Beranda / Romansa / Perjanjian Leluhur / 265. Perjalanan Tugas

Share

265. Perjalanan Tugas

Penulis: Enday Hidayat
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-16 21:14:19
Dimas Agusti Bimantara sangat senang dengan kedatangan Dwipa Agusti Bimantara beserta putranya di mansion yang sangat mewah itu.

"Maafkan aku tidak sempat menyambangi kang mas sewaktu di Rutan," kata Dimas. "Kang mas menghilang lama sekali, tahu-tahu muncul berita yang menghebohkan."

Dwipa memutuskan komunikasi dengan klan Bimantara untuk menghindari perjanjian leluhur, sehingga mengundang tanda tanya besar bagi mereka.

Mereka sangat terkejut saat Dwipa terlibat kasus pembunuhan, hal yang belum pernah terjadi pada klan Bimantara.

Mereka senang sekali saat terjadi kesalahan putusan pengadilan karena tergiring opini publik.

"Perkenalkan ini putraku," kata Abah. "Cakra Agusti Bimantara."

"Putra kang mas sungguh gagah sekali. Pantas saja kang mas berusaha menyelamatkan dari perjanjian leluhur."

"Masalah itu sudah selesai."

Dimas menerima mereka di ruang tamu dengan interior sangat indah.

Cakra jadi berpikir kehidupan ayahnya dulu pasti semewah ini. Alangkah besar pengorbanan unt
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Perjanjian Leluhur   266. Penunggu Pohon

    Cakra mengurangi kecepatan trailer, enam motor di belakang pun menurunkan kecepatan. "Sekarang kau percaya mereka bukan rombongan touring?" Mahameru heran melihat mereka tidak agresif. Bagaimana kendaraan ekspedisi mengalami kecelakaan kalau hanya dibuntuti? Mahameru curiga kalau mereka sudah mengatur strategi untuk pengalihan rute. Barang di dalam trailer bernilai miliaran, mereka ingin merampok sekalian sabotase. Tapi kecelakaan sebelumnya tidak menunjukkan indikasi perampokan. "Aku kira ini jawabannya." Cakra melihat ada batang pisang tergeletak melintang di depan. Ia sengaja melindasnya dan terdengar letusan kecil, seperti bom paku dengan daya ledak rendah. "Pasti orang mereka yang memasang jebakan," kata Cakra. "Aku melihat ada motor gede tersembunyi di balik semak." Trailer sedikit oleng karena ban depan kempes mendadak. Cakra berusaha mengendalikan setir dan melambatkan laju trailer, lalu berhenti di pinggir jalan. "Kalau pangeran tahu batang pisang itu jebakan, kenapa

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-17
  • Perjanjian Leluhur   267. Pandai Berakting

    Sebuah sedan mewah memasuki basement parkir dikawal dua mobil di depan dan belakang. Ketiga mobil itu berhenti di pelataran parkir khusus pimpinan Hanoman Grup. Dari mobil depan dan belakang beberapa pria berbadan kekar keluar menyebar berjaga-jaga. Seorang lelaki gagah berpakaian perlente turun dari sedan mewah, berusia separuh baya dan berwajah tampan, entah bagaimana ceritanya memiliki nama Hanoman. "Bagaimana mereka sampai gagal?" tanya Hanoman. "Bukankah mereka sudah biasa?" Pria itu adalah pimpinan tertinggi Hanoman Grup, ia didampingi Sombu orang kepercayaan. Hanoman sangat marah pagi-pagi mendapat kabar buruk. Ia tidak biasa menerima kabar buruk. "Semua baru dugaan," jawab Sombu. "Aku kehilangan kontak sejak mereka memasuki hutan alas." "Berarti operasi mereka gagal, dan kau tahu harga sebuah kegagalan." Kegagalan adalah kematian. Mereka jadi santapan buaya peliharaan Hanoman. "Aku kemungkinan orang kita keduluan perampok yang beroperasi di hutan alas. Secara tidak

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-18
  • Perjanjian Leluhur   268. Pantasnya Jadi Tangan Kiri

    "Aku adalah Cakra Agusti Bimantara! Putra dari Dwipa dan Citraresmi! Bagaimana kau berpikir aku bukan manusia?" Hanoman kenal Dwipa karena sempat heboh di media massa gara-gara kopi beracun, sedangkan Citraresmi lawan politik kandidat yang didukungnya. "Pantas kelakuanmu barbar," sindir Hanoman sinis. "Di tubuhmu mengalir darah kriminal." "Ayahku bukan manusia biadab sepertimu, Hanoman! Kau memperlakukan manusia seperti belatung!" Sombu berbisik kepada tuannya, "Mulut curut itu semakin lancip kalau dibiarkan." "Jadikan ia santapan makan siang peliharaanku." "Siap." Sombu maju menyerbu disertai teriakan keras, "Ciiaaatt!" Buk! Sombu terpental menerima tendangan di dadanya dan jatuh menghantam kabin sedan. Brak! "Keluarkan seluruh kemampuanmu," tantang Cakra. "Jangan teriakan saja kencang." Sombu segera bangkit, kemudian menerjang lagi dengan amarah memuncak. "Ciiaaatt!" Sombu mengirim kombinasi pukulan dan tendangan secara bertubi-tubi. "Yang kayak begini j

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-20
  • Perjanjian Leluhur   269. Menjemput Takdir

    Cakra menganggap persoalan dengan Hanoman Grup sudah selesai ketika apa yang terjadi di kantor itu tidak muncul di media massa. Cakra tidak berkeinginan untuk menabur angin, ia kuatir orang tuanya menuai badai setelah ditinggal pergi ke Nusa Kencana. Satu pekan setelah kejadian itu klan Bimantara berkumpul di rumahnya sekalian pertemuan rutin keluarga besar. "Hanoman kemarin datang ke kantorku," kata Dimas. "Ia memintaku untuk melupakan apa yang telah terjadi, ia bersedia mengganti kerugian dan bersaing secara sehat." "Bersaing itu pasti tidak sehat," sahut Cakra. "Perlu ada batasan hitam di atas putih mengenai persaingan yang dibolehkan." "Aku ingin menghindari persaingan dengannya, Hanoman setuju untuk mengakuisisi semua outlet ku yang berada di wilayahnya." "Hitam di atas putih?" "Ya." Dimas kuatir terjadi lagi pergesekan di kemudian hari. Ia ingin membuka outlet di wilayah yang belum tersentuh oleh Hanoman Grup. Prinsip klan Bimantara adalah membuka usaha dengan meminimalk

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-21
  • Perjanjian Leluhur   270. Fenomena Berbeda

    Bulan penuh menggantung di langit. Sinarnya menerobos dedaunan menerangi jalan aspal di hutan bunian. Limousine meluncur kencang di jalan sunyi. "Kereta pelangi menunggu di mana?" tanya Cakra. "Aku kira perjalanan lewat udara sangat menghemat waktu." "Aku minta kembali ke pemiliknya," sahut Dewi Anjani. "Aku tak berpikir untuk pulang." "Keputusanmu memicu Ambu untuk merelakan kepergian anaknya. Kau tidak mungkin tinggal di kampung." "Aku tidak bisa jauh darimu." "Itu kata Slank." Cakra mengurangi kecepatan dan membelokkan mobil memasuki hutan. Mereka kaget. "Kanda mau ke mana?" tanya Dewi Anjani. "Sedan ini mestinya disimpan di pinggir jalan." "Aku ingin membawanya ke istana Nusa Kencana." "Risikonya besar sekali kanda, mobil ini bisa meledak di gerbang labirin." "Aku sudah pernah membawa taksi dan kini tersimpan di Pondok Asmara." "Kejadian itu kebetulan saja kanda." "Aku banyak sekali mengalami kejadian kebetulan." Cakra mengerahkan ilmu Tembus Pandang P

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-22
  • Perjanjian Leluhur   271. Berhutang Janji

    Sedan berhenti di persimpangan menuju ke Pondok Asmara. Mahameru turun untuk menggantikan Cakra mengemudi. Cakra tidak ikut pulang ke istana Rajapati di Kadipaten Selatan, ia banyak urusan di Kadipaten Barat. Cakra bertanya, "Kau yakin Kadipaten Barat kondusif setelah kepergian ku?" "Situasi aman terkendali, gusti pangeran," jawab Mahameru. "Lagi pula, pasukan pengawal sedang dalam perjalanan. Tidak ada situasi yang perlu dikuatirkan." Cakra dapat menggunakan ilmu Pindah Raga bila situasi genting, tapi bukan itu persoalannya. Pengamanan puteri mahkota adalah protokol yang tak boleh dilanggar meski situasi aman. Mahameru terlambat memberi tahu kedatangan puteri mahkota sehingga pasukan Kotaraja yang menunggu di istana adipati terlambat datang. "Kendaraan ini pasti memancing perhatian warga, aku kuatir perjalanan kalian terhambat. Aku kira lebih baik menunggu pasukan pengawal tiba." Cakra kira tidak ada yang tahu kedatangan mereka, tapi mobil ini memberi tahu secara sendirinya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-23
  • Perjanjian Leluhur   272. Nyamuk Kecil

    Malam mulai turun saat mereka memasuki hutan hijau dengan pepohonan dan rerumputan tumbuh rapi seperti hutan buatan. Mereka singgah di sebuah dangau karena kuda sudah tampak letih. "Wedang lemon sungguh nikmat." Cakra meneguk minuman di veples yang terbuat dari emas. Minuman itu terasa hangat lewat di tenggorokan dan menetralisir udara dingin yang menusuk tubuh. "Sayang sekali wedang ini tidak boleh diperjualbelikan di negeri manusia." Setiap produksi di kerajaan Nusa Kencana terlarang untuk diproduksi di negara lain, sebab tidak berlaku lisensi. "Kita bermalam di sini saja tuan," kata Melati. "Dangau ini sangat nyaman." "Kita istirahat sejenak saja," sahut Cakra. "Setelah kuda kembali bugar, kita berangkat lagi." Mereka sudah menempuh separuh perjalanan, perkiraan tiba di keraton gubernur menjelang pagi. Cakra menyukai perjalanan di malam hari karena udara sangat segar, kecuali perbekalan habis, mereka perlu warung untuk mengisi perut. Mereka juga bisa memacu kuda di perkamp

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-24
  • Perjanjian Leluhur   273. Menolak Bingkisan

    Mereka meninggalkan komplotan perampok di dangau dalam keadaan tertotok. Jadi mereka tidak dapat melarikan diri, sampai mereka dihadapkan kepada kadi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Cakra menghubungi kepala prajurit langlang yang lagi berpatroli di perkampungan untuk mengambil mereka. "Titah gusti pangeran segera patik laksanakan." Kepala prajurit dan anggotanya langsung menuju ke hutan hijau di mana komplotan perampok berada. Cakra meneruskan perjalanan lewat jalan perkampungan yang sunyi. "Aku senang penduduk dapat tidur nyenyak," kata Cakra. "Bramantana mampu membuat rakyatnya beristirahat dengan aman, untuk menyambut hari esok dengan penuh semangat." "Tapi rakyat yang antipati memandang Pangeran Bramantana adalah putera dari guru tuan saat tuan mengangkatnya jadi Raja Timur, bukan memandang prestasi." "Pada dasarnya mereka bukan mencari kebenaran, tapi mencari celah untuk menjatuhkan diriku." Maka itu Cakra tidak pernah berharap untuk dicintai seluruh rakyat, ia

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-25

Bab terbaru

  • Perjanjian Leluhur   391. Badai Sudah Berlalu

    Sejak awal Cakra sudah curiga dengan Jie. Ia melihat sosok berbeda terbelenggu tabir misteri. Cakra ingin membebaskan sosok itu dari belenggu dengan mengalirkan energi intisari roh. "Aku adalah puteri mahkota dari kerajaan Terumbu," kata Jie. "Aku mendapat kutukan dari Raja Sihir karena menolak lamarannya." "Ada kerajaan sihir di jazirah tirta?" "Tidak ada. Ia pemilik Puri Abadi di wilayah tak bertuan." "Kalian kesulitan menangkap Raja Sihir untuk mencabut kutukan?" "Raja Sihir ditemukan tewas saat tokoh istana menyerbu ke Puri Abadi." "Siapa yang membunuhnya?" "Ia mati diracun murid tunggalnya, Raden Manggala." "Jadi kau datang ke kampung Luhan dalam rangka mencari Raden Manggala untuk mencabut kutukan?" "Ahli nujum istana mendapat wangsit; aku akan terbebas dari kutukan kalau ada kesatria gagah dan tampan bersedia bercinta denganku." "Kesatria di negerimu tidak ada yang bersedia?" "Lubangku mendadak hilang, ada bibir besar saja." "Lubangmu tertutup tabir sehingga ter

  • Perjanjian Leluhur   390. Ada Yang Lain

    Kehidupan di kampung Luhan tenteram dan damai, padahal menjadi markas pergerakan. Kelompok ini sulit diketahui keberadaannya. Mereka berbaur dengan masyarakat dan menjalani kehidupan sehari-hari seperti biasa. Pada saat dibutuhkan, mereka beroperasi secara masif, terstruktur, dan sistematis. Pergerakan seperti itu sangat berbahaya karena mereka akan memanfaatkan setiap peristiwa untuk menjatuhkan istana. "Kau tahu di mana kediaman Raden Manggala?" tanya Cakra. "Aku melihat tidak ada kekacauan di kampung ini. Gerakan mereka rapi sekali." "Bagaimana rupa Raden Manggala saja aku tidak tahu," sahut Jie. "Konon ia operasi plastik di negeri manusia sehingga sulit dikenali. Aku curiga anggota pergerakan telah menculik Chan Xian." "Apakah kakakmu pernah berurusan dengan kelompok Manggala?""Tidak." "Lalu ia diculik untuk apa? Untuk minta tebusan?" "Untuk jadi istri." "Jadi pemimpin pemberontak itu bujang lapuk?" "Istri keseribu." "Luar biasa...! Cukup untuk modal pemberont

  • Perjanjian Leluhur   389. Musuh Satu Kampung

    "Aku berasal dari bangsa Incubus." Cakra merasa jawaban itu adalah jawaban paling aman. Nama bangsa itu sudah termasyhur ke seantero jagat raya. Ia pasti menjadi binatang buruan jika mengaku bangsa manusia. Perempuan di negeri ini akan menjadikan dirinya gongli dengan penampilan sekeren ini. "Jangan keras-keras," tegur perempuan gembrot. "Kedengaran mereka hidupmu dijamin bakal susah." Cakra kaget. "Mereka tergila-gila pada bangsa Incubus. Mereka rela meninggalkan suami untuk mendapatkan pria Incubus, lebih-lebih pria segagah dan setampan dirimu." Cakra terbelalak. Celaka! "Kau bukan wanita kampung ini?" "Namaku Jiefan, panggil saja Jie, kayaknya kita seumuran. Aku dari negeri tetangga." "Oh, pantas...! Lagi pula, siapa yang tertarik kepada perempuan sebesar kerbau bunting? Ia pasti menjadi musuh lelaki satu bangsa! "Jadi aku aman jalan bersama dirimu?" "Kau aman kalau mengaku dari bangsa manusia dan berwajah jelek." "Waduh...!" "Kau akan jadi musuh per

  • Perjanjian Leluhur   388. Alam Tirta

    "Aku tahu kau menyusul ke bukit karang bukan untuk menyampaikan kabar itu," kata Cakra. "Kau ingin mengajakku bercinta." "Aku adalah maharatu! Sungguh tidak pantas bercinta di sembarang tempat!" Akan tetapi, perempuan itu menjadi sangat liar saat Cakra menghantam di atas batu karang, sampai sang ratu mandi keringat dan pingsan saking capeknya. Padahal Cakra belum apa-apa. Ratu Sihir dan Ratu Ipritala muncul di bukit karang. "Nah, dua lagi datang," kata Cakra. "Bermain threesome kayaknya seru." Mereka tiba di dekat Cakra. Ratu Ipritala tersenyum nakal. "Kau luar biasa...! Purbasari sampai ketiduran, pasti kelelahan." "Ia pingsan." "What?!" "Padahal teganganku belum turun." "OMG!" "Jangan basa-basi. Aku tahu kedatangan kalian untuk apa." Tiga jam kemudian, mereka tergeletak pingsan di samping Ratu Purbasari saking lelahnya. Cakra belum apa-apa. Kemudian muncul Ratu Pagedongan, Roro Kidul, dan Blorong di angkasa samudera. "Kami datang untuk menjemput dirimu,

  • Perjanjian Leluhur   387. Antara Ada Dan Tiada

    Ratu Dublek dan panglima perang tiba di pantai berkarang yang menjadi lokasi pertemuan dengan utusan Raden Manggala. Debur ombak memecah pantai berkarang menjilat kaki mereka, berbuih-buih. Mereka terkejut melihat kesatria gagah dan tampan berdiri di batu besar seolah menunggu kedatangan mereka, di dekatnya dua utusan Raden Manggala tergeletak mati. "Kalian tak bisa lari dariku," kata Cakra. "Aku akan mengejar kalian ke dasar segara sekalipun." "Aku sudah meninggalkan istana secara sukarela," ucap Ratu Dublek. "Kau butuh singgasana untuk Romadara dan sudah didapatkan. Apa lagi yang kau inginkan?" Ratu Dublek mencoba untuk negosiasi. Kelihatannya tidak ada peluang untuk kabur. "Aku menginginkan jazirah bentala terbebas dari gangguan makhluk seperti kalian." "Aku akan pergi dari jazirah bentala untuk selamanya." "Dan berbuat kerusakan di jazirah lain. Perbuatanmu sudah melampaui batas. Perempuan seperti dirimu sudah sepantasnya berbaring bersama dua kutu kupret ini."

  • Perjanjian Leluhur   386. Bukan Minta Suaka

    "Terimalah hukuman atas kelancangan dirimu!" Ketua lama berubah menjadi Bintang Kehidupan dengan sinar kemerahan yang menyilaukan mata. Bintang itu berusaha menyambar Cakra yang bergerak menghindar dengan lincah. Semua pendekar yang berada di sekitar mereka berusaha menghalangi pandangan dari sinar yang membutakan mata itu. "Ketua lama mulai mengeluarkan ilmu dari kitab terkunci," keluh Ratu Purbasari. "Sampai kapan Cakra mampu bertahan?" "Ilmu warisan Wiraswara sangat dahsyat di tangannya, tapi tidak cukup untuk menandingi," kata Ratu Sihir. "Kita juga tidak bisa menolong, bahkan untuk diri sendiri." "Hei! Lihat...!" seru Ratu Ipritala. Cakra berubah menjadi Seberkas Sinar. Cahaya berekor berwarna keemasan itu menggulung Bintang Kehidupan meninggalkan siluet di angkasa. "Ratu Kencana kiranya sudah mewariskan ilmu roh kepada pangeran," ujar Ratu Purbasari. "Tapi belum cukup untuk memenangkan pertarungan." Padahal ilmu itu diperoleh dari Nyi Ratu Suri lewat kemesraan, dan men

  • Perjanjian Leluhur   385. Menanti Kedatangan Ratu Sejagat

    "Aku adalah Raja Agung yang akan menyeretmu pulang ke gerbang siksa." Sebilah pedang kencana muncul secara tiba-tiba di tangan Cakra, pedang itu jelmaan Tongkat Petir. Ketua lama tertawa dengan congkak. "Ha ha ha! Jadi kau murid Ki Gendeng Sejagat?" Sebuah tongkat yang sama persis muncul dalam.genggaman ketua lama, kemudian tongkat itu berubah menjadi pedang serupa. Aku tidak pernah mendengar Tongkat Petir mempunyai kembaran, batin Cakra. Tapi guruku pernah menciptakan duplikatnya. Aku tidak tahu mana yang asli. "Ha ha ha! Gurumu benar-benar gendeng sudah mewariskan tongkat palsu kepada muridnya!""Aku yakin tongkatmu palsu, seperti tongkat di balik celanamu!" Ratu Dublek tersenyum mengejek, ia berkata, "Apakah kau sekarang masih cukup nyali untuk menantang garwaku setelah mengetahui tongkatmu palsu? Aku memberi kesempatan kepadamu untuk hidup dengan melanjutkan permainanku yang terganggu olehmu." "Kau bukan perempuan seleraku," kata Cakra sinis. "Kakek peot itu sudah me

  • Perjanjian Leluhur   384. Pendekar Cinta

    Puluhan prajurit mengejar Ranggaslawi. Ia sengaja membawa mereka ke arah sekelompok pasukan gabungan berada. Ratu Sihir bengong melihat kejadian itu, ia bertanya, "Bukankah pendekar botuna sudah pergi ke hutan alas?" "Cakra pasti membawanya kembali," keluh Ratu Purbasari. "Aku heran bagaimana ia bisa bersahabat dengan pendekar cabul. Rencana kita hampir berantakan gara-gara mereka.""Dan sekarang benar-benar berantakan." "Kau harus menegur Cakra dengan keras. Tindakannya sudah melanggar prosedur." "Pangeran kepala batu." "Kau lunakkan dengan body goal mu. Kelemahan kesatria mata keranjang adalah keindahan wanita." "Kenapa bukan kalian saja?" "Maharini keguguran dan Rinjani belum hamil-hamil. Jadi kami tiada alasan untuk bercinta dengan menantu. Lagi pula, selera Cakra bukan maharatu yang mempunyai banyak simpanan." "Ngomong saja kalian kalah cantik." Mereka tiba di alun-alun istana. Pertempuran terjadi di berbagai penjuru. Serangan prajurit musuh datang secara bergelombang

  • Perjanjian Leluhur   383. Penyerbuan Dini

    "Mereka sedang mengawasi kalian."Ranggaslawi dan kawan-kawan pucat pasi mendengar keterangan Jaka, meski mereka tak dapat melihatnya. "Baguslah kalian ada rasa hormat," sindir Cakra. "Padahal Ratu Kencana tahu bagaimana bejatnya kalian." "Aku sudah menduga kau punya beking handal," kata Ranggaslawi. "Hanya indung leluhur garwamu yang dapat melumpuhkan ketua lama." "Maka itu aku akan pergi ke dasar segara untuk membantu Nawangwulan. Kalian bantulah Nyi Ratu Kencana." "Enak saja melimpahkan tanggung jawab kepadaku!" sergah suara tanpa wujud. "Kau bereskan dulu urusan di kota Dublek!" "Aku muak berjuang di bawah kecurigaan." "Aku hanya ingin memastikan kau tidak main-main dengan ajian Serat Cinta!" "Kau tahu aku suka main-main." "Baiklah! Aku pergi! Aku akan mengutuk dirimu jadi buruk rupa kalau berani macam-macam!" "Kebetulan aku sudah bosan berwajah ganteng." Ratu Kencana pasti pikir-pikir untuk bertindak senekat itu, kecuali ia siap menerima gelombang protes dari seluruh p

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status