Share

Soya

Kami pulang. Padahal, itu adalah tiket yang menjadi salah satu alasanku bertahan hidup. Keindahan santorini, aku selalu membayangkannya dengan memakai pakaian biru yang menyegarkan. Tetapi, harapan itu hilang. Hilang begitu saja akibat Dirgantara yang memutuskan pulang dan menjenguk Soya. 

"Kalau bukan karena menghargai keinginan ayah, aku tidak akan sudi menjalani kehidupan seperti ini."

***

Aku tidak banyak tahu tentang Soya. Tapi, karena dari segi pandang keluargaku, aku telah menikah dengan Dirga. Aku pun merasa memiliki kewajiban untuk tahu sedikit demi sedikit tentang Dirga. Dan selama Dirga pulang menemui Soya, aku berusaha menutupi segala keburukan Dirga. Bukan, bukan karena aku mengamankan Dirga. Tetapi, aku mengamankan seluruh situasi. Meskipun hal yang kulakukan, membuatku tersiksa sendirian.

[Lo kenal Soya? Boleh gue tau informasi tentang Soya?] Pesan itu pun terkirim. 

[Iya, gue kenal dekat sama Soya. Tapi, informasinya gak gratis ya.]

[Haha, lo mau berapa? Gue bisa kasih lo 10 juta, tapi gue butuh informasi selengkap mungkin] Pesan terkirim untuk Elyn.

Elyn adalah mata-mata di kalangan anak muda. Dia adalah gudangnya informasi. Aku mengenalnya karena aku terbiasa melakukan tindak kelicikan seperti ini. Di sekolahku sebelumnya, saat ada orang yang tidak ku sukai atau orang yang menurutku mencari masalah denganku, aku akan lebih dulu menyuruh orang untuk menggali segala informasi tentangnya. Jadi, mereka tidak bisa berkutik lagi.

[Oke. Jam 7 malam di Cafe tujuh satu]

Mengeluarkan uang sebanyak itu tidak pernah menjadi beban bagiku. Terlebih, setiap bulannya, dana 80 juta selalu masuk ke rekening dan setelah aku menikah, pemasukannya menjadi dua kali lipat, yaitu 160 juta. 

Kami pun tiba di cafe. Dan sesuai dengan kesepakatan, aku memberikan 10 juta dengan ganti segala informasi tentang Soya. Dan informasi itu, sungguh membuatku terkejut.

Dirga, menyukai Soya. Begitu pula sebaliknya. Tetapi, mereka tetap berada di zona teman dengan janji bahwa Dirga akan membahagiakan Soya, apapun caranya. 

"Soya itu anak tunggal dan dia yatim piatu," jelas Elyn.

"Dia sangat mandiri dan tidak kekanak-kanakan," imbuhnya.

Sampai sini saja, aku sudah kalah. 

"Dan Dirga memiliki janji untuk menikahi Soya."

"UHUK" aku tersedak. 

"Menikah?" tanyaku memastikan.

"Iya. Setelah lulus nanti," ucap Elyn.

Semenjak pertemuanku dengan Elyn, aku merasa hidupku berubah. Alea yang ceria itu, tertutup dengan Alea yang banyak diam. Diam karena kepalaku begitu riuh. Dirga lepas tangan saat kami gagal bulan madu ke Santorini dan aku lah yang pada akhirnya mengatakan pada keluarga besar bahwa batalnya kami ke Santorini, atas dasar kesepakatan kedua belah pihak.  

***

Sekolah, setelah libur semester.

Aku berjalan menuju lorong kelasku. Pada akhirnya, sampai juga di kelas 12. Semua temanku pada saling menyapa, mereka dengan asik menceritakan kegiatan seru selama libur semester. Tetapi aku? Aku memasang sikap cuek dengan asik menggambar dan mendengarkan lagu di kursi paling belakang. 

"Lea, lo liburan ke mana?" tanya Brian.

Aku mendengarnya, tapi pura-pura tidak mendengar.

"Dih, sombong banget anak baru!" Brian mencoba mengusik kuasku dan itu membuat emosiku melonjak. 

"Lo kenapa sih?" ujarku sembari menggebrak meja. Hal ini membuat seisi kelas menatapku. Sayangnya, aku baru tau kalau Brian sudah memiliki kekasih. Kekasihnya merupakan wakil ketua osis, namanya Siska. Dia tak terima dengan perlakuanku. Dan pada akhirnya kami pun ribut.

Entah bagaimana ceritanya, Dirga datang dan melerai kami. Dia menggandeng tanganku, mengajakku lari menjauh dari Siska dan seluruh murid lainnya.

"Lepas!" ujarku sembari menarik paksa tanganku dari genggaman Dirga. Posisi kami berada di halaman belakang sekolah. Ada lapangan besar yang kosong di sana.

"Lo kekanak-kanakan banget sih," keluh Dirga. 

"Lo gak bisa dewasa dikit hah?" imbuhnya.

Emosiku semakin memuncak dan dari situlah ucapan talak keluar dari mulutku.

"Dirga, gue gak tahan lagi sama lo. Gue gak peduli lagi sama siapapun itu, termasuk gimana masa depan ayah gue setelah tau kalau gue mau cerai dari lo. Yang jelas, gue mau cerai. Cerai, titik!" tegasku.

Aku menangis sejadi-jadinya. Ternyata, mentalku tak sekuat itu untuk menghadapi hal yang tak ku sukai. Aku tidak bisa memaksakan baik-baik saja disaat semuanya memang sedang tidak baik-baik saja. 

"Ayah lo bisa kena stroke Lea, lo mau? Ini bukan gue yang egois, gue juga gak mau nikah sama lo!"

"Jadi ayo, CERAI!" tegasku.

Dirga terdiam. Napasnya terlihat panjang dan dalam. 

"Gue gak mau Dirga. Gue gak mau hidup pura-pura bahagia. Lo gak pernah bikin gue bahagia. Lo selalu mentingin Soya di atas kepentingan pernikahan kita. Bukannya gue cemburu, tapi gue juga punya perasaan, gue juga bisa ngerasain sakit pas lo nyepelein apapun tentang gue," terangku.

Perasaan yang ku pendam itu, pada akhirnya meluap juga dan membuat Dirga diam. Ia tak bisa membalas rengekanku, ia juga tidak bisa memojokkanku. Barangkali, Dirga baru sadar betapa susahnya aku bertahan selama ini. Tapi yang jelas, aku hanya ingin membuka mata hati Dirga, bahwa dalam kasus ini, bukan hanya hubungan Dirga dan Soya yang perlu dijaga, tetapi juga perasaanku. Aku ingin menegaskan sekali lagi pada Dirga, bahwa aku juga memiliki perasaan, aku juga bisa merasakan sakit.

"Kenapa? Gak bisa jawab kan?" desakku.

"Jadi, selesaikan saja. Gue udah gak peduli apapun!"

Aku pergi. Kali ini benar-benar pergi. Bahkan, keluargaku pun tak tau ke mana aku pergi. Ponsel yang daya baterainya masih tersisa 45% sengaja ku nonaktifkan agar siapapun tak bisa menghubungiku. 

Padahal, aku juga tidak tau mau pergi ke mana. Berbekal uang dan kartu ATM, aku nekat naik angkutan umum untuk pertama kalinya dengan seragam sekolah. 

"Kak, mau tujuan ke mana?"

"Tempat yang sunyi dan sepi, kira-kira di mana ya?" tanyaku pada supir angkutan umum. Tapi, dia tampak takut dengan pertanyaanku. Dia menyarankanku untuk tidak usah memiliki pikiran yang aneh-aneh. Dan aku diturunkan di tempat yang ramai. 

"Kalau malam hari ada festival. Ramai banget kak," jelas sang supir.

Aku pun turun dan menerima saran sang supir angkutan umum tadi. Menunggu sampai gelap. Dan benar saja, ada festival malam yang tampaknya seru. Banyak lampu dengan nuansa remang-remang. Ada banyak wahana dan juga jajanan. Aku mematung di tengah keramaian dan melihat orang lalu lalang dengan kegiatan mereka masing-masing. Ada yang tertawa, ada yang anaknya merengek minta mainan, dan masih banyak lagi. Sampai tak sadar, hujan turun, semuanya berteduh kecuali aku. Semua meneriaki ku untuk berteduh, tapi aku tetap diam mematung. Membiarkan air hujan menyerangku yang menyerah dengan keadaan ini.

Sampai akhirnya, ada satu payung yang diulurkan tepat di atas kepalaku. 

Aku pun menoleh, menatap sosok lelaki yang mulai basah kena air hujan.

"Jangan begini lagi," ujarnya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status