Share

35. Backstreet

Penulis: Enie moors
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-26 14:03:51

Perut sudah kenyang dan hubungan aku dan Adrian pun sudah kembali membaik. Anak itu sudah kembali banyak berceloteh. Sifatnya yang manjapun keluar dengan alami. Meminta ini itu dengan matanya yang terus bersinar memohon karena terkadang aku malas meladeninya.

Tapi kali ini ia sudah mulai bisa menjaga sikap. Mulai menegerti untuk mengendalikan diri. Aku juga berkata bahwsa tak semua keinginannya bisa kuturuti. Jika menginginkan sesuatu berjalan dengan kemauannya ia juga harus berlatih untuk bersabar, ia tak boleh terus memelihara sifat pemaksanya.

Aku juga memintanya agar berhenti mengumumkan tentang hubungan kami pada orang lain. Mulanya ia tak setuju tapi ketika aku memberinya pilihan untuk menurutiku atau putus akhirnya anak itu mau mengalah.

“Jadi mbak maunya kita backstreet, gitu?” Adrian menatapku dengan alisnya yang berkerut hampir menyatu. Aku memasukan kentang goreng kedalam mulut sebelum mengangguk. “Kenapa sih, harus sembunyi-sembunyi segala? Aku kan pengen pamerin pa
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   36. Sakit

    Setelah susah payah mencari keberadaan kuci kamar mas Jeremy yang semula entah berada dimana—kami sudah mengobrak abrik di semua tempat baik itu bawah karpet, pot bunga, kusen pintu, kolong meja bahkan sampai saluran got di depan kamar. Tapi tak ada. Aku bahkan hampir mengusulkan untuk membawa mas Jeremy ke dalam kosanku saja tapi Adrian langsung menolaknya keras. Ia tidak terima ada lelaki lain yang memasuki kamarku selain dirinya. Tidak tau saja bahwa kemarin mas suryo sudah lebih dulu melakukannya. Sebagai jalan terakhir, Adrian pun berinisiatif mendekat pada mas Jeremy yang kami dudukan di kursi depan kamar. Aku sempat bertanya karena penasaran apa yang akan ia lakukan, apalagi setelah itu Adrian terlihat meraba raba tubuh pria yang lebih tua. Baru saja aku akan memarahinya karena ia bersikap tak sopan lagi, tangannya sudah terangkat dengan sebuah benda mungil dari besi berada di genggaman. Anak itu tersenyum lebar. Senang karena merasa dirinya jenius dapat menemukan kunci yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-27
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   37. Menjaga

    Semalam aku bergadang entah sanpai jam berapa. Bolak balik mengganti kompres dan mengecek suhu mas Jeremy yang tak juga turun. Aku sangat khawatir dengan kondisinya. Wajah pucat namun dahinya banyak mengeluarkan keringat. Mas Jeremy juga sering mengigau kedinginan di dalam tidurnya. Membuatku harus kembali pulang ke kamar kosku untuk mengambil selimut tambahan. Sempat berfikir untuk membawanya ke rumah sakit karena takut sakitnya semakin parah, namun segera kuurungkan begitu kurasakan suhu badannya berangsur turun beberapa saat kemudian. Mungkin efek obat penurun panasnya mulai bekerja. Cukup lega karena kondisi mas Jeremy yang mulai membaik, aku malah jatuh ketiduran. Dan baru terbangun di saat matahari sudah meninggi. Aku menggaruk leher sesaat setelah aku membuka mata. Kupandangi plafon putih yng berada tepat di atas kepala dengan pikiran yang masih linglung. Rasanya ada yang aneh, aku merasa tubuhku dalam keadaan baik baik saja, tak merasakan pegal sama sekali padahal semalam j

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   38. Rusak

    Sampai di kosanku aku langsung mencuci beras untuk kumasak di rice cooker. Sambil menunggu nasinya matang, aku masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Baju baju kotor ku rendam lebih dulu di dalam ember, aku berencana mencucinya siang nanti saja. Lima belas menit kemudian aku keluar dari kamar mandi dengan sepotong handuk yang membalut tubuh. Aku berjalan kea rah lemari dan memilih pakain apa yang akan ku kenakan. Kaus tanpa lengan dengan celana training menjadi pilihanku pada akhirnya. Segera ku kenakan tanpa membuang waktu lagi. Nasi belum matang karena tadi aku memang memasak dalam jumlah yang lebih banyak. Aku kemudian melangkah kea rah meja dimana kompor kecilku berada. Dan aku cukup terkejut karena ternyata aku masih memiliki dua buah terong berukuran cukup besar. Dan seperti dugaanku, aku juga memilik beberapa butir telur yang aku beli beberapa hari kemarin. Terong kuambil dan kubawa menuju kamar mandi untuk mencucinya. Setelah itu kupotong potong dan di goreng. Sepert

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   39. Sembunyikan Aku

    Aku membanting pintu dengan sekuat tenaga. Tangis bercucuran saat akhirnya aku bisa keluar dari ruangan penuh rasa sakit itu dan dilanjutkan berlari kecang. Jantungku berdebar dengan begitu kencang. Meski tubuh lemas dan kaki gemetaran aku tetap mengaynkan langkah untuk segera pergi dari sini. Aku takut seseorang yang sedang meringkuk di dalam sana bisa mengejarku dan menyereretku kembali. Aku tak mau. Aku takut. Tiba di belokan jalan, kakiku tersandung batu kerikil dan menyebabkan aku jatuh terguling. Rasa perih yang menyengat terasa di bagian siku. Aku yakin ada luka lecet yang cukup lebar disana. Namun semua itu kutepis begitu aku menoleh kebelakang. Meskipun taka da orang tetap saja rasa takut it uterus menhantuiku. Membuatku harus segera bangkit dan mengabaikan setiap luka yang mendera. Aku berlari dengan terpincang pincang. Tangisku pun masih sesenggukan. Saat sampai di depan kamar kosku, aku bisa melihat sebuah mobil hitam sudah terparkir di sana. Ketika pintunya terbu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   40. Perlindungan

    Pintu sudah diketuk sejak tadi. Sementara aku dan mas Suryo hanya bisa beradu tatapan karena terserang panik. Jika sedang dalam keadaan kacau seperti ini biasanya otak akan macet dan susah diajak berkerja sama. Sementara kekasihku juga tak banyak membantu, malah makin membuatku pusing karena terus bergerak abstrak, mondar mandir, meremas remas tangan, kadang juga kejang leher. Yah, ada kalanya kelakuan pria itu memang aneh bin menggelikan. Aku hampir saja menjambak rambutku karena frustasi sebelum sebuah ide tiba-tiba terlintas di kepala. Aku langsung menarik lengan mas Suryo dan berbisik di telinganya. Setelah mendengar apa yang aku ucapkan tadi, pria itu langsung melesat menuju lemari. Mengobrak abrik isinya dengan brutal. Jika sedang dalam keadaan biasa aku pasti akan meneriakinya karena berani beraninya memberantaki lipatan bajuku. Tapi karena saat ini sedang gawat darurat, aku pun hanya bisa mendesah dengan pasrah sembari menepuk kening. Setelah menemukan satu kain yang dicari

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-31
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   41. Hampir

    Matahari sudah sangat tinggi, menandakan hari mulai beranjak siang. Layar ponsel milik Adrian yang ditinggal di atas bangku menunjukan pukul sebelas. Panttas saja aku sudah kelaparan. Dari pagi aku belum sempat meemasukan satu suapun makanan ke dalam perut. Waktu membawakan sarapan untuk orang itu pun aku sama sekali tak sempat untuk mencicipinya. Untung saja tadi ada tukang batagor yang lewat di depan kamar kos. Adrian yang tak sengaja mendengar bunyi perutku yang keroncongan pun langsung menertawaiku—aku yang malu langsung menempeleng kepalanya—tapi setelah itu si bocah puber lantas bangkit untuk memesankan dua porsi pada bapak yang menjual batagor tadi. Aku menerima satu piring penuh jajanan itu saat Adrian datang dan mengucapkan terimakasih paling tulus yang pernah aku ucapkan pada lelaki itu. Adria hanya berdecak, tapi kemudian tertawa juga melihatku yang makan dengan lahap. Cacingku benar benar tak sabaran sih. Hanya membutuhkan beberapa menit sampai akhirnya jajanan itu lud

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   42. Trauma

    “Suara apa itu Mbak?” “Uh, enggak tau…” aku meneguk ludah. “Ayo samperin. Taktnya ada maling masuk kamar.” Aku langsung panik. Adrian yang sudah semangat meringkus pelaku pembuat keributan di dalam sana segera kutahan lengannya. “Enggak usah, Dri. Palingan itu kucing.” “Tapi mbak kayaknya taddu aku kayak denger suara orang bilang aduh. Enggak mungkin ada kucing bisa ngomong kayak gitu.” Aku menggeleng keras. “Kamu pasti salah denger!” “Enggak, Mbak. Aku yakin itu—“ suara dering telepon menginterupsi. Aku langsung mengucap syukur di dalam hati dan bisa bernafas lega begitu Adrian merogoh kantungnya dimana ponsel miliknya bergetar getar. “Ini ngapain sih kokoh pake telepon segala? Ck” anak itu menggerutu. Ingin mengabaikan telepon itu dengan mengusap icon merah namun aku langsung mencegahnya. Masa telepon kakak sendiri di rijek begitu. Enggak sopan sama orang tua nih anak. “Jawab aja, Dri. Siapa tau penting.” Mengehembuskan nafas dengan kasar Adrian akhirnya menuru

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   43. Bawa Aku pergi

    Aku meringkuk di atas pangkuan mas Suryo yang terus menggumamkan kata maaf. Wajah sembab terbenam di lehernya yang kini sudah basah oleh air mataku. Isakan isakan lirih keluar bersamaan nafas yang terhembus dengan tersendat. Dadaku rasanya sesak sekali, sepeti ditidihi batu besar. Bayangan orang itu masih belum sepenuhnya hilang. Meskipun aku dipeluk erat oleh kekasihku sendiri tapi rasa takut itu tak juga mau pergi. Ia seperti hantu yang bergentayangan mengganggu pikiranku. Membuat hatiku terus dilanda gelisah karena pikiran buruk selalu datang sewaktu waktu. Aku merasa buruk karena aku tak bisa mencegah otaku untuk mememutar kembali kejadian tadi pagi. Bagaimana orang itu menciumku. Bagaimana tangannya berlari kesana kemari merabaku. Bagamana tatapannya yang menakutkan, sentuhannya yang membuatku gemetaran. Ia bukanlah lagi pria baik yang selama ini kukenal. Ia adalah monster yang ingin mencabikku menjadi serpihan. Ia menyakitiku. Ia mengecewakanku dengan sangat buruk. Aku sung

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03

Bab terbaru

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   102. Jaga Jarak Aman

    Sebenarnya ada apa? Apa yang sedang terjadi?Aku meremas jemariku dengan hati gekisah. Mas suryo masih bungkam namun dari raut wajahnya yang tegang aku tau bahwa semuanya tidak baik baik saja.Siapa yang menghubunginya tadu? Kabar apa yang diterimanya? Sebegitu buruk ya kah sampai suamiku terguncang seperti ini?"Mas?"Tak sanggup menahan diri lebih lama dalam keterdiaman, akuoun memecah kesunyian yang mencekam itu dengan memanggilnya pelan. "Sebenarnya ada apa?" Aku memegang oengannya lembut.Mas suryo menoleh. Dari raut wajahnya aku tau pikirannya kini tengah berkecamuk."Nanti, yang..." Ia balas menggenggam jemariku, menyalurkan kekuatan. " Nanti aku jelasin semuanya. Yang pentingbkita harus pergi ke tempat yang aman duku."Meskipun belum cukup puas karena beoum mendapatkan jawaban yang aku inginkan namun sekarang aku hanya bisa menurutinya. Aku harus menahan diri dan bersabar sebentar.Tak lama berkendara aku akhirnya tau kemana mas suryo membawaku. Itu adalah kediam utama kedua

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   101. Semua Orang Akhirnya Tau

    hari ini aku bangun dengan tubuh super lemas. Bedanya, kemarin karena aku digemour habis habisan olehas suryo semalaman suntuk, sementara hari ini entah katena apa. Mungkin aku sedang tak enak badan, kena gejala fDualu, atau masuk angin, entahlah. Yang jelas, saat aku terbangun aku sudah tak memikiki energi. Mulutku terasa pahit, mual juga masih sering hilang timbul. Udaea pegunungan yang biasanya kurasakan segar malah kini membuat tububku memggigil bak orang pesakitan. Aneh sekali...aneh... "Makan duku ya? Dari kemarin kamu belum makan yang?" Mas suryo menyendokan sop hangat yang kutolak mentah-mentah. Aku caoek mencoba menelan apapun karena nantina akan kumuntahkan juga semuanya. Lebih baik tak makan saja sekalian walaupun jadinya oemas begimi. "Dikit aja, sayang. Kalo iamu kayak gini terus kaoan sembuhnya?" "Tapi aku mual," aku menatap mas suryo dengan mata berkaca akaca. Mas suryo menghela nafas oanjang, lelah juga mu gkin menghadapiku yang dalam mode keras kepala. "Atau ma

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   99. Selayaknya Gejala

    Aku mengerjap dan menghela nafas panjang begitu mendengar mas suryo terus terusan bergerak gelisah di belakang. Ini sudah hampir tengah malam, waktunya untuk terlelap namun pria besar itu dari tadi belum juga mau tidur. Aku yang sudah sangat mengantuk karena seharian lelah jalan-jalan kesana kemari pada akhirnya jadi terganggu oleh tingkah polah suamikuyang entah sedang kesurupan apa sampai tak mau diam bagai cacing kepanasan. "Kenapa sih mas? " Aku yang jengah dengan sikap suamiku pun membalikan badan untuk berbaring menghadapnya. Mas Suryo terkejut. Ia mengerjap beberapa kali sebelum merangsek mendekat. Entah mengapa setelah itu ia beberapa kali kedapatan menghela nafas panjang seolah sedang menenangkan diri. Suamiku ini kenapa sih? "Kenapa bangun? Udah tidur aja gih, " ujarnya singkat. Tangannya mengelus pipiku dengan lembut. Jakunnya naik turun seperti kesusahan menelan air liur. Sikapnya ini benar benar aneh. Apa mas Suryo tengah menyembunyikan sesuatu? "Gimana mau tidur

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   98. strawberry

    Tubuhku remuk. Semuanya terasa sakit sekali sampai rasanya aku tak mampu bergerak sedikitpun dari kasur. pergulatan kami semalam sungguh menguras energiku sampai tak bersisa. bahkan mungkin aku harus bersyukur dengan kenyataan tak sampai jatuh pingsan, walapun tentu saja terbaring lemah seperti ini pun sangat menyiksa. "Sarapan dulu, Yang." Aku menoleh penuh kemalasan ketika Mas Suryo memasuki kamar dengan membawa dua mangkuk bubur ayam dan teh hangat. Melihat lelaki itu yang sudah rapi menggunakan stelan kasual, segar bugar dan bahkan wajahnya begitu bercahaya membuatku mendengsus. Tiba tiba saja aku merasa jengkel sendiri. Kenapa suamiku bagai baru disuntik satu ton vitamin sementara keadaanku layaknya korban yang habis hanyut terkena banjir bandang begini sih. "Kenapa lagi? Kok malah cemberut?" Ia duduk di sampingku yang masih rebahan. Tangannya mengelusi wajah yang luar biasa lusuh. "Ya gara gara siapa badanku remuk kaya habis ditabrak gerobak!" Bukannya menyesal mas Su

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   97. Meledak Nikmat

    Tak mendapatkan respon positif seperti yang aku bayangkan sebelumnya--bahwa Mas Suryo akan senang melihatku berpakaian minim--aku yang cukup kecewa akhirnya hanya bisa menunduk setelah mencelupkan diri pada air kolam. Kepulan uap hangat terangkat ke udara, menciptakan kabut tipis di antara udara pegunungan yang dingin. Aku duduk di samping suamiku yang terus terdiam. Di antara kami ada jarak, tak terlalu lebar memang, namun tetap saja aku merasa sedih karena Mas Suryo benar-benar tak menanggapi dengan antusias usahaku untuk menyenangkannya. Apa sekarang ia berpikir aku norak? Apa kain kurang bahan yang kupakai ini sangat jelek sehingga dia bahkan tak berniat melirikku? Apa aku terlihat murahan? Tapi dia suamiku. Bukankah hal yang wajar memakai pakaian seksi di depan suami? Apakah sebenarnya ia tak suka jika pasangannya berlaku agresif seperti ini? Apa aku sudah berlebihan? "Mas? " Aku memanggil dengan lirih. Menautkan jemari dan meliriknya yang sekarang seolah menjelma jadi patu

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   96. Honeymoon Dadakan

    Aku menatap takjub sekelilingku yang menampilkan pemandangan dari ketinggian. Dari sini aku bisa melihat rumah-rumah di bawah sana terlihat begitu kecil. Di bawah payung lebay yang menaungi kami dari terik matahari, aku dan Mas Suryo rehat sejenak setelah menempuh perjalanan panjang. Ia bilang penginapan yang kami tuju masih setengah jam lagi sampai. Karena hari sudah siang dan kami merasa lapar, kami pun akhirnya mampir dan memesan satu set nasi rames di warung pinggir jalan. Jalanan cukup ramai karena ini memang sedang masanya libur panjang. Banyak orang dari berbagai kota yang datang ke daerah pegunungan ini untuk melepas penat. Pemandangan serba hijau ini tentunya sangat tepat untuk dijadikan penyegar mata. Menyeruput teh hangat, aku menyendok menu makan siangku dengan riang. Di hadapanku Mas Suryo sedang mengunyah setusuk sate kambing, nasi ramesnya sudah lebih dulu ia habiskan sejak tadi. Seperti biasa, perutnya yang seperti karet itu tak akan kenyang sebelum dijejali seti

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   95. Diledek Habis-Habisan

    Aku menggeliat kecil dan membuka mata. Meraba bawah bantal dan menemukan ponsekku berada. Sudah hampir pukul setengah lima pagi. Menoleh ke samping, aku menemukan Mas Suryo yang masih terlelap. Ia tidur dalam posisi tengkurap hingga punggungnya yang lebar dan polos terpampang nyata pada dunia. Mengguncang bahunya beberapa kali, aku kemudian berbisik lirih di dekat telinganya. "Mas, bangun. Udah mau subuh. Mandi yuk. "Pria itu hanya menggeliat. Matanya enggan terbuka. Aku terkekeh kecil dan dengan sabar memberikan beberapa kecupan di pipinya. "Mas... Ayo bangun.""Ngantuk, Yang.... Hngggg. " Kini pria itu bergerak telentang. Aku menunggu hingga akhirnya matanya perlahan terbuka sebelum beringsut dan memberinya satu kecupan lagi tepat di rahangnya yang tegas. "Yuk, mandi sekarang. Mumpung masih sepi. "Ia menolehkan kepala padaku sebentar sebelum mengangguk. Tapi sebelum benar-benar bangkit, tangannya lebih dulu terulur meraih pinggangku mendekat hingga tubuh kami yang masih polos d

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   94. Bermalam Di Rumah Bapak

    "Mas? " Bagaimana bisa suamiku ada di sini sekarang? Apakah ia tahu bahwa aku pergi dan langsung menyusul kesini? "Yang! " serunya sembari mencopot helm dengan tergesa. "Kamu kenapa ninggalin aku?! " Aku tak tau mengapa ia kesal karena seharusnya aku lebih kesal sekarang. Memang siapa yang tak akan kesal jika disuruh membiarkan suaminya menginap dengan wanita lain? Meskipun Mbak Melinda masih berstatus istrinya tapi tetap saja aku sakit hati. Apalagi setelah itu aku juga diusir begitu saja tanpa perasaan. Hewan pun juga bakalan menangis jika diperlakukan dengan begitu tega! Apalagi manusia biasa sepertiku? "Kenapa? Bukannya ibumu menyuruh Mas buat nginep sama Mbak Melinda? " Aku menatapnya memicing. Aku tau Mas Suryo tidak salah karena ia tak tau dengan rencana ibu mertua, tapi entah mengapa aku ingin melampiaskan kekesalanku padanya. "Kenapa Mas malah nyusul kesini? Sana tidur sama menantu kesayangan ibumu itu. Dia pingin kalian rujuk kan! " "Kok kamu marah-marah sih, Yang?

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   93. Diusir Ibu Mertua

    "Suryo, kamu mau menginap kan bersama istrimu? "Makan malah telah usai setengah jam yang lalu. Kini keluarga itu sedang mengobrol ringan di ruang tengah yang tak begitu jauh dari dapur, tempatku yang sedang menyelesaikan pekerjaan mencuci piring. Menajamkan telinga, samar-samar aku bisa mendengar Bu Dewi menanyakan pada Mas Suryo tentang acara menginap. Malam memang sudah larut, wajar jika sang ibu meminta anaknya menghabiskan malam di rumahnya yang terasa kosong. Apa lagi setelah menikah Mas Suryo sangat jarang datang ke sini. Mau berapapun usia sang anak, seorang ibu pasti akan merindukan anaknya untuk sesekali pulang jika berada jauh dari pandangan. "Rumah Suryo kan dekat, Ma. Ngapain pakai nginap segala. ""Kan sudah lama kamu enggak nginap di sini, lho. Enggak kangen apa sama keluarga? ""Bukan gitu ... "Aku tau Mas Suryo pasti memikirkan posisiku yang masih belum merasa nyaman ketika berbaur dengan anggota keluarga ini. Pak Purwoko memang cukup ramah, tapi istrinya tidaklah

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status