Mak Mampir berusia lima ratus tahun, ia termasuk srikandi di dunia perkelahian pada jamannya. Ia sempat merajut kasih bersama Wiraswara, dan terjebak cinta satu malam tanpa mengadakan acara ritual. Ia terkena kutukan dan menjadi insan tercampakkan dalam lingkungan puteri bangsawan. "Bukan alasan bagimu untuk membenci kakek buyutku," kata perempuan bercadar. "Bukankah ia juga menjadi buruk rupa?" "Wiraswara sengaja menolak acara ritual supaya aku tidak menjadi rebutan para ksatria," sahut Mak Mampir dengan dendam membara. "Sedangkan ia dapat melihatku dengan wujud asli, padahal aku hanyalah kekasih gelapnya." "Begitulah kalau terlalu memuja cinta," kicau Cakra sambil terkantuk-kantuk di teras dangau. "Kesalahanmu adalah mengikuti keinginannya, padahal tahu ia buaya darat, laut, dan udara." "Seharusnya kau ada rasa santun kepada gurumu," tegur perempuan bercadar. "Bukan menjelekkan dirinya." "Ia justru marah kalau aku memujinya, sebab ia tidak mempunyai kebagusan di istana, ia ter
Cakra merasa tidak perlu menjawab secara benar. Bagi Mak Mampir yang menganggap dirinya negatif, apapun yang dikatakan adalah negatif. "Kau sungguh hebat, anak muda," puji Mak Mampir. "Apakah kau pernah berguru kepada ratu bidadari sehingga kau memiliki energi roh?" "Kau sedikit sopan mengatakan aku berguru, biasanya mereka mengatakan bercinta. Tapi aku kira berguru atau bercinta tidak penting bagimu." "Tidak ada ksatria yang mampu mematahkan tongkatku, kecuali kau." "Aku ingin mengingatkanmu, sudah bau tanah masih saja memikirkan tongkat. Rupanya tongkat guruku begitu bertuah bagimu sehingga sulit dilupakan." "Mulutmu lemes sekali, anak muda," geram Mak Mampir. "Aku akan mengajarimu sopan santun." "Bodo amat!" Mak Mampir mulai membuka jurus tangan kosong dengan menggunakan chi sempurna, sehingga setiap gerakannya berbunyi menderu. "Jurus petani menabur benih," kata Cakra. "Guruku pernah bilang sangat menyukai jurus itu, tapi ia tidak mengatakan siapa pemiliknya, jurus itu me
Serangkum angin panas bertemu dengan selarik angin dingin sehingga terjadi ledakan hebat. Cakra mengerahkan energi roh sepenuhnya untuk mendorong angin panas. Secara perlahan angin panas terdesak mundur. Mak Mampir berusaha bertahan mati-matian. "Kesaktianmu bukan untuk kebaikan," kata Cakra. "Jadi percuma kau mempunyai ajian tertinggi di mayapada kalau untuk kejelekan." Angin panas terus merambat mundur terdorong oleh seberkas angin berkilau putih. Kemudian angin panas lenyap dan sekujur tubuh Mak Mampir tertutup salju. Perempuan bercadar memandang takjub. Pertarungan dengan tiga murid Mak Mampir berhenti karena mereka harus menghindari ledakan dan menahan hawa dingin serta hawa panas yang begitu dahsyat. "Kenapa tubuh Mak Mampir tidak mencair?" tanya perempuan bercadar kepada Cakra yang datang mendekat. "Aku kira ilmu Tabur Jiwa membentengi raganya dan ..." Cakra membaca firasat jelek. Ia meraih pinggang perempuan bercadar dan mereka lenyap secara tiba-tiba. Bersamaan de
Angin badai menghantam prajurit kadipaten.Mereka beterbangan laksana anai-anai dan berjatuhan ke bumi, tanpa ada korban tewas.Beberapa pendekar yang sudah terdesak bernafas lega."Aku kira mendapat pertolongan alam," kata pendekar berikat kepala putih. "Tak tahunya ada ksatria membantu kita dari atas benteng.""Entah siapa," sahut temannya. "Aku belum pernah mendengar tokoh muda di tatar Selatan mempunyai kesaktian sedahsyat itu.""Kau pernah mendengar tokoh muda berjuluk Pendekar Lembah Cemara?""Tentu saja.""Ialah orangnya."Mereka masuk ke dalam benteng, membantu kawan seperjuangan menghadapi kelompok pendukung adipati.Kemenangan kelompok pergerakan sudah tergambar di depan mata. Korban berjatuhan dari pihak pendukung adipati. Sebagian kabur dari peperangan. Tapi mereka kembali terkepung oleh Belalang Jantan dan beberapa tokoh sakti yang mengejarnya."Tidak ada yang boleh pergi dari kastil tanpa meninggalkan nyawa," kata Belalang Jantan.Cakra membiarkan mereka untuk menghukum
"Jadi aku tidak boleh jatuh cinta kepadamu?" tanya perempuan bercadar."Semua perempuan bermata pasti jatuh cinta kepadaku," jawab Cakra sangat percaya diri. "Tapi inilah anehnya hukum di Nusa Kencana. Kau tidak boleh jatuh cinta kepadaku, karena aku garwa klan mu, tapi kau boleh bercinta denganku.""Bercinta tanpa cinta adalah tradisi pangeran selama masa kehamilan permaisuri. Bercinta dengan cinta adalah tradisi pangeran dengan permaisuri.""Jadi aku bercinta dengan selir sekedar syahwat?""Begitu tradisinya."Cakra sulit mencari pembenaran dari tradisi itu, tapi tradisi tidak butuh pembenaran.Tradisi adalah kearifan lokal yang mempunyai kaidah tertentu.Kaidah itu menjadi keunikan tersendiri bagi bangsa Incubus."Aku mencoba menikmati keunikan itu, ketimbang memperdebatkan denganmu."Mereka tiba di air terjun dengan air berbuih-buih jatuh ke telaga, bergemuruh.Di sekeliling air terjun terdapat bunga hutan bermekaran.Cakra duduk bersila di batu ceper, batu itu terletak di tepi te
Perjalanan ke kadipaten Tanjungsari tertunda karena perempuan bercadar sangat kelelahan dan tertidur pulas di batu ceper.Cakra terpaksa bersabar menunggunya bangun. Ia sebenarnya ingin meminta perempuan bercadar pulang ke istana langit, kadipaten yang akan dituju pasti sangat menjijikkannya.Kehidupan di Tanjungsari sangat bebas. Bukan pemandangan luar biasa jika sepasang insan berhubungan badan di taman, atau pantai."Aku kuatir ia trauma melihat eksploitasi wanita," gumam Cakra. "Di penginapan banyak terpajang di dalam kaca pekerja seks, bahkan di setiap lantai terdapat teater khusus pagelaran striptis."Cakra sulit mencari penginapan bebas perempuan komersial. Mereka tidak mungkin tidur seperti gelandangan.Pangeran Restusanga pasti murka kalau tahu garwanya tidur tergeletak di batu ceper, bahkan dihantam di rerumputan.Cakra bebas untuk memakai leluhur selama masa kehamilan puteri mahkota, tapi bukan untuk ditelantarkan."Aku mestinya mencari pelayan pribadi untuk kebutuhan biolo
Perasaan Cakra sedikit berubah saat mengetahui siapa perempuan bercadar.Ia sampai rela melanglang buana karena takut CLBK dengan ayahnya yang kini berada di istana.Semula Cakra ingin pulang ke istana untuk bertemu dengan orang tuanya, namun kabar dari mahapatih menyurutkan keinginannya."Ambu melarang gusti pangeran meninggalkan tugas," kata Mahameru lewat sambung kalbu. "Rindunya cukup terobati dengan melihat kelahiran cucunya."Cakra sangat gembira mendengar kabar kelahiran anaknya. "Apakah putraku laki-laki?""Ya.""Aku kuatir seperti bapaknya," canda Cakra. "Kau cari dayang terbaik untuk merawatnya.""Nirmala, siapa lagi? Atau gusti pangeran menginginkan permaisuri kedua yang mengurusnya?""Bercanda!""Ia bersedia merawat buah hati pangeran.""Aku kira Nirmala saja."Keinginan Puteri Rinjani merawat bayi itu pasti lantaran ia ingin mendapatkan keturunan.Menurut babad kerajaan, apabila puteri mahkota mengalami masalah dengan kehamilan, maka ia mesti memelihara anak sebagai panci
Kakak beradik bernama Mahadewi dan Mahardika melesat pergi dengan gin kang tingkat tinggi.Dalam sekejap mereka sudah berada jauh dari telaga. Mereka terkejut saat melihat Cakra sudah menunggu di lorong tanaman perdu yang hendak dilewati."Jangan lari dariku," kata Cakra. "Kecuali kalian bukan insan baik-baik."Mereka berbalik hendak kabur ke arah lain, tapi perempuan bercadar sudah menutup jalan mereka.Ia kelihatan demikian anggun dengan penampilan lebih tertutup, laksana peri pemetik bunga."Jangan takut," kata Ratu Purbasari. "Aku peri pemetik bunga, siap menolong kalian."Di hutan perbatasan terkenal legenda peri pemetik bunga yang baik hati dan dan tidak sombong, tapi tidak rajin menabung karena tidak ada perbankan."Apakah benar kau peri pemetik bunga?" tanya Mahadewi separuh percaya.Ratu Purbasari tersenyum. "Tentu saja bukan, peri itu hanya mitos, tapi kebaikan diriku bukan mitos. Ceritakanlah kenapa kalian sampai berada di hutan ini."Ratu Nusa Kencana membimbing mereka un