"Diam di tempat kalian! Daerah ini berbahaya!" Cakra melarang mereka keluar dari persembunyian. Udara di areal bekas pertarungan belum bersih dari racun akibat pukulan Badai Salju dari Setan Jagat. Mereka bisa mati mengenaskan kalau sampai menghirupnya. Cakra melesat terbang dari kursi kereta sambil membawa mahkota bersusun tiga, dan berlari dengan cepat di angkasa laksana burung rajawali memburu mangsa, lalu melayang turun di hadapan mereka. "Di tanganku ini tiara asli tahta kerajaan Timur," kata Cakra. "Barang siapa memakainya, maka ia berhak menjadi raja di Timur." Semua mata memandang takjub. Cakra telah mampu melenyapkan tokoh sakti mandraguna dari kerajaan Timur, pendekar sesat yang paling ditakuti semua ratu, karena pukulan Racun Bumi yang bisa menjadikan mereka nenek renta dalam sekejap. "Mana Gentong Ketawa?" Cakra berdiri dengan gagah dan berwibawa, ekspresi wajahnya memancarkan aura Raja Agung yang membuat seluruh mata tidak berani menatapnya. "Saya Tuan Muda." "Be
Pedati raksasa berbentuk rumah kayu meluncur cukup cepat di jalan berkerikil dengan enam kuda penarik. Guncangan kecil sangat terasa oleh para prajurit yang duduk di alas kayu berkilau. Mereka berpakaian rakyat awam. Keempat petinggi istana berdiri di dekat jendela sambil memperhatikan situasi di luar dengan berpakaian pendekar. "Hutan Gerimis sebentar lagi menjadi hutan yang ramah bagi pengembara," kata Dewi Anjani. "Bagi kabilah juga." Putik buah bermekaran di sepanjang jalan menyuguhkan pemandangan yang menyegarkan mata. Pengelana rimba tidak perlu kuatir kekurangan sumber air dan makanan. Hutan ini menghidangkan segalanya. Seluruh jendela pedati dibuka untuk pergantian angin sehingga di dalam tidak kekurangan udara segar. "Sejuk sekali udaranya," desah puteri mahkota. "Atau karena di sisiku ada kanda?" Cakra sebenarnya ingin membawa puteri mahkota untuk pergi lebih dulu ke perkampungan. Berjalan kaki dengan gin kang tentu lebih cepat sampai. Tapi meninggalkan pengawal melan
"Para bedebah itu seolah tidak ada kapoknya," geram Dewi Anjani. "Mereka pasti ingin menculik dirimu." "Barangkali mereka belum mendengar kabar nasib pendekar sebelumnya," ujar Cakra. "Aku bersyukur bertemu dengan Ksatria Bayangan. Jadi ada bekal untuk mengatasi rintangan yang sebenarnya ingin kuhindari." Puteri mahkota bangkit dari kursinya sambil berkata, "Kau baiknya istirahat saja, biar aku menemani Paman Patih untuk menghadapi mereka." "Aku kira tidak perlu," cegah Cakra. "Cukup Mahameru." "Para bedebah itu adalah tanggung jawabku," sanggah Dewi Anjani. "Aku tidak bisa duduk berleha-leha." "Jangan merasa bertanggung jawab gara-gara diriku calon pangeran. Mereka belum tentu ingin menangkapku." "Mereka pasti ingin menangkapmu!" sambar Dewi Anjani keras kepala. "Untuk itu mereka berada di Hutan Gerimis!" "Berarti mereka berurusan denganku, jadi aku hadapi sendiri." Mahameru memotong, "Biar saya saja, Tuan Muda. Kondisi Tuan Muda belum pulih betul." "Seharusnya kau sudah perg
Dua nenek keriput itu terkejut melihat pemuda yang keluar dari dalam pedati raksasa. Ia tampak sangat gagah dengan pakaian pendekar. "Cakra...!" seru Minarti terpukau. "Apakah aku tidak salah lihat?" Cakra melongo. Ia biasanya tersohor di kalangan perempuan cantik. Sebuah keajaiban ada nenek-nenek mengenal dirinya. "Aku Minarti." Nyai Penghasut Birahi tersenyum. "Kau pasti tidak mengenalku dengan rupa seperti ini." Mereka terakhir kali bertemu di Puri Mentari dalam pagelaran tari striptis. Sebuah pertunjukan yang tidak ingin ditontonnya lagi, kecuali gratis! Cakra hapal suaranya, meski baru dua kali bertemu. Pada pertemuan pertama Minarti menyamar sebagai pengungsi, padahal lagi mengadakan acara ritual sebelum pertunjukan. Sebuah ritual aneh. Beda bangsa beda budaya. "Kau lagi mengadakan acara ritual?" tanya Cakra. "Ada pagelaran di mana lagi? Laris sekali! Tapi ... bukankah di Kadipaten Barat saja kau boleh menari tanpa busana?" "Jadi kau masih ingat pertunjukan itu?" senyum M
Dewi Anjani masuk lagi ke dalam kereta pedati raksasa tanpa ekspresi berlebihan. Ia berusaha menyembunyikan cemburunya di hadapan dayang dan para prajurit. Nirmala heran, ia bertanya, "Kok kembali lagi, Tuan Puteri?" "Tidak ada kejadian apa-apa di luar," jawab Dewi Anjani tenang, seolah tidak mempedulikan bara yang membakar hatinya. "Tuan Muda lagi berbincang dengan Minarti dan Gagak Betina." "Mengapa begitu lama? Ada kepentingan apakah mereka dengan Tuan Muda?" "Bibi Nirmala kan tahu kalau Gagak Betina pernah mempunyai rasa kepada Paman Patih. Nah, sekarang mereka bertemu, senangnya pasti tidak terbayangkan." "Lalu Minarti?" "Aku tidak tahu di mana Tuan Muda pernah bertemu, sehingga mereka kelihatan begitu akrab." Nirmala tahu puteri mahkota memendam kecewa. Keakraban Tuan Muda dan pemilik Puri Mentari pasti diawali dengan pertemuan romantis. Pendekar binal itu adalah penyedia jasa prostitusi untuk kaum bangsawan. Puteri mahkota merasa direndahkan karena bukan perempuan perta
"Kau pikir si Rinjani suka om-om?" teriak Pratiwi. "Maka itu kau puji-puji!" Mahameru terkejut mendengar teriakan Pratiwi yang demikian menggelegar. Ia juga tahu isi percakapan mereka. Puteri mahkota dari kerajaan Selatan kiranya memiliki ilmu Serap Bunyi sangat tinggi sehingga mampu mendengar suara mereka padahal sangat pelan, para prajurit yang duduk di belakang saja tidak mendengar. "Mau apa si Pratiwi menghadang jalan kita?" cetus Dewi Anjani tak habis pikir. "Apakah ia juga menginginkan calon garwaku?" "Baiknya kita keluar," kata Mahameru. "Sungguh di luar dugaan kalau puteri mahkota dari kerajaan Selatan ikut dalam perburuan Raja Agung." Mereka keluar dari pedati raksasa menemui perempuan yang berkacak pinggang di depan kereta. Di antara puteri mahkota, Pratiwi memiliki ilmu kanuragan paling tinggi. Ia mewarisi semua ilmu Ratu Selatan dan pernah berguru pada Setan Jagat. Usianya beberapa tahun lebih tua dari Dewi Anjani, sehingga wajar jadi tokoh muda yang menggetarkan duni
Cakra tiba-tiba saja jadi trending topik di kampung terdekat. Pendekar Lembah Cemara telah mengangkat Gentong Ketawa menjadi penguasa di kerajaan Timur, dan ia berasal dari kampung ini. "Aku sangat bangga meski Gentong Ketawa bukan sanak familiku, bahkan kenal saja tidak," kata penduduk. "Bukti nyata kalau kid slebew sangat pro rakyat." Kebanggaan mereka tidak menjadi penyesalan walau pengangkatan itu berdampak buruk pada situasi kampung. Makhluk di dataran ini ternyata sangat banyak yang tidak suka rakyat kecil jadi penguasa, dengan modus beraneka ragam. Kampung yang semula tenteram dan damai mendadak banyak terjadi kekacauan akibat ulah sekelompok pendekar yang mengaku relawan Pangeran Tengkorak dan Setan Jagat. "Aku minta seluruh pendekar lokal untuk merapatkan barisan," kata kepala dukuh. "Bahu membahu dengan penduduk untuk menjaga keamanan kampung." Kepala dukuh pusing tujuh keliling. Bantuan keamanan dari kadipaten sangat kurang karena luasnya wilayah, semenara bantuan dari
Kedatangan kereta pedati raksasa disambut penduduk dengan antusias. Mereka berdiri di sepanjang jalan melambaikan tangan kepada puteri mahkota yang muncul di jendela. Rombongan kerajaan memutuskan untuk tidak menyamar setelah mengetahui kampung di tepi Hutan Gerimis dalam situasi kurang aman. Kehadiran puteri mahkota menghibur rakyat sehingga termotivasi untuk menggalang kekuatan menghadapi para pengacau. Warga kampung sebenarnya kecewa tidak menemukan Cakra dalam rombongan. Pendekar Lembah Cemara telah mengharumkan nama kampung dengan mengangkat Gentong Ketawa jadi penguasa tertinggi di kerajaan Timur. "Kita bermalam di kampung ini," kata Mahameru. "Kuda penarik kereta buruh istirahat setelah seharian melakukan perjalanan." "Ya," sahut Dewi Anjani singkat." "Patik sudah menghubungi penginapan terbaik di kampung ini, sebentar lagi kita sampai." "Aku memilih beristirahat di pedati raksasa untuk memudahkan penjagaan." Mahameru terpaksa menyewa perlengkapan tidur dari penginapan. P
Ketua lama Dewan Agung berhasil kabur dari gerbang siksa. Ia menjadi pendukung utama Ratu Dublek. Raden Mas Arya Bimantara sebagai ketua baru sungkan untuk menangkapnya. Ratu Kencana sampai turun tangan melobi Cakra, ia sangat peduli dengan kegaduhan yang terjadi. Padahal ia berasal dari langit berbeda. "Nusa Kencana adalah negeri warisanku, aku memiliki keterikatan batin dengan penguasa istana." "Kenapa kau tidak menegur ketua baru untuk bertindak tegas?" "Kepandaian Arya Bimantara belum memadai untuk meringkus ketua lama." "Kenapa diangkat jadi ketua Dewan Agung kalau tidak memenuhi syarat?" "Ia paling pantas menjadi tetua! Tapi ketua lama mempunyai ilmu tertinggi di langit!" "Lalu kau pikir aku memadai? Aku bisa jadi ayam penyet!" "Aku sudah menurunkan intisari roh kepadamu. Jurus dan pukulan saktimu sekarang jauh lebih dahsyat." "Aku diminta taat aturan, kau sendiri tidak tahu aturan. Kau menurunkan ilmu tanpa seizin diriku. Kau seharusnya memberikan ilmu itu kepada indu
Plak! Plak!Dua tamparan keras kembali mampir di wajah Cakra.Kesatria gagah dan tampan itu tersenyum, ia hanya memiliki senyuman untuk perempuan cantik."Aku teringat pertemuan kita di hutan kayu," kata Cakra. "Kau lima puluh kali menampar wajahku sebelum mempersembahkan lima puluh kenikmatan."Plak! Plak!Cakra merasa ada aliran hangat dari tamparan itu, berangsur-angsur menyegarkan tubuhnya."Jadi kau sekarang mengalirkan energi roh melalui tamparan? Apakah Raden Mas Arya Bimantara melarang dirimu untuk bercinta denganku? Jadi kau masih mencintai lelaki pecundang itu? Aku sendiri malu mempunyai indung leluhur seperti dirinya...."Plak! Plak!"Jawabanmu sangat menyebalkan diriku," gerutu Cakra."Kau benar-benar pangeran terkutuk!""Aku mengakui diriku pangeran terkutuk ... terkutuk menjadi gagah dan tampan, bahkan menurut body goal magazine, aku satu-satunya pangeran yang dirindukan tampil telanjang di sampul depan! Tapi kecerdasan buatan tidak mampu menduplikat diriku, lebih-lebih
Puteri mahkota khawatir kesembuhan dirinya menimbulkan masalah baru bagi kerajaan.Bagaimana kalau Nyi Ratu Kencana murka dan menurunkan bencana yang lebih besar?"Aku kira Cakra sudah mempertimbangkan secara matang," kata Pangeran Liliput. "Ia terkenal sering bicara gegabah, namun tak pernah bertindak gegabah."Puteri mahkota memandang dengan resah, ia bertanya, "Bagaimana jika kutukan itu menimpa calon garwaku karena sudah melanggar kehendak ketua langit?" "Janganlah berpikir terlalu jauh, ananda," tegur Ratu Liliput lembut. "Belum tentu apa yang ananda pikirkan itu kejadian.""Bagaimana kalau kejadian, ibunda? Aku pasti disalahkan permaisuri pertama."Puteri Liliput segera meninggalkan pesanggrahan untuk menjumpai calon suaminya.Penjaga bilik tirakat segera berlutut dengan sebelah kaki menyentuh lantai begitu puteri mahkota dan baginda ratu tiba di hadapannya."Bukalah pintu bilik, Paman," pinta Puteri Liliput. "Aku mau masuk.""Patik mohon ampun sebelumnya, Gusti Puteri ... gust
"Ceesss...!"Bunyi pergesekan ujung Tongkat Petir dengan leher Puteri Liliput berkumandang menyerupai bunyi besi panas dicelupkan ke dalam air, seiring mengepulnya asap hitam tebal beraroma busuk.Keringat mengucur deras dari kening Cakra. Tongkat Petir bergetar keras sampai tangannya turut bergetar.Asap hitam tebal menyelimuti pesanggrahan, sehingga menghalangi pandangan sri ratu, ia tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka."Semoga tidak terjadi apa-apa...."Baginda ratu menutup pintu pesanggrahan karena tidak tahan menghirup bau busuk yang sangat menyengat.Ratu Liliput menunggu dengan cemas di depan pintu pesanggrahan.Pangeran Nusa Kencana sungguh nekat mengobati Puteri Liliput, ia tak sepatutnya mengorbankan nyawa untuk hal percuma."Hanya Nyi Ratu Kencana yang dapat menghilangkan kutukan itu," kata Ratu Liliput lemas. "Kesalahan diriku telah membuat murka para ketua langit."Ratu Liliput membuka pintu sedikit, asap tebal menerobos keluar.Ratu Liliput segera menutup pintu kem
Hari menjelang senja ketika Cakra tiba di istana Liliput. Ia diterima langsung oleh baginda ratu di pesanggrahan utama."Puteriku menolak untuk bertemu denganmu."Ratu Liliput bertutur dengan lembut untuk menghibur kekecewaan Cakra.Padahal pesona sri ratu sudah cukup menghibur kepenatan hatinya akibat perjalanan sepanjang siang.Perawakan sang ratu sebagaimana perempuan Asia Timur; berpostur semanpai, tinggi rata-rata, tidak kerdil seperti bayangan Cakra."Kau sudah tahu apa alasannya."Mendung berarak di wajah jelita itu. Sinar matanya meredup tersapu kesedihan mendalam.Mata itu seakan bercerita kalau ia siap menebus dengan apapun demi kesembuhan puterinya.Puteri mahkota mengurung diri di pesanggrahan meski sri ratu mendesaknya untuk keluar."Aku datang untuk menyembuhkan penyakitnya," ucap Cakra. "Jadi tidak ada alasan ia menolak kedatanganku.""Tiada kekuatan dapat menghilangkan kutukan itu, selain kemurahan hati ketua langit. Puteriku hanya mempermalukan diri sendiri jika mener
Bantuan untuk menanggulangi bencana alam dari empat kerajaan besar membuat Ratu Dublek murka. Bantuan itu bermaksud merongrong tahta yang didudukinya. Pangeran Nusa Kencana mengambil simpati rakyat dengan pengiriman beberapa kebutuhan pokok. Cakra mengetahui perkembangan terkini kota Dublek dari Ratu Sihir. Ia tampak resah dengan peristiwa yang terjadi. "Rinjani pergi ke Nusa Kencana untuk membahas ancaman Ratu Dublek," kata Ratu Sihir. "Aku kuatir mereka mengambil keputusan ekstrem dan berpengaruh terhadap moralitas perserikatan kerajaan." "Aku tidak mengira kalian sudah menyerahkan separuh kekuasaan kepada mereka," keluh Cakra. "Mereka jelas ingin membubarkan perserikatan dan mengganti dengan persemakmuran di bawah kendali puteri mahkota Nusa Kencana." "Bukankah hal itu keinginan dirimu?" "Aku pikir kebutuhan mendesak bukan mempersatukan seluruh kerajaan yang ada, tapi memakmurkan seluruh rakyat di jazirah bentala." "Kau menyelewengkan titah Nyi Ratu Kencana dalam babad
"Kau bukan tandinganku...!" Cakra mengingatkan Chu Phang Yu yang hendak menyerangnya. "Aku tidak mau kau mati sia-sia...!"Chu Phang Yu adalah tokoh muda sakti mandraguna yang sangat ditakuti di Hutan Utara, sehingga ia memperoleh gelar Ratu Hutan Utara.Tiada pendekar berani berbuat konyol di Hutan Utara, kecuali ingin mengantarkan nyawa.Betapa nekatnya Cakra memandang remeh Chu Phang Yu."Kau sungguh tidak menghormati diriku!" geram Ratu Hutan Utara. "Apakah kau masih memiliki kehormatan?""Bedebah...! Aku ingin tahu seberapa pantas kau merendahkan diriku!""Sangat pantas...!"Cakra melayani serbuan Chu Phang Yu dengan jurus Hati Di Ranting Cemara.Ia berkata, "Aku juga ingin tahu seberapa pantas kau jadi calon permaisuri Raja Agung!""Aku belum memberi jawaban kepada Anjani! Aku berpikir ulang menjadi permaisuri kesebelas melihat kesombongan dirimu!"Dewi Anjani menetapkan lima belas calon permaisuri untuk Pangeran Nusa Kencana, namun hanya sepuluh yang diumumkan dalam testimoni,
Chu Phang Yu mengintip lewat rumpun bunga tulip, rumpun bunga itu terletak di tepi telaga kecil.Chu Phang Yu tersenyum saat kuda coklat mendatangi kuda betina yang lagi makan rumput di seberang telaga."Jebakanku berhasil...!" gumam Chu Phang Yu. "Daging kuda itu pasti sangat lezat.""Kau sedang apa?"Sebuah pertanyaan dari belakang mengejutkan Chu Phang Yu.Ia menoleh dan menemukan bangsawan muda sangat tampan tengah tersenyum.Bagaimana dirinya sampai tidak mengetahui kedatangan pemuda itu?"Aku kira lagi mpup," kata Cakra. "Kok tidak buka cawat? Apa mpup di celana?""Kurang ajar...!" geram Chu Phang Yu. "Makhluk apa kau tidak ketahuan datangnya olehku?""Kau terlalu khusyuk melihat kelamin kudaku, sehingga tidak tahu kedatangan diriku.""Rupanya kau bangsawan cabul...! Kau tidak tahu berhadapan dengan siapa!""Aku sedang berhadapan dengan perempuan cantik jelita yang mempunyai kegemaran mengintip binatang kawin.""Aku adalah Chu Phang Yu! Penguasa Hutan Utara yang akan menghukum p
"Bersiaplah...!" Cakra menempelkan ujung tongkat pada kening topeng lalu mengalirkan energi roh, asap berbau busuk mengepul dari sela topeng. Ratu Ipritala mengerahkan energi inti untuk membantu proses pengobatan, dan menutup jalur pernafasan, mencegah terhirupnya aroma busuk dan beracun. Ratu Ipritala membuka topeng ketika dirasa wajahnya sudah kembali seperti sediakala, dan mengenakan pakaian. "Aku kagum denganmu," puji Ratu Ipritala. "Kau mampu berkonsentrasi melakukan pengobatan dengan pesonaku terpampang jelas di matamu." "Ada saatnya aku menikmati keindahan perempuan, ada saatnya menutup mata," sahut Cakra. "Aku minta kau memenuhi janji untuk menemui Ratu Purbasari. Permusuhan kalian mesti diakhiri di atas traktat." "Tiada alasan bagiku untuk mengingkari janji. Kutukan akan kembali menimpa diriku jika aku ingkar." Cakra tersenyum miris. Ratu Ipritala sudi berdamai bukan atas kesadaran diri sendiri, tapi takut kena karma. Kiranya sulit melupakan masa lalu, padahal