"Bagaimana istana Curug Satu dapat dilumpuhkan dalam satu malam?" Tapak Mega sangat terkejut. Ia kenal tokoh sakti mandraguna yang membantu kerajaan. Ranggaslawi dan Ranggaslawe adalah sepasang pendekar yang mengegerkan dunia perkelahian, tapi belum cukup untuk mengalahkan pendekar kerempeng. "Ilmu Jasad Ngumpul hanya bisa dikalahkan oleh ajian Tabur Jiwa dengan chi paripurna. Lalu siapa di antara mereka yang menguasai ilmu yang sudah musnah itu?" "Apakah kau belum mendengar kabar kalau pangeran kedelapan adalah calon Raja Agung?" tanya Renggana, si ahli nujum. "Sebagian dari mereka mengatakan ia mewarisi ilmu yang sudah musnah." "Pendekar Lembah Cemara adalah murid Ki Gendeng Sejagat. Bagaimana mungkin ia menguasai ilmu yang tidak dimiliki gurunya? Aku curiga Pangeran Restusanga keluar dari alam roh untuk membantu mereka." "Berarti hanya Tuan Agung yang mampu menandingi. Tapi ia lagi ada keperluan dan baru bisa berkunjung pada purnama ketujuh." "Nah, sebelum Tuan Agung datang,
Tiga serangkai itu membelot dan menjual nama Tapak Mega. Mereka keluar dari rombongan Pangeran Penamburan, dengan alasan mendapat perintah mendadak untuk bergabung dengan pendekar bayaran yang hendak menyerbu istana. Padahal mereka ingin memanfaatkan situasi untuk merampok bangsawan terkaya di Kadipaten Barat. Cakra selesai tafakur di Curug Satu menjelang fajar manakala cahaya putih datang melingkari tubuhnya. Ia segera membagi tugas begitu mendapat laporan dari gurunya kalau Tapak Mega mengerahkan anak buahnya untuk berbuat kekacauan di berbagai tempat. Cakra mencegat Renggana dan komplotannya di jalan setapak menuju kaki bukit. "Ya ya ya!" kata Cakra. "Guruku pernah cerita kalau ada beruk lari terkencing-kencing dan berak di celana saat berhadapan dengannya!" "Berani sekali seekor kunyuk bertingkah di depanku!" geram Renggana. "Seekor kunyuk pasti berani bertingkah di depan seekor beruk!" balas Cakra sambil tiduran dengan tumpang kaki di tengah jalan. "Aku tidak menaruh dendam
Pangeran Penamburan dan Srikiti menghela kuda cukup cepat melewati jalan setapak di tengah perkebunan wilayah barat daya, di belakang mereka mengikuti belasan tokoh golongan hitam. Mereka hendak menyerbu ke Pondok Asmara dan Puri Mentari, sebagai balasan terhadap pemiliknya yang telah campur tangan dalam meruntuhkan istana Curug Satu. Mereka sengaja tidak mengambil jalan umum, untuk menghindari kecurigaan warga dan mengurangi rintangan jika ada pendekar kampung berani menghadang. Tapi pasti pikir-pikir, kecuali sudah bosan hidup. "Kita berpisah di ujung perkebunan," kata Srikiti. "Kau pergi ke Pondok Asmara, aku pergi ke Puri Mentari." Perkebunan itu sangat luas seolah tak berujung. Satu-satunya perkebunan kayu langka di wilayah Nusa Kencana. Kayu langka itu sangat digemari kaum bangsawan dan saudagar kaya untuk bangunan dan perabotan. Harganya tidak terjangkau oleh rakyat biasa. Belum pernah terjadi penebangan liar karena hukuman berat menanti. Perkebunan ini merupakan jalur pin
"Aku sudah memperingatkan," kata Cakra. "Jangan bertemu lagi dalam keadaan sama, itu berarti kematian bagimu. Kebebasan yang kau anut tidak pernah dilegalkan di tempat ayahmu berguru." "Kau salah besar, kid slebew," sahut Srikiti yang terpesona dengan ketampanannya, meski apapun yang dilakukannya. "Kakakku sudah berubah. Ia tidak pernah lagi inses denganku." "Karena ia inses dengan ibumu. Ia tidak mengindahkan peringatan dariku." Pangeran Penamburan tercengang. Ia yakin Cakra menduga-duga, tapi dugaannya tepat sekali! Ia sudah bosan dengan Srikiti, dan mendapat kompensasi dari ibunya! Pangeran Penamburan memandang dengan pongah untuk menutupi rasa malu, ia bertanya, "Memangnya kau siapa harus kudengar?" "Aku adalah orang yang akan merampas kebebasan mu! Perbuatanmu sudah melampaui batas!" "Mulutmu besar sekali! Kau sama sekali tidak memandang sahabatku!" "Aku justru memandang sahabatmu dari tadi! Aku heran kau bawa kakek dan nenek peot. Kau mau buka panti jompo?" "Kurang ajar!
Permainan golok dan pedang yang diperagakan dua tokoh sakti itu tiada duanya. Tidak ada pendekar yang mampu bertahan sampai puluhan jurus. Tapi Cakra seolah main-main meladeninya. "Kalian jangan merasa dipermainkan." Konde Cinta mengingatkan. "Jurus Hati Di Ranting Cemara diciptakan untuk memancing emosi lawan." Perempuan berkonde emas inilah yang jadi pikiran Cakra. Ia mengetahui karakter setiap jurusnya. Apakah Ki Gendeng Sejagat pernah melanglang buana di kerajaan Utara dan sempat bentrok dengannya? Tokoh sakti mandraguna itu pasti menciptakan jurus untuk menandingi kehebatannya. Tapi Cakra tidak gentar. Golok Setan dan Pedang Asmara melompat mundur. Mereka membuka jurus baru. Angin menderu laksana topan dan cahaya kemerahan menari-nari laksana pita. "Keluarkan senjatamu, kid slebew!"teriak Golok Setan. "Aku ingin mengambil nyawamu secara terhormat dengan jurus pamungkas ku!" "Senjata?" Cakra pura-pura bingung. "Aku bersedia mengeluarkan senjataku kalau mulut kalian celangap u
Ki Gendeng Sejagat berbisik di telinga Cakra, "Jangan penuhi permintaannya, aku pasti repot." "Aku justru senang lihat kakek repot." "Dasar murid durhaka!" "Kakek juga guru durhaka! Tiap ketemu pasti kepalaku jadi korban! Kakek songong! Berani menjitak Pangeran Nusa Kencana!" "Aku juga Pangeran Nusa Kencana!" "Siapa?" "Aku!" "Yang nanya!" Konde Cinta tersenyum melihat kekonyolan murid dan guru. Mereka seperti sahabat yang tak pernah akur tapi selalu bersama. "Percuma kita bisik-bisik," kata Cakra. "Konde Cinta mendengar semuanya." "Jadi kau bersedia membantuku?" tanya Konde Cinta. "Tentu saja!" jawab Cakra. "Kau masuk daftar hitam guruku karena perbuatanmu sudah melampaui batas! Kau tetap akan dilenyapkan meski tak diminta!" "Konde Cinta sudah dihapus dari daftar hitamku," ujar Ki Gendeng Sejagat. "Kutulis lagi!" "Aku pikir ada andilku juga ia jadi begitu." "Bukan andil lagi! Kakek pemegang saham terbesar!" "Kau pikir ia kompeni?" "Kompeni itu penjajah negeri kita! Com
"Maafkan aku nenek buyut...!" Cakra terpaksa memenuhi permintaannya. Ia memasang kuda-kuda sejajar, tangan kanan terlipat di dada dengan telapak tegak, tangan kiri mengepal dan bergerak melingkar secara unik, lalu didorong ke depan dengan telapak tangan terbuka. Selarik cahaya putih berkilau melesat dan menghantam Konde Cinta yang lagi tafakur, sekujur tubuhnya diselimuti butiran salju. Ajian Lampus Umur pada serangan ini berfungsi untuk memusnahkan unsur pukulan Badai Salju yang melekat di dalam diri Konde Cinta. "Selamat jalan nenek buyut...!" Kemudian Cakra menarik tangan kiri ke belakang dan mengepal kembali, sekali lagi didorong ke depan dengan telapak tangan terbuka. Ia mengeluarkan ilmu kanuragan paling tinggi yang pernah ada di muka bumi, yaitu ajian Tabur Jiwa. Serangkum angin panas menghantam Konde Cinta, butiran salju yang menyelimuti tubuhnya serta merta lenyap, lalu sosoknya perlahan menjadi butiran debu dan terbang tersapu angin. "Semoga alam memberkatimu nenek b
Ratu Purbasari sengaja mengirim Cakra ke daerah konflik, dan tak ada air mata seandainya ia menemui kematian. "Menantu kurang ajar itu sudah membuat kegaduhan di istana," gerundel Ratu Purbasari kala duduk sendiri. "Merubah protokoler seenaknya, mengeluarkan perintah tanpa aturan. Dan yang paling aku murka, ia sering mengintip ku mandi dengan ajian Tembus Pandang Paripurna." Tiada satu pun ilmu kanuragan yang dapat membentengi diri dari keliaran ilmu yang telah dimusnahkan itu! "Aku tidak mengerti apa alasan leluhurku mewariskan ilmu kontroversial pada pemuda mata keranjang!" Cakra adalah pangeran yang paling dibencinya! Pangeran Wiraswara yang menjadi gurunya sudah terhapus dari kemurkaan karena telah tiada. "Tapi di sisi lain, aku membutuhkan dirinya untuk memimpin pasukan dalam menumpas pemberontak di Bukit Penamburan, mengingat Pangeran Wikudara tidak mempunyai ilmu kanuragan," keluh Ratu Purbasari dengan kepala hampir pecah. Berdasarkan laporan telik sandi, pasukan dari Utar
Raden Manggala bersama beberapa pembantunya mengadakan perjamuan makan malam yang dihadiri puluhan istrinya. Perempuan-perempuan muda itu pergi ke Puri Abadi secara sukarela tanpa sepengetahuan suami atau orang tua sehingga dikabarkan diculik. Kebiasaan jelek warga kampung Luhan adalah menyebarkan berita tanpa menyaring dahulu kebenaran berita itu. "Perjuangan takkan pernah padam," kata Raden Manggala. "Kita tinggalkan para pecundang yang menginginkan imbalan semata. Aku akan berusaha memberikan kehidupan yang lebih baik bagi kalian." Semua wanita yang menghadiri perjamuan tidak tahu kalau makanan dan minuman yang dihidangkan adalah hasil rampokan. Mereka mengira uang hasil usaha penginapan termewah di Butong, milik Manggala. Mereka juga baru mengetahui sosok Manggala secara jelas, dan mereka tidak menyesal menjadi istrinya. Manggala sangat gagah dan tampan. "Aku sebelumnya minta maaf, kalian ke depannya akan mengalami pengurangan fasilitas, sebab hartaku ludes diambil
Cakra merasa banyak waktu senggang. Kelompok pergerakan bukan ancaman serius secara global, skalanya sangat kecil. Maka itu ia tidak keberatan ketika istana mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam untuk janji suci mereka. "Pesta itu untuk rakyat," kata Nawangwulan. "Kita tidak perlu hadir sepanjang waktu." "Protokoler istana melarang rakyat untuk menyampaikan ucapan selamat secara langsung," keluh Cakra. "Jadi kita hadir sekedar seremonial saja." "Kau maunya seperti apa?" "Kita keliling Kotaraja untuk menyapa rakyat." "Perlu berapa hari kita mengelilingi Kotaraja?" "Tidak sampai tujuh hari tujuh malam kan? Apa salahnya kita mengadakan resepsi di setiap penginapan yang disinggahi supaya rakyat merasa lebih dekat?" "Sayang ... aku berarti harus merubah protokoler istana." "Ibunda ratu keberatan?" "Ia keberatan kalau kita merasa kecewa dengan perjamuan." "Kalau begitu kita rubah pesta sesuai keinginan kita!" Seluruh pegawai istana kelimpungan ada perubahan agenda
Dengan bantuan intisari roh, Cakra berhasil memindahkan harta di kediaman adipati ke rumah Adinda yang kini kosong. "Aku butuh kereta barang untuk mengangkut ke istana," gumam Cakra. "Warga kampung Luhan pasti curiga kalau aku sewa kereta barang. Apakah aku minta bantuan Nawangwulan saja?" Ratu Kencana muncul di kamar tirakat. Cakra tersenyum senang. "Kebetulan...!" seru Cakra. "Kebetulan apa?" sergah Ratu Kencana. "Kebetulan kau sedang mau digampar?" "Aku butuh kereta barang untuk mengangkut harta karun ke istana. Dapatkah kau menciptakan binatang penarik bertenaga super?" "Tidak ada ilmu yang bisa menciptakan makhluk hidup, tapi kau bisa menciptakan tiruannya." "Betul juga...! Lalu kau datang mau apa?" Plak! Plak! "Aku ingin menamparmu...!" geram Ratu Kencana. "Aku menjadi gunjingan di semua jazirah gara-gara kau!" Pasti soal bercinta lagi, batin Cakra kecut. Ratu itu sangat jengkel dibilang mentransfer ilmu lewat kemesraan. "Kau mestinya memberi klarifikasi! Ja
Kampung Luhan gempar. Penggerebekan rumah Adinda oleh pasukan elit Kotaraja sangat mengejutkan. Gelombang protes muncul secara sporadis. Mereka menganggap penangkapan lima puluh wanita dan beberapa petugas keamanan sangat beraroma politis. Adipati Butong laksana kebakaran jenggot, padahal tidak berjenggot. Ia bukan meredam massa yang berdemo di depan kantor kadipaten, malah semakin membangkitkan amarah. "Tenang! Tenang! Beri saya kesempatan untuk berbicara!" Warga berusaha diam, kebanyakan orang tua perempuan yang ditangkap. "Saya tidak tahu apa-apa dalam peristiwa itu! Istana tidak berkoordinasi dengan saya! Saya akan melancarkan protes keras pada istana!" "Bukan protes! Bebaskan anak kami! Mereka tidak bersalah!" "Pasukan elit sudah berbuat sewenang-wenang! Mereka membawa anak kami ke Kotaraja untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang tidak mereka lakukan!" "Bebaskan anak kami...!" "Bebaskan istri kami...!" "Tenang! Tenang! Beri saya waktu untuk menyelesaikan
"Selamat pagi, Tuan Khong!" Seluruh pelayan di dapur mengangguk hormat menyambut kedatangan kepala koki di pintu masuk. "Ada yang sakit pagi ini?" "Tidak ada, Tuan Khong." "Bagus." Khong mendatangi Chan Xian yang tengah menyiapkan minuman hangat. "Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Khong. "Pagi terindah bagiku," jawab Chan Xian. "Kau pasti mendapat gift universe lagi." Pelayanan kamar yang memuaskan akan menerima uang tip besar dari tamu. Chan Xian adalah primadona di penginapan termewah di Butong. Chan Xian terlihat sangat ceria, padahal hatinya menderita. "Aku dapat sepuluh gift universe pagi ini. Entah karena pelayanan yang memuaskan atau karena kecantikan diriku." "Perempuan cantik selalu memuaskan." Khong adalah kepala koki mata keranjang. Beberapa asisten koki sering tidur dengannya. Chan Xian pasti sudah jadi korban kalau bukan puteri mahkota. Semua pegawai menaruh hormat kepadanya. Chan Xian menjadi asisten koki secara sukarela. Ia tinggal di rumah mewah dengan
Hari sudah pagi. Cakra bangun dan pergi mandi, kemudian berpakaian. Jie masih tertidur pulas di pembaringan. Cakra menghubungi Nawangwulan lewat Sambung Kalbu. "Sayang...!" pekik puteri mahkota Segara gembira. "Ada apa menghubungi aku?" "Aku ada informasi penting," sahut Cakra. "Lima puluh istri Manggala akan mengadakan pertemuan rahasia di rumah Adinda, kepala front office kastil Mentari, dengan modus party dance." "Sayang ... kau berada di kampung Luhan?" "Ikan paus membawa diriku ke mari." "Ia ratu siluman. Ia sering menolong kesatria yang ingin berkunjung ke negeriku." "Tapi jutek banget." Nawangwulan tertawa lembut. "Ia biasanya minta upah ... barangkali ia sungkan karena kau adalah calon garwaku, ia jadi bete." "Dari mana ia tahu aku calon garwamu?" "Seluruh penghuni samudera sudah tahu kabar itu, dan Ratu Paus bukan sekedar tahu, ia mengenal sosokmu." Upah yang diminta pasti bercinta. Edan. Bagaimana ia bercinta dengan ikan paus? Siluman ikan biasanya hanya berubah
Sejak awal Cakra sudah curiga dengan Jie. Ia melihat sosok berbeda terbelenggu tabir misteri. Cakra ingin membebaskan sosok itu dari belenggu dengan mengalirkan energi intisari roh. "Aku adalah puteri mahkota dari kerajaan Terumbu," kata Jie. "Aku mendapat kutukan dari Raja Sihir karena menolak lamarannya." "Ada kerajaan sihir di jazirah tirta?" "Tidak ada. Ia pemilik Puri Abadi di wilayah tak bertuan." "Kalian kesulitan menangkap Raja Sihir untuk mencabut kutukan?" "Raja Sihir ditemukan tewas saat tokoh istana menyerbu ke Puri Abadi." "Siapa yang membunuhnya?" "Ia mati diracun murid tunggalnya, Raden Manggala." "Jadi kau datang ke kampung Luhan dalam rangka mencari Raden Manggala untuk mencabut kutukan?" "Ahli nujum istana mendapat wangsit; aku akan terbebas dari kutukan kalau ada kesatria gagah dan tampan bersedia bercinta denganku." "Kesatria di negerimu tidak ada yang bersedia?" "Lubangku mendadak hilang, ada bibir besar saja." "Lubangmu tertutup tabir sehingga ter
Kehidupan di kampung Luhan tenteram dan damai, padahal menjadi markas pergerakan. Kelompok ini sulit diketahui keberadaannya. Mereka berbaur dengan masyarakat dan menjalani kehidupan sehari-hari seperti biasa. Pada saat dibutuhkan, mereka beroperasi secara masif, terstruktur, dan sistematis. Pergerakan seperti itu sangat berbahaya karena mereka akan memanfaatkan setiap peristiwa untuk menjatuhkan istana. "Kau tahu di mana kediaman Raden Manggala?" tanya Cakra. "Aku melihat tidak ada kekacauan di kampung ini. Gerakan mereka rapi sekali." "Bagaimana rupa Raden Manggala saja aku tidak tahu," sahut Jie. "Konon ia operasi plastik di negeri manusia sehingga sulit dikenali. Aku curiga anggota pergerakan telah menculik Chan Xian." "Apakah kakakmu pernah berurusan dengan kelompok Manggala?""Tidak." "Lalu ia diculik untuk apa? Untuk minta tebusan?" "Untuk jadi istri." "Jadi pemimpin pemberontak itu bujang lapuk?" "Istri keseribu." "Luar biasa...! Cukup untuk modal pemberont
"Aku berasal dari bangsa Incubus." Cakra merasa jawaban itu adalah jawaban paling aman. Nama bangsa itu sudah termasyhur ke seantero jagat raya. Ia pasti menjadi binatang buruan jika mengaku bangsa manusia. Perempuan di negeri ini akan menjadikan dirinya gongli dengan penampilan sekeren ini. "Jangan keras-keras," tegur perempuan gembrot. "Kedengaran mereka hidupmu dijamin bakal susah." Cakra kaget. "Mereka tergila-gila pada bangsa Incubus. Mereka rela meninggalkan suami untuk mendapatkan pria Incubus, lebih-lebih pria segagah dan setampan dirimu." Cakra terbelalak. Celaka! "Kau bukan wanita kampung ini?" "Namaku Jiefan, panggil saja Jie, kayaknya kita seumuran. Aku dari negeri tetangga." "Oh, pantas...! Lagi pula, siapa yang tertarik kepada perempuan sebesar kerbau bunting? Ia pasti menjadi musuh lelaki satu bangsa! "Jadi aku aman jalan bersama dirimu?" "Kau aman kalau mengaku dari bangsa manusia dan berwajah jelek." "Waduh...!" "Kau akan jadi musuh per