"Terimalah kematian mu, kid slebew! Hiiiaaatt...!" Kelima penjaga gerbang fatamorgana menyerang Cakra dengan pukulan mematikan. Mereka begitu bernafsu untuk menghabisinya. Cakra mengeluarkan jurus Cinta di Ranting Cemara untuk menguras energi inti mereka. Ia ingin membuat mereka lemas dan berhenti menyerang secara sendirinya. Mereka butuh pertolongan untuk rehabilitasi. Mereka datang ke Bukit Penamburan bukan mendukung pemberontak, mereka ingin hidup bebas tanpa merasa terkucilkan. "Kalian salah mengartikan kebebasan!" kata Cakra. "Kalian anggap apa yang dilakukan bukan penyimpangan! Padahal mengabaikan fungsi kodrati adalah bentuk kesewenang-wenangan terhadap diri sendiri! Secara tidak langsung kalian sudah melakukan genosida untuk ras kalian di kemudian hari!" Menciptakan generasi penerus adalah tanggung jawab bersama untuk mempertahankan ras dari kepunahan. Jangan sampai sebagian menghujat sebagian lainnya sebagai makhluk tidak bertanggung jawab. Jadi bukan hanya norma yang d
"Bedebah!" geram Puteri Rinjani murka. "Kau sudah mempermalukan leluhurmu! Kau bunuh pendekar yang tidak melawan!" "Seperti itulah Cakra membunuh guruku." "Ia diminta membantu moksa!" tukas Puteri Rinjani sengit. "Kau dengar sendiri pengakuannya!" "Aku tidak percaya." "Kau benar-benar puteri mahkota tidak tahu diri! Kau tahu kenapa Cakra tidak melawan? Karena kau bukan tandingannya! Ia tidak mau membunuh klannya dua kali!" "Lalu kau mau apa?" "Aku akan mengadu jiwa denganmu!" Puteri Rinjani menyerbu dengan jurus Bidadari Memetik Bintang. Ia sangat syok mendapati kenyataan itu. Ia lampiaskan segala amarah dengan melancarkan serangan bertubi-tubi. Puteri Rinjani tidak memberi kesempatan sedikit pun kepada Romadara untuk membalas. Ia melepaskan variasi pukulan sangat cepat. Puteri mahkota dari Utara terdesak hebat. Sebuah hantaman di dada membuatnya terpental jatuh. Ia pasti sudah muntah darah kalau tidak mempunyai tenaga dalam yang sangat tinggi. Romadara segera bangkit berdiri
Ketika bola bara tinggal beberapa hasta lagi dari Romadara, sebuah konde emas tiba-tiba melesat dan menghantam bola itu, terjadi ledakan hebat. Puteri mahkota dari Utara terpental dan jatuh terlentang di tanah, darah mengalir dari sudut bibirnya. Ia menderita luka dalam parah. Tiga dayangnya segera memberi pertolongan. Sementara Puteri Rinjani terlempar dan terhempas ke tanah. Ia cepat bangkit duduk mengalirkan hawa murni untuk menghilangkan pengaruh racun akibat sabotase itu. Dayang senior datang membantu dengan mengalirkan tenaga dalam lewat punggungnya. "Siapakah yang telah menggagalkan pukulan Bidadari Mengurai Jiwa?" Ki Gendeng Sejagat tercengang. Semasa hidupnya, tidak ada yang berani menghentikan pukulan sihir itu, kecuali mati imbalannya. "Apakah Tuan Agung...? Celakalah dunia perkelahian...!" Kemudian ia memandang patung salju dan memarahinya, "Aku bilang apa! Gara-gara kau mati, dunia perkelahian dalam bahaya besar! Dasar murid durhaka! Mati semau-maunya!" Ia mengedark
Ki Gendeng Sejagat tertidur karena capek kebanyakan marah-marah. Setiap dengkurannya menjatuhkan sebiji jengkol. Dengkuran itu terdengar oleh kelima penjaga gerbang fatamorgana. Mereka pasti sudah kabur kalau tubuhnya tidak tertotok. "Puteri Rinjani benar," kata perempuan berbando pelangi lewat getaran batin sehingga terdengar oleh teman-temannya. "Setan jengkol paling reseh. Sudah buruk rupa, suara bikin congek, ngorok lagi." Matahari bersinar terik. Cahayanya menyelusup masuk lewat celah daun jengkol. Herannya patung salju tidak mencair terkena cahaya matahari. Warnanya semakin putih laksana keju chevre. Ketika matahari mulai rebah ke barat, patung salju retak-retak, kepingan dari retakan itu berjatuhan dan mencair terserap tanah, hingga terlihat keseluruhan tubuh Cakra dengan tangan tersilang di dada seperti lagi tafakur sebagaimana gestur sebelum terkena ajian Badai Salju. Mata Cakra terbuka dan melihat ke sekitar. Ki Gendeng Sejagat tampak tertimbun jengkol menyisakan wa
"Nyi Ratu Suri?" belalak Cakra. "Kenapa kau tidak bilang dari dulu? Coba aku tahu, akan kutanyakan kenapa ia membuat perjanjian yang membuat orang tuaku bangga jadi orang miskin!" "Jadi orang miskin kok bangga?" ejek Ki Gendeng Sejagat. "Jadi konglomerat biar membuat buruh melarat, boleh bangga!" "Perjanjian itu berarti absurd sampai orang tuaku berpikir sebaliknya!" "Tambah anaknya absurd! Jadi begini akhirnya! Ilmu kanuragan jadi mainan!" "Pantas aku sulit melihat ada apa di balik baju! Aku kira ilmuku sudah lenyap!" Pletok! Ki Gendeng Sejagat menjitak kepalanya lumayan keras. "Jadi kau berusaha meneropong isi cawat dan dadanya?" "Aku bete dengar nasehat! Kid jaman now tidak butuh kata-kata, tapi butuh fakta! Ketimbang aku ketiduran, mendingan mataku jelalatan!" "Nyi Ratu Suri adalah pencipta ilmu Selubung Khayali! Ia pasti punya benteng pertahanan!" "Berarti ia egois! Ia melindungi onderdil diri sendiri ! Masa bodoh dengan onderdil ratu berikutnya! Jadi kau tidak salah in
Ranggaslawi dan kawan-kawan tiba di gerbang fatamorgana istana Curug Tujuh. Mereka tertawa terbahak-bahak. "Pendekar Lembah Cemara menyambut kita dengan maniken cantik," kata Ranggaslawi. "Mereka pagar ayu apa penjaga gerbang?" "Dari sambutan yang kita terima, sepertinya kita tamu tak diundang," ujar Iblis Cinta. "Mestinya Gagak Betina dan kawan-kawan yang hadir." "Mentang-mentang di pondokmu banyak perempuan, lantas kau lupa pada kami," gerutu Golok Santet. "Pangeran menginginkan pendekar pria yang menyerbu istana, sahabat pendekar wanita tinggal bersih-bersih besok. Ia kuatir mereka tergoda dengan pesta rembulan." Gagak Betina dan kawan-kawan dalam kondisi tidak prima untuk bertarung. Mereka beristirahat di penginapan dan besok menyusul bersama Mahameru dan Gagak Jantan. Mereka pasti mengamuk menyaksikan pesta rembulan. Pesta terburuk dari yang buruk. "Pangeran tidak menginginkan kita mengobrak-abrik istana," ucap Ranggaslawe. "Begitu pesan yang kulihat dari maniken ini." M
Semua mata memandang heran ke arah perempuan berpakaian pelayan yang muncul di pintu. Hari ini tidak ada pengumuman penambahan pelayan baru, meski mereka kewalahan melayani tamu yang akan menghadiri pesta rembulan malam nanti. "Kim So Hyun," cetus kepala pelayan surprise. "Anda sengaja datang dari Korea untuk menghadiri pesta rembulan? Amazing! Tapi kenapa anda berpakaian pelayan?" "Kim So Hyun adalah idola saya," ujar perempuan itu malu-malu. "Nama saya Ati kalau di rumah, kalau di open BO nama saya Ita, di istana nama saya Tia, di toilet nama saya ..." "Tai!" jawab mereka serempak. "Jadi namamu Tia?" Kepala pelayan merubah ekspresi wajah supaya kelihatan berwibawa. Ia senang ada yang menandingi kecantikannya, ini bisa mendekatkan mereka. "Saya sampai tidak tahu ada pelayan baru." "Tante Nuri meminta saya untuk menggantikan posisinya selama ia sakit. Saya disuruh menemui kepala pelayan, ibu Nancy Momoland." "Nama saya bukan Nancy Momoland," kata kepala pelayan. "Nama saya Ria ka
"Membubuhkan sesuatu?" Puteri Rinjani terkejut. "Racun maksudmu?" "Pil koplok," jawab Tia. "Di mana gusti puteri jadi koplok kalau meminumnya, hilang sadar dan hilang malu untuk berbuat sesuatu." "Berbuat sesuatu? Berbuat apa?" "Berbuat hal yang melanggar sesuatu." "Melanggar sesuatu? Kamu itu pelayan sesuatu ya?" "Betul gusti puteri. Saya ini pelayan sesuatu; dari sesuatu, oleh sesuatu, dan untuk sesuatu." "Karena ingin sesuatu? Kau ini pelayan sesuatu yang sesuatu banget." "Benar apa yang dikatakan Tia, Lembayung?" tatap rabi Sitani tajam. "Kau telah membubuhkan sesuatu pada sesuatu untuk sesuatu karena ingin sesuatu?" Puteri Rinjani heran rabi Sitani ketularan pelayan, ia bertanya, "Apakah rabi terkena sesuatu sehingga terjadi sesuatu yang mengakibatkan sesuatu?" "Aku sulit menghindarkan ucapanku dari sesuatu, barangkali lantaran melihat sesuatu sehingga terjadi sesuatu." "Aku juga sulit menghindarkan ucapanku dari sesuatu." "Aku kira gusti puteri dan rabi sudah kena efek
Raden Manggala bersama beberapa pembantunya mengadakan perjamuan makan malam yang dihadiri puluhan istrinya. Perempuan-perempuan muda itu pergi ke Puri Abadi secara sukarela tanpa sepengetahuan suami atau orang tua sehingga dikabarkan diculik. Kebiasaan jelek warga kampung Luhan adalah menyebarkan berita tanpa menyaring dahulu kebenaran berita itu. "Perjuangan takkan pernah padam," kata Raden Manggala. "Kita tinggalkan para pecundang yang menginginkan imbalan semata. Aku akan berusaha memberikan kehidupan yang lebih baik bagi kalian." Semua wanita yang menghadiri perjamuan tidak tahu kalau makanan dan minuman yang dihidangkan adalah hasil rampokan. Mereka mengira uang hasil usaha penginapan termewah di Butong, milik Manggala. Mereka juga baru mengetahui sosok Manggala secara jelas, dan mereka tidak menyesal menjadi istrinya. Manggala sangat gagah dan tampan. "Aku sebelumnya minta maaf, kalian ke depannya akan mengalami pengurangan fasilitas, sebab hartaku ludes diambil
Cakra merasa banyak waktu senggang. Kelompok pergerakan bukan ancaman serius secara global, skalanya sangat kecil. Maka itu ia tidak keberatan ketika istana mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam untuk janji suci mereka. "Pesta itu untuk rakyat," kata Nawangwulan. "Kita tidak perlu hadir sepanjang waktu." "Protokoler istana melarang rakyat untuk menyampaikan ucapan selamat secara langsung," keluh Cakra. "Jadi kita hadir sekedar seremonial saja." "Kau maunya seperti apa?" "Kita keliling Kotaraja untuk menyapa rakyat." "Perlu berapa hari kita mengelilingi Kotaraja?" "Tidak sampai tujuh hari tujuh malam kan? Apa salahnya kita mengadakan resepsi di setiap penginapan yang disinggahi supaya rakyat merasa lebih dekat?" "Sayang ... aku berarti harus merubah protokoler istana." "Ibunda ratu keberatan?" "Ia keberatan kalau kita merasa kecewa dengan perjamuan." "Kalau begitu kita rubah pesta sesuai keinginan kita!" Seluruh pegawai istana kelimpungan ada perubahan agenda
Dengan bantuan intisari roh, Cakra berhasil memindahkan harta di kediaman adipati ke rumah Adinda yang kini kosong. "Aku butuh kereta barang untuk mengangkut ke istana," gumam Cakra. "Warga kampung Luhan pasti curiga kalau aku sewa kereta barang. Apakah aku minta bantuan Nawangwulan saja?" Ratu Kencana muncul di kamar tirakat. Cakra tersenyum senang. "Kebetulan...!" seru Cakra. "Kebetulan apa?" sergah Ratu Kencana. "Kebetulan kau sedang mau digampar?" "Aku butuh kereta barang untuk mengangkut harta karun ke istana. Dapatkah kau menciptakan binatang penarik bertenaga super?" "Tidak ada ilmu yang bisa menciptakan makhluk hidup, tapi kau bisa menciptakan tiruannya." "Betul juga...! Lalu kau datang mau apa?" Plak! Plak! "Aku ingin menamparmu...!" geram Ratu Kencana. "Aku menjadi gunjingan di semua jazirah gara-gara kau!" Pasti soal bercinta lagi, batin Cakra kecut. Ratu itu sangat jengkel dibilang mentransfer ilmu lewat kemesraan. "Kau mestinya memberi klarifikasi! Ja
Kampung Luhan gempar. Penggerebekan rumah Adinda oleh pasukan elit Kotaraja sangat mengejutkan. Gelombang protes muncul secara sporadis. Mereka menganggap penangkapan lima puluh wanita dan beberapa petugas keamanan sangat beraroma politis. Adipati Butong laksana kebakaran jenggot, padahal tidak berjenggot. Ia bukan meredam massa yang berdemo di depan kantor kadipaten, malah semakin membangkitkan amarah. "Tenang! Tenang! Beri saya kesempatan untuk berbicara!" Warga berusaha diam, kebanyakan orang tua perempuan yang ditangkap. "Saya tidak tahu apa-apa dalam peristiwa itu! Istana tidak berkoordinasi dengan saya! Saya akan melancarkan protes keras pada istana!" "Bukan protes! Bebaskan anak kami! Mereka tidak bersalah!" "Pasukan elit sudah berbuat sewenang-wenang! Mereka membawa anak kami ke Kotaraja untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang tidak mereka lakukan!" "Bebaskan anak kami...!" "Bebaskan istri kami...!" "Tenang! Tenang! Beri saya waktu untuk menyelesaikan
"Selamat pagi, Tuan Khong!" Seluruh pelayan di dapur mengangguk hormat menyambut kedatangan kepala koki di pintu masuk. "Ada yang sakit pagi ini?" "Tidak ada, Tuan Khong." "Bagus." Khong mendatangi Chan Xian yang tengah menyiapkan minuman hangat. "Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Khong. "Pagi terindah bagiku," jawab Chan Xian. "Kau pasti mendapat gift universe lagi." Pelayanan kamar yang memuaskan akan menerima uang tip besar dari tamu. Chan Xian adalah primadona di penginapan termewah di Butong. Chan Xian terlihat sangat ceria, padahal hatinya menderita. "Aku dapat sepuluh gift universe pagi ini. Entah karena pelayanan yang memuaskan atau karena kecantikan diriku." "Perempuan cantik selalu memuaskan." Khong adalah kepala koki mata keranjang. Beberapa asisten koki sering tidur dengannya. Chan Xian pasti sudah jadi korban kalau bukan puteri mahkota. Semua pegawai menaruh hormat kepadanya. Chan Xian menjadi asisten koki secara sukarela. Ia tinggal di rumah mewah dengan
Hari sudah pagi. Cakra bangun dan pergi mandi, kemudian berpakaian. Jie masih tertidur pulas di pembaringan. Cakra menghubungi Nawangwulan lewat Sambung Kalbu. "Sayang...!" pekik puteri mahkota Segara gembira. "Ada apa menghubungi aku?" "Aku ada informasi penting," sahut Cakra. "Lima puluh istri Manggala akan mengadakan pertemuan rahasia di rumah Adinda, kepala front office kastil Mentari, dengan modus party dance." "Sayang ... kau berada di kampung Luhan?" "Ikan paus membawa diriku ke mari." "Ia ratu siluman. Ia sering menolong kesatria yang ingin berkunjung ke negeriku." "Tapi jutek banget." Nawangwulan tertawa lembut. "Ia biasanya minta upah ... barangkali ia sungkan karena kau adalah calon garwaku, ia jadi bete." "Dari mana ia tahu aku calon garwamu?" "Seluruh penghuni samudera sudah tahu kabar itu, dan Ratu Paus bukan sekedar tahu, ia mengenal sosokmu." Upah yang diminta pasti bercinta. Edan. Bagaimana ia bercinta dengan ikan paus? Siluman ikan biasanya hanya berubah
Sejak awal Cakra sudah curiga dengan Jie. Ia melihat sosok berbeda terbelenggu tabir misteri. Cakra ingin membebaskan sosok itu dari belenggu dengan mengalirkan energi intisari roh. "Aku adalah puteri mahkota dari kerajaan Terumbu," kata Jie. "Aku mendapat kutukan dari Raja Sihir karena menolak lamarannya." "Ada kerajaan sihir di jazirah tirta?" "Tidak ada. Ia pemilik Puri Abadi di wilayah tak bertuan." "Kalian kesulitan menangkap Raja Sihir untuk mencabut kutukan?" "Raja Sihir ditemukan tewas saat tokoh istana menyerbu ke Puri Abadi." "Siapa yang membunuhnya?" "Ia mati diracun murid tunggalnya, Raden Manggala." "Jadi kau datang ke kampung Luhan dalam rangka mencari Raden Manggala untuk mencabut kutukan?" "Ahli nujum istana mendapat wangsit; aku akan terbebas dari kutukan kalau ada kesatria gagah dan tampan bersedia bercinta denganku." "Kesatria di negerimu tidak ada yang bersedia?" "Lubangku mendadak hilang, ada bibir besar saja." "Lubangmu tertutup tabir sehingga ter
Kehidupan di kampung Luhan tenteram dan damai, padahal menjadi markas pergerakan. Kelompok ini sulit diketahui keberadaannya. Mereka berbaur dengan masyarakat dan menjalani kehidupan sehari-hari seperti biasa. Pada saat dibutuhkan, mereka beroperasi secara masif, terstruktur, dan sistematis. Pergerakan seperti itu sangat berbahaya karena mereka akan memanfaatkan setiap peristiwa untuk menjatuhkan istana. "Kau tahu di mana kediaman Raden Manggala?" tanya Cakra. "Aku melihat tidak ada kekacauan di kampung ini. Gerakan mereka rapi sekali." "Bagaimana rupa Raden Manggala saja aku tidak tahu," sahut Jie. "Konon ia operasi plastik di negeri manusia sehingga sulit dikenali. Aku curiga anggota pergerakan telah menculik Chan Xian." "Apakah kakakmu pernah berurusan dengan kelompok Manggala?""Tidak." "Lalu ia diculik untuk apa? Untuk minta tebusan?" "Untuk jadi istri." "Jadi pemimpin pemberontak itu bujang lapuk?" "Istri keseribu." "Luar biasa...! Cukup untuk modal pemberont
"Aku berasal dari bangsa Incubus." Cakra merasa jawaban itu adalah jawaban paling aman. Nama bangsa itu sudah termasyhur ke seantero jagat raya. Ia pasti menjadi binatang buruan jika mengaku bangsa manusia. Perempuan di negeri ini akan menjadikan dirinya gongli dengan penampilan sekeren ini. "Jangan keras-keras," tegur perempuan gembrot. "Kedengaran mereka hidupmu dijamin bakal susah." Cakra kaget. "Mereka tergila-gila pada bangsa Incubus. Mereka rela meninggalkan suami untuk mendapatkan pria Incubus, lebih-lebih pria segagah dan setampan dirimu." Cakra terbelalak. Celaka! "Kau bukan wanita kampung ini?" "Namaku Jiefan, panggil saja Jie, kayaknya kita seumuran. Aku dari negeri tetangga." "Oh, pantas...! Lagi pula, siapa yang tertarik kepada perempuan sebesar kerbau bunting? Ia pasti menjadi musuh lelaki satu bangsa! "Jadi aku aman jalan bersama dirimu?" "Kau aman kalau mengaku dari bangsa manusia dan berwajah jelek." "Waduh...!" "Kau akan jadi musuh per