Share

41. Hampir

Penulis: Enie moors
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-01 05:49:35

Matahari sudah sangat tinggi, menandakan hari mulai beranjak siang. Layar ponsel milik Adrian yang ditinggal di atas bangku menunjukan pukul sebelas. Panttas saja aku sudah kelaparan. Dari pagi aku belum sempat meemasukan satu suapun makanan ke dalam perut. Waktu membawakan sarapan untuk orang itu pun aku sama sekali tak sempat untuk mencicipinya.

Untung saja tadi ada tukang batagor yang lewat di depan kamar kos. Adrian yang tak sengaja mendengar bunyi perutku yang keroncongan pun langsung menertawaiku—aku yang malu langsung menempeleng kepalanya—tapi setelah itu si bocah puber lantas bangkit untuk memesankan dua porsi pada bapak yang menjual batagor tadi.

Aku menerima satu piring penuh jajanan itu saat Adrian datang dan mengucapkan terimakasih paling tulus yang pernah aku ucapkan pada lelaki itu. Adria hanya berdecak, tapi kemudian tertawa juga melihatku yang makan dengan lahap. Cacingku benar benar tak sabaran sih.

Hanya membutuhkan beberapa menit sampai akhirnya jajanan itu lud
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   42. Trauma

    “Suara apa itu Mbak?” “Uh, enggak tau…” aku meneguk ludah. “Ayo samperin. Taktnya ada maling masuk kamar.” Aku langsung panik. Adrian yang sudah semangat meringkus pelaku pembuat keributan di dalam sana segera kutahan lengannya. “Enggak usah, Dri. Palingan itu kucing.” “Tapi mbak kayaknya taddu aku kayak denger suara orang bilang aduh. Enggak mungkin ada kucing bisa ngomong kayak gitu.” Aku menggeleng keras. “Kamu pasti salah denger!” “Enggak, Mbak. Aku yakin itu—“ suara dering telepon menginterupsi. Aku langsung mengucap syukur di dalam hati dan bisa bernafas lega begitu Adrian merogoh kantungnya dimana ponsel miliknya bergetar getar. “Ini ngapain sih kokoh pake telepon segala? Ck” anak itu menggerutu. Ingin mengabaikan telepon itu dengan mengusap icon merah namun aku langsung mencegahnya. Masa telepon kakak sendiri di rijek begitu. Enggak sopan sama orang tua nih anak. “Jawab aja, Dri. Siapa tau penting.” Mengehembuskan nafas dengan kasar Adrian akhirnya menuru

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   43. Bawa Aku pergi

    Aku meringkuk di atas pangkuan mas Suryo yang terus menggumamkan kata maaf. Wajah sembab terbenam di lehernya yang kini sudah basah oleh air mataku. Isakan isakan lirih keluar bersamaan nafas yang terhembus dengan tersendat. Dadaku rasanya sesak sekali, sepeti ditidihi batu besar. Bayangan orang itu masih belum sepenuhnya hilang. Meskipun aku dipeluk erat oleh kekasihku sendiri tapi rasa takut itu tak juga mau pergi. Ia seperti hantu yang bergentayangan mengganggu pikiranku. Membuat hatiku terus dilanda gelisah karena pikiran buruk selalu datang sewaktu waktu. Aku merasa buruk karena aku tak bisa mencegah otaku untuk mememutar kembali kejadian tadi pagi. Bagaimana orang itu menciumku. Bagaimana tangannya berlari kesana kemari merabaku. Bagamana tatapannya yang menakutkan, sentuhannya yang membuatku gemetaran. Ia bukanlah lagi pria baik yang selama ini kukenal. Ia adalah monster yang ingin mencabikku menjadi serpihan. Ia menyakitiku. Ia mengecewakanku dengan sangat buruk. Aku sung

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   44. Jangan Pernah Berubah

    Aku terduduk sendirian sembari menatap jendela yang tak tertutup tirai. Mas suryo bilang sekarang kami berada di sebuah penginapan milik temannya yang terletak tak jauh dari tepi pantai. Dan aku baru menyadarinya bahwa samar samar aku bisa mendengar debuaran ombak. Itu membuatku sangat antusias karena ingin cepat cepat bisa bermain pasir. Memijakkan kakiku pada butiran halus itu dan tertawa menhindari terjangan air yang mencoba menjilati telapak kaki. Tapi tentu saja aku tak bisa melakukannya sekarang. Bukan hanya karena keadaan sudah malam, tapi juga karena kondisi tubuhku sendiri yang masih penuh dengan beberapa luka. Sebenarnya bengkak di kakiku yang terkilir sudah tak terlalu parah seperti tadi siang. Itu karena mas Suryo sudah memijitnya tadi. Ia mengoleskan banyak minyak urut dan juga membalurkan salep di tiap lukaku yang mulai membaik. Semoga saja bisa cepat sembuh agar aku bisa bersenang senang di pantai besok tanpa perlu merepotkan orang lain untuk membantuku bergerak. Aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   45. Dicuekin

    Pagi harinya aku terbangun seorang diri. Kasur di sampingku kosong dan terasa dingin, sepertinya mas Suryo sudah lama terbangun dan pergi. Aku mendesah kecil, merasa sedikit kecewa karena pria itu pergi begitu saja tanpa membangunkanku. Padahal ini pertama kalinya kami menginap dan tertidur dalam satu ranjang semalaman. Aku menyibakan selimut, meneliti pergelangan kakiku yang ternyata sudah tak membengkak. Luka di lututku pun sudah mulai mongering. Aku kemudian mencoba menapak di lantai, dan saat aku mulai berdiri aku merasa kakiku sudah jauh lebih baik dari kemarin. Sepertinya aku sudah bisa berjalan tanpa bantuan orang lain meskipun masih sedikit pincang. Beranjak turun dari hangatnya ranjang aku melangkahkan kakiku menuju pintu keluar. Berniat untuk mencari mas suryo yang entah ada di mana. Tangan meraih gagang pintu dan membukanya. Pemandangan dari luar kamar yang langsung menghadap pada pekarangan hijau membuatku lumayan terpesona. Di depanku itu ada sebuah lahan luas yang b

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   46. Hukuman

    Aku menggeser icon hijau dan mendekatkan ponsel ke telinga. Suara Adrian yang lumayan berat khas lelaki puber langsung terdengar menyapa. Sepertinya suasana pemuda itu sedang tak begitu baik karena nada suaranya sedikit lesu. Mungkinkah kondisi neneknya memburuk? “Nenek kamu gimana keadaanya sekarang, Dri?” aku menanyakan apa yang dari tadi mengganjal di pikiran. Kudengar di seberang sana Adrian mendesah pelan. Sepertnya kondisi neneknya memang buruk. “Sekarang masih kritis, Mbak,” jawabnya setengah lemas. “Semua anggota keluarga udah pada kumpul dari kemarin, dokter bilang nenek udah enggak punya banyak waktu.” jantungku rasanya ikut teremas mendengar kabar sedih itu. “Kamu yang sabar ya, Dri. Mungkin ini yang terbaik buat nenek kamu.” Andai ia ada di dekatku sekarang pasti sudah kupeluk agar pemuda itu bisa lebih kuat menghadapi cobaan ini. Bagaimanapun kehilangan salah satu anggota keluarga pasti akan terasa sangat berat dan menyedihkan. Adrian menggumam pelan,”Doain ya, Mbak

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   47. Menikah

    Aku baru saja selesai membersihkan diri dan keluar dari balik pintu kamar mandi saat kulihat mas suryo berjalan dan duduk di atas ranjang. Di tangannya ada sebungkus siomay yang sudah terbuka ujungnya. Itu adalah miliku dan aku membiarkannya memakannya. Aku tak marah karena aku yakin jajanan itu pasti sudah dingin. Melangkah perlahan dan ikut mendudukan diri disampingnya, aku tak tau mengapa sekarang aku merasa begitu canggung. Aku tau mas suryo sempat melirikku tapi bibirnya tetap diam. Hanya terus menggerakan giginya untuk mengunyah makanan dari adonan aci tersebut. Kecapan lidahnya yang berisik membuatku mengernyit. Ia sedang berusaha membuatku jijik atau bagaimana? Kenapa harus makan seperti itu, tolonglah itu hanya sebuah siomay, bukan daging steak yang sudah jelas mahal dan super duper lezat. “Mas,” panggilku saat pria it uterus mengunyah dengan lebaynya. Mas suryo hanya berdeham, mata tak pernah lepas dari layar tv yang menyala. Sebuah kartun kambing lucu sedang ditayangkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   48. Sah

    Aku setuju. Ada banyak keraguan dan rasa takut di hati namun aku mencoba menepikannya dan lebih memprioritaskan kebahagiaan mas Suryo. Kami telah membahas tentang sebuah pernikahan sejak lama. Sebelumnya aku selalu menolak, aku merasa kami masih bisa menunggu sebentar lagi untuk ia bisa menceraikan istrinya. Tapi tidak, ternyata waktu yang terus bergulir tidaklah sebentar. Kami harus menunggu selama berbulan bulan namun sama sekali tak ada kemajuan. Mbak Melinda masih kekeuh untuk tak mau berpisah. Dan mas suryo juga tak bisa mengajukan gugatan. Keluarganya akan menghakiminya jika ia menceraikan wanita itu tanpa sebab. Memiliki istri mandul belum cukup untuknya menjatuhkan talak. Melinda memiliki semua dukungan dari kedua orang tuanya. Ia sangat disayangi oleh sang ibu. Mungkin melebihi rasa sayang kepada anak kandungnya sendiri malah. Entah apa yang sudah ia lakukan sampai mendapatkan cinta sebanyak itu dari orang tuanya. Oleh sebab itulah mas suryo hanya bisa menunggu untuk mbak

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-08
  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   49. Suami-Istri

    Setelah berterima kasih dan memberikan beberapa bingkisan untuk keluarga sang kyai yang telah begitu baiknya bersedia menjad penghulu di pernikahan kami, aku dan mas Suryo pun pamit. Mengajak mas Irfan turut serta untuk sekedar merayakan secara kecil kecilan sebagai wujud syukur dilancarkannya hajat kami hari ini. Beriringan mengendarai mobil menuju sebuah restoran yang cukup mewah, mas Suryo membawa kami menuju sebuah meja yang sudah ia pesan beberapa jam sebelumnya. Sepanjang acara makan malam itu aku tak pernah melepaskan genggaman tanganku padanya. Takut jika sedetik saja terlepas aku akan terbangun dan menganggap ini hanyal mmp. Aku berkali kali menampar diri dalam hati bahwa ini adalah kenyataan. Bahwa aku dan mas suryo sudah benar benar menikah. Kami sudah sah secara agama. Dia sudah menjadi suamku, dan aku telah menjadi istrinya. Mengingat status menakjubkan itu membuatku selalu merasa ingin menangis karena haru. Kami telah melewati banyak hal untuk sampa ditahap ini. Dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-09

Bab terbaru

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   80. Janji Seorang Suami

    Aku hanya menatap datar pria yang sedang nyengir lebar dihadapanku. Mau mengeluh tapi memang seperti itulah sikapnya. Tidak sabaran. Ini bahkan masih pukul enam pagi. Aku belum mandi dan hanya sempat mencuci muka. Hari minggu seharusnya untuk beres beres rumah dan aku bahkan belum melakukannya, bahkan belum memulainya. Adikku, Ratna bahkan masih ngorok di kamarnya. Tapi pria ini, Mas Suryo sudah berdiri di depan pintu rumah orang tuaku dengan dandanan rapi. "Mas, Ngapain? ""Mau jemput kamu lah, Yang. ""Ini masih jam berapa? " tanyaku menahan gemas. Pria itu hanya menggedikan bahu dengan santai, "lebih cepat, lebih baik. "Aku menghela nafas sembari mengusap wajahku dengan kedua tangan. Merasa sangat lelah padahal ini masih sangat pagi untuk merasakan itu. Apa ia tak takut dipukul lagi oleh bapak? Karena tak tega mengusirnya seperti semalam, akhirnya aku pun membukakan pintu lebih lebar dan mempersilahkannya masuk. Mas Suryo sempat akan memelukku namun aku segera mendorongnya

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   79. Masih Sangat Rindu

    "Jangan cemberut, " Ucapku sembari mengecup bibirnya yang manyun. Belum cukup untuk membuatnya tersenyum, aku menambah satu kecupan lagi. "Nanti gantengnya ilang, lho. ""Udah seminggu, Yang. " Aku tersenyum saat Mas Suryo mulai melarikan tangannya untuk meraih punggungku mendekat. "Enggak bakal cukup kalau cuma dikasih dua kecupan kecil. "Aku terkekeh. Menggosokan hidungku yang mungil pada hidungnya yang mancung seperti milik para pria eropa. "Puasa dulu, ya, " bisikku mendayu. "Kita masih ada di rumah bapak. ""Ya udah, ayo pulang sekarang. "Tapi sayangnya aku harus menggelengkan kepala. Bukannya tak mau--tentu saja aku mau, aku pun sangat sangat merindukannya--namun kondisi keluargaku masih kacau. Aku harus tetap ada di sini setidaknya sampai mereka lebih tenang. "Aku enggak bisa pulang sekarang, Mas, " Ucapku memulai dengan tenang. "Tapi aku janji aku bakal tetep pulang secepatnya buat kamu. Sabar sebentar lagi ya? "Mas Suryo menghela nafas. "Kapan? "Aku menggedikan bahu. "E

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   78. Terungkap

    Aku masih terisak dalam pelukan Mas Suryo saat bapak menyentak tanganku kuat untuk menjauh dari pria itu. "Enggak tau malu sekarang, ya? " Bapak mendesis sembari melotot. "Kalian itu bukan muhrim tapi sudah berani nempel kayak lem. Di depan orang tua pula! "Sekali lagi ia menyeretku, kali ini hingga aku berdiri dan meninggalkan Mas Suryo duduk di kursi sendirian. "Pak! " Aku mencoba melepaskan cengkraman bapak dari lenganku. "Sakit, Pak. Lepas! ""Masuk ke kamarmu sekarang! ""Enggak mau! ""Ngelawan kamu sama Bapak?! ""Tunggu dulu, Pak! " Akhirnya Mas Suryo berseru menghentikan perdebatan kami. Ia ikut beringsut berdiri dan melangkah pelan ke arahku. "Ada yang ingin saya bicarakan dengan Bapak, " tuturnya saat telah saling berhadapan. Aku yang semula menatap wajahnya bingung langsung merasa was-was saat Mas Suryo balik menatapku sembari tersenyum tipis. Tanganku yang mulai gemetaran karena tahu apa maksud ucapannya kemudian pria itu genggam dengan erat. "Sebenarnya... ""Mas

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   77. Mengungkap Rahasia Yang Sesungguhnya

    Sudah sepuluh menit yang lalu bapak membukakan pintu. Meski tak ada suara pukulan atau perdebatan sengit seperti yang pikiran burukku bayangkan, namun tetap saja hatiku tak bisa tenang barang sedetik saja. Jantungku terus berdebar cepat, aku juga harus berkali-kali menarik nafas panjang agar tak bertambah panik. Aku sangat ketakutan sekarang, sampai telapak tanganku pun basah oleh keringat dingin. Aku sangat penasaran dengan apa yang bapak dan Mas Suryo bicarakan di ruang tamu. Tadi saat aku ingin membuka pintu, bapak langsung melarangku dan berkata untuk segera masuk kamar. Aku tentu saja langsung menyerukan ketidak-mauanku, namun bapak mempemperingatkanku bahwa ia akan mencincang tubuh Mas Suryo dengan parang miliknya jika aku tak menurut. Karena takut bapak benar-benar serius dengan ucapannya, tak ada yang bisa aku lakukan selain patuh. Namun tentu saja, itu hanya aku lakukan sebentar karena setelah bapak sudah duduk dan mengobrol dengan pria yang kucintai di depan sana, aku langs

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   76. Mengendap-Endap

    Ponselku bergetar beberapa kali sejak lima belas menit terakhir. Ada banyak pesan dari Mas Suryo yang menanyakan perihal kepulanganku ini. Meskipun sebelumnya aku sudah pamit dan mendapatkan izinnya untuk bermalam di rumah orang tuaku, nyatanya, pria yang kini menjadi suamiku itu masih saja belum sepenuhnya rela aku menginap. Setelah kami pindah dan menghabiskan waktu berdua, Mas Suryo memang jadi makin rewel dan manja jika ditinggal sebentar saja. Dan aku yakin sikapnya akan makin menjadi karena sejak tadi aku sama sekali tak membalas pesan darinya. Pikiranku masih begitu penuh dengan peristiwa kedatangan Mbak Melinda tadi sore yang mengejutkan semua orang. Bagaimana wanita itu dengan berani membeberkan semuanya di depan keluargaku. Bagaimana aku terpaksa membuka rahasia terbesarku sebagai seorang selingkuhan. Bagaimana bapak yang memerintahkan agar aku mengakhiri hubunganku dengan Mas Suryo. Semuanya berjejalan di dalam otak. Sangat menyesakkan seperti akan meledak.Aku tidak tau

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   75. Kesalahan Yang Terkuak

    Tidak. Nyatanya bapak tak memberikan tamparan seperti apa yang aku pikirkan. Pria paruh baya itu hanya diam dan membiarkan hanya ibuk yang melemparkan tanya. Dan dengan terpaksa aku pun menceritakan semuanya pada kedua orang tuaku. Hal hal yang selama ini aku sembunyikan dengan rapat tak bisa kucegah untuk terkuak. Aku membenarkan bahwa aku memang memiliki hubungan dengan Pak Lurah. Itu bahkan sudah berlangsung lama. Dan aku sama sekali tak memiliki niatan untuk mengakhiri hubungan ini. Apalagi sekarang kami sudah menikah--aku masih menyimpan rahasia ini karena aku tak ingin membuat keluargaku semakin syok. Hari ini sudah sangat buruk, kenyataan bahwa aku adalah seorang selingkuhan pria beristri, yang ironisnya adalah seorang Lurah di kampung ku sendiri, tentunya itu sudah sangat mengguncang batin kedua orang tuaku. Aku tak mau menambahinya lagi dengan statusku yang kini sudah menjadi istri Mas Suryo. Apalagi, kami hanya menikah siri, bahkan tanpa restu dari orang tua. Ini adalah s

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   74. Pertengkaran Yang Membara

    "Cukup! " Kali ini ibuk yang angkat bicara. Aku sampai terhenyak ketika ibuk berusaha bangkit meskipun aku tau beliau masih merasa lemas. Karena takut ibuku akan kembali tumbang seperti tadi, aku pun ikut berdiri di sisinya sembari menahan lengan ibuk. "Anda sudah keterlaluan! ""Kenapa? " Mbak Melinda tetap meninggikan nada suaranya meski yang ia hadapi kini adalah orang tua. Wanita itu bahkan tak segan untuk berkacak pinggang dengan angkuh. "Apa yang saya katakan tadi benar kan? Ibu kira dengan wajah anakmu yang tak seberapa cantik itu bisa memikat laki-laki kaya tanpa bantuan dukun? ""Saya membesarkan anak saya dengan tata krama dan juga agama yang kuat. Jadi Sufi tidak mungkin melakukan hal itu! Bu Melinda jangan sembarangan menuduh!""Jika memang seperti itu, lalu mengapa sekarang ia hidup sebagai perusak rumah tangga orang?! "Ibuk terdiam. Aku dan bapak pun tak mampu menjawab. Kami semua tergugu oleh pertanyaan itu. "Jika memang ia di ajari tata krama dan agama, mengapa ia se

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   73. Kejutan Yang Tak Terduga

    Langit sore itu sudah berwarna merah yang artinya senja akan tiba. Tak ada firasat apapun yang aku rasakan selama menyusuri jalanan yang di penuhi daun-daun kering. Aku dan ibuk hanya sesekali mengobrol. Membicarakan hal random seperti apa yang aku lakukan di kota. Apakah aku makan dengan baik selama ini, apakah aku pernah sakit, apakah aku tidur dengan cukup. Meskipun agak judes, tapi percayalah ibuk itu adalah orang yang sebenarnya sangat perhatian pada keluarga. Karena sudah mendapatkan izin dari Mas Suryo, malam ini pun aku berniat untuk menginap. Pria itu pun sudah beberapa kali mengirim pesan, mengingatkan aku harus menepati janji bahwa aku hanya tinggal selama semalam saja. Benar benar semalam saja. Ia menulis itu berulang kali seolah takut aku akan menetap di sini selama sebulan. Dasar bucin. Sampai di depan rumah aku dan ibuk terherna heran karwna ada mobil yang terparkir angkuh di halaman. Aku tak begitu familiar dengan mobil itu jadi aku oun tak bisa menebak siapa pemil

  • Perempuan Pemilik Hati Pak Lurah   72. Tak Berkutik

    "Kamu apain anak saya, HAH?! "Dengan wajah super galak ibu berdiri berhadapan dengan Mbak Retno yang langsung mengkeret. Kedua tangan terbentang membentengiku yang masih terduduk di tanah. Sementara suara bentakan keluar dengan lantang dari mulutnya. Jika sudah menyangkut soal anak, ibuk memang tak main main membela. Dari dulu beliau tak mau diam saja jika anaknya diperlakukan dengan semena-mena oleh orang lain. Apalagi jika itu dilakukan tepat di depan mata kepalanya sendiri, sudah pasti ibuk tak akan ada takut takutnya untuk balik membalas. "Kamu dorong Sufi? Beraninya kamu kasar kasar sama anak saya! " Satu jambakan mendarat di rambut mbak Retno yang langsung meronta-ronta. "Berani kamu ya! Mau mati hah?! " Mbak Retno melolong karena jambakan ibuk makin kencang. Aku yang merasa tak tega pada mbak Retno yang kesakitan, dan juga takut ibuk akan lebih kalap langsung berusaha berdiri untuk melerai. "Sudah, buk. ""Biarin, Ndok. Biar ibuk kasih pelajaran sama janda jahat ini. Biar

DMCA.com Protection Status