"Bedebah!" geram Puteri Rinjani murka. "Kau sudah mempermalukan leluhurmu! Kau bunuh pendekar yang tidak melawan!" "Seperti itulah Cakra membunuh guruku." "Ia diminta membantu moksa!" tukas Puteri Rinjani sengit. "Kau dengar sendiri pengakuannya!" "Aku tidak percaya." "Kau benar-benar puteri mahkota tidak tahu diri! Kau tahu kenapa Cakra tidak melawan? Karena kau bukan tandingannya! Ia tidak mau membunuh klannya dua kali!" "Lalu kau mau apa?" "Aku akan mengadu jiwa denganmu!" Puteri Rinjani menyerbu dengan jurus Bidadari Memetik Bintang. Ia sangat syok mendapati kenyataan itu. Ia lampiaskan segala amarah dengan melancarkan serangan bertubi-tubi. Puteri Rinjani tidak memberi kesempatan sedikit pun kepada Romadara untuk membalas. Ia melepaskan variasi pukulan sangat cepat. Puteri mahkota dari Utara terdesak hebat. Sebuah hantaman di dada membuatnya terpental jatuh. Ia pasti sudah muntah darah kalau tidak mempunyai tenaga dalam yang sangat tinggi. Romadara segera bangkit berdiri
Ketika bola bara tinggal beberapa hasta lagi dari Romadara, sebuah konde emas tiba-tiba melesat dan menghantam bola itu, terjadi ledakan hebat. Puteri mahkota dari Utara terpental dan jatuh terlentang di tanah, darah mengalir dari sudut bibirnya. Ia menderita luka dalam parah. Tiga dayangnya segera memberi pertolongan. Sementara Puteri Rinjani terlempar dan terhempas ke tanah. Ia cepat bangkit duduk mengalirkan hawa murni untuk menghilangkan pengaruh racun akibat sabotase itu. Dayang senior datang membantu dengan mengalirkan tenaga dalam lewat punggungnya. "Siapakah yang telah menggagalkan pukulan Bidadari Mengurai Jiwa?" Ki Gendeng Sejagat tercengang. Semasa hidupnya, tidak ada yang berani menghentikan pukulan sihir itu, kecuali mati imbalannya. "Apakah Tuan Agung...? Celakalah dunia perkelahian...!" Kemudian ia memandang patung salju dan memarahinya, "Aku bilang apa! Gara-gara kau mati, dunia perkelahian dalam bahaya besar! Dasar murid durhaka! Mati semau-maunya!" Ia mengedark
Ki Gendeng Sejagat tertidur karena capek kebanyakan marah-marah. Setiap dengkurannya menjatuhkan sebiji jengkol. Dengkuran itu terdengar oleh kelima penjaga gerbang fatamorgana. Mereka pasti sudah kabur kalau tubuhnya tidak tertotok. "Puteri Rinjani benar," kata perempuan berbando pelangi lewat getaran batin sehingga terdengar oleh teman-temannya. "Setan jengkol paling reseh. Sudah buruk rupa, suara bikin congek, ngorok lagi." Matahari bersinar terik. Cahayanya menyelusup masuk lewat celah daun jengkol. Herannya patung salju tidak mencair terkena cahaya matahari. Warnanya semakin putih laksana keju chevre. Ketika matahari mulai rebah ke barat, patung salju retak-retak, kepingan dari retakan itu berjatuhan dan mencair terserap tanah, hingga terlihat keseluruhan tubuh Cakra dengan tangan tersilang di dada seperti lagi tafakur sebagaimana gestur sebelum terkena ajian Badai Salju. Mata Cakra terbuka dan melihat ke sekitar. Ki Gendeng Sejagat tampak tertimbun jengkol menyisakan wa
"Nyi Ratu Suri?" belalak Cakra. "Kenapa kau tidak bilang dari dulu? Coba aku tahu, akan kutanyakan kenapa ia membuat perjanjian yang membuat orang tuaku bangga jadi orang miskin!" "Jadi orang miskin kok bangga?" ejek Ki Gendeng Sejagat. "Jadi konglomerat biar membuat buruh melarat, boleh bangga!" "Perjanjian itu berarti absurd sampai orang tuaku berpikir sebaliknya!" "Tambah anaknya absurd! Jadi begini akhirnya! Ilmu kanuragan jadi mainan!" "Pantas aku sulit melihat ada apa di balik baju! Aku kira ilmuku sudah lenyap!" Pletok! Ki Gendeng Sejagat menjitak kepalanya lumayan keras. "Jadi kau berusaha meneropong isi cawat dan dadanya?" "Aku bete dengar nasehat! Kid jaman now tidak butuh kata-kata, tapi butuh fakta! Ketimbang aku ketiduran, mendingan mataku jelalatan!" "Nyi Ratu Suri adalah pencipta ilmu Selubung Khayali! Ia pasti punya benteng pertahanan!" "Berarti ia egois! Ia melindungi onderdil diri sendiri ! Masa bodoh dengan onderdil ratu berikutnya! Jadi kau tidak salah in
Ranggaslawi dan kawan-kawan tiba di gerbang fatamorgana istana Curug Tujuh. Mereka tertawa terbahak-bahak. "Pendekar Lembah Cemara menyambut kita dengan maniken cantik," kata Ranggaslawi. "Mereka pagar ayu apa penjaga gerbang?" "Dari sambutan yang kita terima, sepertinya kita tamu tak diundang," ujar Iblis Cinta. "Mestinya Gagak Betina dan kawan-kawan yang hadir." "Mentang-mentang di pondokmu banyak perempuan, lantas kau lupa pada kami," gerutu Golok Santet. "Pangeran menginginkan pendekar pria yang menyerbu istana, sahabat pendekar wanita tinggal bersih-bersih besok. Ia kuatir mereka tergoda dengan pesta rembulan." Gagak Betina dan kawan-kawan dalam kondisi tidak prima untuk bertarung. Mereka beristirahat di penginapan dan besok menyusul bersama Mahameru dan Gagak Jantan. Mereka pasti mengamuk menyaksikan pesta rembulan. Pesta terburuk dari yang buruk. "Pangeran tidak menginginkan kita mengobrak-abrik istana," ucap Ranggaslawe. "Begitu pesan yang kulihat dari maniken ini." M
Semua mata memandang heran ke arah perempuan berpakaian pelayan yang muncul di pintu. Hari ini tidak ada pengumuman penambahan pelayan baru, meski mereka kewalahan melayani tamu yang akan menghadiri pesta rembulan malam nanti. "Kim So Hyun," cetus kepala pelayan surprise. "Anda sengaja datang dari Korea untuk menghadiri pesta rembulan? Amazing! Tapi kenapa anda berpakaian pelayan?" "Kim So Hyun adalah idola saya," ujar perempuan itu malu-malu. "Nama saya Ati kalau di rumah, kalau di open BO nama saya Ita, di istana nama saya Tia, di toilet nama saya ..." "Tai!" jawab mereka serempak. "Jadi namamu Tia?" Kepala pelayan merubah ekspresi wajah supaya kelihatan berwibawa. Ia senang ada yang menandingi kecantikannya, ini bisa mendekatkan mereka. "Saya sampai tidak tahu ada pelayan baru." "Tante Nuri meminta saya untuk menggantikan posisinya selama ia sakit. Saya disuruh menemui kepala pelayan, ibu Nancy Momoland." "Nama saya bukan Nancy Momoland," kata kepala pelayan. "Nama saya Ria ka
"Membubuhkan sesuatu?" Puteri Rinjani terkejut. "Racun maksudmu?" "Pil koplok," jawab Tia. "Di mana gusti puteri jadi koplok kalau meminumnya, hilang sadar dan hilang malu untuk berbuat sesuatu." "Berbuat sesuatu? Berbuat apa?" "Berbuat hal yang melanggar sesuatu." "Melanggar sesuatu? Kamu itu pelayan sesuatu ya?" "Betul gusti puteri. Saya ini pelayan sesuatu; dari sesuatu, oleh sesuatu, dan untuk sesuatu." "Karena ingin sesuatu? Kau ini pelayan sesuatu yang sesuatu banget." "Benar apa yang dikatakan Tia, Lembayung?" tatap rabi Sitani tajam. "Kau telah membubuhkan sesuatu pada sesuatu untuk sesuatu karena ingin sesuatu?" Puteri Rinjani heran rabi Sitani ketularan pelayan, ia bertanya, "Apakah rabi terkena sesuatu sehingga terjadi sesuatu yang mengakibatkan sesuatu?" "Aku sulit menghindarkan ucapanku dari sesuatu, barangkali lantaran melihat sesuatu sehingga terjadi sesuatu." "Aku juga sulit menghindarkan ucapanku dari sesuatu." "Aku kira gusti puteri dan rabi sudah kena efek
Ranggaslawi dan pendekar golongan putih bengong melihat kambing hitam berpakaian pelayan dikejar-kejar beberapa pengawal istana. Mereka sedang mengamati situasi istana yang sangat lengang dari atas pohon, tiba-tiba muncul serombongan pengawal berusaha menangkap kambing hitam. "Kambing itu kelihatannya menolak dijadikan kambing guling untuk pesta rembulan," komentar Golok Santet. "Pasti kambing jantan." Beberapa pendekar bayaran turut memburu. Tapi kambing hitam begitu sulit ditangkap. Satu pengawal istana bahkan terjengkang diseruduk saat mencoba menghadangnya. "Dasar perempuan," decak Ranggaslawe melecehkan. "Menangkap kambing saja tidak mampu." "Kita bergerak sekarang," kata Jendral Perang. "Mumpung mereka disibukkan oleh kambing hitam." Mereka melompat ke atas benteng. Istana sepertinya tidak menyiapkan pertahanan berlapis, tidak ada sambutan pasukan panah untuk menghalau. "Penjagaan istana longgar sekali," ujar Pendekar Tak Bernama. "Mereka kelihatannya merasa yakin tidak ad
"Terimalah hukuman atas kelancangan dirimu!" Ketua lama berubah menjadi Bintang Kehidupan dengan sinar kemerahan yang menyilaukan mata. Bintang itu berusaha menyambar Cakra yang bergerak menghindar dengan lincah. Semua pendekar yang berada di sekitar mereka berusaha menghalangi pandangan dari sinar yang membutakan mata itu. "Ketua lama mulai mengeluarkan ilmu dari kitab terkunci," keluh Ratu Purbasari. "Sampai kapan Cakra mampu bertahan?" "Ilmu warisan Wiraswara sangat dahsyat di tangannya, tapi tidak cukup untuk menandingi," kata Ratu Sihir. "Kita juga tidak bisa menolong, bahkan untuk diri sendiri." "Hei! Lihat...!" seru Ratu Ipritala. Cakra berubah menjadi Seberkas Sinar. Cahaya berekor berwarna keemasan itu menggulung Bintang Kehidupan meninggalkan siluet di angkasa. "Ratu Kencana kiranya sudah mewariskan ilmu roh kepada pangeran," ujar Ratu Purbasari. "Tapi belum cukup untuk memenangkan pertarungan." Padahal ilmu itu diperoleh dari Nyi Ratu Suri lewat kemesraan, dan men
"Aku adalah Raja Agung yang akan menyeretmu pulang ke gerbang siksa." Sebilah pedang kencana muncul secara tiba-tiba di tangan Cakra, pedang itu jelmaan Tongkat Petir. Ketua lama tertawa dengan congkak. "Ha ha ha! Jadi kau murid Ki Gendeng Sejagat?" Sebuah tongkat yang sama persis muncul dalam.genggaman ketua lama, kemudian tongkat itu berubah menjadi pedang serupa. Aku tidak pernah mendengar Tongkat Petir mempunyai kembaran, batin Cakra. Tapi guruku pernah menciptakan duplikatnya. Aku tidak tahu mana yang asli. "Ha ha ha! Gurumu benar-benar gendeng sudah mewariskan tongkat palsu kepada muridnya!""Aku yakin tongkatmu palsu, seperti tongkat di balik celanamu!" Ratu Dublek tersenyum mengejek, ia berkata, "Apakah kau sekarang masih cukup nyali untuk menantang garwaku setelah mengetahui tongkatmu palsu? Aku memberi kesempatan kepadamu untuk hidup dengan melanjutkan permainanku yang terganggu olehmu." "Kau bukan perempuan seleraku," kata Cakra sinis. "Kakek peot itu sudah me
Puluhan prajurit mengejar Ranggaslawi. Ia sengaja membawa mereka ke arah sekelompok pasukan gabungan berada. Ratu Sihir bengong melihat kejadian itu, ia bertanya, "Bukankah pendekar botuna sudah pergi ke hutan alas?" "Cakra pasti membawanya kembali," keluh Ratu Purbasari. "Aku heran bagaimana ia bisa bersahabat dengan pendekar cabul. Rencana kita hampir berantakan gara-gara mereka.""Dan sekarang benar-benar berantakan." "Kau harus menegur Cakra dengan keras. Tindakannya sudah melanggar prosedur." "Pangeran kepala batu." "Kau lunakkan dengan body goal mu. Kelemahan kesatria mata keranjang adalah keindahan wanita." "Kenapa bukan kalian saja?" "Maharini keguguran dan Rinjani belum hamil-hamil. Jadi kami tiada alasan untuk bercinta dengan menantu. Lagi pula, selera Cakra bukan maharatu yang mempunyai banyak simpanan." "Ngomong saja kalian kalah cantik." Mereka tiba di alun-alun istana. Pertempuran terjadi di berbagai penjuru. Serangan prajurit musuh datang secara bergelombang
"Mereka sedang mengawasi kalian."Ranggaslawi dan kawan-kawan pucat pasi mendengar keterangan Jaka, meski mereka tak dapat melihatnya. "Baguslah kalian ada rasa hormat," sindir Cakra. "Padahal Ratu Kencana tahu bagaimana bejatnya kalian." "Aku sudah menduga kau punya beking handal," kata Ranggaslawi. "Hanya indung leluhur garwamu yang dapat melumpuhkan ketua lama." "Maka itu aku akan pergi ke dasar segara untuk membantu Nawangwulan. Kalian bantulah Nyi Ratu Kencana." "Enak saja melimpahkan tanggung jawab kepadaku!" sergah suara tanpa wujud. "Kau bereskan dulu urusan di kota Dublek!" "Aku muak berjuang di bawah kecurigaan." "Aku hanya ingin memastikan kau tidak main-main dengan ajian Serat Cinta!" "Kau tahu aku suka main-main." "Baiklah! Aku pergi! Aku akan mengutuk dirimu jadi buruk rupa kalau berani macam-macam!" "Kebetulan aku sudah bosan berwajah ganteng." Ratu Kencana pasti pikir-pikir untuk bertindak senekat itu, kecuali ia siap menerima gelombang protes dari seluruh p
Cakra kemalaman di hutan alas, di mana pada setiap pohon dihuni ular piton. Binatang itu tidur melingkar di batang pohon. Hutan alas merupakan jalan pintas menuju kerajaan Dublek. "Aku tidak tahu mereka tidak mengganggu diriku karena Ratu Siluman Ular atau ilmu Serat Cinta ku." "Aku kira mereka sungkan sama Yang Mulia. Jadi mereka pura-pura tidur." Ular piton yang biasa menjilati wajah Cakra kini seakan tidak terusik dengan kedatangannya. "Tapi aku menikmati situasi ini. Ajian Serat Cinta membuat hatiku terasa damai." Cakra singgah di kuil kuno yang pernah menjadi tempat pembantaian anggota sekte. "Sebaiknya kita lanjutkan perjalanan, Yang Mulia," kata si Gemblung. "Kita beristirahat di kota Dublek." "Aku mendengar suara percakapan di dalam kuil. Aku seperti kenal suara mereka." Cakra membuka pintu kuil. Ia terpukau melihat pendekar botuna duduk santai di sofa sambil minum tuak. "Kalian sedang apa di sini?" tanya Cakra heran. "Bukankah kekacauan di kota Dublek semakin meraj
Ketua lama Dewan Agung berhasil kabur dari gerbang siksa. Ia menjadi pendukung utama Ratu Dublek. Raden Mas Arya Bimantara sebagai ketua baru sungkan untuk menangkapnya. Ratu Kencana sampai turun tangan melobi Cakra, ia sangat peduli dengan kegaduhan yang terjadi. Padahal ia berasal dari langit berbeda. "Nusa Kencana adalah negeri warisanku, aku memiliki keterikatan batin dengan penguasa istana." "Kenapa kau tidak menegur ketua baru untuk bertindak tegas?" "Kepandaian Arya Bimantara belum memadai untuk meringkus ketua lama." "Kenapa diangkat jadi ketua Dewan Agung kalau tidak memenuhi syarat?" "Ia paling pantas menjadi tetua! Tapi ketua lama mempunyai ilmu tertinggi di langit!" "Lalu kau pikir aku memadai? Aku bisa jadi ayam penyet!" "Aku sudah menurunkan intisari roh kepadamu. Jurus dan pukulan saktimu sekarang jauh lebih dahsyat." "Aku diminta taat aturan, kau sendiri tidak tahu aturan. Kau menurunkan ilmu tanpa seizin diriku. Kau seharusnya memberikan ilmu itu kepada indu
Plak! Plak!Dua tamparan keras kembali mampir di wajah Cakra.Kesatria gagah dan tampan itu tersenyum, ia hanya memiliki senyuman untuk perempuan cantik."Aku teringat pertemuan kita di hutan kayu," kata Cakra. "Kau lima puluh kali menampar wajahku sebelum mempersembahkan lima puluh kenikmatan."Plak! Plak!Cakra merasa ada aliran hangat dari tamparan itu, berangsur-angsur menyegarkan tubuhnya."Jadi kau sekarang mengalirkan energi roh melalui tamparan? Apakah Raden Mas Arya Bimantara melarang dirimu untuk bercinta denganku? Jadi kau masih mencintai lelaki pecundang itu? Aku sendiri malu mempunyai indung leluhur seperti dirinya...."Plak! Plak!"Jawabanmu sangat menyebalkan diriku," gerutu Cakra."Kau benar-benar pangeran terkutuk!""Aku mengakui diriku pangeran terkutuk ... terkutuk menjadi gagah dan tampan, bahkan menurut body goal magazine, aku satu-satunya pangeran yang dirindukan tampil telanjang di sampul depan! Tapi kecerdasan buatan tidak mampu menduplikat diriku, lebih-lebih
Puteri mahkota khawatir kesembuhan dirinya menimbulkan masalah baru bagi kerajaan.Bagaimana kalau Nyi Ratu Kencana murka dan menurunkan bencana yang lebih besar?"Aku kira Cakra sudah mempertimbangkan secara matang," kata Pangeran Liliput. "Ia terkenal sering bicara gegabah, namun tak pernah bertindak gegabah."Puteri mahkota memandang dengan resah, ia bertanya, "Bagaimana jika kutukan itu menimpa calon garwaku karena sudah melanggar kehendak ketua langit?" "Janganlah berpikir terlalu jauh, ananda," tegur Ratu Liliput lembut. "Belum tentu apa yang ananda pikirkan itu kejadian.""Bagaimana kalau kejadian, ibunda? Aku pasti disalahkan permaisuri pertama."Puteri Liliput segera meninggalkan pesanggrahan untuk menjumpai calon suaminya.Penjaga bilik tirakat segera berlutut dengan sebelah kaki menyentuh lantai begitu puteri mahkota dan baginda ratu tiba di hadapannya."Bukalah pintu bilik, Paman," pinta Puteri Liliput. "Aku mau masuk.""Patik mohon ampun sebelumnya, Gusti Puteri ... gust
"Ceesss...!"Bunyi pergesekan ujung Tongkat Petir dengan leher Puteri Liliput berkumandang menyerupai bunyi besi panas dicelupkan ke dalam air, seiring mengepulnya asap hitam tebal beraroma busuk.Keringat mengucur deras dari kening Cakra. Tongkat Petir bergetar keras sampai tangannya turut bergetar.Asap hitam tebal menyelimuti pesanggrahan, sehingga menghalangi pandangan sri ratu, ia tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka."Semoga tidak terjadi apa-apa...."Baginda ratu menutup pintu pesanggrahan karena tidak tahan menghirup bau busuk yang sangat menyengat.Ratu Liliput menunggu dengan cemas di depan pintu pesanggrahan.Pangeran Nusa Kencana sungguh nekat mengobati Puteri Liliput, ia tak sepatutnya mengorbankan nyawa untuk hal percuma."Hanya Nyi Ratu Kencana yang dapat menghilangkan kutukan itu," kata Ratu Liliput lemas. "Kesalahan diriku telah membuat murka para ketua langit."Ratu Liliput membuka pintu sedikit, asap tebal menerobos keluar.Ratu Liliput segera menutup pintu kem