Beranda / Romansa / Perjanjian Leluhur / 55. Pangeran Tengkorak

Share

55. Pangeran Tengkorak

Penulis: Enday Hidayat
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-16 17:38:33
Bidasari memperhatikan pemuda yang duduk di dekatnya dengan tak percaya, dan bertanya untuk memastikan, "Apakah benar kau adalah Cakra Agusti Bimantara?"

"Hanya puteri mahkota dari Nusa Kencana yang percaya aku adalah pangeran kedelapan," jawab Cakra.

Bidasari memandang tak percaya. "Bagaimana mungkin! Kekuatan apa yang membuatmu jadi tokoh sakti mandraguna dalam tujuh bulan?"

Cakra membetulkan letak topinya, pura-pura bingung. "Kekuatan apa ya?"

Janji untuk pulang ke rumah adalah kekuatan yang membuat Cakra nekat minum air kehidupan sehingga ia jadi manusia abadi.

Cakra pasti sulit hidup tenang di dunia manusia. Ia pasti jadi obyek penelitian para ilmuwan dari berbagai negara.

Cakra hanya bisa hidup nyaman di jazirah ini. Apakah ini takdir untuk tinggal di Nusa Kencana?

"Apa yang kamu lakukan pada calon suamiku?"

Dewi Anjani berdiri di depan Bidasari. Matanya bersinar tajam laksana belati.

Bidasari bangkit dari duduknya dan menjawab dengan tenang, "Aku hanya mampi
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Perjanjian Leluhur   56. Menantang Maut

    "Bangunkan semua prajurit!" perintah Dewi Anjani pada kepala penjaga tenda induk. "Kita segera pergi dari tempat ini!" "Kau begitu takutnya pada Pangeran Tengkorak," sindir Cakra santai. "Apa takut ketahuan lagi berduaan denganku?" Dewi Anjani menjawab dengan tegas, "Pangeran Tengkorak bukan untuk main-main, kanda. Ia raja dari kerajaan Timur yang sangat sakti. Kata kanda ada tiga pemuda mendatangi kita, berarti ia membawa pengawal utama. Kita berada dalam bahaya besar." "Ia berarti takut untuk pergi sendiri kalau bawa pengawal," kata Cakra seolah meremehkan. "Jangan-jangan takut ketemu roh Hutan Gerimis." Dewi Anjani berusaha menahan sabar. "Kanda, sekarang bukan waktu yang tepat untuk bergurau." Prajurit sudah berkumpul, Brajaseta datang menghadap. "Pasukan sudah siap berangkat, Tuan Puteri," lapornya. "Kalau boleh patik tahu, ada apa gerangan sehingga kita pergi dengan terburu-buru?" "Pangeran Tengkorak dan dua pengawalnya sedang menuju ke mari." Wajah Brajaseta pucat seketi

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-17
  • Perjanjian Leluhur   57. Tiga Curut

    Pangeran Tengkorak mengeluarkan tiga buah pin dari balik jubah dan dilemparkan secara tiba-tiba disertai tenaga dalam penuh. Pin melesat di udara tanpa tertangkap oleh mata biasa saking cepatnya. Pin itu bergambar tengkorak dan merupakan senjata rahasia beracun, belum ada pendekar yang mampu menghindar dan berakhir dengan kematian. "Kau sangat merendahkan diriku," kata Cakra. "Jangan mimpi bisa menghabisi murid Ksatria Bayangan dalam sekali gebrak." Cakra dapat melihat gerakan tiga buah pin yang melesat di udara, tapi ia tidak berusaha mengelak, ia tangkap dengan mulut dan jepitan jari kedua tangannya. Gerakan kilat yang sungguh luar biasa dan mengundang kagum pasukan kerajaan Nusa Kencana dan pengawal Pangeran Tengkorak. Air kehidupan yang mengalir dalam darah Cakra menetralkan racun dari pin yang digigitnya sehingga mengeluarkan asap tipis. Cakra membuang ketiga pin ke tanah, dan berkata, "Aku heran kenapa pasukan kerajaan gentar pada durjana yang membawa mainan perempuan."

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-18
  • Perjanjian Leluhur   58. Kematian Yang Mengerikan

    Pangeran Tengkorak terkejut, ia membentak, "Mengapa kalian menyerangku? Apa kalian sudah gila?" Pangeran Tengkorak bingung apa yang terjadi dengan mereka. Tapi tidak ada waktu untuk berpikir, ia pasti mati konyol kalau membiarkan serangan itu, ia tahu bagaimana ganasnya ajian Samber Nyawa. "Kalian benar-benar cari mampus!" geram Pangeran Tengkorak sambil mengeluarkan ajian Halimun Senja. Brajaseta memerintahkan kepada anak buahnya untuk menjauh dari areal pertarungan, "Lekaslah kalian menyingkir! Berlindung di pohon besar!" Ajian Halimun Senja terkenal sangat kejam, mengandung hawa dingin dan beracun. Siapapun yang terkena hawa itu darahnya akan membeku dan mati. Pukulan beracun dari dua pengawal itu dapat dimentahkan dan hawa dingin melaju kencang menghantam tubuh mereka. Sekejap dua pendekar itu berdiri kaku, kemudian tumbang meregang nyawa. "Mereka mati di tangan majikan sendiri," kata Gentong Ketawa. "Tuan Muda sudah mempengaruhi pikiran mereka untuk berkhianat." Cakra tida

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-20
  • Perjanjian Leluhur   59. Mungkin Dia Lelah

    Dewi Anjani keluar dari persembunyian, ia mendatangi Cakra dan memujinya, "Kau sungguh hebat, kanda. Kerajaan tenteram dan damai berada di bawah kekuasaanmu." Nirmala memandang kagum. "Tuan Muda kini jadi penguasa dunia perkelahian. Tidak ada yang perlu ditakuti lagi dengan ancaman dari dalam dan luar." "Aku tidak pernah takut selama berpijak pada kebenaran," kata Cakra. "Kematian Pangeran Tengkorak membuatku makin banyak musuh, hal yang sebenarnya ingin aku hindari." Gentong Ketawa salah sambung, "Tuan Muda tidak perlu menghindari mereka. Mereka pasti kecut untuk bertarung dengan Tuan Muda." Cakra menjelaskan dengan sabar, "Maksudnya aku tidak mau punya musuh, bukan kabur kalau berjumpa dengan musuh." Nirmala berpantun, "Ikan kembung menari badut...salah sambung Gendut!" "Aku heran mereka begitu bebas masuk ke Hutan Gerimis," ujar Cakra. "Apakah hutan ini berbatasan dengan kerajaan Timur?" "Hutan ini berbatasan dengan jalur perdagangan internasional," jawab Dewi Anjani. "Jalu

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-21
  • Perjanjian Leluhur   60. Pendekar Muka Tempayan

    Cakra mengangkat tubuh Dewi Anjani yang bersimpuh di depannya sambil berkata, "Jangan terlalu tinggi memandangku. Cermin Mustika belum tentu menunjukku jadi maharaja." Cakra tidak tertarik untuk jadi maharaja. Ia ikut pulang ke istana karena ingin menanam benih di rahim puteri mahkota secara resmi, sesuai permintaan gurunya, kemudian pergi ke Bukit Penamburan untuk melaksanakan tirakat di tujuh air terjun. Ia ingin segera pulang ke rumah. Cakra bisa saja berendam di air mata pengukuhan di istana. Jadi tidak perlu susah payah memiliki ilmu Salin Raga. Tapi kepergiannya diketahui pihak kerajaan. Mahameru dan tokoh istana pasti menyusul ke kampungnya jika ia tidak kembali. Cakra berjalan di samping Dewi Anjani yang naik kuda jantan, di belakang mengikuti Nirmala dengan naik kuda betina. "Kelihatannya kanda sangat gelisah," kata Dewi Anjani. "Bolehkah aku tahu apa sebabnya?" "Aku tidak menemukan Fredy di Hutan Gerimis," sahut Cakra. "Aku kuatir sahabatku sudah tewas tanpa nisan." "A

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-22
  • Perjanjian Leluhur   61. Penjahat Kelamin

    "Pangeran Penamburan sungguh licik," geram Mahameru. "Ia memobilisasi rakyat untuk tameng." Cakra bertanya untuk memastikan, "Jadi mereka adalah rakyat yang dipersenjatai?" "Mereka adalah para pemuda yang dipaksa jadi balatentara karena keluarganya diancam akan dibunuh." "Kalau begitu kau dan rombongan segera pergi untuk menyongsong musuh di depan, aku menghadang mereka di sini." Dewi Anjani kaget. "Bukankah kata kanda mereka jumlahnya hampir dua ratusan?" "Aku kira hanya beberapa belas saja yang berilmu tinggi, selebihnya adalah prajurit yang tidak layak mati. Mereka adalah rakyat Nusa Kencana yang teraniaya. Aku sudah seharusnya menyelamatkan mereka." Mahameru memandang heran, "Bagaimana Tuan Muda menyelamatkannya sementara mereka berada di bawah tekanan Pangeran Penamburan?" "Kau urus saja para penghadang di depan, para pemberontak bagianku." "Baik, Tuan Muda." Mahameru tidak membantah, meski sangsi apakah Cakra sanggup menghadapi balatentara yang begitu banyaknya. "Seluru

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-23
  • Perjanjian Leluhur   62. Kejarlah Daku Kau Kutinggal

    "Sering-sering mengeluarkan ajian itu," kata Gentong Ketawa. "Saya jadi awet muda." Musuh tidak ada yang tersisa. Mereka tersapu bersih. Cakra sengaja memusatkan pukulan pada penunggang kuda sehingga pohon dan tanaman perdu tidak terkena dampaknya. Cakra mampu mengendalikan ajian Badai Cemara sesuai kebutuhan. Hal yang sulit dilakukan gurunya sendiri. Dewi Anjani bertanya dengan cemas, "Apakah para prajurit yang tersapu angin itu akan tewas, kanda?" "Aku kira tidak ada yang tewas," jawab Cakra. "Beberapa prajurit mungkin mengalami patah tulang saat terjatuh ke bumi. Hal itu susah dihindari untuk pasukan yang begitu banyak." Gentong Ketawa membela Cakra, "Betul, Tuan Puteri. Korban jiwa pasti tak terhindarkan kalau bentrok dengan pasukan pengawal kerajaan." "Aku mau menyusul Mahapatih dan pasukan," kata Cakra. "Mereka butuh bantuan." "Kita pergi bersama-sama saja, kanda," sahut Dewi Anjani. "Kau naik kuda saja, sepasang sejoli itu sebentar lagi selesai bercinta." Gentong Ketaw

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-26
  • Perjanjian Leluhur   63. Tujuh Tukang Kentut Dari Utara

    "Hiiaaatt!" Tujuh Malaikat Pencabut Nyawa dari kerajaan Utara serempak menyerbu. Cakra meladeni dengan santai. Mahameru jadi semakin curiga kalau pemuda itu bukan calon pangeran kedelapan. Ilmu tembus pandangnya sulit untuk melihat siapa raga aslinya. "Cakra tidak mungkin memiliki ilmu yang demikian tinggi dalam waktu tujuh bulan," kata Mahameru. "Aku curiga ia jelmaan bangsa siluman." "Hanya Cermin Mustika yang dapat mengetahui siapa ia sebenarnya," sahut Bagaspati. "Aku sulit menerawang, ada cahaya putih melindungi, semakin keras aku berusaha semakin silau cahaya itu." Cakra seakan bermain-main menghadapi mereka. Padahal tujuh tokoh sakti dari Utara bukan musuh kaleng-kaleng! "Dua tukang kentut!" seru Cakra saat berhasil menepuk pantat salah satu dari mereka sehingga mengeluarkan bunyi kentut. Mahameru adalah panglima balatentara berumur separuh baya dan tidak hidup di jaman Ksatria Bayangan saat menguasai dunia perkelahian. Jadi ia belum pernah menyaksikan kehebatan jurus Ci

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-27

Bab terbaru

  • Perjanjian Leluhur   375. Permaisuri Kesebelas

    "Kau bukan tandinganku...!" Cakra mengingatkan Chu Phang Yu yang hendak menyerangnya. "Aku tidak mau kau mati sia-sia...!"Chu Phang Yu adalah tokoh muda sakti mandraguna yang sangat ditakuti di Hutan Utara, sehingga ia memperoleh gelar Ratu Hutan Utara.Tiada pendekar berani berbuat konyol di Hutan Utara, kecuali ingin mengantarkan nyawa.Betapa nekatnya Cakra memandang remeh Chu Phang Yu."Kau sungguh tidak menghormati diriku!" geram Ratu Hutan Utara. "Apakah kau masih memiliki kehormatan?""Bedebah...! Aku ingin tahu seberapa pantas kau merendahkan diriku!""Sangat pantas...!"Cakra melayani serbuan Chu Phang Yu dengan jurus Hati Di Ranting Cemara.Ia berkata, "Aku juga ingin tahu seberapa pantas kau jadi calon permaisuri Raja Agung!""Aku belum memberi jawaban kepada Anjani! Aku berpikir ulang menjadi permaisuri kesebelas melihat kesombongan dirimu!"Dewi Anjani menetapkan lima belas calon permaisuri untuk Pangeran Nusa Kencana, namun hanya sepuluh yang diumumkan dalam testimoni,

  • Perjanjian Leluhur   374. Ratu Hutan Utara

    Chu Phang Yu mengintip lewat rumpun bunga tulip, rumpun bunga itu terletak di tepi telaga kecil.Chu Phang Yu tersenyum saat kuda coklat mendatangi kuda betina yang lagi makan rumput di seberang telaga."Jebakanku berhasil...!" gumam Chu Phang Yu. "Daging kuda itu pasti sangat lezat.""Kau sedang apa?"Sebuah pertanyaan dari belakang mengejutkan Chu Phang Yu.Ia menoleh dan menemukan bangsawan muda sangat tampan tengah tersenyum.Bagaimana dirinya sampai tidak mengetahui kedatangan pemuda itu?"Aku kira lagi mpup," kata Cakra. "Kok tidak buka cawat? Apa mpup di celana?""Kurang ajar...!" geram Chu Phang Yu. "Makhluk apa kau tidak ketahuan datangnya olehku?""Kau terlalu khusyuk melihat kelamin kudaku, sehingga tidak tahu kedatangan diriku.""Rupanya kau bangsawan cabul...! Kau tidak tahu berhadapan dengan siapa!""Aku sedang berhadapan dengan perempuan cantik jelita yang mempunyai kegemaran mengintip binatang kawin.""Aku adalah Chu Phang Yu! Penguasa Hutan Utara yang akan menghukum p

  • Perjanjian Leluhur   373. Kuda Betina

    "Bersiaplah...!"Cakra menempelkan ujung tongkat pada kening topeng lalu mengalirkan energi roh, asap berbau busuk mengepul dari sela topeng. Ratu Utara mengerahkan energi inti untuk membantu proses pengobatan, dan menutup jalur pernafasan, mencegah terhirupnya aroma busuk dan beracun.Ratu Utara membuka topeng ketika dirasa wajahnya sudah kembali seperti sediakala, dan mengenakan pakaian."Aku kagum denganmu," puji Ratu Utara. "Kau mampu berkonsentrasi melakukan pengobatan dengan pesonaku terpampang jelas di matamu.""Ada saatnya aku menikmati keindahan perempuan, ada saatnya menutup mata," sahut Cakra. "Aku minta kau memenuhi janji untuk menemui Ratu Purbasari. Permusuhan kalian mesti diakhiri di atas traktat.""Tiada alasan bagiku untuk mengingkari janji. Kutukan akan kembali menimpa diriku jika aku ingkar."Cakra tersenyum miris. Ratu Utara sudi berdamai bukan atas kesadaran diri sendiri, tapi takut kena karma.Kiranya sulit melupakan masa lalu, padahal Pangeran Wikudara mengikat

  • Perjanjian Leluhur   372. Kebohongan Terbongkar

    Cakra senang mendengar kehamilan permaisuri ketiga. Pantas saja Maharini tidak pernah sambung kalbu, ia sudah kehilangan ilmu itu secara sendirinya.Ilmu Sambung Kalbu dan Sambung Rasa akan muncul kembali setelah ia melewati masa lahiran."Puteri mahkota akan tinggal di istana Miring sampai masa lahiran selesai," kata Ratu Utara. "Ia mesti dijaga dari segala pengaruh pria jahat.""Aku heran bagaimana puteri mahkota mempunyai banyak musuh sehingga banyak pria yang ingin mencelakai dirinya," ujar Cakra. "Apakah ia banyak memberi harapan kepada mereka sewaktu masih lajang?""Maharini senang pengembara, kehidupannya banyak dihabiskan di luar istana, ia mempunyai beberapa teman dekat yang sakit hati karena pernikahannya dengan pangeran Nusa Kencana begitu mendadak.""Aku kira mereka salah mengartikan kebaikan puteri mahkota, mereka seharusnya tahu bahwa sejak awal ia sudah menentukan pilihan hidupnya, yaitu Pendekar Lembah Cemara.""Mereka tahu kalau aku tidak setuju puteriku mengikat jan

  • Perjanjian Leluhur   371. Topeng Srikandi

    "Maksudmu ingin menyumpal mulutku dengan bibir topeng?" Cakra memandang Ratu Topeng dengan kurang ajar. "Mendingan disumpal dengan mulut kuda sekalian!""Kau sangat menyinggung harga diriku!" geram Ratu Topeng marah. "Padahal belum pernah ada bangsawan Bunian yang berani menghinaku!""Aku tersanjung menjadi yang pertama."Cakra meminta si Gemblung untuk berjalan lewat gili-gili karena perempuan bertopeng tidak bergeser dari tengah jalan."Aku bertanya sekali lagi...!" tegas Ratu Topeng. "Ada kepentingan apa kau datang malam-malam ke wilayah Utara?""Aku kemalaman, aku kurang nyaman menginap di wilayah Barat, perempuannya bau asem seperti dirimu.""Aku kira ada masalah dengan hidungmu!""Hey, ratu ronggeng...! Kau tidak dapat mencium bau dirimu karena memakai topeng! Maka itu buka dulu topengmu agar bisa menikmati bau asem tubuhmu!"Padahal perempuan bertopeng beraroma mirabilis, wanginya sangat menyegarkan pernafasan.Cakra sampai berfantasi dengan body goal-nya. Wangi mirabilis adal

  • Perjanjian Leluhur   370. Perempuan Bertopeng

    Cakra pergi meninggalkan prajurit kerajaan, kembali ke dangau di perkebunan jeruk di mana si Gemblung menunggu.Kemudian Cakra berangkat ke perbatasan dengan berkendara kuda coklat itu."Kau benar, Gemblung," kata Cakra. "Kita mestinya melanjutkan perjalanan ke wilayah Utara. Sepasang Pengemis Gila akan menjadi tanggung jawab tokoh istana untuk melumpuhkannya.""Bagaimana kita melewati pintu gerbang, Yang Mulia?" tanya si Gemblung. "Apakah penjaga perbatasan sudi membuka gerbang tengah malam buta begini?""Bagiku tidak ada rintangan yang tak dapat dilewati," sahut Cakra. "Aku adalah calon Raja Agung, aku harus mampu membuktikan ketangguhan diriku."Cakra dapat menggunakan ilmu Selubung Khayali untuk mempengaruhi mereka agar menuruti keinginannya. Ia bahkan dapat berbuat apa saja.Cakra biasa menggunakan ilmu itu dalam situasi darurat, karena cukup menguras energi, terutama untuk makhluk yang berotak jernih.Cakra cukup menggerakkan kepala kepada penjaga perbatasan untuk membuka pintu

  • Perjanjian Leluhur   369. Sepasang Pengemis Gila

    "Terima kasih atas informasinya, tuan...!" Kepala prajurit istana dan anak buahnya pergi ke perkebunan apel menyusul Sepasang Pengemis Gila. "Mereka tak percaya dengan penjelasan Yang Mulia," kata si Gemblung. "Mereka pikir Yang Mulia adalah bangsawan edan." "Kau kurang ajar sekali kepada majikanmu...!" gerutu Cakra. "Bangsawan edan mana mungkin mempunyai 5.000 keping emas dan perak?" Cakra bangkit dari balai kayu, berjalan mondar-mandir seperti orang bingung."Ada apa Yang Mulia bolak-balik kayak gergaji mesin?" tanya si Gemblung. "Sepasang Pengemis Gila adalah tokoh sakti mandraguna yang malang-melintang di kerajaan Dublek, kemampuan mereka setingkat sahabatku, pasti cukup merepotkan." Istana Dublek mempunyai tokoh sakti sangat banyak, sehingga cukup disegani meski kerajaan kecil. "Lalu Yang Mulia akan menyusul mereka?" "Ya. Kau tunggu di sini." Cakra merasa bertanggung jawab karena puteri Marina adalah calon permaisuri. "Aku pasti terlambat menyelamatkan puteri mahkota ka

  • Perjanjian Leluhur   368. Bukan Aku Yang Bilang

    "Kita terpaksa menempuh jalan setapak."Cakra meminta si Gemblung untuk memasuki jalan kecil berkerikil di antara pohon apel yang berderet rapi."Puteri Marina pasti mengenali diriku jika kita lewat jalan umum.""Bagaimana ia mengenali Yang Mulia padahal belum pernah bertemu?""Ratu Barat pasti sudah memberi gambaran secara virtual."Cakra sulit menolak jika puteri Marina mengundang untuk menghadiri pesta. Perjalanan menuju kerajaan Utara jadi terhambat.Cakra hanya mempunyai waktu tiga pekan untuk menyambangi permaisuri, pada saat itu sayembara di kota Dublek sudah memasuki babak akhir.Kesempatan terbaik bagi Cakra untuk mengambil alih istana, tanpa perlu melumpuhkan prajurit."Yang Mulia mestinya senang bertemu puteri Marina. Yang Mulia pasti diminta menginap di rumah singgah, dan bisa test drive.""Kau itu kendaraan calon Raja Agung, pikiran kotormu mestinya dihilangkan.""Barangkali aku ketularan."Cakra mendelik. "Ketularan aku maksudnya?""Bukan aku yang bilang."Hari sudah mal

  • Perjanjian Leluhur   367. Sayangnya Bukan Ksatria

    Cakra segera mengadakan ikatan janji suci dengan puteri mahkota begitu tiba di istana Bunian.Cakra tinggal selama dua hari di istana megah itu. Setelah muncul titik hitam di kening Bidasari, pertanda datang masa kehamilan, ia pergi ke istana Utara untuk menyambangi Maharini.Bidasari melepas kepergian sang ksatria dengan berat."Aku akan selalu merindukan kedatangan dirimu," kata puteri mahkota Bunian. "Jadikanlah aku pengisi bilik hatimu di antara permaisuri lain." Cakra senang Bidasari sudah memasuki masa kehamilan, sehingga tanggung jawabnya untuk mencetak penerus dinasti sudah tertunaikan.Cakra menempuh perjalanan lewat kerajaan Barat, ia belum pernah berkunjung ke negeri kecil yang makmur itu."Aku heran dengan leluhur Nusa Kencana," kata Cakra sambil menunggang kuda coklat dengan santai. "Ia tidak menjodohkan diriku dengan puteri Marina, padahal negeri ini perlu menjadi anggota persemakmuran.""Puteri Marina masih di bawah umur, Yang Mulia," sahut si Gemblung. "Barangkali itu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status