"Maafkan aku nenek buyut...!" Cakra terpaksa memenuhi permintaannya. Ia memasang kuda-kuda sejajar, tangan kanan terlipat di dada dengan telapak tegak, tangan kiri mengepal dan bergerak melingkar secara unik, lalu didorong ke depan dengan telapak tangan terbuka. Selarik cahaya putih berkilau melesat dan menghantam Konde Cinta yang lagi tafakur, sekujur tubuhnya diselimuti butiran salju. Ajian Lampus Umur pada serangan ini berfungsi untuk memusnahkan unsur pukulan Badai Salju yang melekat di dalam diri Konde Cinta. "Selamat jalan nenek buyut...!" Kemudian Cakra menarik tangan kiri ke belakang dan mengepal kembali, sekali lagi didorong ke depan dengan telapak tangan terbuka. Ia mengeluarkan ilmu kanuragan paling tinggi yang pernah ada di muka bumi, yaitu ajian Tabur Jiwa. Serangkum angin panas menghantam Konde Cinta, butiran salju yang menyelimuti tubuhnya serta merta lenyap, lalu sosoknya perlahan menjadi butiran debu dan terbang tersapu angin. "Semoga alam memberkatimu nenek b
Ratu Purbasari sengaja mengirim Cakra ke daerah konflik, dan tak ada air mata seandainya ia menemui kematian. "Menantu kurang ajar itu sudah membuat kegaduhan di istana," gerundel Ratu Purbasari kala duduk sendiri. "Merubah protokoler seenaknya, mengeluarkan perintah tanpa aturan. Dan yang paling aku murka, ia sering mengintip ku mandi dengan ajian Tembus Pandang Paripurna." Tiada satu pun ilmu kanuragan yang dapat membentengi diri dari keliaran ilmu yang telah dimusnahkan itu! "Aku tidak mengerti apa alasan leluhurku mewariskan ilmu kontroversial pada pemuda mata keranjang!" Cakra adalah pangeran yang paling dibencinya! Pangeran Wiraswara yang menjadi gurunya sudah terhapus dari kemurkaan karena telah tiada. "Tapi di sisi lain, aku membutuhkan dirinya untuk memimpin pasukan dalam menumpas pemberontak di Bukit Penamburan, mengingat Pangeran Wikudara tidak mempunyai ilmu kanuragan," keluh Ratu Purbasari dengan kepala hampir pecah. Berdasarkan laporan telik sandi, pasukan dari Utar
Penginapan sepi. Tamu berbondong-bondong keluar sejak tersiar kabar prajurit pemberontak hendak menyerang perkampungan. Mereka tak mau ambil risiko meski penginapan ini sudah membayar upeti kepada Tapak Mega untuk keamanan tamu. Ranggaslawi menyeruput kopi mandheling yang masih mengepul untuk menghalau kegelisahan yang menjerat. Pandangannya terlempar ke luar jendela restoran. "Mengapa Cakra belum muncul juga?" desah Ranggaslawi khawatir. Sepotong penganan hangat jadi korban mulutnya. "Apakah ketiga curut itu membuatnya kesulitan?" "Aku kira Pendekar Lembah Cemara senang bermain-main dengan mereka sehingga lupa waktu," sahut Ranggaslawe. "Kau semakin gelisah semakin senang pelayan." "Tapi sekarang bukan saatnya bermain-main. Ratusan prajurit sebentar lagi turun bukit, sahabat kita di istana adipati hampir kewalahan karena jumlah musuh sangat banyak." "Aku kira urusan Cakra sudah selesai. Barangkali ia sekarang lagi memerintahkan penduduk untuk mengungsi sebelum prajurit pembero
Cakra menghentak-hentakkan tubuh mengikuti musik berirama keras di halaman penginapan. Prajurit pemberontak bermunculan dari lereng bukit dan menari mengikuti gerakannya. Ranggaslawi terpana, sampai hampir salah memasukkan penganan ke hidung. "Aku jadi teringat saat holiday di Oakland," katanya. "Seorang perempuan mengajakku menari di jalanan." "Kayak orang edan," sahut Ranggaslawe. "Jadi tontonan banyak orang. Aku begitu waktu di Oklahoma." "Cakra jago sekali popping dance," puji Ranggaslawe. "Aku jadi gatal." "Aku juga." Mereka melompat ke luar jendela restoran, meninggalkan kopi yang tersisa separuh, bergabung bersama prajurit yang membentuk beberapa barisan. Prajurit muncul secara berkelompok. Mereka membentuk barisan dan menari. Kelompok prajurit terakhir membentuk barisan paling belakang. Mereka menari dengan bersemangat mengikuti gerakan temannya di depan. Semua prajurit sudah berkumpul di halaman penginapan. Ranggaslawi dan Ranggaslawe terlihat paling gemoy. Mereka seo
Ketika kereta pedati dari kadipaten belum muncul sampai menjelang senja, Cakra terpaksa meminjam kereta wisata milik puteri mahkota untuk mengangkut tawanan. "Sekalian kalian kukirim ke kota baru supaya tidak iri pemberontak mendapat fasilitas mewah," kata Cakra kepada Ranggaslawi dan Ranggaslawe. "No no no," tolak Ranggaslawi. "Kopi mandheling menungguku." "Pastry jengkol juga," tambah Ranggaslawe. "Aku sudah terlanjur pesan." "Lalu siapa yang memandu sais ke kota baru? Mereka tidak tahu jalan. Kalian mau dihukum pipis berani membantah perintah pangeran?" "Bukan hukum pipis," ralat Ranggaslawi. "Hukum picis." "Oh, jadi kalian mau dihukum picis? Baik! Kalian akan dijadikan rica-rica untuk santapan kuda kereta! Yang pertama dijadikan rica-rica adalah perabot kalian!" "Waduh!" Ranggaslawi langsung memegang benda pusakanya. "Lagi pula, mereka pasti kesulitan melewati pos penjagaan di kota baru kalau kalian tidak ikut," ujar Bidasari. "Aku kirim tiga dayangku untuk teman perjalanan
Cakra mendelik. "Kau bilang aku ada di dalam kamar puteri mahkota?" "Benar, Yang Mulia," jawab dayang senior. Ranggaslawi dan Ranggaslawe pasti sekarang sedang tertawa terbahak-bahak. Dikiranya ia mengambil kesempatan dalam kesempitan. Padahal boro-boro, meski ada kesempatan mencoba lorong kesempitan! "Pangeran marah pada saya?" tanya dayang senior takut-takut. "Saya melaporkan apa adanya, tidak kurang tidak lebih." "Tapi aku tidak berbuat apa-apa di dalam!" "Saya kan tidak tahu, Yang Mulia." "Maka itu aku tidak marah!" "Tapi Yang Mulia teriak-teriak." Cakra terdiam. Ia sadar suaranya terlalu keras untuk dayang berperasaan lembut. Kelebihan perempuan Bunian adalah serba lembut. Menggebuk lalat pun pelan-pelan hingga keburu kabur. Maka tidak aneh pemberontak ketagihan menculiknya, barangkali goyangannya lembut. Edan! Ia tidak pernah berpikir kotor sebelumnya! Memandang perempuan sebagai sebuah maha karya sempurna! Sejak memiliki ilmu Tembus Pandang Paripurna, matanya sulit men
"Roman-romannya kau mulai jatuh cinta," kata Ki Gendeng Sejagat. "Kau mulai perhatian pada puteri mahkota." "Perhatian bukan sekedar gambaran cinta," sahut Cakra. "Perhatian adalah bentuk tanggung jawab laki-laki yang sudah menanam benih." "Berarti lelaki di rumah pohon pantas dicopot cangkulnya, bercocok tanam seenaknya." "Sudah ada yang selesai." Cakra melompat ke atas dahan dengan sebat, lalu menerobos masuk dan memelintir leher pria yang tengah berteriak nikmat dengan mulut celangap. Perempuan yang melayani pria itu tak sempat menjerit karena sudah keburu ditotok syaraf suaranya. "Aku akan melepaskan totokan kalau kau diam," kata Cakra. Perempuan itu mengangguk seraya menutupi tubuh dengan kain kebaya. "Kau boleh ambil kantong uang pria ini dan pergilah ke penginapan di kaki bukit," ujar Cakra setelah membebaskan totokan. Perempuan itu mengenakan kain lalu mengambil kantong uang yang terbuat dari bulu binatang. "Rumput lautnya lebat sekali," komentar Cakra. "Kantong ini
Pemilik warung di tengah hutan itu adalah perempuan kembar cantik rupawan, bernama Marina dan Marini. "Tamu yang datang ke kastil sepi sekali hari ini," kata Marina. "Apakah mereka takut kepada pendekar yang baru-baru ini membunuh Konde Cinta?" Empat pendekar berwajah sangar duduk di bangku kayu sambil minum kopi. Mereka adalah penjaga pintu masuk kubah raksasa. Kubah itu tidak terlihat secara kasat mata, tak ada perbedaan dengan pemandangan di sekitar, pepohonan besar dengan tanaman perdu dan semak. Akan tetapi, jika memasuki hutan di dalam kubah raksasa tanpa melalui gerbang resmi, maka dipastikan penyusup tersesat dan tewas. "Takut adalah perasaan yang tidak ditemukan dalam diri mereka," ujar pendekar berkumis tipis. "Tamu sepi karena Tapak Mega sedang bersemedi di ruang transisi roh." Marini terkejut, ia bertanya, "Apakah situasi sudah demikian genting sehingga Tapak Mega berusaha menghubungi Tuan Agung?" "Tapak Mega ingin meminta petunjuk," jawab pendekar berkepala plontos
"Terimalah hukuman atas kelancangan dirimu!" Ketua lama berubah menjadi Bintang Kehidupan dengan sinar kemerahan yang menyilaukan mata. Bintang itu berusaha menyambar Cakra yang bergerak menghindar dengan lincah. Semua pendekar yang berada di sekitar mereka berusaha menghalangi pandangan dari sinar yang membutakan mata itu. "Ketua lama mulai mengeluarkan ilmu dari kitab terkunci," keluh Ratu Purbasari. "Sampai kapan Cakra mampu bertahan?" "Ilmu warisan Wiraswara sangat dahsyat di tangannya, tapi tidak cukup untuk menandingi," kata Ratu Sihir. "Kita juga tidak bisa menolong, bahkan untuk diri sendiri." "Hei! Lihat...!" seru Ratu Ipritala. Cakra berubah menjadi Seberkas Sinar. Cahaya berekor berwarna keemasan itu menggulung Bintang Kehidupan meninggalkan siluet di angkasa. "Ratu Kencana kiranya sudah mewariskan ilmu roh kepada pangeran," ujar Ratu Purbasari. "Tapi belum cukup untuk memenangkan pertarungan." Padahal ilmu itu diperoleh dari Nyi Ratu Suri lewat kemesraan, dan men
"Aku adalah Raja Agung yang akan menyeretmu pulang ke gerbang siksa." Sebilah pedang kencana muncul secara tiba-tiba di tangan Cakra, pedang itu jelmaan Tongkat Petir. Ketua lama tertawa dengan congkak. "Ha ha ha! Jadi kau murid Ki Gendeng Sejagat?" Sebuah tongkat yang sama persis muncul dalam.genggaman ketua lama, kemudian tongkat itu berubah menjadi pedang serupa. Aku tidak pernah mendengar Tongkat Petir mempunyai kembaran, batin Cakra. Tapi guruku pernah menciptakan duplikatnya. Aku tidak tahu mana yang asli. "Ha ha ha! Gurumu benar-benar gendeng sudah mewariskan tongkat palsu kepada muridnya!""Aku yakin tongkatmu palsu, seperti tongkat di balik celanamu!" Ratu Dublek tersenyum mengejek, ia berkata, "Apakah kau sekarang masih cukup nyali untuk menantang garwaku setelah mengetahui tongkatmu palsu? Aku memberi kesempatan kepadamu untuk hidup dengan melanjutkan permainanku yang terganggu olehmu." "Kau bukan perempuan seleraku," kata Cakra sinis. "Kakek peot itu sudah me
Puluhan prajurit mengejar Ranggaslawi. Ia sengaja membawa mereka ke arah sekelompok pasukan gabungan berada. Ratu Sihir bengong melihat kejadian itu, ia bertanya, "Bukankah pendekar botuna sudah pergi ke hutan alas?" "Cakra pasti membawanya kembali," keluh Ratu Purbasari. "Aku heran bagaimana ia bisa bersahabat dengan pendekar cabul. Rencana kita hampir berantakan gara-gara mereka.""Dan sekarang benar-benar berantakan." "Kau harus menegur Cakra dengan keras. Tindakannya sudah melanggar prosedur." "Pangeran kepala batu." "Kau lunakkan dengan body goal mu. Kelemahan kesatria mata keranjang adalah keindahan wanita." "Kenapa bukan kalian saja?" "Maharini keguguran dan Rinjani belum hamil-hamil. Jadi kami tiada alasan untuk bercinta dengan menantu. Lagi pula, selera Cakra bukan maharatu yang mempunyai banyak simpanan." "Ngomong saja kalian kalah cantik." Mereka tiba di alun-alun istana. Pertempuran terjadi di berbagai penjuru. Serangan prajurit musuh datang secara bergelombang
"Mereka sedang mengawasi kalian."Ranggaslawi dan kawan-kawan pucat pasi mendengar keterangan Jaka, meski mereka tak dapat melihatnya. "Baguslah kalian ada rasa hormat," sindir Cakra. "Padahal Ratu Kencana tahu bagaimana bejatnya kalian." "Aku sudah menduga kau punya beking handal," kata Ranggaslawi. "Hanya indung leluhur garwamu yang dapat melumpuhkan ketua lama." "Maka itu aku akan pergi ke dasar segara untuk membantu Nawangwulan. Kalian bantulah Nyi Ratu Kencana." "Enak saja melimpahkan tanggung jawab kepadaku!" sergah suara tanpa wujud. "Kau bereskan dulu urusan di kota Dublek!" "Aku muak berjuang di bawah kecurigaan." "Aku hanya ingin memastikan kau tidak main-main dengan ajian Serat Cinta!" "Kau tahu aku suka main-main." "Baiklah! Aku pergi! Aku akan mengutuk dirimu jadi buruk rupa kalau berani macam-macam!" "Kebetulan aku sudah bosan berwajah ganteng." Ratu Kencana pasti pikir-pikir untuk bertindak senekat itu, kecuali ia siap menerima gelombang protes dari seluruh p
Cakra kemalaman di hutan alas, di mana pada setiap pohon dihuni ular piton. Binatang itu tidur melingkar di batang pohon. Hutan alas merupakan jalan pintas menuju kerajaan Dublek. "Aku tidak tahu mereka tidak mengganggu diriku karena Ratu Siluman Ular atau ilmu Serat Cinta ku." "Aku kira mereka sungkan sama Yang Mulia. Jadi mereka pura-pura tidur." Ular piton yang biasa menjilati wajah Cakra kini seakan tidak terusik dengan kedatangannya. "Tapi aku menikmati situasi ini. Ajian Serat Cinta membuat hatiku terasa damai." Cakra singgah di kuil kuno yang pernah menjadi tempat pembantaian anggota sekte. "Sebaiknya kita lanjutkan perjalanan, Yang Mulia," kata si Gemblung. "Kita beristirahat di kota Dublek." "Aku mendengar suara percakapan di dalam kuil. Aku seperti kenal suara mereka." Cakra membuka pintu kuil. Ia terpukau melihat pendekar botuna duduk santai di sofa sambil minum tuak. "Kalian sedang apa di sini?" tanya Cakra heran. "Bukankah kekacauan di kota Dublek semakin meraj
Ketua lama Dewan Agung berhasil kabur dari gerbang siksa. Ia menjadi pendukung utama Ratu Dublek. Raden Mas Arya Bimantara sebagai ketua baru sungkan untuk menangkapnya. Ratu Kencana sampai turun tangan melobi Cakra, ia sangat peduli dengan kegaduhan yang terjadi. Padahal ia berasal dari langit berbeda. "Nusa Kencana adalah negeri warisanku, aku memiliki keterikatan batin dengan penguasa istana." "Kenapa kau tidak menegur ketua baru untuk bertindak tegas?" "Kepandaian Arya Bimantara belum memadai untuk meringkus ketua lama." "Kenapa diangkat jadi ketua Dewan Agung kalau tidak memenuhi syarat?" "Ia paling pantas menjadi tetua! Tapi ketua lama mempunyai ilmu tertinggi di langit!" "Lalu kau pikir aku memadai? Aku bisa jadi ayam penyet!" "Aku sudah menurunkan intisari roh kepadamu. Jurus dan pukulan saktimu sekarang jauh lebih dahsyat." "Aku diminta taat aturan, kau sendiri tidak tahu aturan. Kau menurunkan ilmu tanpa seizin diriku. Kau seharusnya memberikan ilmu itu kepada indu
Plak! Plak!Dua tamparan keras kembali mampir di wajah Cakra.Kesatria gagah dan tampan itu tersenyum, ia hanya memiliki senyuman untuk perempuan cantik."Aku teringat pertemuan kita di hutan kayu," kata Cakra. "Kau lima puluh kali menampar wajahku sebelum mempersembahkan lima puluh kenikmatan."Plak! Plak!Cakra merasa ada aliran hangat dari tamparan itu, berangsur-angsur menyegarkan tubuhnya."Jadi kau sekarang mengalirkan energi roh melalui tamparan? Apakah Raden Mas Arya Bimantara melarang dirimu untuk bercinta denganku? Jadi kau masih mencintai lelaki pecundang itu? Aku sendiri malu mempunyai indung leluhur seperti dirinya...."Plak! Plak!"Jawabanmu sangat menyebalkan diriku," gerutu Cakra."Kau benar-benar pangeran terkutuk!""Aku mengakui diriku pangeran terkutuk ... terkutuk menjadi gagah dan tampan, bahkan menurut body goal magazine, aku satu-satunya pangeran yang dirindukan tampil telanjang di sampul depan! Tapi kecerdasan buatan tidak mampu menduplikat diriku, lebih-lebih
Puteri mahkota khawatir kesembuhan dirinya menimbulkan masalah baru bagi kerajaan.Bagaimana kalau Nyi Ratu Kencana murka dan menurunkan bencana yang lebih besar?"Aku kira Cakra sudah mempertimbangkan secara matang," kata Pangeran Liliput. "Ia terkenal sering bicara gegabah, namun tak pernah bertindak gegabah."Puteri mahkota memandang dengan resah, ia bertanya, "Bagaimana jika kutukan itu menimpa calon garwaku karena sudah melanggar kehendak ketua langit?" "Janganlah berpikir terlalu jauh, ananda," tegur Ratu Liliput lembut. "Belum tentu apa yang ananda pikirkan itu kejadian.""Bagaimana kalau kejadian, ibunda? Aku pasti disalahkan permaisuri pertama."Puteri Liliput segera meninggalkan pesanggrahan untuk menjumpai calon suaminya.Penjaga bilik tirakat segera berlutut dengan sebelah kaki menyentuh lantai begitu puteri mahkota dan baginda ratu tiba di hadapannya."Bukalah pintu bilik, Paman," pinta Puteri Liliput. "Aku mau masuk.""Patik mohon ampun sebelumnya, Gusti Puteri ... gust
"Ceesss...!"Bunyi pergesekan ujung Tongkat Petir dengan leher Puteri Liliput berkumandang menyerupai bunyi besi panas dicelupkan ke dalam air, seiring mengepulnya asap hitam tebal beraroma busuk.Keringat mengucur deras dari kening Cakra. Tongkat Petir bergetar keras sampai tangannya turut bergetar.Asap hitam tebal menyelimuti pesanggrahan, sehingga menghalangi pandangan sri ratu, ia tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka."Semoga tidak terjadi apa-apa...."Baginda ratu menutup pintu pesanggrahan karena tidak tahan menghirup bau busuk yang sangat menyengat.Ratu Liliput menunggu dengan cemas di depan pintu pesanggrahan.Pangeran Nusa Kencana sungguh nekat mengobati Puteri Liliput, ia tak sepatutnya mengorbankan nyawa untuk hal percuma."Hanya Nyi Ratu Kencana yang dapat menghilangkan kutukan itu," kata Ratu Liliput lemas. "Kesalahan diriku telah membuat murka para ketua langit."Ratu Liliput membuka pintu sedikit, asap tebal menerobos keluar.Ratu Liliput segera menutup pintu kem