Ratusan ular berbisa bergerak melata di atas tanah menuju ke bawah pohon besar, di mana Cakra dan Gentong Ketawa berada. Ada bagusnya seluruh pasukan pengawal kena sirep. Mereka pasti heboh jika melihat ratusan ular datang menyerbu mencari mangsa. Cakra memanggil Tongkat Petir, "Prok prok prok! Tolong bantu ya!" Tongkat terbuat dari emas murni muncul dari angkasa secara tiba-tiba, memancarkan cahaya kemilau sehingga suasana di sekitar menjadi terang. Cakra menangkap Tongkat Petir dan mengarahkan ke ratusan ular yang bergerak makin dekat, kemudian berkata, "Ganyang mereka." Cakra melemparkan Tongkat Petir untuk menghadang mereka. Tongkat itu berubah wujud jadi ular sangat besar begitu tergeletak di tanah. Bramantana terkejut saat ratusan ular ciptaannya disantap dengan rakus oleh ular besar sampai habis. Selesai menjalankan tugasnya, ular besar melesat ke dalam genggaman Cakra dalam bentuk tongkat. "Aku belum pernah melihat tongkat sihir seindah itu," gumam Bramantana. "Dari man
Mereka bangun menjelang fajar menyingsing. Mahameru dan Bagaspati tampak kaget. "Pulas sekali kita tidur," kata Mahameru. "Apakah hidangan itu mengandung obat tidur?" "Sepertinya begitu, kakang," sahut Bagaspati. "Aku belum pernah tidur senikmat ini." "Kau sudah kena pengaruh ilmu sirep Bramantana," ujar Cakra. "Kebetulan perut kenyang, jadi bablas tidurnya." Mahameru terkejut. Ilmu sirep adalah ilmu andalan kerajaan Sihir sehingga dapat mengalahkan musuh tanpa jatuh korban. Ia bertanya," Lalu ke mana perginya pangeran itu?" Mahameru melihat kereta kosong, dan di sekitar hanya ada Cakra, dan Gentong Ketawa yang tertidur pulas sambil bersandar ke batang pohon. "Aku sudah mengusir mereka pergi," jawab Cakra. "Baiknya kalian berangkat sekarang, supaya senja hari tiba di perkampungan." "Lalu Tuan Muda bagaimana?" tanya Mahameru. "Aku naik si Gemblung, kuda itu tiba saat kalian pergi tidur. Ia sekarang lagi bercinta di balik semak. Alasannya kedinginan." Kuda jantan dan betina itu
Matahari menampakkan sinarnya dan berkilau menyentuh dedaunan yang berembun. Pagi yang sangat indah dengan langit biru tanpa awan. Iring-iringan kereta melaju cukup kencang melintasi jalan berkerikil. "Apakah kereta ini dapat diterawang dari luar?" tanya Dewi Anjani. Puteri mahkota berada di kereta paling depan bersama Cakra dan empat penumpang yang dipisahkan tirai tebal bersulam emas. Ia mengenakan cadar sehingga wajahnya tidak mudah dikenali. "Kereta opera mencurigakan kalau dipasangi benteng gaib." "Semoga tidak ada yang mengenali kanda." Pendekar golongan hitam dan tokoh istana dari kerajaan sekitar semakin banyak berdatangan ke Hutan Gerimis untuk mencari Cakra. Pendekar golongan hitam untuk menuntut balas atas kematian teman mereka, sedangkan tokoh istana ingin menangkap Cakra untuk jadi pangeran di negerinya. "Kita sudah berbuat ceroboh dengan membiarkan para pengintai membuntuti rombongan kerajaan, sehingga akhirnya menyulitkan perjalanan kita," kata Dewi Anjani.
Cakra menggunakan ilmu Tembus Pandang untuk mengetahui perempuan yang berteriak itu. Kemudian ia membuka tirai tebal di belakangnya, dan berkata, "Kau bohong, Gentong." "Maksudnya apa ya, Tuan Muda?" tanya Gentong Ketawa bingung. "Tidak ada angin tidak ada hujan, Tuan Muda tiba-tiba saja menyebut saya bohong?" Ia duduk di belakang bersama Nirmala, di tengah duduk Mahameru dan Bagaspati. "Kau bilang Tuan Puteri adalah puteri mahkota tercantik di seluruh kerajaan yang ada di jazirah ini." "Nyatanya demikian, Tuan Muda." "Buktinya perempuan yang menghadang kita wajahnya cantik luar biasa, tubuhnya sangat seksi, suaranya demikian merdu bagai buluh perindu. Aku yakin ia bukan bidadari karena tidak bersayap." Dewi Anjani memandangnya dengan muak. "Kanda berani memuji si Rinjani di depan calon permaisuri. Kanda sungguh tidak menghormati aku." "Aku tidak memuji," kilah Cakra santai. "Aku hanya menyampaikan apa yang terlihat." Dewi Anjani makin bernafsu dibakar cemburu. "Jadi wajahku
"Jangan senang dulu kau, Rinjani!" Puteri mahkota Nusa Kencana segera membuka jurus baru, lalu melompat terbang ke pucuk pohon, di mana Puteri Rinjani sudah siap menunggu. Dewi Anjani mengirim pukulan sakti bertubi-tubi. Gerakannya sulit ditangkap mata saking cepatnya. Puteri Rinjani sibuk menangkis dan menghindar. Deg! Sebuah pukulan mendarat dengan telak di tubuh Puteri Rinjani. Ia terpental dan jatuh terjengkang di tanah. Bibirnya mengeluarkan darah segar. "Mereka tidak seharusnya bertarung karena dua-duanya pasti terluka," sesal Mahameru. "Cakra seharusnya melerai pertarungan untuk menghindari jatuh korban, karena mereka memperebutkan dirinya." Sementara itu pengeroyokan yang dilakukan Bagaspati dan kawan-kawan belum membuahkan hasil. Lima tokoh muda dari kerajaan Sihir sangat sulit untuk dikalahkan. Mereka bahkan mampu menumbangkan beberapa prajurit sampai tidak sanggup bangkit lagi. Kemudian keanehan terjadi. "Apa yang terjadi dengan Gentong Ketawa?" Bagaspa
Cakra terkejut melihat perubahan di wajah Mahameru. "Ada apa, Paman Patih? Kau kelihatan ketakutan sekali?" "Tuan Muda dan puteri mahkota sebaiknya lekas pergi," kata Mahameru tercekat. "Makhluk bermata satu itu adalah si Setan Jagat, guru Pangeran Tengkorak yang dibunuh Tuan Muda tempo hari. Ia pasti mau menuntut balas atas kematian muridnya." Muridnya saja sangat sakti, pikir Cakra. Setiap pukulannya mengandung hawa racun sangat mematikan. Ia pasti sudah tewas kalau tidak dilindungi air mata bidadari dan air kehidupan yang bercampur di dalam darahnya. Cakra tidak dapat mengandalkan prajurit kerajaan untuk menghadapinya. Mereka bisa mati konyol. "Kau adalah panglima balatentara," kata Cakra. "Kau seharusnya pantang menunjukkan rasa gentar, siapapun musuh yang dihadapi. Jangan membuat pasukanmu kena mental." "Saya tidak takut mati, Tuan Muda," elak Mahameru. "Saya mengkhawatirkan keselamatan Tuan Puteri. Saya tidak bisa melindunginya dari kekejaman si Setan Jagat yang memiliki
"Kau sudah menghancurkan jimatku!" Setan Jagat mengerahkan tenaga dalam untuk menghilangkan rasa nyeri di selangkangan. Darah rembes membasahi celana. "Aku minta kau pergi dari hadapanku," kata Cakra sambil duduk di kursi kereta yang terbuka, karena atap dan dinding lepas terbawa angin. "Anggap saja kau memperoleh pengampunan." Setan Jagat tidak sudi untuk pergi, ia berkata dengan murka, "Kau belum menang, anak muda! Aku tidak akan pergi sebelum membalas perbuatanmu!" Makhluk bermata satu mengeluarkan jurus pamungkas yang dimilikinya. Gerakan tangan dan kaki menimbulkan deru hebat, pertanda ia mengerahkan seluruh tenaga dalam. Kedua tangannya secara perlahan berubah ungu. Dewi Anjani yang menunggu di balik pohon tampak gelisah melihat Cakra duduk tenang-tenang saja. Ia tidak tahu jurus apa yang dikeluarkan si Setan Jagat, tapi pasti sangat luar biasa. Mahameru mendatangi tempat persembunyian puteri mahkota, dan berkata, "Setan Jagat adalah tokoh sakti pemilik jurus langka, tap
"Diam di tempat kalian! Daerah ini berbahaya!" Cakra melarang mereka keluar dari persembunyian. Udara di areal bekas pertarungan belum bersih dari racun akibat pukulan Badai Salju dari Setan Jagat. Mereka bisa mati mengenaskan kalau sampai menghirupnya. Cakra melesat terbang dari kursi kereta sambil membawa mahkota bersusun tiga, dan berlari dengan cepat di angkasa laksana burung rajawali memburu mangsa, lalu melayang turun di hadapan mereka. "Di tanganku ini tiara asli tahta kerajaan Timur," kata Cakra. "Barang siapa memakainya, maka ia berhak menjadi raja di Timur." Semua mata memandang takjub. Cakra telah mampu melenyapkan tokoh sakti mandraguna dari kerajaan Timur, pendekar sesat yang paling ditakuti semua ratu, karena pukulan Racun Bumi yang bisa menjadikan mereka nenek renta dalam sekejap. "Mana Gentong Ketawa?" Cakra berdiri dengan gagah dan berwibawa, ekspresi wajahnya memancarkan aura Raja Agung yang membuat seluruh mata tidak berani menatapnya. "Saya Tuan Muda." "Be
Ketua lama Dewan Agung berhasil kabur dari gerbang siksa. Ia menjadi pendukung utama Ratu Dublek. Raden Mas Arya Bimantara sebagai ketua baru sungkan untuk menangkapnya. Ratu Kencana sampai turun tangan melobi Cakra, ia sangat peduli dengan kegaduhan yang terjadi. Padahal ia berasal dari langit berbeda. "Nusa Kencana adalah negeri warisanku, aku memiliki keterikatan batin dengan penguasa istana." "Kenapa kau tidak menegur ketua baru untuk bertindak tegas?" "Kepandaian Arya Bimantara belum memadai untuk meringkus ketua lama." "Kenapa diangkat jadi ketua Dewan Agung kalau tidak memenuhi syarat?" "Ia paling pantas menjadi tetua! Tapi ketua lama mempunyai ilmu tertinggi di langit!" "Lalu kau pikir aku memadai? Aku bisa jadi ayam penyet!" "Aku sudah menurunkan intisari roh kepadamu. Jurus dan pukulan saktimu sekarang jauh lebih dahsyat." "Aku diminta taat aturan, kau sendiri tidak tahu aturan. Kau menurunkan ilmu tanpa seizin diriku. Kau seharusnya memberikan ilmu itu kepada indu
Plak! Plak!Dua tamparan keras kembali mampir di wajah Cakra.Kesatria gagah dan tampan itu tersenyum, ia hanya memiliki senyuman untuk perempuan cantik."Aku teringat pertemuan kita di hutan kayu," kata Cakra. "Kau lima puluh kali menampar wajahku sebelum mempersembahkan lima puluh kenikmatan."Plak! Plak!Cakra merasa ada aliran hangat dari tamparan itu, berangsur-angsur menyegarkan tubuhnya."Jadi kau sekarang mengalirkan energi roh melalui tamparan? Apakah Raden Mas Arya Bimantara melarang dirimu untuk bercinta denganku? Jadi kau masih mencintai lelaki pecundang itu? Aku sendiri malu mempunyai indung leluhur seperti dirinya...."Plak! Plak!"Jawabanmu sangat menyebalkan diriku," gerutu Cakra."Kau benar-benar pangeran terkutuk!""Aku mengakui diriku pangeran terkutuk ... terkutuk menjadi gagah dan tampan, bahkan menurut body goal magazine, aku satu-satunya pangeran yang dirindukan tampil telanjang di sampul depan! Tapi kecerdasan buatan tidak mampu menduplikat diriku, lebih-lebih
Puteri mahkota khawatir kesembuhan dirinya menimbulkan masalah baru bagi kerajaan.Bagaimana kalau Nyi Ratu Kencana murka dan menurunkan bencana yang lebih besar?"Aku kira Cakra sudah mempertimbangkan secara matang," kata Pangeran Liliput. "Ia terkenal sering bicara gegabah, namun tak pernah bertindak gegabah."Puteri mahkota memandang dengan resah, ia bertanya, "Bagaimana jika kutukan itu menimpa calon garwaku karena sudah melanggar kehendak ketua langit?" "Janganlah berpikir terlalu jauh, ananda," tegur Ratu Liliput lembut. "Belum tentu apa yang ananda pikirkan itu kejadian.""Bagaimana kalau kejadian, ibunda? Aku pasti disalahkan permaisuri pertama."Puteri Liliput segera meninggalkan pesanggrahan untuk menjumpai calon suaminya.Penjaga bilik tirakat segera berlutut dengan sebelah kaki menyentuh lantai begitu puteri mahkota dan baginda ratu tiba di hadapannya."Bukalah pintu bilik, Paman," pinta Puteri Liliput. "Aku mau masuk.""Patik mohon ampun sebelumnya, Gusti Puteri ... gust
"Ceesss...!"Bunyi pergesekan ujung Tongkat Petir dengan leher Puteri Liliput berkumandang menyerupai bunyi besi panas dicelupkan ke dalam air, seiring mengepulnya asap hitam tebal beraroma busuk.Keringat mengucur deras dari kening Cakra. Tongkat Petir bergetar keras sampai tangannya turut bergetar.Asap hitam tebal menyelimuti pesanggrahan, sehingga menghalangi pandangan sri ratu, ia tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka."Semoga tidak terjadi apa-apa...."Baginda ratu menutup pintu pesanggrahan karena tidak tahan menghirup bau busuk yang sangat menyengat.Ratu Liliput menunggu dengan cemas di depan pintu pesanggrahan.Pangeran Nusa Kencana sungguh nekat mengobati Puteri Liliput, ia tak sepatutnya mengorbankan nyawa untuk hal percuma."Hanya Nyi Ratu Kencana yang dapat menghilangkan kutukan itu," kata Ratu Liliput lemas. "Kesalahan diriku telah membuat murka para ketua langit."Ratu Liliput membuka pintu sedikit, asap tebal menerobos keluar.Ratu Liliput segera menutup pintu kem
Hari menjelang senja ketika Cakra tiba di istana Liliput. Ia diterima langsung oleh baginda ratu di pesanggrahan utama."Puteriku menolak untuk bertemu denganmu."Ratu Liliput bertutur dengan lembut untuk menghibur kekecewaan Cakra.Padahal pesona sri ratu sudah cukup menghibur kepenatan hatinya akibat perjalanan sepanjang siang.Perawakan sang ratu sebagaimana perempuan Asia Timur; berpostur semanpai, tinggi rata-rata, tidak kerdil seperti bayangan Cakra."Kau sudah tahu apa alasannya."Mendung berarak di wajah jelita itu. Sinar matanya meredup tersapu kesedihan mendalam.Mata itu seakan bercerita kalau ia siap menebus dengan apapun demi kesembuhan puterinya.Puteri mahkota mengurung diri di pesanggrahan meski sri ratu mendesaknya untuk keluar."Aku datang untuk menyembuhkan penyakitnya," ucap Cakra. "Jadi tidak ada alasan ia menolak kedatanganku.""Tiada kekuatan dapat menghilangkan kutukan itu, selain kemurahan hati ketua langit. Puteriku hanya mempermalukan diri sendiri jika mener
Bantuan untuk menanggulangi bencana alam dari empat kerajaan besar membuat Ratu Dublek murka. Bantuan itu bermaksud merongrong tahta yang didudukinya. Pangeran Nusa Kencana mengambil simpati rakyat dengan pengiriman beberapa kebutuhan pokok. Cakra mengetahui perkembangan terkini kota Dublek dari Ratu Sihir. Ia tampak resah dengan peristiwa yang terjadi. "Rinjani pergi ke Nusa Kencana untuk membahas ancaman Ratu Dublek," kata Ratu Sihir. "Aku kuatir mereka mengambil keputusan ekstrem dan berpengaruh terhadap moralitas perserikatan kerajaan." "Aku tidak mengira kalian sudah menyerahkan separuh kekuasaan kepada mereka," keluh Cakra. "Mereka jelas ingin membubarkan perserikatan dan mengganti dengan persemakmuran di bawah kendali puteri mahkota Nusa Kencana." "Bukankah hal itu keinginan dirimu?" "Aku pikir kebutuhan mendesak bukan mempersatukan seluruh kerajaan yang ada, tapi memakmurkan seluruh rakyat di jazirah bentala." "Kau menyelewengkan titah Nyi Ratu Kencana dalam babad
"Kau bukan tandinganku...!" Cakra mengingatkan Chu Phang Yu yang hendak menyerangnya. "Aku tidak mau kau mati sia-sia...!"Chu Phang Yu adalah tokoh muda sakti mandraguna yang sangat ditakuti di Hutan Utara, sehingga ia memperoleh gelar Ratu Hutan Utara.Tiada pendekar berani berbuat konyol di Hutan Utara, kecuali ingin mengantarkan nyawa.Betapa nekatnya Cakra memandang remeh Chu Phang Yu."Kau sungguh tidak menghormati diriku!" geram Ratu Hutan Utara. "Apakah kau masih memiliki kehormatan?""Bedebah...! Aku ingin tahu seberapa pantas kau merendahkan diriku!""Sangat pantas...!"Cakra melayani serbuan Chu Phang Yu dengan jurus Hati Di Ranting Cemara.Ia berkata, "Aku juga ingin tahu seberapa pantas kau jadi calon permaisuri Raja Agung!""Aku belum memberi jawaban kepada Anjani! Aku berpikir ulang menjadi permaisuri kesebelas melihat kesombongan dirimu!"Dewi Anjani menetapkan lima belas calon permaisuri untuk Pangeran Nusa Kencana, namun hanya sepuluh yang diumumkan dalam testimoni,
Chu Phang Yu mengintip lewat rumpun bunga tulip, rumpun bunga itu terletak di tepi telaga kecil.Chu Phang Yu tersenyum saat kuda coklat mendatangi kuda betina yang lagi makan rumput di seberang telaga."Jebakanku berhasil...!" gumam Chu Phang Yu. "Daging kuda itu pasti sangat lezat.""Kau sedang apa?"Sebuah pertanyaan dari belakang mengejutkan Chu Phang Yu.Ia menoleh dan menemukan bangsawan muda sangat tampan tengah tersenyum.Bagaimana dirinya sampai tidak mengetahui kedatangan pemuda itu?"Aku kira lagi mpup," kata Cakra. "Kok tidak buka cawat? Apa mpup di celana?""Kurang ajar...!" geram Chu Phang Yu. "Makhluk apa kau tidak ketahuan datangnya olehku?""Kau terlalu khusyuk melihat kelamin kudaku, sehingga tidak tahu kedatangan diriku.""Rupanya kau bangsawan cabul...! Kau tidak tahu berhadapan dengan siapa!""Aku sedang berhadapan dengan perempuan cantik jelita yang mempunyai kegemaran mengintip binatang kawin.""Aku adalah Chu Phang Yu! Penguasa Hutan Utara yang akan menghukum p
"Bersiaplah...!" Cakra menempelkan ujung tongkat pada kening topeng lalu mengalirkan energi roh, asap berbau busuk mengepul dari sela topeng. Ratu Ipritala mengerahkan energi inti untuk membantu proses pengobatan, dan menutup jalur pernafasan, mencegah terhirupnya aroma busuk dan beracun. Ratu Ipritala membuka topeng ketika dirasa wajahnya sudah kembali seperti sediakala, dan mengenakan pakaian. "Aku kagum denganmu," puji Ratu Ipritala. "Kau mampu berkonsentrasi melakukan pengobatan dengan pesonaku terpampang jelas di matamu." "Ada saatnya aku menikmati keindahan perempuan, ada saatnya menutup mata," sahut Cakra. "Aku minta kau memenuhi janji untuk menemui Ratu Purbasari. Permusuhan kalian mesti diakhiri di atas traktat." "Tiada alasan bagiku untuk mengingkari janji. Kutukan akan kembali menimpa diriku jika aku ingkar." Cakra tersenyum miris. Ratu Ipritala sudi berdamai bukan atas kesadaran diri sendiri, tapi takut kena karma. Kiranya sulit melupakan masa lalu, padahal