Tangan Winda yang sedang mengoleskan obat spontan berhenti, lalu dia bergumam dengan suara pelan, “Musuhi orang seenaknya dia, benar-benar emosian ....”Suara Winda sangat pelan sehingga Hengky tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang Winda katakan. Hengky mengerutkan kening dan melihat ke arah Winda. Winda sepertinya bisa merasakan tatapan tidak senang Hengky, dia pun cepat-cepat mendongak dan tersenyum, lalu membuat gestur mengunci mulutnya.Setelah itu, Hengky baru mengalihkan tatapannya. Winda takut kecelakaan tadi akan terjadi lagi. Jadi dia tidak berani mengeluarkan ponselnya lagi untuk mengobrol dengan Yolanda. Dia duduk manis di kursinya dan sangat tenang sepanjang perjalanan, tidak mengucapkan sepatah kata pun lagi.Begitu tiba di rumah sakit, Winda sudah sangat mengantuk hingga hampir tertidur. Saat dia menggosok matanya, Hengky sudah keluar dari mobil lebih dulu. Winda segera mengambil tasnya dan keluar dari mobil, lalu mengikuti pria itu.Willy sengaja meluangkan waktu sa
Winda sama sekali tidak menyangka akan ketahuan sedang menguping lagi oleh Hengky. Kalau begitu, Hengky pasti akan marah lagi.Winda sedang berpikir bagaimana menjelaskan hal ini agar Hengky tidak marah. Namun, Hengky sudah mengulurkan tangan dan mendorong Winda menjauh.“Bukannya aku suruh kamu pergi ambil mobil? Kenapa kamu menempel di pintu?” Mata Hengky yang hitam sedang menahan ledakan amarah. Dia mengangkat alisnya dan tertawa sinis, “Kebiasaanmu menguping pembicaraan orang lain itu sudah nggak bisa diubah?”Setelah menangkap maksud dalam perkataan Hengky, Winda langsung menunduk dan menatap jari kakinya sendiri, seperti siswa SD yang habis melakukan kesalahan dan ditegur gurunya.Bagaimana Winda bisa tahu kalau setiap kali dia menguping pasti tertangkap basah oleh Hengky? Selain itu, kali ini dia tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Bagaimana Hengky bisa tahu kalau dia sedang menguping dari balik pintu?Winda menggigit bibirnya, lalu mengangkat kepalanya dengan hati-hati dan te
“Kalau kamu terus banyak omong kosong begini, aku akan luangkan waktu untuk mengunjungi papamu dan ngobrol dengannya soal mewariskan bisnis keluarga ke kamu,” kata Hengky dengan ketus.Willy segera menelan kembali kata-kata yang ingin dia lontarkan. Willy memang tidak ingin meneruskan bisnis keluarga dan dikendalikan oleh keluarganya. Makanya dia buka rumah sakit swasta sendiri. Willy sudah bersusah payah membujuk ayahnya untuk mengizinkannya bermain beberapa tahun lagi. Kalau Hengky benar-benar pergi untuk bicara dengan ayahnya, kemungkinan besok dia sudah harus kembali untuk mengambil alih bisnis keluarganya.Willy menjadi lebih serius. Dia meletakkan laporan di atas mejanya lalu menunjukkannya kepada Hengky, “Masih ada sisa gumpalan di kepalamu. Selama pemeriksaan sebelumnya, aku merasa nggak banyak gumpalan. Seharusnya bisa hancur dan terserap sendiri, jadi nggak perlu dioperasi. Tapi sekarang kelihatannya kurang bagus. Akhir-akhir ini kamu merasa ada yang nggak nyaman di tubuhmu,
Kemudian, Hengky melihat susu yang masih mengepulkan asap tipis. Dia tiba-tiba mengerutkan keningnya sedikit dan berkata, “Aku nggak minum ini, bawa pergi.”“Nggak boleh.” Winda mengulangi kata-katanya sekali lagi, “Habiskan susu ini dan istirahat lebih awal. Besok baru lanjutkan pekerjaanmu.”Hengky menatap Winda dengan heran, kerutan di keningnya pun menjadi semakin dalam. Dulu, meskipun Hengky bekerja sepanjang malam, Winda tidak akan datang untuk melihatnya. Hari ini, perempuan itu tiba-tiba berubah atau karena punya maksud lain?Winda bisa menebak apa yang Hengky pikirkan ketika melihat sorot mata Hengky yang bertanya-tanya. Dia pun segera menjelaskan, “Aku barusan telepon Willy. Dia nggak bilang bagaimana dengan lukamu. Tapi dia suruh aku awasi kamu agar istirahat yang cukup, nggak boleh bekerja terlalu keras. Jadi mulai sekarang, aku akan awasi keseimbangan antara jam kerja dan istirahatmu.”Setelah mendengar kalau itu perintah dari Willy, Hengky mengangkat tangan dan menggosok
Sentuhan yang lembut dan sedikit sejuk, bercampur dengan aroma susu yang manis seketika tercium oleh hidung.Pupil mata pria yang gelap dan tenang seketika melebar. Sekilas ada keterkejutan jauh di dalam matanya. Dia menatap perempuan yang menciumnya dengan seenaknya. Berbagai emosi yang bercampur aduk terpancar dari mata pria itu.Winda memejamkan matanya. Ciuman yang tulus, mendominasi, bahkan dengan sedikit menjarah. Arogansi yang tidak menerima perlawanan.Hengky tidak ingin meminum susu dari Winda, jadi Winda menggunakan cara ini agar pria itu merasakan aroma susu. Dengan cara yang tidak menerima penolakan ini ....Kali ini, Hengky tidak mendorongnya menjauh. Bahkan pria itu mengambil alih dari yang pasif menjadi aktif. Dia juga sengaja memperdalam ciumannya.Tepat ketika Winda hampir kehabisan napas, Hengky baru melepaskannya. Winda terengah-engah sebentar, tapi tangannya belum melepaskan dasi Hengky. Jarak Winda sangat dekat dengan Hengky, cukup dekat untuk Winda menciumnya hany
Winda tidak menghiraukan perkataan Hengky, dia langsung menjatuhkan diri ke tempat tidur yang besar dan empuk. Kemudian, dia menatap Hengky sambil tersenyum seperti rubah kecil dan berkata, “Nggak bisa, pokoknya aku harus awasi kamu. Bagaimana kalau kamu kembali bekerja begitu aku pergi?”Hengky mengerutkan keningnya. Matanya yang menatap Winda perlahan-lahan menjadi gelap. Dia pun berkata, “Kamu harus pikir baik-baik kalau mau tidur di kamar ini.”Kalimat yang sangat implisit. Winda tercengang sejenak. lalu dia baru mengerti maksud pria itu.Winda membalikkan tubuhnya dan telungkup di atas tempat tidur, lalu dia menopang kepalanya dengan tangan dan menatap Hengky dengan mata yang menyala-nyala. Setelah itu, dia berkata tanpa ragu-ragu, “Oke, aku sangat bersedia.”Hengky menatap Winda dengan lekat ketika mendapati perempuan itu sama sekali tidak menutupi kejujurannya. Kemudian, dia berbalik dan pergi ke kamar mandi.Sesaat kemudian, suara air terdengar di kamar mandi. Winda tiba-tiba m
Winda berdiri terpaku selama beberapa saat. Kemudian, dia baru menyadari kalau Hengky marah lagi.Winda spontan mengerutkan keningnya, ada sedikit kebingungan tersirat di matanya. Dia berdiri dengan bimbang di depan pintu cukup lama, tetap saja dia tidak memiliki cukup keberanian untuk mengetuk pintu kamar Hengky.Winda pun baring di tempat tidurnya dengan perasaan tertekan. Winda terjaga sangat lama sebelum akhirnya dia tertidur.Keesokan harinya, Winda bangun ketika hari sudah siang. Tidak ada lagi tanda-tanda keberadaan Hengky di rumah.Setelah makan siang, Winda beres-beres sebentar lalu pergi ke bandara. Penerbangan Yolanda akan tiba pada pukul satu. Winda melihat jam, masih ada setengah jam. Jadi dia mencari kursi di sudut ruang tunggu bandara dan duduk di sana.Winda takut menarik perhatian orang. Hari ini, dia sengaja merias wajahnya. Dia juga memakai kacamata dan topi. Selain itu, dia juga mengenakan kaos putih dipadu dengan celana jeans yang paling umum ditemui. Jika tidak me
Yolanda mengibaskan tangannya dengan cepat, “Nggak usah, nggak usah. Kamu bantu aku jaga koperku saja.”Usai berkata, Yolanda berlari dengan terburu-buru. Winda menatap punggung Yolanda yang kian menjauh sambil tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Setelah itu, Winda mengambil koper kecil milik Yolanda dan berjalan ke depan.Siapa sangka baru saja berjalan beberapa langkah, Winda bertemu dengan dua orang kenalan.Setelah beberapa hari tidak bertemu, Jefri kehilangan banyak berat badan. Dia juga terlihat sangat tertekan dan murung, sama sekali tidak memiliki semangat mudanya yang dulu.Di depan Jefri, berdiri seorang perempuan berusia sekitar 20 tahun. Perempuan itu memiliki wajah yang agak mirip dengan Jefri. Dia memiliki rambut panjang dan wajah yang arogan. Perempuan itu sedang mengatakan sesuatu pada Jefri dengan ekspresi tidak senang di wajahnya.Senyum di wajah Winda seketika memudar. Dia sama sekali tidak menyangka kalau dia akan sesial ini. Datang ke bandara untuk jemput orang