Penginapan sepi. Tamu berbondong-bondong keluar sejak tersiar kabar prajurit pemberontak hendak menyerang perkampungan. Mereka tak mau ambil risiko meski penginapan ini sudah membayar upeti kepada Tapak Mega untuk keamanan tamu. Ranggaslawi menyeruput kopi mandheling yang masih mengepul untuk menghalau kegelisahan yang menjerat. Pandangannya terlempar ke luar jendela restoran. "Mengapa Cakra belum muncul juga?" desah Ranggaslawi khawatir. Sepotong penganan hangat jadi korban mulutnya. "Apakah ketiga curut itu membuatnya kesulitan?" "Aku kira Pendekar Lembah Cemara senang bermain-main dengan mereka sehingga lupa waktu," sahut Ranggaslawe. "Kau semakin gelisah semakin senang pelayan." "Tapi sekarang bukan saatnya bermain-main. Ratusan prajurit sebentar lagi turun bukit, sahabat kita di istana adipati hampir kewalahan karena jumlah musuh sangat banyak." "Aku kira urusan Cakra sudah selesai. Barangkali ia sekarang lagi memerintahkan penduduk untuk mengungsi sebelum prajurit pembero
Cakra menghentak-hentakkan tubuh mengikuti musik berirama keras di halaman penginapan. Prajurit pemberontak bermunculan dari lereng bukit dan menari mengikuti gerakannya. Ranggaslawi terpana, sampai hampir salah memasukkan penganan ke hidung. "Aku jadi teringat saat holiday di Oakland," katanya. "Seorang perempuan mengajakku menari di jalanan." "Kayak orang edan," sahut Ranggaslawe. "Jadi tontonan banyak orang. Aku begitu waktu di Oklahoma." "Cakra jago sekali popping dance," puji Ranggaslawe. "Aku jadi gatal." "Aku juga." Mereka melompat ke luar jendela restoran, meninggalkan kopi yang tersisa separuh, bergabung bersama prajurit yang membentuk beberapa barisan. Prajurit muncul secara berkelompok. Mereka membentuk barisan dan menari. Kelompok prajurit terakhir membentuk barisan paling belakang. Mereka menari dengan bersemangat mengikuti gerakan temannya di depan. Semua prajurit sudah berkumpul di halaman penginapan. Ranggaslawi dan Ranggaslawe terlihat paling gemoy. Mereka seo
Ketika kereta pedati dari kadipaten belum muncul sampai menjelang senja, Cakra terpaksa meminjam kereta wisata milik puteri mahkota untuk mengangkut tawanan. "Sekalian kalian kukirim ke kota baru supaya tidak iri pemberontak mendapat fasilitas mewah," kata Cakra kepada Ranggaslawi dan Ranggaslawe. "No no no," tolak Ranggaslawi. "Kopi mandheling menungguku." "Pastry jengkol juga," tambah Ranggaslawe. "Aku sudah terlanjur pesan." "Lalu siapa yang memandu sais ke kota baru? Mereka tidak tahu jalan. Kalian mau dihukum pipis berani membantah perintah pangeran?" "Bukan hukum pipis," ralat Ranggaslawi. "Hukum picis." "Oh, jadi kalian mau dihukum picis? Baik! Kalian akan dijadikan rica-rica untuk santapan kuda kereta! Yang pertama dijadikan rica-rica adalah perabot kalian!" "Waduh!" Ranggaslawi langsung memegang benda pusakanya. "Lagi pula, mereka pasti kesulitan melewati pos penjagaan di kota baru kalau kalian tidak ikut," ujar Bidasari. "Aku kirim tiga dayangku untuk teman perjalanan
Cakra mendelik. "Kau bilang aku ada di dalam kamar puteri mahkota?" "Benar, Yang Mulia," jawab dayang senior. Ranggaslawi dan Ranggaslawe pasti sekarang sedang tertawa terbahak-bahak. Dikiranya ia mengambil kesempatan dalam kesempitan. Padahal boro-boro, meski ada kesempatan mencoba lorong kesempitan! "Pangeran marah pada saya?" tanya dayang senior takut-takut. "Saya melaporkan apa adanya, tidak kurang tidak lebih." "Tapi aku tidak berbuat apa-apa di dalam!" "Saya kan tidak tahu, Yang Mulia." "Maka itu aku tidak marah!" "Tapi Yang Mulia teriak-teriak." Cakra terdiam. Ia sadar suaranya terlalu keras untuk dayang berperasaan lembut. Kelebihan perempuan Bunian adalah serba lembut. Menggebuk lalat pun pelan-pelan hingga keburu kabur. Maka tidak aneh pemberontak ketagihan menculiknya, barangkali goyangannya lembut. Edan! Ia tidak pernah berpikir kotor sebelumnya! Memandang perempuan sebagai sebuah maha karya sempurna! Sejak memiliki ilmu Tembus Pandang Paripurna, matanya sulit men
"Roman-romannya kau mulai jatuh cinta," kata Ki Gendeng Sejagat. "Kau mulai perhatian pada puteri mahkota." "Perhatian bukan sekedar gambaran cinta," sahut Cakra. "Perhatian adalah bentuk tanggung jawab laki-laki yang sudah menanam benih." "Berarti lelaki di rumah pohon pantas dicopot cangkulnya, bercocok tanam seenaknya." "Sudah ada yang selesai." Cakra melompat ke atas dahan dengan sebat, lalu menerobos masuk dan memelintir leher pria yang tengah berteriak nikmat dengan mulut celangap. Perempuan yang melayani pria itu tak sempat menjerit karena sudah keburu ditotok syaraf suaranya. "Aku akan melepaskan totokan kalau kau diam," kata Cakra. Perempuan itu mengangguk seraya menutupi tubuh dengan kain kebaya. "Kau boleh ambil kantong uang pria ini dan pergilah ke penginapan di kaki bukit," ujar Cakra setelah membebaskan totokan. Perempuan itu mengenakan kain lalu mengambil kantong uang yang terbuat dari bulu binatang. "Rumput lautnya lebat sekali," komentar Cakra. "Kantong ini
Pemilik warung di tengah hutan itu adalah perempuan kembar cantik rupawan, bernama Marina dan Marini. "Tamu yang datang ke kastil sepi sekali hari ini," kata Marina. "Apakah mereka takut kepada pendekar yang baru-baru ini membunuh Konde Cinta?" Empat pendekar berwajah sangar duduk di bangku kayu sambil minum kopi. Mereka adalah penjaga pintu masuk kubah raksasa. Kubah itu tidak terlihat secara kasat mata, tak ada perbedaan dengan pemandangan di sekitar, pepohonan besar dengan tanaman perdu dan semak. Akan tetapi, jika memasuki hutan di dalam kubah raksasa tanpa melalui gerbang resmi, maka dipastikan penyusup tersesat dan tewas. "Takut adalah perasaan yang tidak ditemukan dalam diri mereka," ujar pendekar berkumis tipis. "Tamu sepi karena Tapak Mega sedang bersemedi di ruang transisi roh." Marini terkejut, ia bertanya, "Apakah situasi sudah demikian genting sehingga Tapak Mega berusaha menghubungi Tuan Agung?" "Tapak Mega ingin meminta petunjuk," jawab pendekar berkepala plontos
Sebuah ngarai sangat dalam dan berkelok-kelok dengan tebing curam menjadi batas wilayah kerajaan Nusa Kencana dan kerajaan Utara. Panorama indah terhampar sejauh mata memandang ditingkahi gemericik air sungai dan suara binatang malam di bawah siraman cahaya bulan separuh. Di bagian selatan Bukit Penamburan terdapat jembatan memanjang untuk jalan penghubung antara dua kerajaan, dengan pos penjagaan di ujung jembatan. "Jembatan ini jarang sekali dilewati pelintas batas," kata komandan prajurit penjaga perbatasan. "Sepanjang tahun hampir tak ada pelancong masuk atau keluar." Jembatan itu sangat kokoh dengan konstruksi sejenis baja. Dibangun atas inisiatif Ratu Nusa Kencana yang ingin memperbaiki hubungan dengan kerajaan Utara. "Hubungan kedua kerajaan tak pernah membaik gara-gara sepotong cinta di masa lalu. Baginda ratu sudah terlanjur dicap sebagai pelakor." Ratu Ipritala memperoleh kesempatan untuk membalas sakit hati saat Tapak Mega meminta bala bantuan prajurit untuk menabuh ge
"Ssshht aahh...!" Ratu Purbasari mendesah nikmat dengan mata terpejam. Kakinya meronta-ronta pelan dirangsang gairah yang menderu. Sementara tangannya menjambak rambut ksatria yang menghisap puncak bukit dengan lembut. "Ouh, Cakra...!" Hisapan bergeser ke lereng bukit dan perut berkulit putih eksotik tiada cela. Ksatria muda itu sangat pandai membuai sang ratu, sehingga erangan nikmat semakin deras meluncur dari bibir yang indah. "Apa yang kau lakukan...?" Ksatria itu melepas tali cawat, satu-satunya pakaian yang tersisa di tubuh body goal itu, lalu kepalanya tenggelam di sela kaki yang tak berhenti bergerak. Ratu Purbasari melenguh nikmat. Sekujur tubuhnya berdesir panas. Ia belum pernah diperlakukan demikian liar. Ledakan hasrat menggelegak keluar mencari pelampiasan. "Cakra...!" Ratu Purbasari tidak tahu bagaimana hal ini terjadi. Ia tengah bersemedi di pesanggrahan pribadi untuk minta petunjuk dari Ratu Singkawang. Kepalanya mendadak berdenyut pusing dan tak ingat apa-apa
"Kau bukan tandinganku...!" Cakra mengingatkan Chu Phang Yu yang hendak menyerangnya. "Aku tidak mau kau mati sia-sia...!"Chu Phang Yu adalah tokoh muda sakti mandraguna yang sangat ditakuti di Hutan Utara, sehingga ia memperoleh gelar Ratu Hutan Utara.Tiada pendekar berani berbuat konyol di Hutan Utara, kecuali ingin mengantarkan nyawa.Betapa nekatnya Cakra memandang remeh Chu Phang Yu."Kau sungguh tidak menghormati diriku!" geram Ratu Hutan Utara. "Apakah kau masih memiliki kehormatan?""Bedebah...! Aku ingin tahu seberapa pantas kau merendahkan diriku!""Sangat pantas...!"Cakra melayani serbuan Chu Phang Yu dengan jurus Hati Di Ranting Cemara.Ia berkata, "Aku juga ingin tahu seberapa pantas kau jadi calon permaisuri Raja Agung!""Aku belum memberi jawaban kepada Anjani! Aku berpikir ulang menjadi permaisuri kesebelas melihat kesombongan dirimu!"Dewi Anjani menetapkan lima belas calon permaisuri untuk Pangeran Nusa Kencana, namun hanya sepuluh yang diumumkan dalam testimoni,
Chu Phang Yu mengintip lewat rumpun bunga tulip, rumpun bunga itu terletak di tepi telaga kecil.Chu Phang Yu tersenyum saat kuda coklat mendatangi kuda betina yang lagi makan rumput di seberang telaga."Jebakanku berhasil...!" gumam Chu Phang Yu. "Daging kuda itu pasti sangat lezat.""Kau sedang apa?"Sebuah pertanyaan dari belakang mengejutkan Chu Phang Yu.Ia menoleh dan menemukan bangsawan muda sangat tampan tengah tersenyum.Bagaimana dirinya sampai tidak mengetahui kedatangan pemuda itu?"Aku kira lagi mpup," kata Cakra. "Kok tidak buka cawat? Apa mpup di celana?""Kurang ajar...!" geram Chu Phang Yu. "Makhluk apa kau tidak ketahuan datangnya olehku?""Kau terlalu khusyuk melihat kelamin kudaku, sehingga tidak tahu kedatangan diriku.""Rupanya kau bangsawan cabul...! Kau tidak tahu berhadapan dengan siapa!""Aku sedang berhadapan dengan perempuan cantik jelita yang mempunyai kegemaran mengintip binatang kawin.""Aku adalah Chu Phang Yu! Penguasa Hutan Utara yang akan menghukum p
"Bersiaplah...!"Cakra menempelkan ujung tongkat pada kening topeng lalu mengalirkan energi roh, asap berbau busuk mengepul dari sela topeng. Ratu Utara mengerahkan energi inti untuk membantu proses pengobatan, dan menutup jalur pernafasan, mencegah terhirupnya aroma busuk dan beracun.Ratu Utara membuka topeng ketika dirasa wajahnya sudah kembali seperti sediakala, dan mengenakan pakaian."Aku kagum denganmu," puji Ratu Utara. "Kau mampu berkonsentrasi melakukan pengobatan dengan pesonaku terpampang jelas di matamu.""Ada saatnya aku menikmati keindahan perempuan, ada saatnya menutup mata," sahut Cakra. "Aku minta kau memenuhi janji untuk menemui Ratu Purbasari. Permusuhan kalian mesti diakhiri di atas traktat.""Tiada alasan bagiku untuk mengingkari janji. Kutukan akan kembali menimpa diriku jika aku ingkar."Cakra tersenyum miris. Ratu Utara sudi berdamai bukan atas kesadaran diri sendiri, tapi takut kena karma.Kiranya sulit melupakan masa lalu, padahal Pangeran Wikudara mengikat
Cakra senang mendengar kehamilan permaisuri ketiga. Pantas saja Maharini tidak pernah sambung kalbu, ia sudah kehilangan ilmu itu secara sendirinya.Ilmu Sambung Kalbu dan Sambung Rasa akan muncul kembali setelah ia melewati masa lahiran."Puteri mahkota akan tinggal di istana Miring sampai masa lahiran selesai," kata Ratu Utara. "Ia mesti dijaga dari segala pengaruh pria jahat.""Aku heran bagaimana puteri mahkota mempunyai banyak musuh sehingga banyak pria yang ingin mencelakai dirinya," ujar Cakra. "Apakah ia banyak memberi harapan kepada mereka sewaktu masih lajang?""Maharini senang pengembara, kehidupannya banyak dihabiskan di luar istana, ia mempunyai beberapa teman dekat yang sakit hati karena pernikahannya dengan pangeran Nusa Kencana begitu mendadak.""Aku kira mereka salah mengartikan kebaikan puteri mahkota, mereka seharusnya tahu bahwa sejak awal ia sudah menentukan pilihan hidupnya, yaitu Pendekar Lembah Cemara.""Mereka tahu kalau aku tidak setuju puteriku mengikat jan
"Maksudmu ingin menyumpal mulutku dengan bibir topeng?" Cakra memandang Ratu Topeng dengan kurang ajar. "Mendingan disumpal dengan mulut kuda sekalian!""Kau sangat menyinggung harga diriku!" geram Ratu Topeng marah. "Padahal belum pernah ada bangsawan Bunian yang berani menghinaku!""Aku tersanjung menjadi yang pertama."Cakra meminta si Gemblung untuk berjalan lewat gili-gili karena perempuan bertopeng tidak bergeser dari tengah jalan."Aku bertanya sekali lagi...!" tegas Ratu Topeng. "Ada kepentingan apa kau datang malam-malam ke wilayah Utara?""Aku kemalaman, aku kurang nyaman menginap di wilayah Barat, perempuannya bau asem seperti dirimu.""Aku kira ada masalah dengan hidungmu!""Hey, ratu ronggeng...! Kau tidak dapat mencium bau dirimu karena memakai topeng! Maka itu buka dulu topengmu agar bisa menikmati bau asem tubuhmu!"Padahal perempuan bertopeng beraroma mirabilis, wanginya sangat menyegarkan pernafasan.Cakra sampai berfantasi dengan body goal-nya. Wangi mirabilis adal
Cakra pergi meninggalkan prajurit kerajaan, kembali ke dangau di perkebunan jeruk di mana si Gemblung menunggu.Kemudian Cakra berangkat ke perbatasan dengan berkendara kuda coklat itu."Kau benar, Gemblung," kata Cakra. "Kita mestinya melanjutkan perjalanan ke wilayah Utara. Sepasang Pengemis Gila akan menjadi tanggung jawab tokoh istana untuk melumpuhkannya.""Bagaimana kita melewati pintu gerbang, Yang Mulia?" tanya si Gemblung. "Apakah penjaga perbatasan sudi membuka gerbang tengah malam buta begini?""Bagiku tidak ada rintangan yang tak dapat dilewati," sahut Cakra. "Aku adalah calon Raja Agung, aku harus mampu membuktikan ketangguhan diriku."Cakra dapat menggunakan ilmu Selubung Khayali untuk mempengaruhi mereka agar menuruti keinginannya. Ia bahkan dapat berbuat apa saja.Cakra biasa menggunakan ilmu itu dalam situasi darurat, karena cukup menguras energi, terutama untuk makhluk yang berotak jernih.Cakra cukup menggerakkan kepala kepada penjaga perbatasan untuk membuka pintu
"Terima kasih atas informasinya, tuan...!" Kepala prajurit istana dan anak buahnya pergi ke perkebunan apel menyusul Sepasang Pengemis Gila. "Mereka tak percaya dengan penjelasan Yang Mulia," kata si Gemblung. "Mereka pikir Yang Mulia adalah bangsawan edan." "Kau kurang ajar sekali kepada majikanmu...!" gerutu Cakra. "Bangsawan edan mana mungkin mempunyai 5.000 keping emas dan perak?" Cakra bangkit dari balai kayu, berjalan mondar-mandir seperti orang bingung."Ada apa Yang Mulia bolak-balik kayak gergaji mesin?" tanya si Gemblung. "Sepasang Pengemis Gila adalah tokoh sakti mandraguna yang malang-melintang di kerajaan Dublek, kemampuan mereka setingkat sahabatku, pasti cukup merepotkan." Istana Dublek mempunyai tokoh sakti sangat banyak, sehingga cukup disegani meski kerajaan kecil. "Lalu Yang Mulia akan menyusul mereka?" "Ya. Kau tunggu di sini." Cakra merasa bertanggung jawab karena puteri Marina adalah calon permaisuri. "Aku pasti terlambat menyelamatkan puteri mahkota ka
"Kita terpaksa menempuh jalan setapak."Cakra meminta si Gemblung untuk memasuki jalan kecil berkerikil di antara pohon apel yang berderet rapi."Puteri Marina pasti mengenali diriku jika kita lewat jalan umum.""Bagaimana ia mengenali Yang Mulia padahal belum pernah bertemu?""Ratu Barat pasti sudah memberi gambaran secara virtual."Cakra sulit menolak jika puteri Marina mengundang untuk menghadiri pesta. Perjalanan menuju kerajaan Utara jadi terhambat.Cakra hanya mempunyai waktu tiga pekan untuk menyambangi permaisuri, pada saat itu sayembara di kota Dublek sudah memasuki babak akhir.Kesempatan terbaik bagi Cakra untuk mengambil alih istana, tanpa perlu melumpuhkan prajurit."Yang Mulia mestinya senang bertemu puteri Marina. Yang Mulia pasti diminta menginap di rumah singgah, dan bisa test drive.""Kau itu kendaraan calon Raja Agung, pikiran kotormu mestinya dihilangkan.""Barangkali aku ketularan."Cakra mendelik. "Ketularan aku maksudnya?""Bukan aku yang bilang."Hari sudah mal
Cakra segera mengadakan ikatan janji suci dengan puteri mahkota begitu tiba di istana Bunian.Cakra tinggal selama dua hari di istana megah itu. Setelah muncul titik hitam di kening Bidasari, pertanda datang masa kehamilan, ia pergi ke istana Utara untuk menyambangi Maharini.Bidasari melepas kepergian sang ksatria dengan berat."Aku akan selalu merindukan kedatangan dirimu," kata puteri mahkota Bunian. "Jadikanlah aku pengisi bilik hatimu di antara permaisuri lain." Cakra senang Bidasari sudah memasuki masa kehamilan, sehingga tanggung jawabnya untuk mencetak penerus dinasti sudah tertunaikan.Cakra menempuh perjalanan lewat kerajaan Barat, ia belum pernah berkunjung ke negeri kecil yang makmur itu."Aku heran dengan leluhur Nusa Kencana," kata Cakra sambil menunggang kuda coklat dengan santai. "Ia tidak menjodohkan diriku dengan puteri Marina, padahal negeri ini perlu menjadi anggota persemakmuran.""Puteri Marina masih di bawah umur, Yang Mulia," sahut si Gemblung. "Barangkali itu