampilkan smirk khasnya. "Masih berani kau dekat-dekat dengan Chaera, hah?!" tiba-tiba, Arga menarik kerah baju Raka hingga tubuh Raka menegak ke atas.Lima detik berikutnya, Raka menonjok keras wajah Raka sampai Raka terjatuh ke tanah. Raka memegang bibirnya dan melihat darah di tangannya, pukulan Arga sangat keras hingga Raka merasakan sakit di kedua sisi bibirnya.&
Chaera tidak bisa melakukan apa pun kecuali mendesah kencang di depan Arga. Kedua tangannya sudah terikat kembali di belakang punggung dan tubuhnya menungging tanpa daya di depan milik Arga. Kali ini, ia merasakan rasa sakit sekaligus perih saat privasi Arga menerobos masuk lubangnya lebih dalam lagi sampai menyentuh titik prostatnya, hingga tubuhnya bergetar setiap Arga menghentaknya dengan tempo cepat."Akhhh! Aaahh..."Arga menyeringai saat mendengar pekikan Chaera yang lolos saat Tangannya menampar bokong Chaera, bersamaan dengan gerakan di bawah sana, keras, panas dan perih menjadi satu di kulit bokong istrinya.Sedangkan Chaera sudah menangis, menangis bukan karena rasa nikmat oleh permainan Arga, melainkan siksaan panas yang ia terima. Tubuhnya sudah benar-benar lemas, kakinya sudah tidak mampu menompang lagi. Namun, saat dirinya hampir terjatuh
Chaera berlari sekuat tenaga saat jam sudah hampir menunjukkan pukul delapan, yang artinya ulangan bahasa akan dimulai beberapa detik lagi. Chaera berlari dalam keadaan sakit di bawah, ditambah kaki lemas dan perutnya yang keram membuatnya semakin sulit berlari dengan cepat.Chaera memberhentikan langkahnya, memegangi perutnya yang kebas akibat ulah Arga kemarin. Dirinya enar-benr sulit melangkah. Chaera melihat kursi di samping lalu berjalan ke arah sana untuk mengistirahatkan kaki dan juga tubuhnya, keadaannya sangat tersiksa hari ini."Shhh... Awww..." Chaera menundukkan kepalanya sambil terus memegangi perutnya dengan kedua tangan, namun percum saja, itu tidak memberikan reaksi apa-apa.Ia mengangkat kepalanya lagi sambil menatap ke arah depan, pikirannya mendadak kosong, materi-materi yang sudah ia hapalkan larut tadi malam mendadak hilang, kepalanya terasa pening dan perutnya mual. Chaera tidak bi
Chaera masuk ke kamar dan menjatuhkan tubuhnya di ranjang, ia menatap ke atas atap kamar sambil memikirkan nasibnya yang kian memburuk. Ia tak menyangka ibunya itu meminta uang pada Arga, padahal dari sisi lain keluarganya sangat bercukupan. Chaera tidak ingin berpikir jauh bahwa ibunya memaksa dirinya menikahi Arga hanya untuk kesenangan semata, walaupun mungkin Chaera juga sudah tahu dari awal, karena sebelum pernikahan dilakukan, ibunya mengatakan hal itu. Tapi, Chaera berharap ibunya berhenti memanfaatkan Arga. Drrtt... Drrtt... Drrtt... Suara ponsel di sakunya berbunyi, Chaera berpikir itu pasti Arga, ia malas jika memang benar laki-laki itu yang meneleponnya. Jadi, Chaera lebih memilih mengabaikannya. Chaera menggerakkan tubuhnya untuk lebih dekat pada guling, lalu memeluknya dengan erat dan segera tidur.
Hari-hari yang dijalani Chaera semakin memburuk. Kandungan dalam perutnya mulai terlihat dan Chaera kesulitan untuk pergi ke sekolah karena takut akan terlihat besar. Seragam sekolahnya juga perlahan mulai tidak muat di tubuhnya. Tapi, itu semua bukan penghalang dirinya untuk tidak pergi ke sekolah. Selama ia bisa memakai seragam dan berjalan, Chaera akan tetap pergi ke sekolah bagaimana pun keadaannya, demi cita-cita yang selama ini ia impikanKehidupannya bersama Arga pun semakin buruk saja. Ia selalu diperlakukan layaknya budak oleh laki-laki itu, padahal dirinya tengah mengandung, tetapi Arga sama sekali tak pernah mengasihaninya.Dan hari ini, Chaera berusaha menutupi perutnya yang mulai terlihat besar saat sedang berjalan di koridor sekolah. Banyak murid-murid lain yang sedang berjalan memperhatikannya, dan Chaera takut mereka tahu bahwa dirinya tengah hamil."Dia mengapa memegangi perutnya saja? Atau j
Hae tak menyangka akan menerima berita buruk seperti ini dalam hidupnya, mendengar atasannya itu dibawa ke kantor polisi tanpa sepengetahuan dan tanpa ia tahu motif kejahatan seperti apa yang Arga lakukan, membuat tubuhnya benar-benar lemas. Hae panik sambil berjalan sana sini menunggu seseorang mengangkat teleponnya yang entah sudah keberapa kali. Ia sedang menelepon orangtuanya. "Halo, Hae? Ada apa?" tanya seseorang di sana."Pah, Arga masuk kantor polisi!"***Sudah dua hari ini, Raka tak melihat Chaera masuk sekolah. Ia penasaran apa yang sedang terjadi pada gadis itu, dan ia juga berpikir pasti semua ini karena Arga, laki-laki bangsat yang sudah membuat Chaera menderita. Hari ini Raka menang, berhasil membuat Arga masuk penjara untuk mempertanggungja
Sudah lebih dari tiga jam Chaera masih dalam keadaan pingsan akibat pendarahan hebat yang dialaminya tadi, karena kandungan di dalam janin Chaera masih kecildan umurnya juga masih muda, gadis itu harus beristirahat penuh. Arga masih duduk di kursi kamar menunggu Chaera sadar dari pingsannya, sedangkan kedua orangtuanya sudah lebih dulu pergi untuk urusan bisnis yang tertunda tadi akibat berita tentang Chaera ini."Shhhh... Awww..."Arga yang tengah bermain ponsel langsung menoleh ke depan ketika mendengar Chaera meringis di sana, ia menaruh ponselnya di dalam saku dan berjalan ke arah tempat tidur."Sadar juga akhirnya, kau membuatku menunggu berjam-jam. Buang-buang waktu saja." Kata Arga angkuh tanpa menoleh ke wajah Chaera.Chaera memega
Semua murid yang sebelumnya fokus ke arah lapangan, kini beralih menatap Chaera yang tengah berdiri tegang saat Virlie berkata bahwa ada darah di kaki Chaera. Bahkan mereka semua langsung bangun dari duduk dan berlari melihat Chaera dengan langkah tergesa-gesa."Cha--Chaera, kakimu penuh darah," ucap salah satu murid setelah sampai di hadapan Chaera sambil menunjuk ke kaki Chaera.Chaera masih belum berani melihat ke bawah, tapi ia merasakan ada sesuatu yang mengalir pada kakinya dan ia menduga pasti itu adalah darah yang menetes dari rahimnya akibat olahraga lari tadi. Perutnya sudah terasa sakit dan kakinya mulai melemas tak sanggup menahan tubuhnya yang hampir terjatuh.Virlie terus menatap kaki Chaera karena rasa penasaran yang amat dalam pada dirinya sendiri, ia ingin tahu mengapa Chaera mengeluarkan darah dari perutnya, lalu detik berikutnya ia menatap wajah Chaera untuk bertanya.
"Terkadang, aku ingin bertanya pada dunia tentang kehidupanku yang hancur berantakan ini. Mengapa harus aku? Mengapa aku saja yang tersiksa sedangkan orang lain bisa merasakan kebahagiaan di sana? Bukankah ini tidak adil? Jika dunia memang adil, seharusnya tidak memberiku cobaan berat seperti ini. Tolong, aku lelah dengan penyakit yang terus mendorongku pada kematian.""Bukankah aku juga layak bahagia? Bukankah semua orang pantas mendapatkan kebahagiaan? Lalu mengapa aku tersiksa seperti ini, apa kesalahan yang sudah aku perbuat sampai menghasilkan kehidupan yang gila ini?""Atau mungkin aku tidak ditakdirkan untuk hidup? Dan hanya mati jalan satu-satunya untuk mendapatkan kebahagiaan?""Kalau memang itu caranya, akan aku lakukan."Chaera menghela napasnya, lalu menoleh kembali ke arah bawah dari ketinggian gedung yang sekarang ia injaki malam ini. Hatinya sakit, dadanya sesak dan air matanya tak kun
Hari-hari yang dijalani Chaera semakin memburuk. Kandungan dalam perutnya mulai terlihat dan Chaera kesulitan untuk pergi ke sekolah karena takut akan terlihat besar. Seragam sekolahnya juga perlahan mulai tidak muat di tubuhnya. Tapi, itu semua bukan penghalang dirinya untuk tidak pergi ke sekolah. Selama ia bisa memakai seragam dan berjalan, Chaera akan tetap pergi ke sekolah bagaimana pun keadaannya, demi cita-cita yang selama ini ia impikanKehidupannya bersama Arga pun semakin buruk saja. Ia selalu diperlakukan layaknya budak oleh laki-laki itu, padahal dirinya tengah mengandung, tetapi Arga sama sekali tak pernah mengasihaninya.Dan hari ini, Chaera berusaha menutupi perutnya yang mulai terlihat besar saat sedang berjalan di koridor sekolah. Banyak murid-murid lain yang sedang berjalan memperhatikannya, dan Chaera takut mereka tahu bahwa dirinya tengah hamil."Dia mengapa memegangi perutnya saja? Atau j
Chaera masuk ke kamar dan menjatuhkan tubuhnya di ranjang, ia menatap ke atas atap kamar sambil memikirkan nasibnya yang kian memburuk. Ia tak menyangka ibunya itu meminta uang pada Arga, padahal dari sisi lain keluarganya sangat bercukupan. Chaera tidak ingin berpikir jauh bahwa ibunya memaksa dirinya menikahi Arga hanya untuk kesenangan semata, walaupun mungkin Chaera juga sudah tahu dari awal, karena sebelum pernikahan dilakukan, ibunya mengatakan hal itu. Tapi, Chaera berharap ibunya berhenti memanfaatkan Arga. Drrtt... Drrtt... Drrtt... Suara ponsel di sakunya berbunyi, Chaera berpikir itu pasti Arga, ia malas jika memang benar laki-laki itu yang meneleponnya. Jadi, Chaera lebih memilih mengabaikannya. Chaera menggerakkan tubuhnya untuk lebih dekat pada guling, lalu memeluknya dengan erat dan segera tidur.
Chaera berlari sekuat tenaga saat jam sudah hampir menunjukkan pukul delapan, yang artinya ulangan bahasa akan dimulai beberapa detik lagi. Chaera berlari dalam keadaan sakit di bawah, ditambah kaki lemas dan perutnya yang keram membuatnya semakin sulit berlari dengan cepat.Chaera memberhentikan langkahnya, memegangi perutnya yang kebas akibat ulah Arga kemarin. Dirinya enar-benr sulit melangkah. Chaera melihat kursi di samping lalu berjalan ke arah sana untuk mengistirahatkan kaki dan juga tubuhnya, keadaannya sangat tersiksa hari ini."Shhh... Awww..." Chaera menundukkan kepalanya sambil terus memegangi perutnya dengan kedua tangan, namun percum saja, itu tidak memberikan reaksi apa-apa.Ia mengangkat kepalanya lagi sambil menatap ke arah depan, pikirannya mendadak kosong, materi-materi yang sudah ia hapalkan larut tadi malam mendadak hilang, kepalanya terasa pening dan perutnya mual. Chaera tidak bi
Chaera tidak bisa melakukan apa pun kecuali mendesah kencang di depan Arga. Kedua tangannya sudah terikat kembali di belakang punggung dan tubuhnya menungging tanpa daya di depan milik Arga. Kali ini, ia merasakan rasa sakit sekaligus perih saat privasi Arga menerobos masuk lubangnya lebih dalam lagi sampai menyentuh titik prostatnya, hingga tubuhnya bergetar setiap Arga menghentaknya dengan tempo cepat."Akhhh! Aaahh..."Arga menyeringai saat mendengar pekikan Chaera yang lolos saat Tangannya menampar bokong Chaera, bersamaan dengan gerakan di bawah sana, keras, panas dan perih menjadi satu di kulit bokong istrinya.Sedangkan Chaera sudah menangis, menangis bukan karena rasa nikmat oleh permainan Arga, melainkan siksaan panas yang ia terima. Tubuhnya sudah benar-benar lemas, kakinya sudah tidak mampu menompang lagi. Namun, saat dirinya hampir terjatuh
Chaera sangat terkejut saat melihat Arga berdiri di sana dengan raut wajah marah. Tatapan mata laki-laki itu sangat tajam, bibir beserta alisnya terangkat ke atas ketika melihat Chaera kepergok berdua bersama Raka.Chaera langsung mengalihkan pandangannya menatap Raka, ia takut pada Arga yang mulai berjalan mendekat ke arahnya, lalu mendadak menoleh kembali saat Arga sudah berdiri di sampingnya.Arga menatap wajah Chaera tajam sekilas, kemudian beralih pada Raka sambil menampilkan smirk khasnya. "Masih berani kau dekat-dekat dengan Chaera, hah?!" tiba-tiba, Arga menarik kerah baju Raka hingga tubuh Raka menegak ke atas.Lima detik berikutnya, Raka menonjok keras wajah Raka sampai Raka terjatuh ke tanah. Raka memegang bibirnya dan melihat darah di tangannya, pukulan Arga sangat keras hingga Raka merasakan sakit di kedua sisi bibirnya.&