Sedan berhenti di persimpangan menuju ke Pondok Asmara. Mahameru turun untuk menggantikan Cakra mengemudi. Cakra tidak ikut pulang ke istana Rajapati di Kadipaten Selatan, ia banyak urusan di Kadipaten Barat. Cakra bertanya, "Kau yakin Kadipaten Barat kondusif setelah kepergian ku?" "Situasi aman terkendali, gusti pangeran," jawab Mahameru. "Lagi pula, pasukan pengawal sedang dalam perjalanan. Tidak ada situasi yang perlu dikuatirkan." Cakra dapat menggunakan ilmu Pindah Raga bila situasi genting, tapi bukan itu persoalannya. Pengamanan puteri mahkota adalah protokol yang tak boleh dilanggar meski situasi aman. Mahameru terlambat memberi tahu kedatangan puteri mahkota sehingga pasukan Kotaraja yang menunggu di istana adipati terlambat datang. "Kendaraan ini pasti memancing perhatian warga, aku kuatir perjalanan kalian terhambat. Aku kira lebih baik menunggu pasukan pengawal tiba." Cakra kira tidak ada yang tahu kedatangan mereka, tapi mobil ini memberi tahu secara sendirinya.
Malam mulai turun saat mereka memasuki hutan hijau dengan pepohonan dan rerumputan tumbuh rapi seperti hutan buatan. Mereka singgah di sebuah dangau karena kuda sudah tampak letih. "Wedang lemon sungguh nikmat." Cakra meneguk minuman di veples yang terbuat dari emas. Minuman itu terasa hangat lewat di tenggorokan dan menetralisir udara dingin yang menusuk tubuh. "Sayang sekali wedang ini tidak boleh diperjualbelikan di negeri manusia." Setiap produksi di kerajaan Nusa Kencana terlarang untuk diproduksi di negara lain, sebab tidak berlaku lisensi. "Kita bermalam di sini saja tuan," kata Melati. "Dangau ini sangat nyaman." "Kita istirahat sejenak saja," sahut Cakra. "Setelah kuda kembali bugar, kita berangkat lagi." Mereka sudah menempuh separuh perjalanan, perkiraan tiba di keraton gubernur menjelang pagi. Cakra menyukai perjalanan di malam hari karena udara sangat segar, kecuali perbekalan habis, mereka perlu warung untuk mengisi perut. Mereka juga bisa memacu kuda di perkamp
Mereka meninggalkan komplotan perampok di dangau dalam keadaan tertotok. Jadi mereka tidak dapat melarikan diri, sampai mereka dihadapkan kepada kadi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Cakra menghubungi kepala prajurit langlang yang lagi berpatroli di perkampungan untuk mengambil mereka. "Titah gusti pangeran segera patik laksanakan." Kepala prajurit dan anggotanya langsung menuju ke hutan hijau di mana komplotan perampok berada. Cakra meneruskan perjalanan lewat jalan perkampungan yang sunyi. "Aku senang penduduk dapat tidur nyenyak," kata Cakra. "Bramantana mampu membuat rakyatnya beristirahat dengan aman, untuk menyambut hari esok dengan penuh semangat." "Tapi rakyat yang antipati memandang Pangeran Bramantana adalah putera dari guru tuan saat tuan mengangkatnya jadi Raja Timur, bukan memandang prestasi." "Pada dasarnya mereka bukan mencari kebenaran, tapi mencari celah untuk menjatuhkan diriku." Maka itu Cakra tidak pernah berharap untuk dicintai seluruh rakyat, ia
Cakra merasa kena prank! Ia kira gentong berjalan itu calon selirnya! "Lalu Rihana mana?" Cakra memandang Rihani yang melelang senyum manisnya. "Lagi bersolek," jawab Rihani. "Barangkali sebentar lagi selesai." Cakra jadi penasaran menunggu kemunculan saudara kembarnya. Rihani saja seperti celengan gajah, Rihana pasti seperti kaleng kerupuk! Tapi Cakra tidak mempersoalkan pilihan puteri mahkota. Perempuan mempunyai selera lebih baik daripada lelaki, dan kebaikan itu bukan sekedar pertimbangan fisik. Ada hal yang lebih bernilai dari sekedar kesempurnaan fisik. Cakra bertanya kepada gubernur, "Bisakah kau panggil Wisesa untuk menghadapku?" "Anak sulung saya sebentar lagi datang, pangeran," jawab gubernur. "Semalam ia pulang sangat larut untuk membantu persiapan penyambutan pangeran." Wisesa adalah putra sulung gubernur dan menjadi wedana untuk beberapa distrik. Ia adalah wedana berprestasi dan paling populer di antara wedana lain. "Nah, itu Wisesa," kata gubernur saat anak sul
"Terima kasih atas hidangan istimewanya." Selesai makan pagi, Cakra masuk ke kamar yang indah dan harum semerbak, berbaring di kasur empuk. Perut kenyang menyebabkan mata terasa berat. Panggang hati angsa sungguh lezat bagaimana pun bodohnya juru masak. Cakra terbangun siang hari, dan menemukan Rihana tengah duduk di sisinya, seperti saat ia tertidur. "Pangeran tidur pulas sekali," kata Rihana. "Aku sudah menyiapkan peralatan mandi jika pangeran mau membersihkan badan." "Jika? Berarti ada pilihan lain?" Cakra bangkit duduk. "Pilihan itu ada pada pangeran." Cakra merasa sangat dimanjakan. Di meja berukir sudah tersedia teh hijau dan penganan. Cakra jadi teringat Melati, ia menyimpan teh di payudara dan penganan di organ intim sebelum diolah, untuk menciptakan cita rasa istimewa. "Kau berpendidikan western seperti Melati. Apakah kau mengolah makanan dan minuman seperti Melati juga?" "Aku ingin mempersembahkan yang terbaik untuk pangeran sebelum yang terbaik itu hilang." "Jad
"Aku melihat ada perubahan pada pangeran." Melati memacu kuda mengimbangi kecepatan kuda yang ditunggangi Cakra. Mereka melintasi jalan setapak di tengah perkebunan penduduk. Jadi wedana tidak perlu memerintahkan warga untuk berjejer di sepanjang jalan mengiringi kepergiannya. "Pangeran kelihatan tenang dan tidak tergesa-gesa." "Tidak ada lagi alasan untuk tergesa-gesa." Restu orang tuanya untuk memenuhi perjanjian leluhur membuat hati Cakra sangat nyaman. Abah dan Ambu juga tidak dipusingkan dengan ekonomi, tinggal di mansion dengan segala kemewahan dan kekayaan berlimpah. Mereka sekarang mempunyai kesibukan masing-masing, Ambu mengurus rakyat, sedangkan Abah mengurus pertanian dan firma. "Kita menyambangi Minarti di Puri Mentari." "Bukankah Minarti tinggal di istana bersama mahapatih?" Melati tidak dapat mendeteksi keberadaan Minarti karena tertutup tabir terawang. Setiap pendekar kelas atas pasti melindungi diri dari peneropongan supaya jejaknya tidak terlacak. Perli
"Pangeran datang." Kemunculan pelayan penginapan di pintu kamar mengejutkan Minarti. Ia memandang gadis berparas ayu itu tanpa berkedip seolah mendengar matahari terbit di sebelah barat. "Ia menunggu di ruang welcome." Minarti urung memasukkan pakaian ke kotak berlapis kulit, ia sedang berkemas untuk kembali ke Kotaraja. "Sudah kau suguhi hidangan." "Sudah." Minarti segera turun lewat lift mekanik terbuat dari kayu langka, dengan model terbuka. Tiba di lantai dasar, Minarti melihat Cakra tengah bercengkrama dengan beberapa pelayan di ruang kedatangan. Mereka bubar saat melihat Minarti datang. Minarti memberi penghormatan, "Salam sejahtera untuk pangeran, semoga panjang umur." Cakra memandang perempuan yang berpakaian sangat seksi itu. "Aku lihat kereta sudah siap di halaman. Apakah kau akan berangkat ke Kotaraja pagi ini?" "Tentu saja aku menunda kepergianku dengan kedatangan pangeran." "Rencanamu jadi terganggu." "Tiada rencana selain menantikan kedatangan pangeran." "D
Minarti menggigit bibir agar tidak menjerit dan mencengkram sprei kuat-kuat sampai kapsul raksasa tinggal landas di lubuk. "Kamu haid?" Cakra terkejut ketika melihat alat vitalnya berlumuran darah. "Berhubungan badan saat datang bulan berisiko buat kesehatan." Minarti berusaha tersenyum di tengah rasa sakit luar biasa. "Bukan darah haid." Cakra memandang tak berkedip perempuan dalam tindihannya. Mata bening kebiruan itu menggelepar kesakitan dan menghempaskan pada kenyataan yang sulit dipercaya. "Aku bercinta dengan suamiku tanpa penetrasi," bisik Minarti. "Kami ingin mempersembahkan untuk pangeran." Mereka merasa bangga putera mahkota sudi memberkati pernikahan mereka dengan bercinta, sepekan pula. Sebuah logika unik bangsa Incubus dan paling sulit dimengerti Cakra. Minarti sangat bahagia saat pangeran menghantamnya dengan sangat bernafsu, pelayanannya berarti mampu memancing gairah, meski ia kesakitan tiada tara. "Kau mestinya bilang." Cakra mengecup bibir sensual itu deng
"Kau bukan tandinganku...!" Cakra mengingatkan Chu Phang Yu yang hendak menyerangnya. "Aku tidak mau kau mati sia-sia...!"Chu Phang Yu adalah tokoh muda sakti mandraguna yang sangat ditakuti di Hutan Utara, sehingga ia memperoleh gelar Ratu Hutan Utara.Tiada pendekar berani berbuat konyol di Hutan Utara, kecuali ingin mengantarkan nyawa.Betapa nekatnya Cakra memandang remeh Chu Phang Yu."Kau sungguh tidak menghormati diriku!" geram Ratu Hutan Utara. "Apakah kau masih memiliki kehormatan?""Bedebah...! Aku ingin tahu seberapa pantas kau merendahkan diriku!""Sangat pantas...!"Cakra melayani serbuan Chu Phang Yu dengan jurus Hati Di Ranting Cemara.Ia berkata, "Aku juga ingin tahu seberapa pantas kau jadi calon permaisuri Raja Agung!""Aku belum memberi jawaban kepada Anjani! Aku berpikir ulang menjadi permaisuri kesebelas melihat kesombongan dirimu!"Dewi Anjani menetapkan lima belas calon permaisuri untuk Pangeran Nusa Kencana, namun hanya sepuluh yang diumumkan dalam testimoni,
Chu Phang Yu mengintip lewat rumpun bunga tulip, rumpun bunga itu terletak di tepi telaga kecil.Chu Phang Yu tersenyum saat kuda coklat mendatangi kuda betina yang lagi makan rumput di seberang telaga."Jebakanku berhasil...!" gumam Chu Phang Yu. "Daging kuda itu pasti sangat lezat.""Kau sedang apa?"Sebuah pertanyaan dari belakang mengejutkan Chu Phang Yu.Ia menoleh dan menemukan bangsawan muda sangat tampan tengah tersenyum.Bagaimana dirinya sampai tidak mengetahui kedatangan pemuda itu?"Aku kira lagi mpup," kata Cakra. "Kok tidak buka cawat? Apa mpup di celana?""Kurang ajar...!" geram Chu Phang Yu. "Makhluk apa kau tidak ketahuan datangnya olehku?""Kau terlalu khusyuk melihat kelamin kudaku, sehingga tidak tahu kedatangan diriku.""Rupanya kau bangsawan cabul...! Kau tidak tahu berhadapan dengan siapa!""Aku sedang berhadapan dengan perempuan cantik jelita yang mempunyai kegemaran mengintip binatang kawin.""Aku adalah Chu Phang Yu! Penguasa Hutan Utara yang akan menghukum p
"Bersiaplah...!"Cakra menempelkan ujung tongkat pada kening topeng lalu mengalirkan energi roh, asap berbau busuk mengepul dari sela topeng. Ratu Utara mengerahkan energi inti untuk membantu proses pengobatan, dan menutup jalur pernafasan, mencegah terhirupnya aroma busuk dan beracun.Ratu Utara membuka topeng ketika dirasa wajahnya sudah kembali seperti sediakala, dan mengenakan pakaian."Aku kagum denganmu," puji Ratu Utara. "Kau mampu berkonsentrasi melakukan pengobatan dengan pesonaku terpampang jelas di matamu.""Ada saatnya aku menikmati keindahan perempuan, ada saatnya menutup mata," sahut Cakra. "Aku minta kau memenuhi janji untuk menemui Ratu Purbasari. Permusuhan kalian mesti diakhiri di atas traktat.""Tiada alasan bagiku untuk mengingkari janji. Kutukan akan kembali menimpa diriku jika aku ingkar."Cakra tersenyum miris. Ratu Utara sudi berdamai bukan atas kesadaran diri sendiri, tapi takut kena karma.Kiranya sulit melupakan masa lalu, padahal Pangeran Wikudara mengikat
Cakra senang mendengar kehamilan permaisuri ketiga. Pantas saja Maharini tidak pernah sambung kalbu, ia sudah kehilangan ilmu itu secara sendirinya.Ilmu Sambung Kalbu dan Sambung Rasa akan muncul kembali setelah ia melewati masa lahiran."Puteri mahkota akan tinggal di istana Miring sampai masa lahiran selesai," kata Ratu Utara. "Ia mesti dijaga dari segala pengaruh pria jahat.""Aku heran bagaimana puteri mahkota mempunyai banyak musuh sehingga banyak pria yang ingin mencelakai dirinya," ujar Cakra. "Apakah ia banyak memberi harapan kepada mereka sewaktu masih lajang?""Maharini senang pengembara, kehidupannya banyak dihabiskan di luar istana, ia mempunyai beberapa teman dekat yang sakit hati karena pernikahannya dengan pangeran Nusa Kencana begitu mendadak.""Aku kira mereka salah mengartikan kebaikan puteri mahkota, mereka seharusnya tahu bahwa sejak awal ia sudah menentukan pilihan hidupnya, yaitu Pendekar Lembah Cemara.""Mereka tahu kalau aku tidak setuju puteriku mengikat jan
"Maksudmu ingin menyumpal mulutku dengan bibir topeng?" Cakra memandang Ratu Topeng dengan kurang ajar. "Mendingan disumpal dengan mulut kuda sekalian!""Kau sangat menyinggung harga diriku!" geram Ratu Topeng marah. "Padahal belum pernah ada bangsawan Bunian yang berani menghinaku!""Aku tersanjung menjadi yang pertama."Cakra meminta si Gemblung untuk berjalan lewat gili-gili karena perempuan bertopeng tidak bergeser dari tengah jalan."Aku bertanya sekali lagi...!" tegas Ratu Topeng. "Ada kepentingan apa kau datang malam-malam ke wilayah Utara?""Aku kemalaman, aku kurang nyaman menginap di wilayah Barat, perempuannya bau asem seperti dirimu.""Aku kira ada masalah dengan hidungmu!""Hey, ratu ronggeng...! Kau tidak dapat mencium bau dirimu karena memakai topeng! Maka itu buka dulu topengmu agar bisa menikmati bau asem tubuhmu!"Padahal perempuan bertopeng beraroma mirabilis, wanginya sangat menyegarkan pernafasan.Cakra sampai berfantasi dengan body goal-nya. Wangi mirabilis adal
Cakra pergi meninggalkan prajurit kerajaan, kembali ke dangau di perkebunan jeruk di mana si Gemblung menunggu.Kemudian Cakra berangkat ke perbatasan dengan berkendara kuda coklat itu."Kau benar, Gemblung," kata Cakra. "Kita mestinya melanjutkan perjalanan ke wilayah Utara. Sepasang Pengemis Gila akan menjadi tanggung jawab tokoh istana untuk melumpuhkannya.""Bagaimana kita melewati pintu gerbang, Yang Mulia?" tanya si Gemblung. "Apakah penjaga perbatasan sudi membuka gerbang tengah malam buta begini?""Bagiku tidak ada rintangan yang tak dapat dilewati," sahut Cakra. "Aku adalah calon Raja Agung, aku harus mampu membuktikan ketangguhan diriku."Cakra dapat menggunakan ilmu Selubung Khayali untuk mempengaruhi mereka agar menuruti keinginannya. Ia bahkan dapat berbuat apa saja.Cakra biasa menggunakan ilmu itu dalam situasi darurat, karena cukup menguras energi, terutama untuk makhluk yang berotak jernih.Cakra cukup menggerakkan kepala kepada penjaga perbatasan untuk membuka pintu
"Terima kasih atas informasinya, tuan...!" Kepala prajurit istana dan anak buahnya pergi ke perkebunan apel menyusul Sepasang Pengemis Gila. "Mereka tak percaya dengan penjelasan Yang Mulia," kata si Gemblung. "Mereka pikir Yang Mulia adalah bangsawan edan." "Kau kurang ajar sekali kepada majikanmu...!" gerutu Cakra. "Bangsawan edan mana mungkin mempunyai 5.000 keping emas dan perak?" Cakra bangkit dari balai kayu, berjalan mondar-mandir seperti orang bingung."Ada apa Yang Mulia bolak-balik kayak gergaji mesin?" tanya si Gemblung. "Sepasang Pengemis Gila adalah tokoh sakti mandraguna yang malang-melintang di kerajaan Dublek, kemampuan mereka setingkat sahabatku, pasti cukup merepotkan." Istana Dublek mempunyai tokoh sakti sangat banyak, sehingga cukup disegani meski kerajaan kecil. "Lalu Yang Mulia akan menyusul mereka?" "Ya. Kau tunggu di sini." Cakra merasa bertanggung jawab karena puteri Marina adalah calon permaisuri. "Aku pasti terlambat menyelamatkan puteri mahkota ka
"Kita terpaksa menempuh jalan setapak."Cakra meminta si Gemblung untuk memasuki jalan kecil berkerikil di antara pohon apel yang berderet rapi."Puteri Marina pasti mengenali diriku jika kita lewat jalan umum.""Bagaimana ia mengenali Yang Mulia padahal belum pernah bertemu?""Ratu Barat pasti sudah memberi gambaran secara virtual."Cakra sulit menolak jika puteri Marina mengundang untuk menghadiri pesta. Perjalanan menuju kerajaan Utara jadi terhambat.Cakra hanya mempunyai waktu tiga pekan untuk menyambangi permaisuri, pada saat itu sayembara di kota Dublek sudah memasuki babak akhir.Kesempatan terbaik bagi Cakra untuk mengambil alih istana, tanpa perlu melumpuhkan prajurit."Yang Mulia mestinya senang bertemu puteri Marina. Yang Mulia pasti diminta menginap di rumah singgah, dan bisa test drive.""Kau itu kendaraan calon Raja Agung, pikiran kotormu mestinya dihilangkan.""Barangkali aku ketularan."Cakra mendelik. "Ketularan aku maksudnya?""Bukan aku yang bilang."Hari sudah mal
Cakra segera mengadakan ikatan janji suci dengan puteri mahkota begitu tiba di istana Bunian.Cakra tinggal selama dua hari di istana megah itu. Setelah muncul titik hitam di kening Bidasari, pertanda datang masa kehamilan, ia pergi ke istana Utara untuk menyambangi Maharini.Bidasari melepas kepergian sang ksatria dengan berat."Aku akan selalu merindukan kedatangan dirimu," kata puteri mahkota Bunian. "Jadikanlah aku pengisi bilik hatimu di antara permaisuri lain." Cakra senang Bidasari sudah memasuki masa kehamilan, sehingga tanggung jawabnya untuk mencetak penerus dinasti sudah tertunaikan.Cakra menempuh perjalanan lewat kerajaan Barat, ia belum pernah berkunjung ke negeri kecil yang makmur itu."Aku heran dengan leluhur Nusa Kencana," kata Cakra sambil menunggang kuda coklat dengan santai. "Ia tidak menjodohkan diriku dengan puteri Marina, padahal negeri ini perlu menjadi anggota persemakmuran.""Puteri Marina masih di bawah umur, Yang Mulia," sahut si Gemblung. "Barangkali itu