Menjadi Pengantin Pengganti bukanlah sebuah kebetulan namun takdir. Seperti halnya Nur Cahyani yang bermula menghadiri pernikahan Excel sebagai tamu undangan, justru dirinya lah yang menjadi Pengantin perempuan karena mempelai wanita kabur dan membatalkan pernikahan secara sepihak. Nur menerimanya tanpa beban dan memberinya syarat meski ditentang oleh mama Excel karena Nur dari desa dan miskin. apa alasan Nur mau menerima tawaran tersebut dan alasan apa yang di ajukan Nur sehingga pernikahan itu akhirnya terjadi? Lalu kemana kah perginya calon pengantin Excel dan alasan apa Excel memeilih Nur? Kisah ini spin off dari cerita ISTRI YANG KAU SIA-SIAKAN TERNYATA WANITA TERHORMAT yang sudah tamat.
View More"Mbak, pengantinya mana kok enggak keluar-keluar. Apa memang gini caranya orang kota?" tanya Nur. Ia sudah merasa pegal duduk terlalu lama dan sudah tak sabar ingin mencicipi prasmanan.
Sejak datang di acara pernikahan Excel, Nur sudah merasa lapar melihat makanan yang begitu menggugah selera meski sebelum berangkat mereka sudah sarapan, namun ia teringat ucapan sang kakak bahwa mereka boleh makan kalau akad sudah selesai. "Enggak juga sih, di undangan akad kan jam sembilan. Ini udah jam sepuluh lima menit," balas Lia sembari melihat jam di pergelangan tangannya. Satu bulan yang lalu setelah wisuda, Nur Cahyani tiba di jakarta bersama kedua orang tuanya. Ia berniat untuk melanjutkan kuliah di kota besar itu dan meraih cita-cita untuk menjadi dokter. Bermodal uang tabungan selama mengonten, tekadnya sudah bulat untuk meraih kesuksesannya. Apalagi kedua orang tuanya sangat mendukung, di tambah sang kakak ipar juga berjanji akan membantu memberi tambahan dana. Tetapi, untuk saat ini orang tua Nur sudah kembali pulang ke desa untuk mengurus ternak. "Bang," ujar Lia menyenggol lengan sang suami. "Hemm," balas Heri sembari menatap ke arah sang istri. "Coba Abang masuk deh, temui Excel. Kok dia enggak keluar-keluar, takutnya ada sesuatu yang terjadi," seru Lia. "Ya udah, kalian mau ikut apa di sini aja?" tanya Heri siap untuk beranjak dari duduknya. Hari ini Nur di ajak kakaknya menghadiri pesta ulang tahun Excel, di sebuah gedung hotel bintang lima. Nur bersama Lia dan Heri duduk di ruang tamu, menunggu akad yang yang tak kunjung di mulai, walau sudah satu jam menunggu. Dengan cepat Nur menyahut, "Aku ikut. Di sini entar malah kayak orang hilang." Tentu saja Nur merasa asing di tempat seperti ini, sebab ia yang dari desa terbiasa dengan suasana sederhana bukan mewah seperti yang ia rasakan saat ini. Akhirnya Lia juga ikut bangkit dan berjalan beriringan menuju ruang ganti pengantin. Sesaat sampai di depan pintu yang tertutup tak rapat, Nur berserta kedua kakaknya mendengar erangan prustasi dari dalam. "Argh....Gila! Sumpah Vero benar-benar gila! Ma, Vero pergi, dia membatalkan pernikahan ini," serunya dengan keras bahkan suara itu terdengar gemetar. Nur memandang kedua kakaknya, bertanya lewat kode mata. Lia dan Heri kompak menggeleng tanda bahwa mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi. "Apa maksudmu, Xel? Bagaimana bisa...?" Terdengar suara perempuan yang sangat jelas shock. "Keluarga mereka mempermalukan kita! Bagaimana bisa mereka membiarkan ini terjadi?" Suara lelaki menyusul terdengar sangat geram. "Mas, sepertinya mereka sedang terkena masalah. Pengantin wanita kabur, kasihan sekali Om Excel, hatinya pasti sangat hancur dan keluarganya bakalan menahan malu yang sangat besar," ucap Nur dengan lirih menatap ke arah Heri dan Lia. "Kamu benar, Nur. Kasihan Excel, ntah kenapa bisa-bisanya Vero kabur di hari pernikahan. Padahal setahuku mereka saling mencintai," balas Heri merasa iba. "Masuk aja, Mas, coba hibur om Excel, dia pasti sangat terpukul," pinta Nur yang langsung mendapat anggukan oleh Heri. Heri langsung mendorong pintu itu dengan lebar dan mengucapkan salam, "Assalamualaikum, permisi." Seketika Excel dan mama papanya langsung menoleh ke arah pintu. Nur melihat raut-raut wajah prustasi tersebut. Kedua mata Excel memerah tanda ia sangat marah, entah kenapa hatinya terasa sangat perih. "Maaf, Om, Tante, kami lancang masuk. Kami tidak sengaja mendengar obrolan kalian. Apa benar Vero kabur dan membatalkan pernikahan ini, apa masalahnya?" tanya Heri dengan hati-hati. Excel menggeleng dan meraup wajahnya prustasi. "Aku tidak tahu, Pak. Sepertinya dia memang sudah merencanakan semua ini! Entah apa salahku?" Tiba-tiba, seorang sepupu Excel mendekat dan memberitahu bahwa penghulu sedang menunggu keputusan mereka. Excel terdiam, menatap Nur yang berdiri di samping Lia. Dalam tekanan yang menyiksa, muncul ide nekat yang tiba-tiba melintas di pikirannya. Tanpa banyak berpikir, Excel mendekati Lia dan Nur. "Bu Lia, aku tahu ini gila, tapi... bolehkah aku menikahi Nur sebagai pengganti Vero?" Wajah Lia berubah kaget, begitu juga Nur yang terperangah dengan permintaan mendadak itu. "Apa? Maksudmu... Excel, jangan sembarangan ngomong kamu. Ini tidak mungkin terjadi!" ujar Lia. "Dengarkan aku, Bu Lia. Aku tahu ini mendadak, tapi aku yakin Nur orang yang baik. Aku butuh dia," balas Excel memohon. Tanpa izin, Excel meraih tangan Nur, membuat gelombang dahsyat pada rongga dada gadis berpakaian kebaya kalem berwarna pastel itu. Kebaya sederhana dengan bordir halus di sepanjang lengan dan bawahnya menambah kesan anggun, meski Nur merasa jauh dari sosok yang bisa menggantikan Veronika. "Nur, ini mungkin sedikit aneh. Tapi dari lubuk hatiku yang paling dalam aku benar-benar serius mengajak kamu menikah. Sekali lagi aku tanya sama kamu, maukah kamu menikah denganku Nur Cahyani?" Excel mengulang pertanyaan yang belum Nur jawab sejak tadi. Kedua mata Nur membola, ia tak menyangka Excel akan tahu nama panjangnya. Ia mengamati kedua mata Excel secara dalam, tak ada sedikitpun keraguan dari mata lelaki itu. "Aku mau, Om, nikah sama kamu," balas Nur membuat Lia dan Heri spontan menoleh ke arahnya tak percaya. "Nur..! Jangan main-main kamu!" pekik Lia melotot. Nur tak menghiraukan kakaknya dan menatap Excel dengan senyum misterius, "Tapi, ada syaratnya!"Sementara itu, di rumah Heri, Nur sedang sibuk menata buku-bukunya di meja belajar. Ia baru saja menyelesaikan tugas kuliah yang cukup berat. Pikirannya sesekali melayang ke Excel, tetapi ia segera mengalihkan fokusnya. Nur tahu, ia harus tetap kuat dan menjaga keputusannya.Lia masuk ke kamar Nur sambil membawa secangkir teh hangat. "Nur, istirahat dulu. Jangan terlalu keras sama dirimu sendiri."Lia tahu, Nur selalu belajar dengan giat. Jadi wajar adiknya itu bisa masuk ke universitas ternama di Jakarta meski belum bisa mencapai beasiswa. Saat sekolah SD-SMK Nur selalu mendapat peringkat 3 besar dan memenangkan banyak lomba bersama teman-temannya. Nur tersenyum kecil. "Suwun, Mbak'e. Aku cuma mau memastikan semua tugasku selesai tepat waktu."Lia duduk di tepi tempat tidur, menatap adiknya dengan penuh sayang. "Aku bangga sama kamu, Nur. Kamu udah melalui banyak hal, tapi tetap kuat. Aku yakin kamu akan jadi orang yang sukses."Nur men
Nur mengamati pesan itu dengan perasaan yang bercampur aduk. Kata-kata Excel mengingatkannya pada masa lalu yang ingin ia lupakan, namun ada bagian kecil dari hatinya yang masih merasakan getaran dari kenangan itu. Tetapi, tekadnya sudah bulat. Dia tidak ingin terjebak lagi dalam luka yang sama.Ponselnya tiba-tiba berdering, nomor baru yang sama menghubunginya. Nur terdiam, menatap layar dengan tatapan bimbang. Tetapi ia memutuskan untuk tidak menjawab. Panggilan itu akhirnya terputus dengan sendirinya, dan tanpa ragu Nur memblokir nomor baru Excel."Ini harus berakhir," gumamnya pelan. Dia bertekad untuk melupakan Excel sepenuhnya dan fokus pada masa depannya.Seminggu kemudian, Bambang dan Isna, memutuskan untuk pulang ke kampung halaman mereka. Musim panen padi sudah tiba, dan mereka ingin memastikan semuanya berjalan lancar. Sebelum pergi, mereka memastikan Nur baik-baik saja.Nur mengantarkan kedua orang tuanya ke terminal. Dalam perjalanan,
Malam Semakin LarutSetelah beberapa jam bekerja dengan serius, akhirnya tugas mereka mendekati selesai. Suasana menjadi lebih santai, diselingi candaan dan tawa."Rino, kamu serius banget sih dari tadi. Santai dikit dong," goda Latifa sambil mengulurkan segelas es jus untuk pemuda berkulit kuning langsat.Rino hanya tersenyum kecil. "Kalau nggak serius, tugasnya nggak selesai-selesai, Fa."Dika, yang sejak tadi memperhatikan Nur, merasa ini adalah kesempatan untuk mendekatinya lebih jauh. Saat yang lain sibuk membereskan alat, ia menghampiri Nur yang sedang duduk sendirian di sudut ruangan."Nur, kamu hebat banget tadi. Pekerjaan kita cepat selesai berkat kamu," puji Dika, duduk di sebelahnya."Terima kasih, Dik," jawab Nur singkat, mencoba menjaga jarak.Ketika tugas benar-benar selesai, satu per satu teman-teman mereka mulai pulang. Latifa pergi bersama Rino, sementara Sera pulang lebih dulu diantar Adi. Nur, yang menunggu Pak Supri menjemput, memilih tetap duduk di ruang tengah be
Latifa berbisik pada Sera dengan nada penuh semangat. "Sera, bayangin deh, kita kerja kelompok bareng mereka. Ini kesempatan emas!"Sera hanya mendesah pelan. "Emas buat kamu. Aku sih enggak ya. Kalau alatnya lengkap dan tugasnya cepat selesai, aku sih nggak masalah. Tapi kayaknya Nur agak keberatan deh."Latifa menepuk bahu Nur. "Nur, santai aja. Kita kan kerja kelompok. Nggak akan ada yang aneh-aneh kok."Setelah jam kuliah selesai, rombongan kelompok mereka bersiap menuju rumah Dika untuk memulai pengerjaan tugas. Nur, meski masih merasa kurang nyaman, akhirnya menerima tawaran Dika untuk memboncengnya dengan motor."Yuk, Nur. Motor udah siap di parkiran," kata Dika dengan senyuman yang terasa dipaksakan di mata Nur.Latifa, yang sudah sejak tadi tak bisa menyembunyikan senyumnya, langsung menghampiri Rino. "Aku bareng kamu aja, ya?" tanyanya penuh semangat.Rino, yang sedikit terkejut tapi tidak keberatan, hanya mengangguk. "
Tak ingin berlama-lama dilumpuhkan oleh emosinya, Excel masuk kembali ke dalam mobil. Tanpa berpikir panjang, ia menginjak pedal gas dalam-dalam, membiarkan mobilnya melaju liar di jalanan. Kecepatan tinggi dan suara mesin menderu menjadi pelariannya. Ia tak peduli pada bahaya atau rambu-rambu yang ia langgar.Namun kali ini, pelariannya berakhir tragis. Di sebuah tikungan tajam, mobilnya kehilangan kendali dan menghantam pembatas jalan dengan keras. Suara benturan menggema, diikuti suara kaca yang pecah berantakan.Saat tubuhnya terkulai di balik kemudi, kepala Excel berdenyut hebat. Dunia di sekitarnya terasa buram, tapi ingatan demi ingatan menyeruak di benaknya.Excel melihat Vero yang tengah mencoba gaun pengantin putih. Senyum manis yang dulu pernah ia cintai kini terasa seperti belati yang menusuk dadanya. Kenangan itu terasa begitu nyata, hingga tiba-tiba bayangan itu memudar, digantikan oleh kenyataan pahit yang menghantamnya tanpa ampun.
Di Tepi Kehancuran Juanda menghela napas berat, mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan kebenaran. Ia tahu bahwa apa yang akan ia katakan bisa menghancurkan hubungan mereka, tetapi ia tak bisa lagi menyembunyikannya.“Ver, kamu ingat malam itu... waktu kita pulang dari pesta ulang tahun Clara? Kamu mabuk berat, Ver. Dan aku tahu, kamu belum minum pil dan aku sengaja melakukannya malam itu. Aku tahu, jika kamu mabuk, kamu tidak akan menolak.”Vero membelalakkan matanya, perasaan tidak percaya menyeruak di wajahnya. “Kamu... sengaja? Kamu mengambil keuntungan dari aku yang tidak sadar?!”“Aku tahu ini egois, tapi aku ingin kamu menjadi milikku. Aku sudah lama mencintaimu, Ver. Aku pikir, dengan adanya anak, kita bisa lebih dekat. Kita bisa menjadi keluarga sungguhan.”Vero mencengkeram baju Juanda, matanya berkilat marah. “Kamu menghancurkan hidupku! Apa kamu tahu berapa tahun aku berjuang untuk sampai ke titik ini? Model
Anton menghela napas panjang. "Ma, ini bukan soal hati. Ini soal harga diri keluarga kita. Vero sudah membuat kesalahan besar, dan aku tak akan membiarkan dia terus tinggal di sini dengan kondisi seperti ini."Tantri menunduk lebih dalam, perasaan campur aduk di hatinya. Ia ingin sekali membela Vero, tapi ia juga tahu bahwa suaminya sudah membuat keputusan yang tak bisa diganggu gugat.Juanda yang berdiri di samping Vero, merasakan ketegangan yang semakin mencekam. Ia melangkah maju, mendekati Anton dengan sikap yang penuh hormat, meskipun hatinya terasa berat."Pa, saya tahu ini tidak mudah bagi keluarga. Tapi saya berjanji akan bertanggung jawab penuh atas Vero. Saya akan merawatnya dan mendampinginya karena ini adalah jalan yang sudah saya pilih."Anton diam sejenak, matanya menilai Juanda dengan tajam. "Kamu sudah mengambil keputusan besar, Juanda. Tapi aku hanya ingin kamu tahu, ini bukan hanya tentang kamu dan Vero. Ini tentang harga diri ke
Vero hanya terdiam membisu membuat suasana menjadi semakin mencekam. Papanya menghentakkan kakinya ke lantai."Jawab Vero! Apa itu anak Manajermu?! Jadi, selama ini kamu rela mengorbankan pernikahanmu dengan Excel demi mengejar karier, lalu jatuh ke pelukan lelaki itu?” bentak Anton. Tantri menggelengkan kepala, air matanya jatuh. “Vero, kami sudah memperingatkanmu. Tapi kau malah memilih jalan ini. Sekarang lihat akibatnya!”Anton yang berdiri di sudut ruangan menelpon manajer Vero, meminta pertanggungjawabannya. Setelah beberapa pembicaraan, lelaki itu setuju menikahi Vero.Namun, Vero menolak keras. “Aku tidak mau menikah dengan dia! Dia tidak sekaya Excel!”Ayahnya langsung menampar meja dengan keras. “Cukup, Vero! Kamu sudah cukup mempermalukan keluarga ini. Kamu akan menikah dengannya, suka atau tidak!”***Malam itu, suasana rumah Vero sangat tegang. Anton, Papa Vero, baru saja selesai berbicara dengan manaj
Setelah mendengar kabar mengejutkan dari dokter, Excel dan Vero keluar dari ruangan dengan langkah yang berbeda. Vero tampak tampak kalut dan berusaha mencari cara untuk menjelaskan kepada Excel sementara Excel menahan gelombang emosi yang bercampur di dadanya.Ketika mereka sampai di parkiran, Excel berhenti dan menatap Vero dengan wajah tegang."Kenapa kau diam saja, Excel? Bukannya ini kabar baik?" tanya Vero dengan nada setenang mungkin, mencoba mengusir keheningan yang menyesakkan.Excel menggeleng perlahan, lalu menghela napas panjang sebelum berkata dengan nada penuh kekecewaan."Vero, kabar baik? Aku belum pernah menyentuhmu. Tapi sekarang... kau hamil?" "Excel, apa kamu lupa, kita sudah pernah melakukannya sebelum kamu kecelakaan. Berarti kehamilan ini anugerah, bukankah kita harus menerimanya dengan lapang dada?"Excel menatap Vero tajam. "Anugerah? Bagimu mungkin iya, tapi bagiku ini bencana. Aku saja tidak pernah merasa sudah menyentuhmu, kamu jangan pernah coba-coba boh
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments