"Pengorbanan mu sangat besar untuk ayahandamu." Cakra duduk bersandar ke tiang dangau sambil memperhatikan perempuan bercadar yang tidur tergeletak di bawah, karena balai bambu belum jadi. Cakra sulit mengabulkan permintaan perempuan bercadar, padahal ia sampai rela tidur di lantai. Cakra terenyuh juga melihatnya. "Aku tidak dapat memaksa Nyi Ratu Suri untuk pulang ke istana roh," kata Cakra. "Ibundamu siap mengambil pilihan terburuk jika dipaksa...bercerai." Nyi Ratu Suri sudah kehilangan makna cinta sejak dibiarkan berjuang sendiri untuk melawan ketua Dewan Agung. Kini setelah badai berlalu, garwanya datang dengan penyesalan. Terlambat. Sekarang puteri bungsunya mendesak Cakra untuk membantu. Ia bukan siapa-siapa meski pernah melewati hari-hari indah bersama. "Aku terpaksa mesti menjaga tidurmu," keluh Cakra. "Aku tidak mau kau viral karena tidur seperti gelandangan, pasti aku disalahkan." Semestinya perempuan secantik bidadari dan dimuliakan sepanjang masa merajut mimpi di
"Barangkali karma kau menghantam aku di tanah!" Kejengkelan perempuan bercadar lenyap saat mengetahui siapa pendekar yang dikejar-kejar itu. "Sepasang Belalang Sakti. Mereka adalah telik sandi Nusa Kencana." "Berarti tidak sakti lagi kalau dikejar-kejar!" gerutu Cakra kesal. "Jadi belalang kupu-kupu!" Perempuan bercadar tersenyum melihat wajah kusut putera mahkota. "Aku juga jengkel berhenti sebelum finish. Jadi mukanya jangan dilipat begitu." "Kau sudah lima kali orgasme!" "Kau menghitungnya? Aku saja tidak tahu berapa kali. Perhatian banget kamu ya?" Cakra heran perempuan bercadar mendadak lembut, padahal Nyi Ageng Kencana dan Ratu Purbasari terkenal sebagai ratu jutek sepanjang masa. Cakra jadi berpikir Ratu Purbasari juga pasti berubah romantis kalau sudah merasakan peluru kendalinya! Tapi tidak mungkin! Ia tak dapat disogok dengan kemesraan! Cakra segera menghalau pikiran ngawur itu. "Aku akan menolong mereka...!" Perempuan bercadar melompat ke udara lalu berguling dua
Mak Mampir berusia lima ratus tahun, ia termasuk srikandi di dunia perkelahian pada jamannya. Ia sempat merajut kasih bersama Wiraswara, dan terjebak cinta satu malam tanpa mengadakan acara ritual. Ia terkena kutukan dan menjadi insan tercampakkan dalam lingkungan puteri bangsawan. "Bukan alasan bagimu untuk membenci kakek buyutku," kata perempuan bercadar. "Bukankah ia juga menjadi buruk rupa?" "Wiraswara sengaja menolak acara ritual supaya aku tidak menjadi rebutan para ksatria," sahut Mak Mampir dengan dendam membara. "Sedangkan ia dapat melihatku dengan wujud asli, padahal aku hanyalah kekasih gelapnya." "Begitulah kalau terlalu memuja cinta," kicau Cakra sambil terkantuk-kantuk di teras dangau. "Kesalahanmu adalah mengikuti keinginannya, padahal tahu ia buaya darat, laut, dan udara." "Seharusnya kau ada rasa santun kepada gurumu," tegur perempuan bercadar. "Bukan menjelekkan dirinya." "Ia justru marah kalau aku memujinya, sebab ia tidak mempunyai kebagusan di istana, ia ter
Cakra merasa tidak perlu menjawab secara benar. Bagi Mak Mampir yang menganggap dirinya negatif, apapun yang dikatakan adalah negatif. "Kau sungguh hebat, anak muda," puji Mak Mampir. "Apakah kau pernah berguru kepada ratu bidadari sehingga kau memiliki energi roh?" "Kau sedikit sopan mengatakan aku berguru, biasanya mereka mengatakan bercinta. Tapi aku kira berguru atau bercinta tidak penting bagimu." "Tidak ada ksatria yang mampu mematahkan tongkatku, kecuali kau." "Aku ingin mengingatkanmu, sudah bau tanah masih saja memikirkan tongkat. Rupanya tongkat guruku begitu bertuah bagimu sehingga sulit dilupakan." "Mulutmu lemes sekali, anak muda," geram Mak Mampir. "Aku akan mengajarimu sopan santun." "Bodo amat!" Mak Mampir mulai membuka jurus tangan kosong dengan menggunakan chi sempurna, sehingga setiap gerakannya berbunyi menderu. "Jurus petani menabur benih," kata Cakra. "Guruku pernah bilang sangat menyukai jurus itu, tapi ia tidak mengatakan siapa pemiliknya, jurus itu me
Serangkum angin panas bertemu dengan selarik angin dingin sehingga terjadi ledakan hebat. Cakra mengerahkan energi roh sepenuhnya untuk mendorong angin panas. Secara perlahan angin panas terdesak mundur. Mak Mampir berusaha bertahan mati-matian. "Kesaktianmu bukan untuk kebaikan," kata Cakra. "Jadi percuma kau mempunyai ajian tertinggi di mayapada kalau untuk kejelekan." Angin panas terus merambat mundur terdorong oleh seberkas angin berkilau putih. Kemudian angin panas lenyap dan sekujur tubuh Mak Mampir tertutup salju. Perempuan bercadar memandang takjub. Pertarungan dengan tiga murid Mak Mampir berhenti karena mereka harus menghindari ledakan dan menahan hawa dingin serta hawa panas yang begitu dahsyat. "Kenapa tubuh Mak Mampir tidak mencair?" tanya perempuan bercadar kepada Cakra yang datang mendekat. "Aku kira ilmu Tabur Jiwa membentengi raganya dan ..." Cakra membaca firasat jelek. Ia meraih pinggang perempuan bercadar dan mereka lenyap secara tiba-tiba. Bersamaan de
Angin badai menghantam prajurit kadipaten.Mereka beterbangan laksana anai-anai dan berjatuhan ke bumi, tanpa ada korban tewas.Beberapa pendekar yang sudah terdesak bernafas lega."Aku kira mendapat pertolongan alam," kata pendekar berikat kepala putih. "Tak tahunya ada ksatria membantu kita dari atas benteng.""Entah siapa," sahut temannya. "Aku belum pernah mendengar tokoh muda di tatar Selatan mempunyai kesaktian sedahsyat itu.""Kau pernah mendengar tokoh muda berjuluk Pendekar Lembah Cemara?""Tentu saja.""Ialah orangnya."Mereka masuk ke dalam benteng, membantu kawan seperjuangan menghadapi kelompok pendukung adipati.Kemenangan kelompok pergerakan sudah tergambar di depan mata. Korban berjatuhan dari pihak pendukung adipati. Sebagian kabur dari peperangan. Tapi mereka kembali terkepung oleh Belalang Jantan dan beberapa tokoh sakti yang mengejarnya."Tidak ada yang boleh pergi dari kastil tanpa meninggalkan nyawa," kata Belalang Jantan.Cakra membiarkan mereka untuk menghukum
"Jadi aku tidak boleh jatuh cinta kepadamu?" tanya perempuan bercadar."Semua perempuan bermata pasti jatuh cinta kepadaku," jawab Cakra sangat percaya diri. "Tapi inilah anehnya hukum di Nusa Kencana. Kau tidak boleh jatuh cinta kepadaku, karena aku garwa klan mu, tapi kau boleh bercinta denganku.""Bercinta tanpa cinta adalah tradisi pangeran selama masa kehamilan permaisuri. Bercinta dengan cinta adalah tradisi pangeran dengan permaisuri.""Jadi aku bercinta dengan selir sekedar syahwat?""Begitu tradisinya."Cakra sulit mencari pembenaran dari tradisi itu, tapi tradisi tidak butuh pembenaran.Tradisi adalah kearifan lokal yang mempunyai kaidah tertentu.Kaidah itu menjadi keunikan tersendiri bagi bangsa Incubus."Aku mencoba menikmati keunikan itu, ketimbang memperdebatkan denganmu."Mereka tiba di air terjun dengan air berbuih-buih jatuh ke telaga, bergemuruh.Di sekeliling air terjun terdapat bunga hutan bermekaran.Cakra duduk bersila di batu ceper, batu itu terletak di tepi te
Perjalanan ke kadipaten Tanjungsari tertunda karena perempuan bercadar sangat kelelahan dan tertidur pulas di batu ceper. Cakra terpaksa bersabar menunggunya bangun. Ia sebenarnya ingin meminta perempuan bercadar pulang ke istana langit, kadipaten yang akan dituju pasti sangat menjijikkannya. Kehidupan di Tanjungsari sangat bebas. Bukan pemandangan luar biasa jika sepasang insan berhubungan badan di taman, atau pantai. "Aku kuatir ia trauma melihat eksploitasi wanita," gumam Cakra. "Di penginapan banyak terpajang di dalam kaca pekerja seks, bahkan di setiap lantai terdapat teater khusus pagelaran striptis." Cakra sulit mencari penginapan bebas perempuan komersial. Mereka tidak mungkin tidur seperti gelandangan. Pangeran Restusanga pasti murka kalau tahu garwanya tidur tergeletak di batu ceper, bahkan dihantam di rerumputan. Cakra bebas untuk memakai leluhur selama masa kehamilan puteri mahkota, tapi bukan untuk ditelantarkan. "Aku mestinya mencari pelayan pribadi untuk ke
"Selamat pagi, Tuan Khong!" Seluruh pelayan di dapur mengangguk hormat menyambut kedatangan kepala koki di pintu masuk. "Ada yang sakit pagi ini?" "Tidak ada, Tuan Khong." "Bagus." Khong mendatangi Chan Xian yang tengah menyiapkan minuman hangat. "Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Khong. "Pagi terindah bagiku," jawab Chan Xian. "Kau pasti mendapat gift universe lagi." Pelayanan kamar yang memuaskan akan menerima uang tip besar dari tamu. Chan Xian adalah primadona di penginapan termewah di Butong. Chan Xian terlihat sangat ceria, padahal hatinya menderita. "Aku dapat sepuluh gift universe pagi ini. Entah karena pelayanan yang memuaskan atau karena kecantikan diriku." "Perempuan cantik selalu memuaskan." Khong adalah kepala koki mata keranjang. Beberapa asisten koki sering tidur dengannya. Chan Xian pasti sudah jadi korban kalau bukan puteri mahkota. Semua pegawai menaruh hormat kepadanya. Chan Xian menjadi asisten koki secara sukarela. Ia tinggal di rumah mewah dengan
Hari sudah pagi. Cakra bangun dan pergi mandi, kemudian berpakaian. Jie masih tertidur pulas di pembaringan. Cakra menghubungi Nawangwulan lewat Sambung Kalbu. "Sayang...!" pekik puteri mahkota Segara gembira. "Ada apa menghubungi aku?" "Aku ada informasi penting," sahut Cakra. "Lima puluh istri Manggala akan mengadakan pertemuan rahasia di rumah Adinda, kepala front office kastil Mentari, dengan modus party dance." "Sayang ... kau berada di kampung Luhan?" "Ikan paus membawa diriku ke mari." "Ia ratu siluman. Ia sering menolong kesatria yang ingin berkunjung ke negeriku." "Tapi jutek banget." Nawangwulan tertawa lembut. "Ia biasanya minta upah ... barangkali ia sungkan karena kau adalah calon garwaku, ia jadi bete." "Dari mana ia tahu aku calon garwamu?" "Seluruh penghuni samudera sudah tahu kabar itu, dan Ratu Paus bukan sekedar tahu, ia mengenal sosokmu." Upah yang diminta pasti bercinta. Edan. Bagaimana ia bercinta dengan ikan paus? Siluman ikan biasanya hanya berubah
Sejak awal Cakra sudah curiga dengan Jie. Ia melihat sosok berbeda terbelenggu tabir misteri. Cakra ingin membebaskan sosok itu dari belenggu dengan mengalirkan energi intisari roh. "Aku adalah puteri mahkota dari kerajaan Terumbu," kata Jie. "Aku mendapat kutukan dari Raja Sihir karena menolak lamarannya." "Ada kerajaan sihir di jazirah tirta?" "Tidak ada. Ia pemilik Puri Abadi di wilayah tak bertuan." "Kalian kesulitan menangkap Raja Sihir untuk mencabut kutukan?" "Raja Sihir ditemukan tewas saat tokoh istana menyerbu ke Puri Abadi." "Siapa yang membunuhnya?" "Ia mati diracun murid tunggalnya, Raden Manggala." "Jadi kau datang ke kampung Luhan dalam rangka mencari Raden Manggala untuk mencabut kutukan?" "Ahli nujum istana mendapat wangsit; aku akan terbebas dari kutukan kalau ada kesatria gagah dan tampan bersedia bercinta denganku." "Kesatria di negerimu tidak ada yang bersedia?" "Lubangku mendadak hilang, ada bibir besar saja." "Lubangmu tertutup tabir sehingga ter
Kehidupan di kampung Luhan tenteram dan damai, padahal menjadi markas pergerakan. Kelompok ini sulit diketahui keberadaannya. Mereka berbaur dengan masyarakat dan menjalani kehidupan sehari-hari seperti biasa. Pada saat dibutuhkan, mereka beroperasi secara masif, terstruktur, dan sistematis. Pergerakan seperti itu sangat berbahaya karena mereka akan memanfaatkan setiap peristiwa untuk menjatuhkan istana. "Kau tahu di mana kediaman Raden Manggala?" tanya Cakra. "Aku melihat tidak ada kekacauan di kampung ini. Gerakan mereka rapi sekali." "Bagaimana rupa Raden Manggala saja aku tidak tahu," sahut Jie. "Konon ia operasi plastik di negeri manusia sehingga sulit dikenali. Aku curiga anggota pergerakan telah menculik Chan Xian." "Apakah kakakmu pernah berurusan dengan kelompok Manggala?""Tidak." "Lalu ia diculik untuk apa? Untuk minta tebusan?" "Untuk jadi istri." "Jadi pemimpin pemberontak itu bujang lapuk?" "Istri keseribu." "Luar biasa...! Cukup untuk modal pemberont
"Aku berasal dari bangsa Incubus." Cakra merasa jawaban itu adalah jawaban paling aman. Nama bangsa itu sudah termasyhur ke seantero jagat raya. Ia pasti menjadi binatang buruan jika mengaku bangsa manusia. Perempuan di negeri ini akan menjadikan dirinya gongli dengan penampilan sekeren ini. "Jangan keras-keras," tegur perempuan gembrot. "Kedengaran mereka hidupmu dijamin bakal susah." Cakra kaget. "Mereka tergila-gila pada bangsa Incubus. Mereka rela meninggalkan suami untuk mendapatkan pria Incubus, lebih-lebih pria segagah dan setampan dirimu." Cakra terbelalak. Celaka! "Kau bukan wanita kampung ini?" "Namaku Jiefan, panggil saja Jie, kayaknya kita seumuran. Aku dari negeri tetangga." "Oh, pantas...! Lagi pula, siapa yang tertarik kepada perempuan sebesar kerbau bunting? Ia pasti menjadi musuh lelaki satu bangsa! "Jadi aku aman jalan bersama dirimu?" "Kau aman kalau mengaku dari bangsa manusia dan berwajah jelek." "Waduh...!" "Kau akan jadi musuh per
"Aku tahu kau menyusul ke bukit karang bukan untuk menyampaikan kabar itu," kata Cakra. "Kau ingin mengajakku bercinta." "Aku adalah maharatu! Sungguh tidak pantas bercinta di sembarang tempat!" Akan tetapi, perempuan itu menjadi sangat liar saat Cakra menghantam di atas batu karang, sampai sang ratu mandi keringat dan pingsan saking capeknya. Padahal Cakra belum apa-apa. Ratu Sihir dan Ratu Ipritala muncul di bukit karang. "Nah, dua lagi datang," kata Cakra. "Bermain threesome kayaknya seru." Mereka tiba di dekat Cakra. Ratu Ipritala tersenyum nakal. "Kau luar biasa...! Purbasari sampai ketiduran, pasti kelelahan." "Ia pingsan." "What?!" "Padahal teganganku belum turun." "OMG!" "Jangan basa-basi. Aku tahu kedatangan kalian untuk apa." Tiga jam kemudian, mereka tergeletak pingsan di samping Ratu Purbasari saking lelahnya. Cakra belum apa-apa. Kemudian muncul Ratu Pagedongan, Roro Kidul, dan Blorong di angkasa samudera. "Kami datang untuk menjemput dirimu,
Ratu Dublek dan panglima perang tiba di pantai berkarang yang menjadi lokasi pertemuan dengan utusan Raden Manggala. Debur ombak memecah pantai berkarang menjilat kaki mereka, berbuih-buih. Mereka terkejut melihat kesatria gagah dan tampan berdiri di batu besar seolah menunggu kedatangan mereka, di dekatnya dua utusan Raden Manggala tergeletak mati. "Kalian tak bisa lari dariku," kata Cakra. "Aku akan mengejar kalian ke dasar segara sekalipun." "Aku sudah meninggalkan istana secara sukarela," ucap Ratu Dublek. "Kau butuh singgasana untuk Romadara dan sudah didapatkan. Apa lagi yang kau inginkan?" Ratu Dublek mencoba untuk negosiasi. Kelihatannya tidak ada peluang untuk kabur. "Aku menginginkan jazirah bentala terbebas dari gangguan makhluk seperti kalian." "Aku akan pergi dari jazirah bentala untuk selamanya." "Dan berbuat kerusakan di jazirah lain. Perbuatanmu sudah melampaui batas. Perempuan seperti dirimu sudah sepantasnya berbaring bersama dua kutu kupret ini."
"Terimalah hukuman atas kelancangan dirimu!" Ketua lama berubah menjadi Bintang Kehidupan dengan sinar kemerahan yang menyilaukan mata. Bintang itu berusaha menyambar Cakra yang bergerak menghindar dengan lincah. Semua pendekar yang berada di sekitar mereka berusaha menghalangi pandangan dari sinar yang membutakan mata itu. "Ketua lama mulai mengeluarkan ilmu dari kitab terkunci," keluh Ratu Purbasari. "Sampai kapan Cakra mampu bertahan?" "Ilmu warisan Wiraswara sangat dahsyat di tangannya, tapi tidak cukup untuk menandingi," kata Ratu Sihir. "Kita juga tidak bisa menolong, bahkan untuk diri sendiri." "Hei! Lihat...!" seru Ratu Ipritala. Cakra berubah menjadi Seberkas Sinar. Cahaya berekor berwarna keemasan itu menggulung Bintang Kehidupan meninggalkan siluet di angkasa. "Ratu Kencana kiranya sudah mewariskan ilmu roh kepada pangeran," ujar Ratu Purbasari. "Tapi belum cukup untuk memenangkan pertarungan." Padahal ilmu itu diperoleh dari Nyi Ratu Suri lewat kemesraan, dan men
"Aku adalah Raja Agung yang akan menyeretmu pulang ke gerbang siksa." Sebilah pedang kencana muncul secara tiba-tiba di tangan Cakra, pedang itu jelmaan Tongkat Petir. Ketua lama tertawa dengan congkak. "Ha ha ha! Jadi kau murid Ki Gendeng Sejagat?" Sebuah tongkat yang sama persis muncul dalam.genggaman ketua lama, kemudian tongkat itu berubah menjadi pedang serupa. Aku tidak pernah mendengar Tongkat Petir mempunyai kembaran, batin Cakra. Tapi guruku pernah menciptakan duplikatnya. Aku tidak tahu mana yang asli. "Ha ha ha! Gurumu benar-benar gendeng sudah mewariskan tongkat palsu kepada muridnya!""Aku yakin tongkatmu palsu, seperti tongkat di balik celanamu!" Ratu Dublek tersenyum mengejek, ia berkata, "Apakah kau sekarang masih cukup nyali untuk menantang garwaku setelah mengetahui tongkatmu palsu? Aku memberi kesempatan kepadamu untuk hidup dengan melanjutkan permainanku yang terganggu olehmu." "Kau bukan perempuan seleraku," kata Cakra sinis. "Kakek peot itu sudah me