“Sudah, aku tahu kamu bakal bilang apa. Kalau dia benar-benar peduli kamu ada di mana, pasti dia yang duluan hubungin kamu,” ujar Yolanda seraya menaruh ponsel Winda ke dalam tas, “Yuk, kita pergi makan dulu. Aku sudah lapar banget.”Setelah masuk ke mobil, Winda mengecek ponselnya sekali lagi dan mengurungkan niatnya untuk mengabari Hengky. Dalam hati dia juga sebenarnya ingin melihat apakah Hengky khawatir jika dia pulang malam dan menghubunginya duluan.Restoran hotpot baru yang ingin mereka datangi lokasinya ta jauh dari tempat tinggal Yolanda, sekitar 20 menit menggunakan mobil sudah bisa sampai. Setelah tiba di lokasi tujuan, ternyata restoran itu benar-benar ramainya bukan main. Untung saja Yolanda sudah melakukan reservasi. Jika tidak, mereka harus mengantre mungkin sampai 2-3 jam.Demi menjaga kerahasiaan, Winda, dia sengaja memesan ruang privat yang ada di lantai dua. Ketika sedang memesan makanan, Yolanda juga sengaja memesan beberapa alkohol untuk mereka berdua.“Kamu baru
“Harusnya kamu langsung kabari aku pas kecelakaan mobil,” ujar Yolanda dengan wajah yang kini jadi terlihat cemas. “Tapi kamu nggak kenapa-napa, ‘kan?”“Waktu itu Hengky nabrakkin mobilnya ke mobil yang nabrak aku. Aku nggak apa-apa, tapi Hengky sama Santo ….”Winda jadi teringat kembali dengan kondisi Hengky di rumah sakit kemarin ketika berbicara soal lukanya. Seketika itu juga Winda pun jadi cemas.Yolanda bisa bernapas lega mengetahui Winda baik-baik saja. “Suami kamu jantan benar, nggak kayak si Jefri yang lemah itu. Padahal dulu kamu suka sama si Jefri, tapi dia malah bersekongkol sama adik tiri kamu untuk nyakitin kamu. Memang sudah buta dia. Cepat atau lambat dia pasti bakal nyesal sudah menyia-nyiakan kamu yang cantik begini.”Jefri memang sudah menyesal, tapi itu benar-benar tulus dari hatinya atau hanya karena sekadar ingin terus memanfaatkan Winda, tidak ada yang tahu.“Mungkin dulu meman mataku saja yang nggak beres, tapi sekarang akhirnya sudah sembuh,” ujar Winda meledek
Itu karena Winda tidak akan bersikap lunak, ataupun mengampuni keluarga Gunawan!Yolanda sampai tertegun sesaat melihat jawaban Winda, lalu dia berkata, “Winda, kamu sudah banyak berubah dibanding dulu, ya.”“Oh, jelas,” jawab Winda dengan mata bercahaya.Bagaimanapun juga Winda sudah pernah melewati pengalaman yang mengubah cara pandangnya terhadap kehidupan. Kalau dia masih tetap lugu seperti dulu, konyol sekali. Namun, itu membuat Yolanda jadi merasa sedikit asing dengan Winda yang sekarang, dan itu hanya bisa dia rasakan ketika sedang membicarakan Luna. Selain itu, Yolanda juga merasa Winda seperti menyembunyikan sesuatu darinya. Namun karena Winda tidak ingin membahasnya, Yolanda juga tidak mau terlalu ikut campur.“Jadi kamu sama Hengky sekarang …. Kamu benar-benar suka sama dia, atau karena waktu itu dia nolongin kamu …?”Dulu Winda selalu memenuhi kemauan Jefri, dan Yolanda pernah bertanya mengapa Winda mau melakukan itu. Saat itu Winda tidak menjelaskannya dengan detail, dia h
Mungkin Winda saja yang terlalu banyak berharap. Mana mungkin Hengky peduli apakah Winda makan di rumah atau tidak.“Nggak usah siapin aku makan malam, Bi Citra. Ini aku lagi makan di luar bareng temanku. Hengky sudah pulang?”“Pak Hengky ….”Hengky menganggukkan kepalanya, dan Bi Citra pun melanjutkan, “Pak Hengky sudah pulang. Dia yang minta tolong saya tanyain Bu Winda kapan pulang. Apa perlu saya siapin makan untuk nanti Ibu pulang?”Alis Hengky langsung mengernyit seketika mendengar ucapan itu. Apa yang baru saja Bi Citra katakan adalah idenya sendiri. Dia hanya menundukkan kepalanya berpura-pura tidak melihat ketika Hengky memelototinya. Winda yang mendengar itu juga terkejut dan merasa tidak percaya dengan apa yang dia dengar tadi. Hengky yang menanyakan kapan dia pulang dan apakah ingin disiapkan makan malam? Apakah matahari sudah terbit di barat? Mengingat sikap Hengky yang dingin dan cuek, Winda tidak menganggap ucapan itu dengan serius. Dia pikir paling hanya Bi Citra saja y
Penjelasan dari Winda masih terus terngiang di telinganya. Lucunya, baru saja beberapa hari berlalu, Winda sudah menemui Jefri lagi. Hengky sungguh polos mengira Winda sudah berubah. Hampir saja dia percaya dengan rayuan manisnya.Di satu sisi, Winda tidak tahu bahwa Hengky salah paham mengira malam ini dia tidak pulang karena ingin menemui Jefri, padahal sebenarnya dia sedang bersama dengan Yolanda. Dan lagi, sikap Hengky yang cuek dan nada bicaranya yang dingin itu juga membuat Winda merasa sedikit kecewa.Melihat suasana hati Winda yang tiba-tiba lesu dan tampak seperti sedang sakit hati, Yolanda bisa menerka kira-kira apa yang telah terjadi. Dia pun mendekat dan bertanya pada Winda, “Kamu nggak apa-apa? Dia ada bilang apa …?”Mendengar Yolanda bertanya dengan penuh perhatian, Winda melayangkan senyum ke arahnya dan hanya menggelengkan kepala. Yolanda pun tidak banyak bertanya lagi karena Winda juga tidak ingin bercerita. Dia mengangkat gelasnya dan berkata, “Sudah, nggak usah dipik
Begitu keluar dari restoran, Yolanda disambut oleh seorang pemuda yang tampangnya cukup ganteng di depan. Setelah memastikan kalau orang itu adalah pengemudi yang akan mengantar mereka pulang, pemuda itu pun membawa Yolanda dan Winda ke area parkiran.Yolanda mengambil kunci dari tas Winda dan mendudukkan Winda di kursi belakang.“Pergi ke Lotus Residence,” kata Yolanda kepada si pemuda yang mengemudikan mobil mereka. Namun pemuda itu malah ragu ketika melihat kunci yang diberikan kepadanya adalah kunci Maserati.“Kenapa diam saja? Ayo jalan,” kata Yolanda.“Tapi mobil ini mahal banget, aku takut ….”“Kamu nggak bisa nyetir?”“Bisa ….”“Kalau begitu ayo cepat!”Selama perjalanan, pemuda itu mengemudikan mobilnya dengan sangat hati-hati. Winda yang sudah teler akibat efek alkohol cuma bersandar di bahu Yolanda tanpa berbicara apa-apa. Di jam itu jalanan sedang cukup padat, jadi mereka baru tiba di Lotus Residence setengah jam kemudian. Dengan mengandalkan ingatannya, Yolanda mengarahkan
Winda merasa jauh lebih baik setelah dia muntah. Bau muntahan masih menempel di hidungnya, jadi Winda segera menyalakan exhaust dan mandi untuk membersihkan badannya dari bau muntah dan alkohol yang masih tersisa.Baru saja tersadar sedikit, uap yang keluar dari air panas lagi-lagi membuat sisa alkohol dalam darah kembali naik ke kepala. Winda buru-buru mengelap badannya yang basah dan keluar memakai gaun mandi.Melihat ranjangnya yang kosong, Winda berpikir sejenak dan memutuskan untuk mendatangi kamar tidur tempat Hengky beristirahat. Hanya dibatasi oleh pintu, dari dalam kamar itu tidak terdengar suara sedikit pun. Winda hanya berdiri di depan dengan jantung yang berdegup kencang. Dia menarik napas dalam-dalam dan membuka pintunya.Pintunya tidak terkunci, jadi Winda membuka pintu sampai terbuka sepenuhnya. Lampu kamar tidak ada yang menyala, tirai jendela juga tertutup rapat tanpa ada sedikit pun cahaya yang masuk. Winda tidak bisa melihat dengan jelas situasi di dalam, jadi menutu
“Hari ini kamu ke mana saja? Ketemu sama siapa?”Nada bicara Hengky tidak seperti sedang bertanya. Winda dapat merasakan adanya rasa jengkel dalam ucapannya, meski sangat samar terasa.“Hari ini Yolanda baru saja balik dari luar negeri. Aku ke bandara untuk jemput dia, habis itu aku pergi makan malam ….”Walaupun Winda sudah membersihkan dirinya, bau alkohol masih tetap tersisa di badannya,dan Hengky menyadari itu.“Kamu habis minum-minum?”“Iya,” jawab Winda lugas. Saat itu dia masih belum sadar sepenuhnya dan tidak menyadari betapa bahayanya jawaban itu.Begitu Winda menjawab, Hengky menyentuh bibir Winda dengan jarinya, lalu mendekatkan diri ke telinga Winda dan berbisik kepadanya, “Kamu nakal, ya.”Cukup tiga kata itu saja sudah membuat wajah Winda memerah malu.“Aku mau kamu jujur sama aku,” ujar Hengky seraya menggenggam dagu Winda, “Kamu pergi ketemu siapa hari ini?”Foto itu masih tersimpan di e-mail Hengky, tapi beraninya Winda berbohong padanya. Apa Winda menganggap Hengky bo