Share

Perjanjian Pernikahan Ketos & Cewek Bar-Bar
Perjanjian Pernikahan Ketos & Cewek Bar-Bar
Penulis: Penulis Kaki Lima

Alea Putri Sawan

BRAKK

"Auuu, Sialan!" Kotak bekalku melayang di udara. Sandwich itu bertebaran. Padahal, hampir satu jam aku menghiasnya. 

Kini, punggung seragam sekolahku basah. Jalan yang ku pijak ternyata berlubang dan berisi genangan air bercampur tanah.

"It's Okay Lea, ayo bangun!" ucapku sembari membersihkan kedua telapak tangan.  

Baru juga beranjak bangun, ada murid kurang ajar yang mengendarai motor berkecepatan tinggi melintas di sampingku. Motor itu melewati jalanan berlubang dan airnya mengenai sebagian wajahku. 

BYUR

Seketika, aku refleks memejamkan mata sembari menghela napas panjang. Begitulah hidupku. Sangat ceroboh dan sial dalam berbagai situasi. Padahal hari ini aku sedang mencoba beradaptasi dengan tempat baru. Usiaku 17 tahun, menduduki kelas 12 SMA. Telat memang, jika aku pindah sekolah di ujung kelas 12 seperti sekarang. Tetapi ayah dan bunda menyuruhku untuk pindah sekolah demi menghapus rekam jejak burukku di sekolahku yang sebelumnya. 

Alea Putri Sawan, itulah nama lengkapku. Aku si anak tunggal pemilik PT Royal Grup. Kehidupanku lebih dari cukup. Sebagian besar pakaian dan fasilitasku merupakan barang branded. Sayangnya, aku sering membuat ayah dan bunda kewalahan menghadapi sikapku.    

"Woi, berhenti gak lo!" Tanpa sadar, aku teriak seperti orang kesurupan. Membuat beberapa murid lain menatapku, dan sebagiannya lagi menertawaiku.

Nahasnya, pria itu tidak berhenti dan tetap melaju ke parkiran. Jika wujudku saja sudah seperti ini, bagaimana bisa aku melanjutkan belajar di sekolah? Padahal hari ini aku harus memperkenalkan diri di depan murid di kelasku. 

"Tidak! Tidak bisa dibiarkan!" Kakiku melaju cepat mengincar pria yang dengan percaya dirinya lewat jalanan berlubang tanpa memperhatikan orang disebelahnya.

"Yap, ketemu!"

"Tanggung jawab gak lo!" 

Aku berdiri tepat di depan tubuh pria tinggi menjulang. Entahlah, apa karena aku yang pendek? Jadi menatapnya pun harus mendongak ke atas. Maklum, tinggiku hanya 150 cm, sementara tingginya mungkin sekitar 175 cm. 

Dia tidak merespon apapun. Bahasa tubuhnya pun santai sembari melepas helm lalu membenarkan posisi rambutnya. Terlihat manik mata pria itu menatap ke sisi spion untuk melihat penampilannya sendiri.  

"Tanggung jawab gak!" Aku pun mulai merengek dengan menggebukkan kaki beberapa kali layaknya anak kecil.

Tetapi, ini berhasil. Murid itu akhirnya menatapku. 

"Siapa lo?" tanyanya dengan singkat dan tanpa ekspresi.

"Gue murid baru. Dan karena ulah lo, gue jadi ...," ucapanku terhenti saat murid itu melepas jaket dan menyodorkannya padaku.

"Pakai saja!"

"Gue gak punya banyak waktu," imbuhnya. Ia pun berjalan beberapa langkah melewatiku. Tetapi, badannya kembali berputar menghadap ke arahku.

"Oh iya, gue udah tanggung jawab."

Untung saja, aku sempat membaca name tag di seragam sekolahnya. Namanya Dirgantara. Sangat singkat dan sesuai dengan sikapnya yang irit bicara. Ia pun pergi dengan menyangkutkan satu sisi tasnya di pundak kanan, lalu menyelipkan tangan kirinya ke saku celana. 

***

"Nama saya Alea Putri Sawan. Keluarga kami baru saja pindah di kota ini karena rencananya akan membangun cabang perusahaan baru. Saya tidak begitu pintar, jadi saya harap kalian mau membimbing saya." Senyuman tipis sembari menatap semua teman baruku.

"Baik, terima kasih Alea. Apakah ada yang ingin kalian tanyakan?" Bu guru mulai membuka sesi tanya jawab dan ada salah satu teman yang mengajukan pertanyaan padaku.

"Kenapa jaketnya tidak dilepas?"

"Aku baru saja terjatuh dan seragamku kena lumpur hehe."

"Wah dia baru datang sudah ceroboh." 

"Sepertinya, akhlaknya minus."

"Namanya Alea Putri Sawan ya? Dia pernah masuk artikel dengan kasus kenakalan remaja."

"Benarkah? Kenakalan remaja seperti apa?"

Riuh sekali. Mereka semua bisa dengan cepat menemukan informasi tentangku. Maklum, jejak digital memang sulit dihapus. 

"Hustt, stop, sudah. Kenapa kalian ramai sekali. Semua orang punya masa lalunya masing-masing dan tidak ada manusia yang 100% baik tanpa kesalahan sedikitpun. Tugas kita adalah melakukan yang lebih baik dari hari kemarin."

Ini, kali pertamanya aku menoleh pada Bu Indri yang berdiri tepat disampingku. Dia, sepertinya bisa mengayomi murid minoritas sepertiku. 

Aku pun dipersilahkan duduk. Kebetulan, ada satu kursi kosong dibagian ujung. Disampingku, ada pria yang tampak malas sekali. Nyawanya setengah di alam mimpi dan setengahnya lagi mengikuti kelas. Tetapi, aku tidak peduli. Tugasku hanya belajar dengan mood yang mulai berantakan, hehe.

Apa kalian tau? Untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik dari hari kemarin ternyata juga tidak semudah yang dibayangkan. Bahkan, saat kita baru saja punya niat untuk berubah, ada saja masalah yang datang, yang membuat iman dan tekad kita hilang timbul.

Dret... Dret...

Aku merogoh saku jaket kiri dan kanan. Sepertinya bunyi ponsel, tapi bukan ponselku.

"Lah, ada hp nya dong," batinku.

Tanpa sengaja, layar ponsel milik Dirgantara terbuka. Ia tidak mengunci layar dengan kata sandi maupun sidik jari. 

"Leon? Angkat apa gak ya?"

Aku membiarkan telepon itu sampai mati sendiri. Namun, muncul satu pesan dari Leon. 

[Ini gue, Dirgantara. Ponsel gue ketinggalan di jaket, jadi kalo lo liat, tolong nanti dibalikin pas jam istirahat. Balikin di ruang osis!]

Setelah selesai membaca, aku pun membalas pesan itu.

[Iya, maaf ya. Gue beneran gak tau kalo ada hp di saku jaket lo.]

"Apa dikasih sticker yang lucu ya?" pikirku. Setelah berkelana mencari koleksi stiker lucu, akhirnya ketemu juga stiker yang menurutku paling lucu, yaitu stiker wajahnya sendiri yang lagi mandi air hujan dengan cebor warna pink. Belum lagi tulisannya "MANDI AIR KETENANGAN AGAR HIDUPMU MENJADI LEBIH TENANG"

Alea adalah wanita yang menepati janji. Itulah prinsipku. Prinsip yang sedang kuusahakan sebisa mungkin. Di jam istirahat, aku pun pergi ke ruang osis. Niatnya untuk mengembalikan hp, tetapi ternyata sedang ada rapat di ruang osis. Manik mataku menatap Dirgantara dengan penuh rasa kaget. Ternyata, dia bukanlah pria biasa. Dia bahkan memimpin rapat. Dan di dekat tempatnya duduk, ada tag bertuliskan ketua osis.

"Aleaaaaa, serius? Pria yang lo kasarin tadi ternyata ketua osis?" Aku menutup kedua mataku dengan rapat. Rasanya malu campur takut. Dan saat aku berani membuka mata, pria itu malah ada dihadapanku. Cukup dekat sampai aku kaget dan nyaris jatuh ke belakang. 

Mau dilihat dari sisi manapun, dia tetap terlihat sebagai pria yang menjengkelkan.  

"Halo Bunda, ada apa?" Aku mengangkat telepon dari bunda. 

"Lea, bunda membelikanmu baju super menggemaskan. Sudah bunda taruh di kamar. Nanti di pakai ya sekalian datang ke acara makan malam rekan bisnis ayahmu," jelas Bunda.

"Dadakan sekali," jawabku.

"Pokoknya ini nanti bakalan seru. Rekan bisnis ayahmu juga mengajak anaknya. Katanya sih, anaknya sekolah di SMA Bina Bangsa juga."

"Siapa?" sambungku sembari meninggikan salah satu alis.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status