Beranda / Romansa / Perjanjian Leluhur / 150. Bukan Rumput Laut

Share

150. Bukan Rumput Laut

Penulis: Enday Hidayat
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-25 20:19:26
"Roman-romannya kau mulai jatuh cinta," kata Ki Gendeng Sejagat. "Kau mulai perhatian pada puteri mahkota."

"Perhatian bukan sekedar gambaran cinta," sahut Cakra. "Perhatian adalah bentuk tanggung jawab laki-laki yang sudah menanam benih."

"Berarti lelaki di rumah pohon pantas dicopot cangkulnya, bercocok tanam seenaknya."

"Sudah ada yang selesai."

Cakra melompat ke atas dahan dengan sebat, lalu menerobos masuk dan memelintir leher pria yang tengah berteriak nikmat dengan mulut celangap.

Perempuan yang melayani pria itu tak sempat menjerit karena sudah keburu ditotok syaraf suaranya.

"Aku akan melepaskan totokan kalau kau diam," kata Cakra.

Perempuan itu mengangguk seraya menutupi tubuh dengan kain kebaya.

"Kau boleh ambil kantong uang pria ini dan pergilah ke penginapan di kaki bukit," ujar Cakra setelah membebaskan totokan.

Perempuan itu mengenakan kain lalu mengambil kantong uang yang terbuat dari bulu binatang.

"Rumput lautnya lebat sekali," komentar Cakra.

"Kantong ini
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Perjanjian Leluhur   151. Kerasukan Cinta

    Pemilik warung di tengah hutan itu adalah perempuan kembar cantik rupawan, bernama Marina dan Marini. "Tamu yang datang ke kastil sepi sekali hari ini," kata Marina. "Apakah mereka takut kepada pendekar yang baru-baru ini membunuh Konde Cinta?" Empat pendekar berwajah sangar duduk di bangku kayu sambil minum kopi. Mereka adalah penjaga pintu masuk kubah raksasa. Kubah itu tidak terlihat secara kasat mata, tak ada perbedaan dengan pemandangan di sekitar, pepohonan besar dengan tanaman perdu dan semak. Akan tetapi, jika memasuki hutan di dalam kubah raksasa tanpa melalui gerbang resmi, maka dipastikan penyusup tersesat dan tewas. "Takut adalah perasaan yang tidak ditemukan dalam diri mereka," ujar pendekar berkumis tipis. "Tamu sepi karena Tapak Mega sedang bersemedi di ruang transisi roh." Marini terkejut, ia bertanya, "Apakah situasi sudah demikian genting sehingga Tapak Mega berusaha menghubungi Tuan Agung?" "Tapak Mega ingin meminta petunjuk," jawab pendekar berkepala plontos

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-26
  • Perjanjian Leluhur   152. Tugu Kembar

    Sebuah ngarai sangat dalam dan berkelok-kelok dengan tebing curam menjadi batas wilayah kerajaan Nusa Kencana dan kerajaan Utara. Panorama indah terhampar sejauh mata memandang ditingkahi gemericik air sungai dan suara binatang malam di bawah siraman cahaya bulan separuh. Di bagian selatan Bukit Penamburan terdapat jembatan memanjang untuk jalan penghubung antara dua kerajaan, dengan pos penjagaan di ujung jembatan. "Jembatan ini jarang sekali dilewati pelintas batas," kata komandan prajurit penjaga perbatasan. "Sepanjang tahun hampir tak ada pelancong masuk atau keluar." Jembatan itu sangat kokoh dengan konstruksi sejenis baja. Dibangun atas inisiatif Ratu Nusa Kencana yang ingin memperbaiki hubungan dengan kerajaan Utara. "Hubungan kedua kerajaan tak pernah membaik gara-gara sepotong cinta di masa lalu. Baginda ratu sudah terlanjur dicap sebagai pelakor." Ratu Ipritala memperoleh kesempatan untuk membalas sakit hati saat Tapak Mega meminta bala bantuan prajurit untuk menabuh ge

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-27
  • Perjanjian Leluhur   153. Semedi Terindah

    "Ssshht aahh...!" Ratu Purbasari mendesah nikmat dengan mata terpejam. Kakinya meronta-ronta pelan dirangsang gairah yang menderu. Sementara tangannya menjambak rambut ksatria yang menghisap puncak bukit dengan lembut. "Ouh, Cakra...!" Hisapan bergeser ke lereng bukit dan perut berkulit putih eksotik tiada cela. Ksatria muda itu sangat pandai membuai sang ratu, sehingga erangan nikmat semakin deras meluncur dari bibir yang indah. "Apa yang kau lakukan...?" Ksatria itu melepas tali cawat, satu-satunya pakaian yang tersisa di tubuh body goal itu, lalu kepalanya tenggelam di sela kaki yang tak berhenti bergerak. Ratu Purbasari melenguh nikmat. Sekujur tubuhnya berdesir panas. Ia belum pernah diperlakukan demikian liar. Ledakan hasrat menggelegak keluar mencari pelampiasan. "Cakra...!" Ratu Purbasari tidak tahu bagaimana hal ini terjadi. Ia tengah bersemedi di pesanggrahan pribadi untuk minta petunjuk dari Ratu Singkawang. Kepalanya mendadak berdenyut pusing dan tak ingat apa-apa

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-28
  • Perjanjian Leluhur   154. Tak Semanis Ubi Bakar

    "Edan! Betul-betul edan!" Ki Gendeng Sejagat tertawa terbahak-bahak. "Kau sudah mempengaruhi mereka dengan ilmu Selubung Khayali dan merubah wujud Pangeran Wikudara dengan ilmu Salin Rupa!" "Tapi aku tidak bertanggung jawab kalau Ratu Singkawang murka! Semua itu idemu!" "Itu urusanku! Tapi bukan urusanku kalau gusti ratu jatuh cinta sama menantu! Ia pasti tidak seganas itu kalau tahu siapa yang mencangkul sawahnya!" "Ilmu itu jadi beban moral bagiku." "Jangan bicara moral di Kadipaten Barat! Kau semakin jauh tertinggal!" Dan semakin jauh untuk pulang ke istana, batin Cakra kelu. Ia ditunggu dua wanita, meski skandal dengan ibu mertua adalah kabar basi! Ratu Nusa Kencana pasti tak percaya kalau joki semalam adalah suaminya sendiri! "Hidup tak semanis ubi bakar," kata Cakra seraya mengambil ubi yang sudah matang di antara ranting yang membara. Saat itu mereka berada di dekat tugu terakhir di utara ngarai. "Gusti ratu minta bantuan Ratu Singkawang untuk menghukum diriku. Padahal

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-29
  • Perjanjian Leluhur   155. Tahta Dan Cinta

    "Aku terlalu meremehkan mereka," kata Gagak Betina seusai mendapat pengobatan dari Gagak Jantan. Ia dan sahabat pendekar wanita duduk di balai-balai untuk mendapat pertolongan. "Pemberontak wanita itu ternyata memiliki ilmu sangat tinggi." "Aku sudah bilang kalian kejar pemberontak lain," sahut Ranggaslawi. "Biar aku menghajar mereka. Tapi kau curiga aku akan menghajarnya di kamar penginapan." "Aku tahu kualitasmu," gerutu Gagak Betina. "Sekarang saja matamu jelalatan ke dada kami." "Aku ingin memastikan kalau pengobatan berjalan lancar," dalih Ranggaslawi. "Modus." "Kalau butuh kenapa tidak kau bawa tadi di kadipaten?" "Itu kardus!" Serbuan ke istana kadipaten adalah pertarungan terberat bagi mereka. Jumlah pemberontak terlalu banyak dan berilmu tinggi. Mereka tidak tahu apa yang terjadi kalau Jendral Perang terlambat datang bersama lima puluh tokoh istana. Sekarang Adipati Bramantana sibuk mengurus korban tewas di alun-alun, sementara mereka pergi ke penginapan untuk menjalan

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-30
  • Perjanjian Leluhur   156. Menunggu Tamu Penting

    Lima perempuan berwajah cantik dan seksi mondar-mandir di sekitar pohon jengkol yang berbuah lebat. Hutan di Bukit Penamburan adalah hutan yang memiliki kemiripan dengan hutan tropis di negeri manusia. Penduduk kadipaten sering mendaki bukit itu jika rindu pada dunia manusia. Ubi manis, singkong mentega, petai, jengkol, dan duren montong banyak terdapat di hutan ini. Mereka tumbuh alami tanpa ada petani menanamnya. "Prajurit lagi panen hasil hutan," kata pendekar tomboy. "Cukup untuk kebutuhan mereka satu pekan." Sepintas terlihat aneh ada lima pendekar cantik berjaga di tengah hutan, mustahil menjaga jengkol yang sudah siap dipanen! Dari wanginya aroma mulut mereka dapat dipastikan mereka bukan penggemar jengkol. Mereka adalah penjaga gerbang fatamorgana istana Curug Tujuh. Mereka sedang menunggu tamu dari Utara. Tamu itu diperkirakan tiba siang ini, tokoh muda yang lagi naik daun di dunia perkelahian, tapi ia berkunjung ke istana Curug Tujuh bukan naik daun, naik kuda. "Tingga

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-31
  • Perjanjian Leluhur   157. Istana Khusus Perempuan

    Pendekar berselendang pelangi terbelalak. "Jadi kau puteri mahkota kerajaan Sihir?" "Kau itu bakso di dalam plastik atau sate di dalam kertas nasi?" sindir Puteri Rinjani sinis. "Masa tidak kenal puteri mahkota tercantik di dataran ini?" "Bukan Dewi Anjani?" "Kau salah informasi!" sergah Puteri Rinjani. "Tapi sudahlah. Aku malas ngomong sama penjaga yang otaknya rada lemot, bikin ilfil!" Puteri Rinjani berjalan menuju tanaman perdu yang menjadi gerbang labirin. "Kau tidak bisa masuk meski puteri mahkota," cegah ketua penjaga gerbang. "Hanya tamu undangan yang boleh masuk." Puteri Rinjani menyingkirkan pendekar berselendang pelangi yang menghalangi jalan. Wanita itu menepiskan tangannya. "Kau rupanya suka dipaksa." Puteri mahkota melepaskan pukulan beberapa kali, wanita itu menangkis dengan gesit. Puteri Rinjani melancarkan serangan kombinasi pada wajah dan kaki. Kadang tangan terkepal meninju, kadang terbuka menampar, sementara kaki berusaha menginjak tempurung pendekar bersel

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-01
  • Perjanjian Leluhur   158. Makhluk Terpenjara

    "Terimalah kematian mu, kid slebew! Hiiiaaatt...!" Kelima penjaga gerbang fatamorgana menyerang Cakra dengan pukulan mematikan. Mereka begitu bernafsu untuk menghabisinya. Cakra mengeluarkan jurus Cinta di Ranting Cemara untuk menguras energi inti mereka. Ia ingin membuat mereka lemas dan berhenti menyerang secara sendirinya. Mereka butuh pertolongan untuk rehabilitasi. Mereka datang ke Bukit Penamburan bukan mendukung pemberontak, mereka ingin hidup bebas tanpa merasa terkucilkan. "Kalian salah mengartikan kebebasan!" kata Cakra. "Kalian anggap apa yang dilakukan bukan penyimpangan! Padahal mengabaikan fungsi kodrati adalah bentuk kesewenang-wenangan terhadap diri sendiri! Secara tidak langsung kalian sudah melakukan genosida untuk ras kalian di kemudian hari!" Menciptakan generasi penerus adalah tanggung jawab bersama untuk mempertahankan ras dari kepunahan. Jangan sampai sebagian menghujat sebagian lainnya sebagai makhluk tidak bertanggung jawab. Jadi bukan hanya norma yang d

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-02

Bab terbaru

  • Perjanjian Leluhur   386. Bukan Minta Suaka

    "Terimalah hukuman atas kelancangan dirimu!" Ketua lama berubah menjadi Bintang Kehidupan dengan sinar kemerahan yang menyilaukan mata. Bintang itu berusaha menyambar Cakra yang bergerak menghindar dengan lincah. Semua pendekar yang berada di sekitar mereka berusaha menghalangi pandangan dari sinar yang membutakan mata itu. "Ketua lama mulai mengeluarkan ilmu dari kitab terkunci," keluh Ratu Purbasari. "Sampai kapan Cakra mampu bertahan?" "Ilmu warisan Wiraswara sangat dahsyat di tangannya, tapi tidak cukup untuk menandingi," kata Ratu Sihir. "Kita juga tidak bisa menolong, bahkan untuk diri sendiri." "Hei! Lihat...!" seru Ratu Ipritala. Cakra berubah menjadi Seberkas Sinar. Cahaya berekor berwarna keemasan itu menggulung Bintang Kehidupan meninggalkan siluet di angkasa. "Ratu Kencana kiranya sudah mewariskan ilmu roh kepada pangeran," ujar Ratu Purbasari. "Tapi belum cukup untuk memenangkan pertarungan." Padahal ilmu itu diperoleh dari Nyi Ratu Suri lewat kemesraan, dan men

  • Perjanjian Leluhur   385. Menanti Kedatangan Ratu Sejagat

    "Aku adalah Raja Agung yang akan menyeretmu pulang ke gerbang siksa." Sebilah pedang kencana muncul secara tiba-tiba di tangan Cakra, pedang itu jelmaan Tongkat Petir. Ketua lama tertawa dengan congkak. "Ha ha ha! Jadi kau murid Ki Gendeng Sejagat?" Sebuah tongkat yang sama persis muncul dalam.genggaman ketua lama, kemudian tongkat itu berubah menjadi pedang serupa. Aku tidak pernah mendengar Tongkat Petir mempunyai kembaran, batin Cakra. Tapi guruku pernah menciptakan duplikatnya. Aku tidak tahu mana yang asli. "Ha ha ha! Gurumu benar-benar gendeng sudah mewariskan tongkat palsu kepada muridnya!""Aku yakin tongkatmu palsu, seperti tongkat di balik celanamu!" Ratu Dublek tersenyum mengejek, ia berkata, "Apakah kau sekarang masih cukup nyali untuk menantang garwaku setelah mengetahui tongkatmu palsu? Aku memberi kesempatan kepadamu untuk hidup dengan melanjutkan permainanku yang terganggu olehmu." "Kau bukan perempuan seleraku," kata Cakra sinis. "Kakek peot itu sudah me

  • Perjanjian Leluhur   384. Pendekar Cinta

    Puluhan prajurit mengejar Ranggaslawi. Ia sengaja membawa mereka ke arah sekelompok pasukan gabungan berada. Ratu Sihir bengong melihat kejadian itu, ia bertanya, "Bukankah pendekar botuna sudah pergi ke hutan alas?" "Cakra pasti membawanya kembali," keluh Ratu Purbasari. "Aku heran bagaimana ia bisa bersahabat dengan pendekar cabul. Rencana kita hampir berantakan gara-gara mereka.""Dan sekarang benar-benar berantakan." "Kau harus menegur Cakra dengan keras. Tindakannya sudah melanggar prosedur." "Pangeran kepala batu." "Kau lunakkan dengan body goal mu. Kelemahan kesatria mata keranjang adalah keindahan wanita." "Kenapa bukan kalian saja?" "Maharini keguguran dan Rinjani belum hamil-hamil. Jadi kami tiada alasan untuk bercinta dengan menantu. Lagi pula, selera Cakra bukan maharatu yang mempunyai banyak simpanan." "Ngomong saja kalian kalah cantik." Mereka tiba di alun-alun istana. Pertempuran terjadi di berbagai penjuru. Serangan prajurit musuh datang secara bergelombang

  • Perjanjian Leluhur   383. Penyerbuan Dini

    "Mereka sedang mengawasi kalian."Ranggaslawi dan kawan-kawan pucat pasi mendengar keterangan Jaka, meski mereka tak dapat melihatnya. "Baguslah kalian ada rasa hormat," sindir Cakra. "Padahal Ratu Kencana tahu bagaimana bejatnya kalian." "Aku sudah menduga kau punya beking handal," kata Ranggaslawi. "Hanya indung leluhur garwamu yang dapat melumpuhkan ketua lama." "Maka itu aku akan pergi ke dasar segara untuk membantu Nawangwulan. Kalian bantulah Nyi Ratu Kencana." "Enak saja melimpahkan tanggung jawab kepadaku!" sergah suara tanpa wujud. "Kau bereskan dulu urusan di kota Dublek!" "Aku muak berjuang di bawah kecurigaan." "Aku hanya ingin memastikan kau tidak main-main dengan ajian Serat Cinta!" "Kau tahu aku suka main-main." "Baiklah! Aku pergi! Aku akan mengutuk dirimu jadi buruk rupa kalau berani macam-macam!" "Kebetulan aku sudah bosan berwajah ganteng." Ratu Kencana pasti pikir-pikir untuk bertindak senekat itu, kecuali ia siap menerima gelombang protes dari seluruh p

  • Perjanjian Leluhur   382. Jangan Berpikir Tentang Kematian

    Cakra kemalaman di hutan alas, di mana pada setiap pohon dihuni ular piton. Binatang itu tidur melingkar di batang pohon. Hutan alas merupakan jalan pintas menuju kerajaan Dublek. "Aku tidak tahu mereka tidak mengganggu diriku karena Ratu Siluman Ular atau ilmu Serat Cinta ku." "Aku kira mereka sungkan sama Yang Mulia. Jadi mereka pura-pura tidur." Ular piton yang biasa menjilati wajah Cakra kini seakan tidak terusik dengan kedatangannya. "Tapi aku menikmati situasi ini. Ajian Serat Cinta membuat hatiku terasa damai." Cakra singgah di kuil kuno yang pernah menjadi tempat pembantaian anggota sekte. "Sebaiknya kita lanjutkan perjalanan, Yang Mulia," kata si Gemblung. "Kita beristirahat di kota Dublek." "Aku mendengar suara percakapan di dalam kuil. Aku seperti kenal suara mereka." Cakra membuka pintu kuil. Ia terpukau melihat pendekar botuna duduk santai di sofa sambil minum tuak. "Kalian sedang apa di sini?" tanya Cakra heran. "Bukankah kekacauan di kota Dublek semakin meraj

  • Perjanjian Leluhur   381. Sang Perkasa

    Ketua lama Dewan Agung berhasil kabur dari gerbang siksa. Ia menjadi pendukung utama Ratu Dublek. Raden Mas Arya Bimantara sebagai ketua baru sungkan untuk menangkapnya. Ratu Kencana sampai turun tangan melobi Cakra, ia sangat peduli dengan kegaduhan yang terjadi. Padahal ia berasal dari langit berbeda. "Nusa Kencana adalah negeri warisanku, aku memiliki keterikatan batin dengan penguasa istana." "Kenapa kau tidak menegur ketua baru untuk bertindak tegas?" "Kepandaian Arya Bimantara belum memadai untuk meringkus ketua lama." "Kenapa diangkat jadi ketua Dewan Agung kalau tidak memenuhi syarat?" "Ia paling pantas menjadi tetua! Tapi ketua lama mempunyai ilmu tertinggi di langit!" "Lalu kau pikir aku memadai? Aku bisa jadi ayam penyet!" "Aku sudah menurunkan intisari roh kepadamu. Jurus dan pukulan saktimu sekarang jauh lebih dahsyat." "Aku diminta taat aturan, kau sendiri tidak tahu aturan. Kau menurunkan ilmu tanpa seizin diriku. Kau seharusnya memberikan ilmu itu kepada indu

  • Perjanjian Leluhur   380. Pangeran Terkutuk

    Plak! Plak!Dua tamparan keras kembali mampir di wajah Cakra.Kesatria gagah dan tampan itu tersenyum, ia hanya memiliki senyuman untuk perempuan cantik."Aku teringat pertemuan kita di hutan kayu," kata Cakra. "Kau lima puluh kali menampar wajahku sebelum mempersembahkan lima puluh kenikmatan."Plak! Plak!Cakra merasa ada aliran hangat dari tamparan itu, berangsur-angsur menyegarkan tubuhnya."Jadi kau sekarang mengalirkan energi roh melalui tamparan? Apakah Raden Mas Arya Bimantara melarang dirimu untuk bercinta denganku? Jadi kau masih mencintai lelaki pecundang itu? Aku sendiri malu mempunyai indung leluhur seperti dirinya...."Plak! Plak!"Jawabanmu sangat menyebalkan diriku," gerutu Cakra."Kau benar-benar pangeran terkutuk!""Aku mengakui diriku pangeran terkutuk ... terkutuk menjadi gagah dan tampan, bahkan menurut body goal magazine, aku satu-satunya pangeran yang dirindukan tampil telanjang di sampul depan! Tapi kecerdasan buatan tidak mampu menduplikat diriku, lebih-lebih

  • Perjanjian Leluhur   379. Ada Cemburu Di Hatimu

    Puteri mahkota khawatir kesembuhan dirinya menimbulkan masalah baru bagi kerajaan.Bagaimana kalau Nyi Ratu Kencana murka dan menurunkan bencana yang lebih besar?"Aku kira Cakra sudah mempertimbangkan secara matang," kata Pangeran Liliput. "Ia terkenal sering bicara gegabah, namun tak pernah bertindak gegabah."Puteri mahkota memandang dengan resah, ia bertanya, "Bagaimana jika kutukan itu menimpa calon garwaku karena sudah melanggar kehendak ketua langit?" "Janganlah berpikir terlalu jauh, ananda," tegur Ratu Liliput lembut. "Belum tentu apa yang ananda pikirkan itu kejadian.""Bagaimana kalau kejadian, ibunda? Aku pasti disalahkan permaisuri pertama."Puteri Liliput segera meninggalkan pesanggrahan untuk menjumpai calon suaminya.Penjaga bilik tirakat segera berlutut dengan sebelah kaki menyentuh lantai begitu puteri mahkota dan baginda ratu tiba di hadapannya."Bukalah pintu bilik, Paman," pinta Puteri Liliput. "Aku mau masuk.""Patik mohon ampun sebelumnya, Gusti Puteri ... gust

  • Perjanjian Leluhur   378. Karena Cintanya

    "Ceesss...!"Bunyi pergesekan ujung Tongkat Petir dengan leher Puteri Liliput berkumandang menyerupai bunyi besi panas dicelupkan ke dalam air, seiring mengepulnya asap hitam tebal beraroma busuk.Keringat mengucur deras dari kening Cakra. Tongkat Petir bergetar keras sampai tangannya turut bergetar.Asap hitam tebal menyelimuti pesanggrahan, sehingga menghalangi pandangan sri ratu, ia tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka."Semoga tidak terjadi apa-apa...."Baginda ratu menutup pintu pesanggrahan karena tidak tahan menghirup bau busuk yang sangat menyengat.Ratu Liliput menunggu dengan cemas di depan pintu pesanggrahan.Pangeran Nusa Kencana sungguh nekat mengobati Puteri Liliput, ia tak sepatutnya mengorbankan nyawa untuk hal percuma."Hanya Nyi Ratu Kencana yang dapat menghilangkan kutukan itu," kata Ratu Liliput lemas. "Kesalahan diriku telah membuat murka para ketua langit."Ratu Liliput membuka pintu sedikit, asap tebal menerobos keluar.Ratu Liliput segera menutup pintu kem

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status