Ketika bola bara tinggal beberapa hasta lagi dari Romadara, sebuah konde emas tiba-tiba melesat dan menghantam bola itu, terjadi ledakan hebat. Puteri mahkota dari Utara terpental dan jatuh terlentang di tanah, darah mengalir dari sudut bibirnya. Ia menderita luka dalam parah. Tiga dayangnya segera memberi pertolongan. Sementara Puteri Rinjani terlempar dan terhempas ke tanah. Ia cepat bangkit duduk mengalirkan hawa murni untuk menghilangkan pengaruh racun akibat sabotase itu. Dayang senior datang membantu dengan mengalirkan tenaga dalam lewat punggungnya. "Siapakah yang telah menggagalkan pukulan Bidadari Mengurai Jiwa?" Ki Gendeng Sejagat tercengang. Semasa hidupnya, tidak ada yang berani menghentikan pukulan sihir itu, kecuali mati imbalannya. "Apakah Tuan Agung...? Celakalah dunia perkelahian...!" Kemudian ia memandang patung salju dan memarahinya, "Aku bilang apa! Gara-gara kau mati, dunia perkelahian dalam bahaya besar! Dasar murid durhaka! Mati semau-maunya!" Ia mengedark
Ki Gendeng Sejagat tertidur karena capek kebanyakan marah-marah. Setiap dengkurannya menjatuhkan sebiji jengkol. Dengkuran itu terdengar oleh kelima penjaga gerbang fatamorgana. Mereka pasti sudah kabur kalau tubuhnya tidak tertotok. "Puteri Rinjani benar," kata perempuan berbando pelangi lewat getaran batin sehingga terdengar oleh teman-temannya. "Setan jengkol paling reseh. Sudah buruk rupa, suara bikin congek, ngorok lagi." Matahari bersinar terik. Cahayanya menyelusup masuk lewat celah daun jengkol. Herannya patung salju tidak mencair terkena cahaya matahari. Warnanya semakin putih laksana keju chevre. Ketika matahari mulai rebah ke barat, patung salju retak-retak, kepingan dari retakan itu berjatuhan dan mencair terserap tanah, hingga terlihat keseluruhan tubuh Cakra dengan tangan tersilang di dada seperti lagi tafakur sebagaimana gestur sebelum terkena ajian Badai Salju. Mata Cakra terbuka dan melihat ke sekitar. Ki Gendeng Sejagat tampak tertimbun jengkol menyisakan wajah s
"Nyi Ratu Suri?" belalak Cakra. "Kenapa kau tidak bilang dari dulu? Coba aku tahu, akan kutanyakan kenapa ia membuat perjanjian yang membuat orang tuaku bangga jadi orang miskin!" "Jadi orang miskin kok bangga?" ejek Ki Gendeng Sejagat. "Jadi konglomerat biar membuat buruh melarat, boleh bangga!" "Perjanjian itu berarti absurd sampai orang tuaku berpikir sebaliknya!" "Tambah anaknya absurd! Jadi begini akhirnya! Ilmu kanuragan jadi mainan!" "Pantas aku sulit melihat ada apa di balik baju! Aku kira ilmuku sudah lenyap!" Pletok! Ki Gendeng Sejagat menjitak kepalanya lumayan keras. "Jadi kau berusaha meneropong isi cawat dan dadanya?" "Aku bete dengar nasehat! Kid jaman now tidak butuh kata-kata, tapi butuh fakta! Ketimbang aku ketiduran, mendingan mataku jelalatan!" "Nyi Ratu Suri adalah pencipta ilmu Selubung Khayali! Ia pasti punya benteng pertahanan!" "Berarti ia egois! Ia melindungi onderdil diri sendiri ! Masa bodoh dengan onderdil ratu berikutnya! Jadi kau tidak salah in
Ranggaslawi dan kawan-kawan tiba di gerbang fatamorgana istana Curug Tujuh. Mereka tertawa terbahak-bahak. "Pendekar Lembah Cemara menyambut kita dengan maniken cantik," kata Ranggaslawi. "Mereka pagar ayu apa penjaga gerbang?" "Dari sambutan yang kita terima, sepertinya kita tamu tak diundang," ujar Iblis Cinta. "Mestinya Gagak Betina dan kawan-kawan yang hadir." "Mentang-mentang di pondokmu banyak perempuan, lantas kau lupa pada kami," gerutu Golok Santet. "Pangeran menginginkan pendekar pria yang menyerbu istana, sahabat pendekar wanita tinggal bersih-bersih besok. Ia kuatir mereka tergoda dengan pesta rembulan." Gagak Betina dan kawan-kawan dalam kondisi tidak prima untuk bertarung. Mereka beristirahat di penginapan dan besok menyusul bersama Mahameru dan Gagak Jantan. Mereka pasti mengamuk menyaksikan pesta rembulan. Pesta terburuk dari yang buruk. "Pangeran tidak menginginkan kita mengobrak-abrik istana," ucap Ranggaslawe. "Begitu pesan yang kulihat dari maniken ini." M
Semua mata memandang heran ke arah perempuan berpakaian pelayan yang muncul di pintu. Hari ini tidak ada pengumuman penambahan pelayan baru, meski mereka kewalahan melayani tamu yang akan menghadiri pesta rembulan malam nanti. "Kim So Hyun," cetus kepala pelayan surprise. "Anda sengaja datang dari Korea untuk menghadiri pesta rembulan? Amazing! Tapi kenapa anda berpakaian pelayan?" "Kim So Hyun adalah idola saya," ujar perempuan itu malu-malu. "Nama saya Ati kalau di rumah, kalau di open BO nama saya Ita, di istana nama saya Tia, di toilet nama saya ..." "Tai!" jawab mereka serempak. "Jadi namamu Tia?" Kepala pelayan merubah ekspresi wajah supaya kelihatan berwibawa. Ia senang ada yang menandingi kecantikannya, ini bisa mendekatkan mereka. "Saya sampai tidak tahu ada pelayan baru." "Tante Nuri meminta saya untuk menggantikan posisinya selama ia sakit. Saya disuruh menemui kepala pelayan, ibu Nancy Momoland." "Nama saya bukan Nancy Momoland," kata kepala pelayan. "Nama saya Ria ka
"Membubuhkan sesuatu?" Puteri Rinjani terkejut. "Racun maksudmu?" "Pil koplok," jawab Tia. "Di mana gusti puteri jadi koplok kalau meminumnya, hilang sadar dan hilang malu untuk berbuat sesuatu." "Berbuat sesuatu? Berbuat apa?" "Berbuat hal yang melanggar sesuatu." "Melanggar sesuatu? Kamu itu pelayan sesuatu ya?" "Betul gusti puteri. Saya ini pelayan sesuatu; dari sesuatu, oleh sesuatu, dan untuk sesuatu." "Karena ingin sesuatu? Kau ini pelayan sesuatu yang sesuatu banget." "Benar apa yang dikatakan Tia, Lembayung?" tatap rabi Sitani tajam. "Kau telah membubuhkan sesuatu pada sesuatu untuk sesuatu karena ingin sesuatu?" Puteri Rinjani heran rabi Sitani ketularan pelayan, ia bertanya, "Apakah rabi terkena sesuatu sehingga terjadi sesuatu yang mengakibatkan sesuatu?" "Aku sulit menghindarkan ucapanku dari sesuatu, barangkali lantaran melihat sesuatu sehingga terjadi sesuatu." "Aku juga sulit menghindarkan ucapanku dari sesuatu." "Aku kira gusti puteri dan rabi sudah kena efek
Ranggaslawi dan pendekar golongan putih bengong melihat kambing hitam berpakaian pelayan dikejar-kejar beberapa pengawal istana. Mereka sedang mengamati situasi istana yang sangat lengang dari atas pohon, tiba-tiba muncul serombongan pengawal berusaha menangkap kambing hitam. "Kambing itu kelihatannya menolak dijadikan kambing guling untuk pesta rembulan," komentar Golok Santet. "Pasti kambing jantan." Beberapa pendekar bayaran turut memburu. Tapi kambing hitam begitu sulit ditangkap. Satu pengawal istana bahkan terjengkang diseruduk saat mencoba menghadangnya. "Dasar perempuan," decak Ranggaslawe melecehkan. "Menangkap kambing saja tidak mampu." "Kita bergerak sekarang," kata Jendral Perang. "Mumpung mereka disibukkan oleh kambing hitam." Mereka melompat ke atas benteng. Istana sepertinya tidak menyiapkan pertahanan berlapis, tidak ada sambutan pasukan panah untuk menghalau. "Penjagaan istana longgar sekali," ujar Pendekar Tak Bernama. "Mereka kelihatannya merasa yakin tidak ad
Ranggaslawi dan pendekar golongan putih mulai kewalahan melumpuhkan lawan. Setiap kali mereka berhasil menotok pendekar bayaran, rabi Sitani datang membebaskan sehingga dapat bertarung lagi. Beberapa pendekar masih berdiri kaku menunggu pertolongan rabi Sitani. Hanya pendekar yang mempunyai energi inti sangat tinggi yang mampu melepaskan totokan itu. Ranggaslawi merasa usaha yang dilakukan jadi percuma. Tenaga mereka bisa habis terkuras menghadapi para pendekar berilmu tinggi itu. "Kalian hadapi mereka!" teriak Ranggaslawi. "Aku akan menghajar rabi pecicilan itu!" Ranggaslawi melompat tinggi-tinggi dan berguling di udara mencoba keluar dari kepungan. Namun ia sulit mendekati rabi Sitani karena anak buahnya datang menghadang silih berganti. Jendral Perang bingung memutuskan. Mereka bisa mati konyol kalau bertarung sekedar untuk melumpuhkan, tapi ia tak berani membangkang perintah putera mahkota untuk tidak menumpahkan darah. "Celaka," keluh Jendral Perang seraya mengelak dari sera