“Kalau kamu terus banyak omong kosong begini, aku akan luangkan waktu untuk mengunjungi papamu dan ngobrol dengannya soal mewariskan bisnis keluarga ke kamu,” kata Hengky dengan ketus.Willy segera menelan kembali kata-kata yang ingin dia lontarkan. Willy memang tidak ingin meneruskan bisnis keluarga dan dikendalikan oleh keluarganya. Makanya dia buka rumah sakit swasta sendiri. Willy sudah bersusah payah membujuk ayahnya untuk mengizinkannya bermain beberapa tahun lagi. Kalau Hengky benar-benar pergi untuk bicara dengan ayahnya, kemungkinan besok dia sudah harus kembali untuk mengambil alih bisnis keluarganya.Willy menjadi lebih serius. Dia meletakkan laporan di atas mejanya lalu menunjukkannya kepada Hengky, “Masih ada sisa gumpalan di kepalamu. Selama pemeriksaan sebelumnya, aku merasa nggak banyak gumpalan. Seharusnya bisa hancur dan terserap sendiri, jadi nggak perlu dioperasi. Tapi sekarang kelihatannya kurang bagus. Akhir-akhir ini kamu merasa ada yang nggak nyaman di tubuhmu,
Kemudian, Hengky melihat susu yang masih mengepulkan asap tipis. Dia tiba-tiba mengerutkan keningnya sedikit dan berkata, “Aku nggak minum ini, bawa pergi.”“Nggak boleh.” Winda mengulangi kata-katanya sekali lagi, “Habiskan susu ini dan istirahat lebih awal. Besok baru lanjutkan pekerjaanmu.”Hengky menatap Winda dengan heran, kerutan di keningnya pun menjadi semakin dalam. Dulu, meskipun Hengky bekerja sepanjang malam, Winda tidak akan datang untuk melihatnya. Hari ini, perempuan itu tiba-tiba berubah atau karena punya maksud lain?Winda bisa menebak apa yang Hengky pikirkan ketika melihat sorot mata Hengky yang bertanya-tanya. Dia pun segera menjelaskan, “Aku barusan telepon Willy. Dia nggak bilang bagaimana dengan lukamu. Tapi dia suruh aku awasi kamu agar istirahat yang cukup, nggak boleh bekerja terlalu keras. Jadi mulai sekarang, aku akan awasi keseimbangan antara jam kerja dan istirahatmu.”Setelah mendengar kalau itu perintah dari Willy, Hengky mengangkat tangan dan menggosok
Sentuhan yang lembut dan sedikit sejuk, bercampur dengan aroma susu yang manis seketika tercium oleh hidung.Pupil mata pria yang gelap dan tenang seketika melebar. Sekilas ada keterkejutan jauh di dalam matanya. Dia menatap perempuan yang menciumnya dengan seenaknya. Berbagai emosi yang bercampur aduk terpancar dari mata pria itu.Winda memejamkan matanya. Ciuman yang tulus, mendominasi, bahkan dengan sedikit menjarah. Arogansi yang tidak menerima perlawanan.Hengky tidak ingin meminum susu dari Winda, jadi Winda menggunakan cara ini agar pria itu merasakan aroma susu. Dengan cara yang tidak menerima penolakan ini ....Kali ini, Hengky tidak mendorongnya menjauh. Bahkan pria itu mengambil alih dari yang pasif menjadi aktif. Dia juga sengaja memperdalam ciumannya.Tepat ketika Winda hampir kehabisan napas, Hengky baru melepaskannya. Winda terengah-engah sebentar, tapi tangannya belum melepaskan dasi Hengky. Jarak Winda sangat dekat dengan Hengky, cukup dekat untuk Winda menciumnya hany
Winda tidak menghiraukan perkataan Hengky, dia langsung menjatuhkan diri ke tempat tidur yang besar dan empuk. Kemudian, dia menatap Hengky sambil tersenyum seperti rubah kecil dan berkata, “Nggak bisa, pokoknya aku harus awasi kamu. Bagaimana kalau kamu kembali bekerja begitu aku pergi?”Hengky mengerutkan keningnya. Matanya yang menatap Winda perlahan-lahan menjadi gelap. Dia pun berkata, “Kamu harus pikir baik-baik kalau mau tidur di kamar ini.”Kalimat yang sangat implisit. Winda tercengang sejenak. lalu dia baru mengerti maksud pria itu.Winda membalikkan tubuhnya dan telungkup di atas tempat tidur, lalu dia menopang kepalanya dengan tangan dan menatap Hengky dengan mata yang menyala-nyala. Setelah itu, dia berkata tanpa ragu-ragu, “Oke, aku sangat bersedia.”Hengky menatap Winda dengan lekat ketika mendapati perempuan itu sama sekali tidak menutupi kejujurannya. Kemudian, dia berbalik dan pergi ke kamar mandi.Sesaat kemudian, suara air terdengar di kamar mandi. Winda tiba-tiba m
Winda berdiri terpaku selama beberapa saat. Kemudian, dia baru menyadari kalau Hengky marah lagi.Winda spontan mengerutkan keningnya, ada sedikit kebingungan tersirat di matanya. Dia berdiri dengan bimbang di depan pintu cukup lama, tetap saja dia tidak memiliki cukup keberanian untuk mengetuk pintu kamar Hengky.Winda pun baring di tempat tidurnya dengan perasaan tertekan. Winda terjaga sangat lama sebelum akhirnya dia tertidur.Keesokan harinya, Winda bangun ketika hari sudah siang. Tidak ada lagi tanda-tanda keberadaan Hengky di rumah.Setelah makan siang, Winda beres-beres sebentar lalu pergi ke bandara. Penerbangan Yolanda akan tiba pada pukul satu. Winda melihat jam, masih ada setengah jam. Jadi dia mencari kursi di sudut ruang tunggu bandara dan duduk di sana.Winda takut menarik perhatian orang. Hari ini, dia sengaja merias wajahnya. Dia juga memakai kacamata dan topi. Selain itu, dia juga mengenakan kaos putih dipadu dengan celana jeans yang paling umum ditemui. Jika tidak me
Yolanda mengibaskan tangannya dengan cepat, “Nggak usah, nggak usah. Kamu bantu aku jaga koperku saja.”Usai berkata, Yolanda berlari dengan terburu-buru. Winda menatap punggung Yolanda yang kian menjauh sambil tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Setelah itu, Winda mengambil koper kecil milik Yolanda dan berjalan ke depan.Siapa sangka baru saja berjalan beberapa langkah, Winda bertemu dengan dua orang kenalan.Setelah beberapa hari tidak bertemu, Jefri kehilangan banyak berat badan. Dia juga terlihat sangat tertekan dan murung, sama sekali tidak memiliki semangat mudanya yang dulu.Di depan Jefri, berdiri seorang perempuan berusia sekitar 20 tahun. Perempuan itu memiliki wajah yang agak mirip dengan Jefri. Dia memiliki rambut panjang dan wajah yang arogan. Perempuan itu sedang mengatakan sesuatu pada Jefri dengan ekspresi tidak senang di wajahnya.Senyum di wajah Winda seketika memudar. Dia sama sekali tidak menyangka kalau dia akan sesial ini. Datang ke bandara untuk jemput orang
Ekspresi Jefri tiba-tiba berubah. Dia menggertakkan giginya dengan kuat sambil menatap Winda.Sedangkan Carol langsung membelalakkan matanya dengan kaget, “Beraninya kamu bicara seperti itu pada kakakku. Kamu sudah gila?”Winda mengerutkan keningnya dengan muak. Dia pun melihat Jefri dengan kesal, “Tolong didik adikmu itu. Lain kali kalau dia masih berani bicara kasar lagi, aku juga nggak kenal ampun lagi.”Usai berkata, Winda mendorong Carol yang menghalangi jalannya. Kemudian, dia pergi sambil menyeret koper kecil milik Yolanda.Carol masih tenggelam dari keterkejutannya dengan perubahan 180 derajat sikap Winda dari biasanya. Begitu dia tersadar, Winda sudah berjalan sejauh beberapa meter.“Apa-apaan kamu tadi? Tolong kalau ngomong yang jelas ....” Carol sangat marah dan hendak menyusul Winda. Tiba-tiba Jefri mencekal tangannya dengan kuat sampai Carol tidak bisa melepaskan diri.“Kak, kenapa kamu hentikan aku?” Carol menoleh dan menatap Jefri dengan bingung.Mata Jefri menatap denga
Ketika melihat foto itu, Hengky menggenggam mouse dengan sangat erat sampai-sampai menimbulkan suara retak yang sangat nyaring. Kedua bola matanya terlihat begitu muram seolah ada kabut yang menutupi, dan dengan bola matanya itu dia menatap erat tampak samping wajah Winda. Dua orang yang berdiri persis di hadapan Winda, kalau bukan Jefri dan Carol, siapa lagi?Mengingat baru saja kemarin malam Winda dekat-dekat dan bertingkah manja padanya, tatapan Hengky menjadi makin sinis lagi.Setelah begitu banyak yang Winda lakukan padanya, hampir saja Hengky jatuh hati padanya. Namun setelah apa yang Hengky lihat ini, tampaknya itu semua hanyalah sandiwara. Winda benar-benar tidak takut untuk merendahkan dirinya hanya demi memikat Jefri! Hengky menggertakkan giginya dengan kencang untuk mengendalikan diri dari rasa malu yang dia terima, tapi reaksinya itu tetap menarik perhatian orang di sekelilingnya. Ketika suara retakan mouse-nya berbunyi saja, semua orang langsung menoleh ke arahnya. Lani ju
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a