Menyandang gelar sarjana, tidak menjanjikan seseorang akan mendapatkan pekerjaan yang bagus. Contoh saja Damario Hardana, sudah setahun yang lalu di wisuda dan menjadi seorang sarjana pertanian. Tapi sampai detik ini masih kesana kemari mencari pekerjaan. Hingga terpaksa dia menerima ajakan temannya untuk bekerja di sebuah perkebunan. Ya, Damar sang sarjana pertanian sekaligus anak kota, menjadi buruh perkebunan terbesar di sebuah pedesaan. Siapa sangka melalui pekerjaannya itu mengantarkan Damar untuk menemui jodohnya? Yakni Eliana Gandara, sang pemilik perkebunan itu sendiri. Sepertinya cinta memang tidak memandang status dan usia. Bagaimana bisa Damar yang masih berusia 24 tahun, jatuh cinta pada Eliana yang usianya dua kali lipat lebih tua? Ya, Eliana adalah seorang wanita berusia 48 tahun dan sudah gagal dalam rumah tangga sebanyak tiga kali. Bagaimana tanggapan keluarga Damar? Akankah hubungan Damar dan Eliana berlanjut ke jenjang yang lebih serius? sementara mantan pasangan mereka masih ingin kembali. ****
View More“El-Eliana?” ucap Sono dengan suara yang cukup gemetar.Sepertinya kehadiran sang mantan istri cukup memberikan rasa takut pada pria bertubuh tambun itu. Percuma saja berlagak sok berkuasa di depan para pegawai, tapi giliran sang pemilik perkebunan aslinya datang nyalinya langsung ciut.“Apa yang membuatmu tiba-tiba datang kesini lagi, Mas? Urusan kita sudah selesai, bahkan sejak perceraian itu.”Suasana mendadak tegang saat tiba-tiba Eliana datang dan meluapkan segala emosinya pada sang mantan suami. Sungguh di luar nalar. Laksono sudah lama tidak datang ke kediaman Eliana dan juga perkebunan, bahkan sejak ketok palu sidang perceraian. Jika dia mendadak mendekati mantan istrinya lagi, itu artinya ada maksud dan tujuan tertentu.“Eliana, Sayang. Ayolah. Kita berdamai. Aku tau kita sudah bercerai, tapi bukan berarti kita tidak bisa bekerja sama dalam bisnis pertanian ini bukan?”Laksono berjalan mendekati wanita cantik yang pernah dia miliki itu. Mungkin rasa penyesalan menghinggapi be
Detik jam terus bergulir, tanpa terasa waktu sudah semakin sore. Tapi Damar dan para pekerja kebun lainnya masih sibuk mengolah perkebunan untuk menjadi lebih baik lagi.Begitu pula dengan Danu dan rekan-rekannya, masih sibuk menyelesaikan pembaharuan tembok keliling dan juga pintu tembusan dari perkebunan menuju rumah nyonya bos.“Apa-apaan ini? Kenapa tembok kelilingnya dijebol? Terus ini pupuk apa yang digunakan? Kok beda sama yang aku berikan dulu?”Sebuah suara membuat Damar, Danu dan para pekerja lainnya berhenti dari kegiatan. Mereka dengan kompak menoleh ke arah sumber suara.“Juragan Sono?”Sontak Damar menoleh pada Danu yang memanggil pria berbadan gempal dengan tas pinggang yang melekat di tubuhnya itu. “Juragan Sono?” ulang Damar dengan mengernyitkan dahi.Beberapa hari yang lalu Damar memang melihat Laksono saat berkunjung ke rumah nyonya bos pagi hari, hanya saja karena saat itu terlalu singkat waktunya, Damar tidak begitu memperhatikan dan lupa dengan sosok mantan suami
Ketika tiba di Desa Pendul, suasana sudah begitu sore. Terpaksa pekerjaan dilanjutkan besok hari. Beruntung saat Damar dan Imron pergi belanja tadi Danu bisa menghandle teman-temannya melakukan pekerjaan lain.“Sorry ya, Nu. Aku masih lupa jika jarak dari sini ke kota membutuhkan waktu hampir seharian,” ucap Damar merasa tidak enak.Wajar saja, Damar terbiasa hidup di kota dimana jarak dari tempat satu ke tempat lain cukup dekat dan bisa ditempuh dalam waktu hanya hitungan jam atau bahkan menit.Sementara tinggal di Desa Pendul masih baru dan belum merasakan bolak-balik, jadi dia masih belum terbiasa. Hal itu memaksa Damar harus membuat jadwal kerja dan belanja tidak bersamaan, agar tidak terulang kembali hari yang kurang produktif.“Udah, nggak usah dipikirkan. Kamu belum terbiasa pulang pergi disini,” sahut Danu dengan entengnya.Dia pria yang kini merupakan rekan kerja itu bercerita sambil berjalan menuju kamar mereka, sebelum akhirnya antri untuk mandi. Saat makan malam pun Damar
Disaat Damar masih mencerna dan mengingat mobil siapa yang ada di depan sana. Imron sudah turun duluan dengan emosi yang meluap-luap. Bahkan Damar baru tersadar akibat dirinya terlalu fokus dengan pikirannya, dia tidak mendengar Imron meracau apa saja saat masih di dalam mobil tadi.Brakkk!!!“Woy! Keluar kalian! Bisa bawa mobil nggak sih? Bisa lihat jalan nggak sih!” seru Imron sambil menunjuk-nunjuk dua ora di dalam mobil.Terlihat seorang pria dengan pakaian setelan tuxedo keluar dari pintu kemudi. Wajahnya tak kalah emosinya dengan Imron. Kini dua pria yang tidak saling kenal itu saling berhadapan. Tak sempat dengar apa yang mereka ucapkan karena tidak sekeras sebelumya, tiba-tiba saja Imron menarik kerah baju pria berseragam kantoran itu.Damar yang semula masih mengandalkan Imron untuk mengatasi masalah cukup sepele tersebut, kini terpaksa ikut turun demi melerai perdebatan yang terlihat semakin keruh.Tanpa disadari seseorang yang duduk di kursi kemudi mobil depan juga ikut tur
Damar dan Danu baru saja tiba di perkebunan pasca menyampaikan idenya pada sang nyonya. Jalan yang harus memutar membuat jarak yang sebenarnya begitu dekat terasa cukup jauh.“Maling! Maling!”Baru saja dua pemuda itu akan melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda, tiba-tiba saja mendengar teriakan maling. Sontak saja Damar dan Danu saling berpandangan dan sepersekian detik berlari ke arah sumber suara.“Itu seperti suaranya Nyonya Bos ya?” ucap Damar.Danu hanya menganggukkan kepala sambil terus berlari. Begitu tiba di gerbang kediaman Eliana, langkah mereka terhenti karena berpapasan dengan Laksono yang mengendarai motor cukup kencang.“Juragan?” Danu terkejut karena melihat mantan bosnya ada di kediaman Eli.Siapa itu, Nu?” tanya Damar masih menatap pria paruh baya yang berlalu dengan kuda besinya.“Juragan Sono. Mantan suaminya Nyonya Bos.”Mendengar jawaban Danu sontak saja membuat Damar terbelalak. Dia geleng-geleng kepala karena tidak menduga mantan suami Eliana setua itu. Bel
"Juragan?""Mas Sono?"Ucapan serentak nan kompak tersebut tentunya berasal dari dua wanita yang sedang terkejut dengan kedatangan pria bertubuh tambun. Pria yang sejak tadi sedang mengganggu pikiran Eli hingga membuat wanita berambut keriting gantung itu menjatuhkan gelas.Rasa penasaran dan berbagai pertanyaan tentu menghinggapi benak Eli dan Mbok Sumi hingga mereka berdua saling beradu pandang. Seakan berinteraksi lewat sorot mata masing-masing, dua wanita itu hanya diam lalu kembali menatap pria yang baru saja turun dari kuda besinya.Tanpa beban, Pria bernama Laksono itu berjalan seolah masih menjadi tuan rumah di tempat tersebut, tidak ada canggung sedikitpun. Hingga hal itu membuat Eliana mengernyitkan dahi."Mbok, bikinkan kopi ya," titahnya sambil menunjuk wanita paruh baya yang sedang berdiri di samping Eliana.Sungguh tidak punya adab dan etika. Meskipun dia pernah menjadi tuan rumah di kediaman tersebut, akan tetapi sekarang dia hanyalah orang lain yang jika berkunjung ada
Semua kejadian baik senang maupun sedih saat bersama Laksono kembali terngiang di benak Eliana. Akan tetapi hal yang paling membekas adalah saat sang suami dengan tega dan kejamnya membohongi dan memanfaatkan bisnis yang baru dimulai."Sayang, perkebunan biar jadi tanggung jawab aku. Kamu fokus merawat diri saja agar kita cepat diberikan momongan," ucap Laksono dengan lembut kala itu.Eliana yang sejatinya berprinsip menjadi istri yang baik, patuh dan penurut kepada suami pun hanya mengangguk patuh. Padahal hasil beli lahan perkebunan adalah murni uang tabungan Eliana yang dikumpulkan sejak lama.Sebagai warga kampung yang serba terbatas, Eliana memiliki mimpi bisa menciptakan lapangan pekerjaan bagi para tetangga yang terkadang bingung mencari sumber penghasilan. Hingga wanita berkulit putih itu bertekad menabung dari hasil kerjanya untuk bisa membuka bisnis yang tetap berjalan meskipun di kampung.Impian tersebut pun bisa terwujud akan kegigihan Eliana. Namun, hidup di desa pun meni
Meskipun mendapatkan reaksi yang kurang mengenakkan dari sang nyonya bos, Damar tetap mencoba menyampaikan idenya demi keamanan perkebunan dan juga keamanan nyonya bos sendiri."Bagaimana bisa begitu? Sengaja aku bikin tembok keliling agar terpisah antara perkebunan dan pekarangan rumahku. Kini kamu memberikan saran untuk diberi pintu. Jangan ngadi-adi kamu, Mar."Eliana nampak semakin murka dengan ide yang diberikan Damar. Wanita berambut keriting gantung itu menghela nafas kasar. Dia seakan sudah tidak betah lagi berbincang dengan pegawai barunya yang membuat naik pitam."Sabar dulu Nyonya. Saya belum selesai menyampaikan idenya. Jadi begini…Damar mulai melanjutkan pembicaraan tentang idenya yang mendadak muncul tadi. Dia menyarankan untuk diberi akses pintu antara perkebunan dan pekarangan rumah Eliana dengan tujuan agar sang nyonya tidak perlu memutar jika ada kepentingan ke perkebunan.Pintu tersebut harus terbuat dari besi yang kuat yang tidak bisa dibobol, sehingga nyonya bos
"Set dah. Galak bener itu orang. Tapi tetap cantik sih, makin cantik malah," gumam Damar terkekeh.Pria bertubuh jangkung itu masih berdiri di balik tembok sambil memegangi dada, memastikan detak jantungnya kembali normal karena sempat berpacu akibat rasa takut dan baper yang subah hadir secara bersamaan.Saat itu pula Danu telah datang dan menatap Damar dengan heran. Pria yang memiliki tinggi badan lebih pendek dari Damar itu mendekati sambil menepuk bahu sang teman."Woy, ngapain kamu senderan disini?" Danu menatap tembok dan Damar secara bergantian. "Jangan bilang kamu habis…Belum selesai bertanya, netra Danu seketika melebar saat Damar menganggukan kepala. Dia pun menepuk jidat sambil geleng-geleng kepala."Aduh, Damar. Jadi anak baru jangan banyak tingkah. Nanti nyonya bos marah repot," keluh Danu."Emang udah marah dia. Lagian kamu juga tidak memberi tahu masalah peraturan tembok keliling ini."Tidak ingin dipojokan, Damar pun turut menyalahkan Danu yang tidak lengkap memberik
Braakkk…Suara keras berasal dari pot jatuh dan menyebabkan sepatu flat seorang wanita yang sudah bersih dan berwarna putih menjadi kotor. Belum lagi lantai yang semula bersih dan mengkilap kini turut kotor akibat tanah berserakan."Ya ampun, Damar! Bisa nggak sih kamu berguna sedikit? Tiap hari cuma main tanah sama tanaman!"Wanita pemilik sepatu tersebut meradang. Setelah bersiap cukup lama di dalam kamar, tiba-tiba saja usahanya yang memakan waktu harus sia-sia akibat insiden pagi ini.Namun si pria muda berambut ikal yang mana tadi tengah membawa pot tersebut membulatkan netranya. Kata maaf yang sudah berada di ujung lidah pun dia urungkan."Maksud Mba Tari Apa? Mba pikir bercocok tanam seperti ini tidak ada gunanya? Mba Tari salah besar!""Halah. Kalau ada gunanya, apa selama kamu bermain tanah dan tanaman seperti itu sudah menghasilkan duit? Tidak 'kan?!"Baru saja Damar mengayunkan tangannya hendak menampar wanit...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments