Ketika aku sampai di rumah sakit, Ayana sedang berbaring di ranjang rumah sakit dengan memainkan ponselnya. Dibandingkan dengan penampilan pucat kakaknya kemarin, wajahnya bisa dikatakan sedikit kemerahan.Aku menegakkan badanku dan memanggilnya dengan suara berat, “Ayana!”Dia begitu asyik bermain dengan ponselnya sehingga tiba-tiba, aku memanggilnya dan mengejutkannya hingga dia melompat bangun dari tempat tidur.Dia begitu kesal hingga pipinya memerah. “Chelsea, kenapa kamu ada di sini!”“Aku mendengar kalau tidak ada orang bisa menemukanmu.” Dia sambil mengerucutkan bibirnya, mengejek, “Bukankah sebaiknya kamu bersembunyi di rumah, menutup semua tirai, pintu, dan jendela, serta menangis sendirian dalam kegelapan?”Dia menatapku dari atas sampai bawah. “Kemampuanmu untuk merayu kakakku tidak sehebat itu, kamu tidak punya apa-apa lagi untuk tetap bersama kakakku!”Aku menundukkan pandanganku dan senyum tipis muncul dari sudut bibirku. Orang lain tidak bisa menemukanku karena aku mema
Aku memfoto Ayana dan para polisi itu dari belakang, lalu mengirimkannya kepada Jessica.Aku meminta dia untuk menindaklanjuti dan melaporkan perkembangan masalah ini secara langsung atas nama Firma Hukum Jansen. Aku perlu memberikan penjelasan kepada diriku sendiri dan juga kepada netizen yang mengikuti masalah ini.Semua bajingan yang mengancam wanita dengan foto pribadinya sedang menunggu hasil dari masalah ini. Kalau tidak ada harga yang harus dibayar setelah membuat kesalahan, akan ada lebih banyak korban sepertiku di kemudian hari!Aku berdiri di koridor rumah sakit dan melirik ruangan di ujung. Gavin ada di sana.Pertama-tama, aku bersedia bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Daffa. Kedua, Gavin perlu meminta maaf kepadaku!Waktu aku mau ke sini, aku sengaja pilih jas hitam, dipadukan dengan celana panjang lebar dengan warna senada dan memakai sepatu hak tinggi, agar auraku makin kuat.Namun, saat aku berjalan di karpet lembut, di area VIP kelas atas, aku merasa lebih pe
“Ya ampun!”Sintia dengan genit memegang dokumen itu terbalik di dadanya, lalu merasa itu tidak pantas dan menyembunyikannya di belakang punggungnya. “Kak Chelsea, jangan salah paham.”Di telingaku, kata-katanya terdengar sama saja seperti “Aku sengaja menunjukkannya padamu”.Aku ingin berpura-pura tidak peduli dan berjalan masuk dengan percaya diri, tetapi hatiku seperti dicengkeram erat oleh tangan tak kasat mata dan rasa sakitnya begitu hebat hingga aku seakan susah bergerak.Aku adalah orang yang terbiasa membuat rencana. Ketika dihadapi dengan hal-hal ketidakpastian yang nyata, aku terbiasa membuat banyak rencana untuk diriku sendiri.Aku bahkan berpikir tentang bagaimana aku akan bertanggung jawab terhadap Gavin, apakah dengan membayar uang perawatan atau mencari perawat untuknya. Aku pikir, aku harus ikut bertanggung jawab. Bahkan kalau Salma memarahiku atau memukulku, aku masih bisa menahannya. Aku siap untuk berbicara baik-baik dengan Gavin.Mengenai fotoku itu, dia pernah men
Sintia berlari keluar dengan tergesa-gesa, tetapi aku merasa seperti tersengat listrik di sekujur tubuhku.Gerakan Gavin saat memegangku terasa alami dan harmonis. Kami berdua sudah sering melakukan ini sebelumnya, itulah sebabnya dia sangat ahli dalam hal ini.Gerakannya ambigu dan mesra.Waktu itu, aku masih menuruti kelembutannya dan menikmati pelukannya. Dia hanya memelukku dan masa lalu antara aku dan dia selama kurun waktu itu terus muncul dalam pikiranku.Aku memijat pelipisku karena sakit kepala dan tenggorokanku tidak mampu menahan erangan tidak nyaman. Aku tidak tahu apa yang salah dengan diriku. Mungkin untuk melampiaskan kekesalan atau mungkin upaya untuk menghentikan kenangan itu sedang menggerogoti otakku.Kenangan itu tidak lagi terasa manis, kenangan itu lebih mematikan daripada racun.Aku meronta, tetapi Gavin menarikku lebih kuat lagi hingga aku benar-benar terbenam dalam pelukannya.Aku tidak mampu menahan diri untuk melawan dan berteriak, “Lepaskan! Lepaskan aku!”G
“Foto apa?”Gavin mengerutkan kening, tampak seperti dia tidak mengerti.Aku menatapnya dan tidak tahu apakah dia benar-benar tidak tahu atau pura-pura tidak tahu.Kalau dia memang peduli padaku, dia pasti sudah menyiapkan perlindungan untukku dan tidak akan membiarkanku menderita karena masalah itu.Namun, entah benar atau tidak, dia bukan lagi pria yang bisa kuandalkan.“Tamparan di wajahmu tadi belum cukup adil.” Aku benar-benar lelah, jadi aku berbicara dengan tenang, “Hanya itu yang ingin kukatakan. Aku tidak akan menemuimu lagi, kecuali saat kita bercerai.”Ketika berbicara tentang perceraian, mata Gavin memerah. Dia mencubit daguku dan menundukkan kepalanya. “Jangan tinggalkan aku mulai sekarang!”Tubuhnya sangat panas, begitu pula bibirnya, dia sekuat tenaga menciumku, dia sangat berenergi.“Hmm …”Aku memberontak dan dia mencengkeram lenganku.Aku menutup bibirku dan dia berbalik untuk mencium telingaku.Tidak peduli seberapa kuat aku menghindar, dia selalu bisa menguasaiku.A
“Kenapa? Kamu tidak tahan dengan ini?”Gavin mencibir, “Kamu tahu aku sedang dalam suasana hati yang buruk, tetapi kamu masih bisa datang kepadaku dan berbicara tentang perceraian. Menurutmu, kata-kata baik apa yang bisa kukatakan kepadamu? Kalau itu adalah Olivia yang belum siuman sekarang, kamu …”“Diam!” teriakku dengan keras. “Jangan berani-berani sebut nama ibuku! Kalau saja kamu tidak menggunakan Grup Audra Asri sebagai ancaman, ibuku tidak akan begitu marah sampai mengalami kecelakaan mobil!”Aku meronta sekuat tenaga dan akhirnya berhasil menarik tanganku untuk mendorongnya, lalu aku berdiri.Ketika aku merapikan bajuku, tanganku masih gemetar dan aku tidak bisa mengancing bajuku, tidak peduli berapa kali aku mencobanya.Gavin menatapku dengan dingin, matanya yang gelap tanpa kehangatan dan perasaan. “Jadi, kamu selalu menyalahkanku atas kematian Olivia.”Dia mengangguk sambil tersenyum pahit. “Sebagai suamimu, kalau menurutmu ini akan membuatmu merasa lebih baik, kamu boleh me
“Apa katamu!”Gavin peduli pada Ayana. Ketika namanya disebut, dia langsung duduk tegak.Dia mengambil alat perekam yang kulempar ke tempat tidur dan melotot ke arahku. “Ada apa dengan Ayana? Jelaskan!”“Tidak apa-apa,” kataku santai. “Kenyataannya, dia memang pergi ke kantor polisi.”“Chelsea, bagaimana kamu bisa membiarkan Ayana ke sana?”Sikap Gavin yang cemas benar-benar membuatku tertawa. “Aku juga ingin tahu, bagaimana sebenarnya agar kamu bisa melepaskanku? Atau biar kukatakan dengan kata lain, agar kamu menceraikanku, aku akan melepaskan Ayana.”Aku menatap Gavin dan pandanganku tiba-tiba kabur. “Bagaimana? Apakah kamu setuju?”Dia menenangkan diri, mengikuti senyumku, dan berkata dengan suara dingin, “Pantaskah kamu untuk bernegosiasi denganku? Keluarlah!”Aku mengangguk, tampak linglung, seolah-olah aku sedang berjalan sambil tidur di neraka.Saat menutup pintu, aku melihat sekilas Gavin sedang mendengar hasil rekaman itu dengan kepala tertunduk.Tidak sabar menunggu.Pernahk
Dalam suasana senja, anak laki-laki tinggi itu membungkukkan punggungnya dan memelukku. Dia gemetar bahkan lebih kencang daripada aku.Tuan muda yang biasanya sombong itu tidak bisa berbicara lagi. Dia bersenandung seolah ingin menghiburku, tetapi tidak tahu bagaimana cara memulainya.Namun, dia tidak tahu kalau pelukan ini seperti bernilai seribu kata.Aku pikir, aku harus menghadapi opini sosial sendirian dan menunggu sampai orang-orang di internet melupakan masalahku. Meskipun Kenzo tidak berkata apa pun, aku tahu kalau aku tidak lagi sendiri.Pelukan ini adalah kehangatan yang bahkan tidak bisa aku minta dari suamiku.Kenzo seakan menyalakan lampu untukku dalam kegelapan. Meski tidak cukup terang, seakan sudah cukup untuk menerangi jalan pulangku.“Baiklah.” Aku mengangkat tanganku dan menepuk bahunya pelan. “Aku baik-baik saja.”Kenzo menegakkan tubuh, rona merah samar muncul di pipinya. “Yah, kamu memang bermuka tebal, aku tahu kamu pasti baik-baik saja.”…Aku baru saja meratapi