Winda berdiri terpaku selama beberapa saat. Kemudian, dia baru menyadari kalau Hengky marah lagi.Winda spontan mengerutkan keningnya, ada sedikit kebingungan tersirat di matanya. Dia berdiri dengan bimbang di depan pintu cukup lama, tetap saja dia tidak memiliki cukup keberanian untuk mengetuk pintu kamar Hengky.Winda pun baring di tempat tidurnya dengan perasaan tertekan. Winda terjaga sangat lama sebelum akhirnya dia tertidur.Keesokan harinya, Winda bangun ketika hari sudah siang. Tidak ada lagi tanda-tanda keberadaan Hengky di rumah.Setelah makan siang, Winda beres-beres sebentar lalu pergi ke bandara. Penerbangan Yolanda akan tiba pada pukul satu. Winda melihat jam, masih ada setengah jam. Jadi dia mencari kursi di sudut ruang tunggu bandara dan duduk di sana.Winda takut menarik perhatian orang. Hari ini, dia sengaja merias wajahnya. Dia juga memakai kacamata dan topi. Selain itu, dia juga mengenakan kaos putih dipadu dengan celana jeans yang paling umum ditemui. Jika tidak me
Yolanda mengibaskan tangannya dengan cepat, “Nggak usah, nggak usah. Kamu bantu aku jaga koperku saja.”Usai berkata, Yolanda berlari dengan terburu-buru. Winda menatap punggung Yolanda yang kian menjauh sambil tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Setelah itu, Winda mengambil koper kecil milik Yolanda dan berjalan ke depan.Siapa sangka baru saja berjalan beberapa langkah, Winda bertemu dengan dua orang kenalan.Setelah beberapa hari tidak bertemu, Jefri kehilangan banyak berat badan. Dia juga terlihat sangat tertekan dan murung, sama sekali tidak memiliki semangat mudanya yang dulu.Di depan Jefri, berdiri seorang perempuan berusia sekitar 20 tahun. Perempuan itu memiliki wajah yang agak mirip dengan Jefri. Dia memiliki rambut panjang dan wajah yang arogan. Perempuan itu sedang mengatakan sesuatu pada Jefri dengan ekspresi tidak senang di wajahnya.Senyum di wajah Winda seketika memudar. Dia sama sekali tidak menyangka kalau dia akan sesial ini. Datang ke bandara untuk jemput orang
Ekspresi Jefri tiba-tiba berubah. Dia menggertakkan giginya dengan kuat sambil menatap Winda.Sedangkan Carol langsung membelalakkan matanya dengan kaget, “Beraninya kamu bicara seperti itu pada kakakku. Kamu sudah gila?”Winda mengerutkan keningnya dengan muak. Dia pun melihat Jefri dengan kesal, “Tolong didik adikmu itu. Lain kali kalau dia masih berani bicara kasar lagi, aku juga nggak kenal ampun lagi.”Usai berkata, Winda mendorong Carol yang menghalangi jalannya. Kemudian, dia pergi sambil menyeret koper kecil milik Yolanda.Carol masih tenggelam dari keterkejutannya dengan perubahan 180 derajat sikap Winda dari biasanya. Begitu dia tersadar, Winda sudah berjalan sejauh beberapa meter.“Apa-apaan kamu tadi? Tolong kalau ngomong yang jelas ....” Carol sangat marah dan hendak menyusul Winda. Tiba-tiba Jefri mencekal tangannya dengan kuat sampai Carol tidak bisa melepaskan diri.“Kak, kenapa kamu hentikan aku?” Carol menoleh dan menatap Jefri dengan bingung.Mata Jefri menatap denga
Ketika melihat foto itu, Hengky menggenggam mouse dengan sangat erat sampai-sampai menimbulkan suara retak yang sangat nyaring. Kedua bola matanya terlihat begitu muram seolah ada kabut yang menutupi, dan dengan bola matanya itu dia menatap erat tampak samping wajah Winda. Dua orang yang berdiri persis di hadapan Winda, kalau bukan Jefri dan Carol, siapa lagi?Mengingat baru saja kemarin malam Winda dekat-dekat dan bertingkah manja padanya, tatapan Hengky menjadi makin sinis lagi.Setelah begitu banyak yang Winda lakukan padanya, hampir saja Hengky jatuh hati padanya. Namun setelah apa yang Hengky lihat ini, tampaknya itu semua hanyalah sandiwara. Winda benar-benar tidak takut untuk merendahkan dirinya hanya demi memikat Jefri! Hengky menggertakkan giginya dengan kencang untuk mengendalikan diri dari rasa malu yang dia terima, tapi reaksinya itu tetap menarik perhatian orang di sekelilingnya. Ketika suara retakan mouse-nya berbunyi saja, semua orang langsung menoleh ke arahnya. Lani ju
“Sudah, aku tahu kamu bakal bilang apa. Kalau dia benar-benar peduli kamu ada di mana, pasti dia yang duluan hubungin kamu,” ujar Yolanda seraya menaruh ponsel Winda ke dalam tas, “Yuk, kita pergi makan dulu. Aku sudah lapar banget.”Setelah masuk ke mobil, Winda mengecek ponselnya sekali lagi dan mengurungkan niatnya untuk mengabari Hengky. Dalam hati dia juga sebenarnya ingin melihat apakah Hengky khawatir jika dia pulang malam dan menghubunginya duluan.Restoran hotpot baru yang ingin mereka datangi lokasinya ta jauh dari tempat tinggal Yolanda, sekitar 20 menit menggunakan mobil sudah bisa sampai. Setelah tiba di lokasi tujuan, ternyata restoran itu benar-benar ramainya bukan main. Untung saja Yolanda sudah melakukan reservasi. Jika tidak, mereka harus mengantre mungkin sampai 2-3 jam.Demi menjaga kerahasiaan, Winda, dia sengaja memesan ruang privat yang ada di lantai dua. Ketika sedang memesan makanan, Yolanda juga sengaja memesan beberapa alkohol untuk mereka berdua.“Kamu baru
“Harusnya kamu langsung kabari aku pas kecelakaan mobil,” ujar Yolanda dengan wajah yang kini jadi terlihat cemas. “Tapi kamu nggak kenapa-napa, ‘kan?”“Waktu itu Hengky nabrakkin mobilnya ke mobil yang nabrak aku. Aku nggak apa-apa, tapi Hengky sama Santo ….”Winda jadi teringat kembali dengan kondisi Hengky di rumah sakit kemarin ketika berbicara soal lukanya. Seketika itu juga Winda pun jadi cemas.Yolanda bisa bernapas lega mengetahui Winda baik-baik saja. “Suami kamu jantan benar, nggak kayak si Jefri yang lemah itu. Padahal dulu kamu suka sama si Jefri, tapi dia malah bersekongkol sama adik tiri kamu untuk nyakitin kamu. Memang sudah buta dia. Cepat atau lambat dia pasti bakal nyesal sudah menyia-nyiakan kamu yang cantik begini.”Jefri memang sudah menyesal, tapi itu benar-benar tulus dari hatinya atau hanya karena sekadar ingin terus memanfaatkan Winda, tidak ada yang tahu.“Mungkin dulu meman mataku saja yang nggak beres, tapi sekarang akhirnya sudah sembuh,” ujar Winda meledek
Itu karena Winda tidak akan bersikap lunak, ataupun mengampuni keluarga Gunawan!Yolanda sampai tertegun sesaat melihat jawaban Winda, lalu dia berkata, “Winda, kamu sudah banyak berubah dibanding dulu, ya.”“Oh, jelas,” jawab Winda dengan mata bercahaya.Bagaimanapun juga Winda sudah pernah melewati pengalaman yang mengubah cara pandangnya terhadap kehidupan. Kalau dia masih tetap lugu seperti dulu, konyol sekali. Namun, itu membuat Yolanda jadi merasa sedikit asing dengan Winda yang sekarang, dan itu hanya bisa dia rasakan ketika sedang membicarakan Luna. Selain itu, Yolanda juga merasa Winda seperti menyembunyikan sesuatu darinya. Namun karena Winda tidak ingin membahasnya, Yolanda juga tidak mau terlalu ikut campur.“Jadi kamu sama Hengky sekarang …. Kamu benar-benar suka sama dia, atau karena waktu itu dia nolongin kamu …?”Dulu Winda selalu memenuhi kemauan Jefri, dan Yolanda pernah bertanya mengapa Winda mau melakukan itu. Saat itu Winda tidak menjelaskannya dengan detail, dia h
Mungkin Winda saja yang terlalu banyak berharap. Mana mungkin Hengky peduli apakah Winda makan di rumah atau tidak.“Nggak usah siapin aku makan malam, Bi Citra. Ini aku lagi makan di luar bareng temanku. Hengky sudah pulang?”“Pak Hengky ….”Hengky menganggukkan kepalanya, dan Bi Citra pun melanjutkan, “Pak Hengky sudah pulang. Dia yang minta tolong saya tanyain Bu Winda kapan pulang. Apa perlu saya siapin makan untuk nanti Ibu pulang?”Alis Hengky langsung mengernyit seketika mendengar ucapan itu. Apa yang baru saja Bi Citra katakan adalah idenya sendiri. Dia hanya menundukkan kepalanya berpura-pura tidak melihat ketika Hengky memelototinya. Winda yang mendengar itu juga terkejut dan merasa tidak percaya dengan apa yang dia dengar tadi. Hengky yang menanyakan kapan dia pulang dan apakah ingin disiapkan makan malam? Apakah matahari sudah terbit di barat? Mengingat sikap Hengky yang dingin dan cuek, Winda tidak menganggap ucapan itu dengan serius. Dia pikir paling hanya Bi Citra saja y