Itu karena Winda tidak akan bersikap lunak, ataupun mengampuni keluarga Gunawan!Yolanda sampai tertegun sesaat melihat jawaban Winda, lalu dia berkata, “Winda, kamu sudah banyak berubah dibanding dulu, ya.”“Oh, jelas,” jawab Winda dengan mata bercahaya.Bagaimanapun juga Winda sudah pernah melewati pengalaman yang mengubah cara pandangnya terhadap kehidupan. Kalau dia masih tetap lugu seperti dulu, konyol sekali. Namun, itu membuat Yolanda jadi merasa sedikit asing dengan Winda yang sekarang, dan itu hanya bisa dia rasakan ketika sedang membicarakan Luna. Selain itu, Yolanda juga merasa Winda seperti menyembunyikan sesuatu darinya. Namun karena Winda tidak ingin membahasnya, Yolanda juga tidak mau terlalu ikut campur.“Jadi kamu sama Hengky sekarang …. Kamu benar-benar suka sama dia, atau karena waktu itu dia nolongin kamu …?”Dulu Winda selalu memenuhi kemauan Jefri, dan Yolanda pernah bertanya mengapa Winda mau melakukan itu. Saat itu Winda tidak menjelaskannya dengan detail, dia h
Mungkin Winda saja yang terlalu banyak berharap. Mana mungkin Hengky peduli apakah Winda makan di rumah atau tidak.“Nggak usah siapin aku makan malam, Bi Citra. Ini aku lagi makan di luar bareng temanku. Hengky sudah pulang?”“Pak Hengky ….”Hengky menganggukkan kepalanya, dan Bi Citra pun melanjutkan, “Pak Hengky sudah pulang. Dia yang minta tolong saya tanyain Bu Winda kapan pulang. Apa perlu saya siapin makan untuk nanti Ibu pulang?”Alis Hengky langsung mengernyit seketika mendengar ucapan itu. Apa yang baru saja Bi Citra katakan adalah idenya sendiri. Dia hanya menundukkan kepalanya berpura-pura tidak melihat ketika Hengky memelototinya. Winda yang mendengar itu juga terkejut dan merasa tidak percaya dengan apa yang dia dengar tadi. Hengky yang menanyakan kapan dia pulang dan apakah ingin disiapkan makan malam? Apakah matahari sudah terbit di barat? Mengingat sikap Hengky yang dingin dan cuek, Winda tidak menganggap ucapan itu dengan serius. Dia pikir paling hanya Bi Citra saja y
Penjelasan dari Winda masih terus terngiang di telinganya. Lucunya, baru saja beberapa hari berlalu, Winda sudah menemui Jefri lagi. Hengky sungguh polos mengira Winda sudah berubah. Hampir saja dia percaya dengan rayuan manisnya.Di satu sisi, Winda tidak tahu bahwa Hengky salah paham mengira malam ini dia tidak pulang karena ingin menemui Jefri, padahal sebenarnya dia sedang bersama dengan Yolanda. Dan lagi, sikap Hengky yang cuek dan nada bicaranya yang dingin itu juga membuat Winda merasa sedikit kecewa.Melihat suasana hati Winda yang tiba-tiba lesu dan tampak seperti sedang sakit hati, Yolanda bisa menerka kira-kira apa yang telah terjadi. Dia pun mendekat dan bertanya pada Winda, “Kamu nggak apa-apa? Dia ada bilang apa …?”Mendengar Yolanda bertanya dengan penuh perhatian, Winda melayangkan senyum ke arahnya dan hanya menggelengkan kepala. Yolanda pun tidak banyak bertanya lagi karena Winda juga tidak ingin bercerita. Dia mengangkat gelasnya dan berkata, “Sudah, nggak usah dipik
Begitu keluar dari restoran, Yolanda disambut oleh seorang pemuda yang tampangnya cukup ganteng di depan. Setelah memastikan kalau orang itu adalah pengemudi yang akan mengantar mereka pulang, pemuda itu pun membawa Yolanda dan Winda ke area parkiran.Yolanda mengambil kunci dari tas Winda dan mendudukkan Winda di kursi belakang.“Pergi ke Lotus Residence,” kata Yolanda kepada si pemuda yang mengemudikan mobil mereka. Namun pemuda itu malah ragu ketika melihat kunci yang diberikan kepadanya adalah kunci Maserati.“Kenapa diam saja? Ayo jalan,” kata Yolanda.“Tapi mobil ini mahal banget, aku takut ….”“Kamu nggak bisa nyetir?”“Bisa ….”“Kalau begitu ayo cepat!”Selama perjalanan, pemuda itu mengemudikan mobilnya dengan sangat hati-hati. Winda yang sudah teler akibat efek alkohol cuma bersandar di bahu Yolanda tanpa berbicara apa-apa. Di jam itu jalanan sedang cukup padat, jadi mereka baru tiba di Lotus Residence setengah jam kemudian. Dengan mengandalkan ingatannya, Yolanda mengarahkan
Winda merasa jauh lebih baik setelah dia muntah. Bau muntahan masih menempel di hidungnya, jadi Winda segera menyalakan exhaust dan mandi untuk membersihkan badannya dari bau muntah dan alkohol yang masih tersisa.Baru saja tersadar sedikit, uap yang keluar dari air panas lagi-lagi membuat sisa alkohol dalam darah kembali naik ke kepala. Winda buru-buru mengelap badannya yang basah dan keluar memakai gaun mandi.Melihat ranjangnya yang kosong, Winda berpikir sejenak dan memutuskan untuk mendatangi kamar tidur tempat Hengky beristirahat. Hanya dibatasi oleh pintu, dari dalam kamar itu tidak terdengar suara sedikit pun. Winda hanya berdiri di depan dengan jantung yang berdegup kencang. Dia menarik napas dalam-dalam dan membuka pintunya.Pintunya tidak terkunci, jadi Winda membuka pintu sampai terbuka sepenuhnya. Lampu kamar tidak ada yang menyala, tirai jendela juga tertutup rapat tanpa ada sedikit pun cahaya yang masuk. Winda tidak bisa melihat dengan jelas situasi di dalam, jadi menutu
“Hari ini kamu ke mana saja? Ketemu sama siapa?”Nada bicara Hengky tidak seperti sedang bertanya. Winda dapat merasakan adanya rasa jengkel dalam ucapannya, meski sangat samar terasa.“Hari ini Yolanda baru saja balik dari luar negeri. Aku ke bandara untuk jemput dia, habis itu aku pergi makan malam ….”Walaupun Winda sudah membersihkan dirinya, bau alkohol masih tetap tersisa di badannya,dan Hengky menyadari itu.“Kamu habis minum-minum?”“Iya,” jawab Winda lugas. Saat itu dia masih belum sadar sepenuhnya dan tidak menyadari betapa bahayanya jawaban itu.Begitu Winda menjawab, Hengky menyentuh bibir Winda dengan jarinya, lalu mendekatkan diri ke telinga Winda dan berbisik kepadanya, “Kamu nakal, ya.”Cukup tiga kata itu saja sudah membuat wajah Winda memerah malu.“Aku mau kamu jujur sama aku,” ujar Hengky seraya menggenggam dagu Winda, “Kamu pergi ketemu siapa hari ini?”Foto itu masih tersimpan di e-mail Hengky, tapi beraninya Winda berbohong padanya. Apa Winda menganggap Hengky bo
“Winda, mending kamu nggak usah bilang hal-hal yang sebaiknya nggak kamu perbuat.”Ucapan Hengky yang tanpa aba-aba itu membuat Winda terheran-heran apa maksudnya. Ketika Winda baru saja mau bertanya apa maksud dari pertanyaan itu, Hengky sudah keburu membalikkan badan dan berkata, “Keluar.”“Kalau kamu nggak ngomong yang jelas, aku nggak mau pergi.”Hengky mengulurkan tangannya seakan berniat menarik Winda ke kasurnya, tapi Winda sudah mengantisipasi itu. Ketika Hengky mengulurkan tangan, Winda balas menariknya hingga Hengky pun terjatuh ke tubuhnya. Saat Hengky baru saja ingin menegurnya, Winda langsung mencium bibirnya.Sesaat Hengky tertegun dan hawa dingin seakan memancar dari tubuhnya. Kalaupun Winda tidak melihat ekspresi wajah Hengky, dia tetap bisa merasakan bahwa Hengky sedang marah.Entah siapa yang menggigit siapa, tapi bau amis darah dapat tercium di sela bibir mereka.Hengky menggenggam lengan Winda dan mendorongnya kuat-kuat. “Sebenarnya apa mau kamu?”Winda menyeka sisa
Winda tidak punya banyak pengalaman dalam hal percintaan, tapi dengan kehadiran Hengky di hidupnya, Winda tak sabar ingin belajar lebih banyak ….“Sayang, padahal kamu sudah …. Kamu yakin nggak mau?”Winda ingin melihat kekasihnya yang dingin ini mulai meleleh sedikit demi sedikit. Setidaknya hanya di saat itu saja Winda bisa merasakan ketulusan hati Hengky.Setiap tutur kata dan setiap tindakan yang Winda perbuat bagaikan godaan bagi Hengky. Mau sekuat apa pun tekad Hengky, dia tidak bisa menahan reaksi alami seorang pria normal.Hengky menatap siluet tubuh Winda di tengah kegelapan. Mereka tidak bisa melihat satu sama lain dengan jelas, tapi entah mengapa jantung Hengky berdebar begitu kencang.“Winda, jangan menyesal kamu nanti. Ini semua kamu yang minta.”Hengky danWinda tidak pernah seperti ini sebelumnya. Entah karena efek alkohol atau memang karena saling tertarik satu sama lain, yang jelas mereka berdua begitu menikmati momen ini ….Keesokan paginya Winda terbangun dan segera m