"Hiiaaatt!" Tujuh Malaikat Pencabut Nyawa dari kerajaan Utara serempak menyerbu. Cakra meladeni dengan santai. Mahameru jadi semakin curiga kalau pemuda itu bukan calon pangeran kedelapan. Ilmu tembus pandangnya sulit untuk melihat siapa raga aslinya. "Cakra tidak mungkin memiliki ilmu yang demikian tinggi dalam waktu tujuh bulan," kata Mahameru. "Aku curiga ia jelmaan bangsa siluman." "Hanya Cermin Mustika yang dapat mengetahui siapa ia sebenarnya," sahut Bagaspati. "Aku sulit menerawang, ada cahaya putih melindungi, semakin keras aku berusaha semakin silau cahaya itu." Cakra seakan bermain-main menghadapi mereka. Padahal tujuh tokoh sakti dari Utara bukan musuh kaleng-kaleng! Dutt! "Dua tukang kentut!" seru Cakra saat berhasil menepuk pantat salah satu dari mereka sehingga mengeluarkan bunyi kentut. Mahameru adalah panglima balatentara berumur separuh baya dan tidak hidup di jaman Ksatria Bayangan saat menguasai dunia perkelahian. Jadi ia belum pernah menyaksikan kehe
"Mau lari ke mana kalian, tujuh tukang kentut?" Cakra melesat terbang ke pucuk pohon dengan menggunakan ilmu Tapak Layang dan mencegat Tujuh Malaikat Pencabut Nyawa yang hendak kabur. "Tinggalkan seluruh pakaian kalian, baru boleh pergi. Atau aku paksa kalian untuk melepas baju." Mereka sebenarnya layak untuk mati mengingat sepak terjangnya yang kejam dan bengis. Tapi Cakra ingin memberi pelajaran yang lebih menderita dari kematian, menanggung malu seumur hidup! Mereka pasti mencari pakaian ke perkampungan penduduk, suatu kehinaan yang sehina-hinanya bagi tokoh sakti muncul di depan umum dalam keadaan telanjang. "Cepatlah copot pakaian kalian!" bentak Cakra. "Atau kalian meminta aku sekalian mencopot terong kalian!" Hanya pendekar yang memiliki ilmu Cipta Saji Paripurna yang terhindar dari hal memalukan itu. Ia bisa menciptakan pakaian pengganti dengan segera. Cakra sudah membuat belasan tokoh kelas satu mengalami kejadian memalukan. Maka dapat dipastikan, beberapa tahun
"Salam kami untuk Raja Agung." Mereka memberi penghormatan secara serempak sambil bersimpuh. "Apa-apaan kalian?" hardik Cakra kaget. "Bangkitlah." Mereka bangkit berdiri. Prajurit pengawal kelihatan berseri meski menderita akibat pertarungan yang sangat berat. Semua bergembira mendapati kenyataan bahwa ksatria yang berdiri di hadapan mereka adalah Raja Agung yang ditunggu-tunggu. "Aku tidak mau diperlakukan secara berlebihan sebelum Cermin Mustika menobatkan siapa aku," tegur Cakra. "Aku tidak mau bernasib seperti sahabatku." Dewi Anjani memandang pujaan hatinya dengan sukacita. "Aku yakin kanda adalah Raja Agung yang ditunggu-tunggu, yang mengembalikan kejayaan kerajaan di masa lampau, menciptakan masyarakat adil makmur gemah ripah loh jinawi." "Bagaimana kau bisa yakin kalau aku adalah Raja Agung? Padahal sebelumnya Mahameru curiga berat kalau aku ini jelmaan putera mahkota dari kerajaan Sihir." "Menurut keterangan di dalam lembaran suci kerajaan, pertanda nyata dari Raja A
Matahari sudah tidur nyenyak di peraduan. Malam hampir mencapai puncak. Keadaan sekitar sangat lengang. Sejak roh Laraswati pergi dengan penyekaran air mata bidadari, tidak ada lagi keramaian pada tengah malam. "Aku bikin kereta kalau kamu siap jadi kuda," kata Cakra. "Ilmu Cipta Saji Paripurna tidak bisa menciptakan makhluk hidup, meski sekedar tumbuhan." Gentong Ketawa menggerutu, "Kira-kira saja saya jadi kuda, Tuan Muda." "Maka itu hidup jangan mau enaknya saja. Aku menggunakan ilmu Cipta Saji dalam keadaan darurat saja, dan tidak ada ilmu yang sempurna yang bisa mengatasi segalanya." "Tapi bisa kan kalau mengatasi perut lapar?" Mereka berdua terjaga di bawah pohon, berlindung dari rintik hujan yang tinggal sisa-sisanya. Mahameru dan Bagaspati duduk di sekitar tenda puteri mahkota. Mereka mengambil alih tugas jaga karena prajurit kelelahan dan banyak yang terluka. Kereta kuda dari Kadipaten Selatan sebentar lagi tiba, tapi Mahameru memutuskan untuk berangkat esok pagi. Ia
"Kau pura-pura tidak tahu saja," kata Cakra. "Kita tunggu apa yang dilakukan putera mahkota dari kerajaan Sihir." "Baik, Tuan Muda," sahut Mahameru. "Bukankah pesan Ksatria Bayangan ia tidak boleh dibunuh?" Cakra tersenyum. "Aku tidak terpaku pada permintaan. Aku bisa melenyapkan siapapun kalau layak untuk ditumpas." "Tapi Ksatria Bayangan adalah guru Tuan Muda. Permintaannya adalah titah yang wajib dilaksanakan muridnya." "Aku tidak cinta buta pada guruku, di mana harus melakukan apapun yang diperintahkan. Aku hanya mengabulkan permintaan yang sesuai nurani dan kebenaran." "Apakah permintaan untuk tidak membunuh Pangeran Bramantana tidak sesuai dengan nurani dan kebenaran?" Mahameru khawatir jika Cakra tidak mengabulkan permintaan itu, gurunya mengamuk dan mengobrak-abrik kerajaan. Apakah ia sanggup mengatasi? "Maka itu kita tunggu apa yang dilakukan," kata Cakra. "Apakah ia layak untuk hidup?" Mahameru mengingatkan, "Pangeran Bramantana adalah anak kandung leluhur kerajaan."
Ratusan ular berbisa bergerak melata di atas tanah menuju ke bawah pohon besar, di mana Cakra dan Gentong Ketawa berada. Ada bagusnya seluruh pasukan pengawal kena sirep. Mereka pasti heboh jika melihat ratusan ular datang menyerbu mencari mangsa. Cakra memanggil Tongkat Petir, "Prok prok prok! Tolong bantu ya!" Tongkat terbuat dari emas murni muncul dari angkasa secara tiba-tiba, memancarkan cahaya kemilau sehingga suasana di sekitar menjadi terang. Cakra menangkap Tongkat Petir dan mengarahkan ke ratusan ular yang bergerak makin dekat, kemudian berkata, "Ganyang mereka." Cakra melemparkan Tongkat Petir untuk menghadang mereka. Tongkat itu berubah wujud jadi ular sangat besar begitu tergeletak di tanah. Bramantana terkejut saat ratusan ular ciptaannya disantap dengan rakus oleh ular besar sampai habis. Selesai menjalankan tugasnya, ular besar melesat ke dalam genggaman Cakra dalam bentuk tongkat. "Aku belum pernah melihat tongkat sihir seindah itu," gumam Bramantana. "Dari man
Mereka bangun menjelang fajar menyingsing. Mahameru dan Bagaspati tampak kaget. "Pulas sekali kita tidur," kata Mahameru. "Apakah hidangan itu mengandung obat tidur?" "Sepertinya begitu, kakang," sahut Bagaspati. "Aku belum pernah tidur senikmat ini." "Kau sudah kena pengaruh ilmu sirep Bramantana," ujar Cakra. "Kebetulan perut kenyang, jadi bablas tidurnya." Mahameru terkejut. Ilmu sirep adalah ilmu andalan kerajaan Sihir sehingga dapat mengalahkan musuh tanpa jatuh korban. Ia bertanya," Lalu ke mana perginya pangeran itu?" Mahameru melihat kereta kosong, dan di sekitar hanya ada Cakra, dan Gentong Ketawa yang tertidur pulas sambil bersandar ke batang pohon. "Aku sudah mengusir mereka pergi," jawab Cakra. "Baiknya kalian berangkat sekarang, supaya senja hari tiba di perkampungan." "Lalu Tuan Muda bagaimana?" tanya Mahameru. "Aku naik si Gemblung, kuda itu tiba saat kalian pergi tidur. Ia sekarang lagi bercinta di balik semak. Alasannya kedinginan." Kuda jantan dan betina itu
Matahari menampakkan sinarnya dan berkilau menyentuh dedaunan yang berembun. Pagi yang sangat indah dengan langit biru tanpa awan. Iring-iringan kereta melaju cukup kencang melintasi jalan berkerikil. "Apakah kereta ini dapat diterawang dari luar?" tanya Dewi Anjani. Puteri mahkota berada di kereta paling depan bersama Cakra dan empat penumpang yang dipisahkan tirai tebal bersulam emas. Ia mengenakan cadar sehingga wajahnya tidak mudah dikenali. "Kereta opera mencurigakan kalau dipasangi benteng gaib." "Semoga tidak ada yang mengenali kanda." Pendekar golongan hitam dan tokoh istana dari kerajaan sekitar semakin banyak berdatangan ke Hutan Gerimis untuk mencari Cakra. Pendekar golongan hitam untuk menuntut balas atas kematian teman mereka, sedangkan tokoh istana ingin menangkap Cakra untuk jadi pangeran di negerinya. "Kita sudah berbuat ceroboh dengan membiarkan para pengintai membuntuti rombongan kerajaan, sehingga akhirnya menyulitkan perjalanan kita," kata Dewi Anjani.
Ketua lama Dewan Agung berhasil kabur dari gerbang siksa. Ia menjadi pendukung utama Ratu Dublek. Raden Mas Arya Bimantara sebagai ketua baru sungkan untuk menangkapnya. Ratu Kencana sampai turun tangan melobi Cakra, ia sangat peduli dengan kegaduhan yang terjadi. Padahal ia berasal dari langit berbeda. "Nusa Kencana adalah negeri warisanku, aku memiliki keterikatan batin dengan penguasa istana." "Kenapa kau tidak menegur ketua baru untuk bertindak tegas?" "Kepandaian Arya Bimantara belum memadai untuk meringkus ketua lama." "Kenapa diangkat jadi ketua Dewan Agung kalau tidak memenuhi syarat?" "Ia paling pantas menjadi tetua! Tapi ketua lama mempunyai ilmu tertinggi di langit!" "Lalu kau pikir aku memadai? Aku bisa jadi ayam penyet!" "Aku sudah menurunkan intisari roh kepadamu. Jurus dan pukulan saktimu sekarang jauh lebih dahsyat." "Aku diminta taat aturan, kau sendiri tidak tahu aturan. Kau menurunkan ilmu tanpa seizin diriku. Kau seharusnya memberikan ilmu itu kepada indu
Plak! Plak!Dua tamparan keras kembali mampir di wajah Cakra.Kesatria gagah dan tampan itu tersenyum, ia hanya memiliki senyuman untuk perempuan cantik."Aku teringat pertemuan kita di hutan kayu," kata Cakra. "Kau lima puluh kali menampar wajahku sebelum mempersembahkan lima puluh kenikmatan."Plak! Plak!Cakra merasa ada aliran hangat dari tamparan itu, berangsur-angsur menyegarkan tubuhnya."Jadi kau sekarang mengalirkan energi roh melalui tamparan? Apakah Raden Mas Arya Bimantara melarang dirimu untuk bercinta denganku? Jadi kau masih mencintai lelaki pecundang itu? Aku sendiri malu mempunyai indung leluhur seperti dirinya...."Plak! Plak!"Jawabanmu sangat menyebalkan diriku," gerutu Cakra."Kau benar-benar pangeran terkutuk!""Aku mengakui diriku pangeran terkutuk ... terkutuk menjadi gagah dan tampan, bahkan menurut body goal magazine, aku satu-satunya pangeran yang dirindukan tampil telanjang di sampul depan! Tapi kecerdasan buatan tidak mampu menduplikat diriku, lebih-lebih
Puteri mahkota khawatir kesembuhan dirinya menimbulkan masalah baru bagi kerajaan.Bagaimana kalau Nyi Ratu Kencana murka dan menurunkan bencana yang lebih besar?"Aku kira Cakra sudah mempertimbangkan secara matang," kata Pangeran Liliput. "Ia terkenal sering bicara gegabah, namun tak pernah bertindak gegabah."Puteri mahkota memandang dengan resah, ia bertanya, "Bagaimana jika kutukan itu menimpa calon garwaku karena sudah melanggar kehendak ketua langit?" "Janganlah berpikir terlalu jauh, ananda," tegur Ratu Liliput lembut. "Belum tentu apa yang ananda pikirkan itu kejadian.""Bagaimana kalau kejadian, ibunda? Aku pasti disalahkan permaisuri pertama."Puteri Liliput segera meninggalkan pesanggrahan untuk menjumpai calon suaminya.Penjaga bilik tirakat segera berlutut dengan sebelah kaki menyentuh lantai begitu puteri mahkota dan baginda ratu tiba di hadapannya."Bukalah pintu bilik, Paman," pinta Puteri Liliput. "Aku mau masuk.""Patik mohon ampun sebelumnya, Gusti Puteri ... gust
"Ceesss...!"Bunyi pergesekan ujung Tongkat Petir dengan leher Puteri Liliput berkumandang menyerupai bunyi besi panas dicelupkan ke dalam air, seiring mengepulnya asap hitam tebal beraroma busuk.Keringat mengucur deras dari kening Cakra. Tongkat Petir bergetar keras sampai tangannya turut bergetar.Asap hitam tebal menyelimuti pesanggrahan, sehingga menghalangi pandangan sri ratu, ia tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka."Semoga tidak terjadi apa-apa...."Baginda ratu menutup pintu pesanggrahan karena tidak tahan menghirup bau busuk yang sangat menyengat.Ratu Liliput menunggu dengan cemas di depan pintu pesanggrahan.Pangeran Nusa Kencana sungguh nekat mengobati Puteri Liliput, ia tak sepatutnya mengorbankan nyawa untuk hal percuma."Hanya Nyi Ratu Kencana yang dapat menghilangkan kutukan itu," kata Ratu Liliput lemas. "Kesalahan diriku telah membuat murka para ketua langit."Ratu Liliput membuka pintu sedikit, asap tebal menerobos keluar.Ratu Liliput segera menutup pintu kem
Hari menjelang senja ketika Cakra tiba di istana Liliput. Ia diterima langsung oleh baginda ratu di pesanggrahan utama."Puteriku menolak untuk bertemu denganmu."Ratu Liliput bertutur dengan lembut untuk menghibur kekecewaan Cakra.Padahal pesona sri ratu sudah cukup menghibur kepenatan hatinya akibat perjalanan sepanjang siang.Perawakan sang ratu sebagaimana perempuan Asia Timur; berpostur semanpai, tinggi rata-rata, tidak kerdil seperti bayangan Cakra."Kau sudah tahu apa alasannya."Mendung berarak di wajah jelita itu. Sinar matanya meredup tersapu kesedihan mendalam.Mata itu seakan bercerita kalau ia siap menebus dengan apapun demi kesembuhan puterinya.Puteri mahkota mengurung diri di pesanggrahan meski sri ratu mendesaknya untuk keluar."Aku datang untuk menyembuhkan penyakitnya," ucap Cakra. "Jadi tidak ada alasan ia menolak kedatanganku.""Tiada kekuatan dapat menghilangkan kutukan itu, selain kemurahan hati ketua langit. Puteriku hanya mempermalukan diri sendiri jika mener
Bantuan untuk menanggulangi bencana alam dari empat kerajaan besar membuat Ratu Dublek murka. Bantuan itu bermaksud merongrong tahta yang didudukinya. Pangeran Nusa Kencana mengambil simpati rakyat dengan pengiriman beberapa kebutuhan pokok. Cakra mengetahui perkembangan terkini kota Dublek dari Ratu Sihir. Ia tampak resah dengan peristiwa yang terjadi. "Rinjani pergi ke Nusa Kencana untuk membahas ancaman Ratu Dublek," kata Ratu Sihir. "Aku kuatir mereka mengambil keputusan ekstrem dan berpengaruh terhadap moralitas perserikatan kerajaan." "Aku tidak mengira kalian sudah menyerahkan separuh kekuasaan kepada mereka," keluh Cakra. "Mereka jelas ingin membubarkan perserikatan dan mengganti dengan persemakmuran di bawah kendali puteri mahkota Nusa Kencana." "Bukankah hal itu keinginan dirimu?" "Aku pikir kebutuhan mendesak bukan mempersatukan seluruh kerajaan yang ada, tapi memakmurkan seluruh rakyat di jazirah bentala." "Kau menyelewengkan titah Nyi Ratu Kencana dalam babad
"Kau bukan tandinganku...!" Cakra mengingatkan Chu Phang Yu yang hendak menyerangnya. "Aku tidak mau kau mati sia-sia...!"Chu Phang Yu adalah tokoh muda sakti mandraguna yang sangat ditakuti di Hutan Utara, sehingga ia memperoleh gelar Ratu Hutan Utara.Tiada pendekar berani berbuat konyol di Hutan Utara, kecuali ingin mengantarkan nyawa.Betapa nekatnya Cakra memandang remeh Chu Phang Yu."Kau sungguh tidak menghormati diriku!" geram Ratu Hutan Utara. "Apakah kau masih memiliki kehormatan?""Bedebah...! Aku ingin tahu seberapa pantas kau merendahkan diriku!""Sangat pantas...!"Cakra melayani serbuan Chu Phang Yu dengan jurus Hati Di Ranting Cemara.Ia berkata, "Aku juga ingin tahu seberapa pantas kau jadi calon permaisuri Raja Agung!""Aku belum memberi jawaban kepada Anjani! Aku berpikir ulang menjadi permaisuri kesebelas melihat kesombongan dirimu!"Dewi Anjani menetapkan lima belas calon permaisuri untuk Pangeran Nusa Kencana, namun hanya sepuluh yang diumumkan dalam testimoni,
Chu Phang Yu mengintip lewat rumpun bunga tulip, rumpun bunga itu terletak di tepi telaga kecil.Chu Phang Yu tersenyum saat kuda coklat mendatangi kuda betina yang lagi makan rumput di seberang telaga."Jebakanku berhasil...!" gumam Chu Phang Yu. "Daging kuda itu pasti sangat lezat.""Kau sedang apa?"Sebuah pertanyaan dari belakang mengejutkan Chu Phang Yu.Ia menoleh dan menemukan bangsawan muda sangat tampan tengah tersenyum.Bagaimana dirinya sampai tidak mengetahui kedatangan pemuda itu?"Aku kira lagi mpup," kata Cakra. "Kok tidak buka cawat? Apa mpup di celana?""Kurang ajar...!" geram Chu Phang Yu. "Makhluk apa kau tidak ketahuan datangnya olehku?""Kau terlalu khusyuk melihat kelamin kudaku, sehingga tidak tahu kedatangan diriku.""Rupanya kau bangsawan cabul...! Kau tidak tahu berhadapan dengan siapa!""Aku sedang berhadapan dengan perempuan cantik jelita yang mempunyai kegemaran mengintip binatang kawin.""Aku adalah Chu Phang Yu! Penguasa Hutan Utara yang akan menghukum p
"Bersiaplah...!" Cakra menempelkan ujung tongkat pada kening topeng lalu mengalirkan energi roh, asap berbau busuk mengepul dari sela topeng. Ratu Ipritala mengerahkan energi inti untuk membantu proses pengobatan, dan menutup jalur pernafasan, mencegah terhirupnya aroma busuk dan beracun. Ratu Ipritala membuka topeng ketika dirasa wajahnya sudah kembali seperti sediakala, dan mengenakan pakaian. "Aku kagum denganmu," puji Ratu Ipritala. "Kau mampu berkonsentrasi melakukan pengobatan dengan pesonaku terpampang jelas di matamu." "Ada saatnya aku menikmati keindahan perempuan, ada saatnya menutup mata," sahut Cakra. "Aku minta kau memenuhi janji untuk menemui Ratu Purbasari. Permusuhan kalian mesti diakhiri di atas traktat." "Tiada alasan bagiku untuk mengingkari janji. Kutukan akan kembali menimpa diriku jika aku ingkar." Cakra tersenyum miris. Ratu Ipritala sudi berdamai bukan atas kesadaran diri sendiri, tapi takut kena karma. Kiranya sulit melupakan masa lalu, padahal