Menjadi Pengantin Pengganti bukanlah sebuah kebetulan namun takdir. Seperti halnya Nur Cahyani yang bermula menghadiri pernikahan Excel sebagai tamu undangan, justru dirinya lah yang menjadi Pengantin perempuan karena mempelai wanita kabur dan membatalkan pernikahan secara sepihak. Nur menerimanya tanpa beban dan memberinya syarat meski ditentang oleh mama Excel karena Nur dari desa dan miskin. apa alasan Nur mau menerima tawaran tersebut dan alasan apa yang di ajukan Nur sehingga pernikahan itu akhirnya terjadi? Lalu kemana kah perginya calon pengantin Excel dan alasan apa Excel memeilih Nur? Kisah ini spin off dari cerita ISTRI YANG KAU SIA-SIAKAN TERNYATA WANITA TERHORMAT yang sudah tamat.
View MoreSatu minggu telah berlalu, dan Mahendra Grup kini terhuyung-huyung akibat masalah yang semakin besar. Perusahaan pusat utama yang selama ini menjadi tulang punggung mereka tengah menghadapi krisis, sementara Magna, mitra utama yang telah menjalin kerja sama selama puluhan tahun, memutuskan untuk menghentikan kemitraan mereka. Keputusan itu membuat Mahendra Grup terpuruk, seolah lumpuh tanpa arah.Sementara itu, Nur, telah memulai kuliah di fakultas kedokteran. Ia bertemu dengan banyak teman-teman baru, serta mengenal para dosen yang akan membimbingnya di perjalanan akademisnya. Hari pertama kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Harapan sudah dimulai dengan berbagai kegiatan orientasi. Setelah menyelesaikan sesi orientasi yang diisi dengan pengenalan fasilitas kampus dan penjelasan tentang jadwal kuliah, Nur pun memasuki ruang kelas pertama.Suasana di dalam kelas cukup ramai dengan mahasiswa baru yang sibuk mencari tempat duduk. Nur mencari tempat yang nyaman di bagian tengah rua
Setelah selesai menunaikan salat Magrib, Excel mengajak Nur turun untuk makan malam bersama. "Ayo, Nur, kita makan. Perutku sudah lapar sekali," ucap Excel sambil menggandeng tangan Nur.Meskipun Nur sebenarnya masih merasa kenyang sebab makan di restoran bersama wanita yang baru dikenalnya namun, ia tetap menyetujui ajakan sang suami. "Baiklah, Kak. Tapi aku mungkin makan sedikit aja," jawab Nur. Saat mereka tiba di meja makan, Oma Mentari sudah duduk rapi menunggu. Wanita tua itu tersenyum hangat melihat kedatangan mereka. "Malam, Oma," sapa Nur ramah."Malam, Nur. Yuk kita makan," balas Oma Mentari.Tak lama, Diana dan Azka keluar dari kamar mereka, bergabung di meja makan. Diana tampak anggun dengan pakaian santai, sementara Azka terlihat sedikit lelah."Papa baru pulang?" Excel menoleh ke arah Azka, memperhatikan raut wajah serius papanya."Iya, Xel. Hari-hari ini Papa tidak bisa santai sebelum dalang semua masalah ini ditemukan," balas Azka sambil menarik kursi untuk duduk.
"Mama, ngapain mau mukul istriku?" Suara Excel terdengar keras, tangannya sudah menggenggam tangan Diana dengan tegas.Diana terdiam sejenak, gugup, matanya melirik ke arah Nur yang tersenyum penuh kemenangan. Rasa panik mulai merayapi dirinya, membuatnya semakin bingung untuk memberi penjelasan."Excel..." Suara Diana bergetar, tak bisa menyembunyikan kegugupan. Ia melirik lagi ke arah Nur, yang kini berdiri dengan sikap penuh kemenangan, senyumnya semakin lebar."Mau mukul Nur? Kenapa, Ma?" Excel menatap Diana dengan tatapan serius, matanya tajam seolah menembus setiap kebohongan yang mungkin keluar dari bibirnya.Diana menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Ia menggenggam tangan Excel, berusaha tersenyum meski terlihat jelas ketegangan di wajahnya. "Em... Enggak kok. Mama... Mama cuma mau ambil kotoran di rambut Nur," jawab Diana terbata-bata, kata-katanya terdengar tidak meyakinkan.Excel mengerutkan dahi, sedikit bingung dengan jawaban Diana yang tak masuk akal. "I-iy
Nur mengepalkan kedua tangannya, menahan geram. Kata-kata yang ingin dia ucapkan terasa terhenti di tenggorokan saat Diana menjawab telepon dengan wajah ceria."Iya, Hallo," sapa Diana dengan senyuman lebar, suaranya terdengar manis dan penuh percaya diri.Nur hanya bisa diam, tak tahu siapa yang menelepon mama mertuanya dan tak dapat mendengar percakapan di seberang sana. Namun, melihat ekspresi Diana yang semakin ceria, rasa curiga mulai menguasai hatinya."Oke, tunggu ya, aku langsung otw," ucap Diana, mengakhiri panggilan dengan nada santai namun penuh arti.Setelah itu, Diana bangkit dari kursinya dengan perasaan puas, seolah baru saja memenangkan sebuah pertandingan. Dia berpamitan kepada teman-temannya, sambil melirik Nur dengan tatapan yang penuh kemenangan."Ma, Mama...! Tungguin." Nur memanggil dengan suara terburu-buru, berlari mengejar Diana.Brug...!!"Aduh... Pakai jatuh lagi!" pekik Nur saat kakinya terantuk ujung kursi. Ia terjerembap ke lantai, menahan rasa sakit di l
Excel telah tiba di perusahaan Mahendra grup, ia langsung menuju ruang rapat. Di ruang rapat utama, Excel menemukan Papanya bersama tim manajemen, termasuk direktur operasional, Pak Wijaya, dan kepala divisi legal, Bu Tari."Permisi..." ucap Excel saat membuka pintu ruang rapat."Excel, akhirnya kamu datang juga. Sini, Nak, tolong bantu Papa," ujar Azka mempersilakan putranya bergabung.Excel berjalan mendekat, menatap wajah-wajah tegang di ruangan itu."Bapak dan Ibu sekalian, izinkan saya memperkenalkan Excel Mahendra, putra tunggal saya," ujar Azka dengan nada penuh harap."Excel akan membantu menyelesaikan masalah besar yang sedang kita hadapi," imbuh Azka, penuh keyakinan.Excel mengangguk sopan, menatap semua yang ada di ruangan dengan pandangan percaya diri. "Senang bertemu dengan semuanya. Saya akan melakukan yang terbaik untuk membantu," ujarnya, meski ini pertama kalinya ia terlibat langsung dalam perusahaan keluarganya.Ruangan sunyi sejenak, hanya terdengar suara napas be
Excel mengusap wajahnya dengan tangan, berusaha menenangkan hatinya yang sedikit terusik oleh godaan Nur. Ia menatap istrinya dengan pandangan penuh teka-teki, lalu tersenyum miring, menggoda.“Kamu berani godain aku,” ucap Excel, suaranya berat, tapi ada nada main-main di sana.“Berani emang kenapa? Kan suami sendiri,” tantang Nur tanpa rasa gentar, malah tersenyum lebar seolah sengaja memancing reaksi suaminya.Excel semakin mendekat, membungkuk sedikit hingga wajahnya sejajar dengan Nur. “Yakin, enggak bakal nyesel?” tanyanya, matanya menyiratkan tantangan.Nur mengerutkan kening, penasaran. “Nyesel kenapa?”“Mau nyobain?” Excel menaikkan alisnya, wajahnya makin dekat, membuat Nur sedikit salah tingkah.“Nyobain apa, Kak?” tanya Nur, bingung tapi tetap mempertahankan ekspresi penasaran.Excel menyeringai, matanya penuh godaan. “Nyobain tugu Monasku,” bisiknya pelan, nyaris seperti sebuah tantangan yang disengaja.Nur terdiam, ekspresinya berubah drastis. “Hah...!” pekiknya, kedua m
Bab 6"Hai cantik, boleh kenalan? Aku Zarek," ucap Zarek dengan senyum buaya sembari mengulurkan tangan."Nur," balas Nur menyambut uluran tangan lelaki di depannya.Excel tak suka dengan tragedi di depannya, ia segera menarik tangan sang istri agar terlepas dari Zarek. "Lepasin, Za. Enggak semua cewek bisa kamu modusin," ucap Excel kesal.Zarek adalah teman sekolah SMA-nya dulu, meski mereka tidak terlalu dekat, tetapi Excel hapal sifat Zarek yang suka mempermainkan wanita bahkan tak segan-segan memanfaatkan wanitanya. Sebab itulah Excel tak mau berteman dekat dengan Zarek."Ya elah. Santai aja, Bro, sikap posesif kamu enggak berkurang ya. Hati-hati kalau istri kamu justru enggak betah sama sikap kamu itu," ledak Zarek dengan tersenyum sinis. Zarek memang tidak menghadiri pernikahan Excel, dan ia juga tidak di undang Excel juga maka dari itu ia memilih untuk tidak hadir."Ayo, Nur, kita pergi!" tanpa merespon apa yang di ucapkan Zarek, Excel menarik tangan sang istri untuk meningga
"Non, kamu ngapain."Nur yang sedang serius mendengarkan rencana Diana, seketika terlonjak kaget saat bahunya di tepuk seseorang. "Bibi, ngagetin aja," bisik Nur. Jantungnya berdebar sangat kencang, ia mengusap dadanya merasa lega saat tahu siapa yang berbicara di belakangnya. "Kamu nguping nyonya muda ya?" tanya wanita berambut kuncir kuda itu.Dengan cepat Nur menempelkan jari telunjuk pada bibirnya sendiri. Dan mendorong asisten rumah tangga untuk segera menjauh dari kamar Diana."Aku enggak nguping, Bi. Cuma kebetulan aja lewat, tak kira Mama ngomong sama siapa. Nah karena pintunya enggak ke tutup rapat ya udah aku lihat aja, ternyata ngomong sama telpon," ucap Nur menjelaskan. Ia tak ingin di cap aneh-aneh oleh wanita itu apalagi di ajukan dengan Diana."Yakin? Nona enggak lagi nguping pembicaraan Nyonya kan?" Wanita itu nampak mencurigai Nur, tatapannya membuat Nur tak nyaman."Yakin lah, lagian Bi Lilis ngapain sih ngurusin aku. Dahlah, aku mau ke kamar," ucap Nur merasa b
Nur terkejut mendengar ancaman halus itu. Ia menoleh, menatap ibu mertuanya dengan tersenyum membuat Diana merasa di remehkan. Bukannya takut, Nur nampak tetap tenang, meski akhirnya gadis itu menunduk, melanjutkan pekerjaannya tanpa berkomentar. Nur tahu, berdebat hanya akan memperkeruh suasana. Namun, ancaman itu tetap terasa menusuk di hatinya. Diana kembali ke meja makan dengan wajah yang tenang, seolah-olah tak terjadi apa-apa. Sementara Nur, meski merasa cemas, mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia tidak akan lama untuk menghadapi masalah ini. "Ternyata gini ya rasanya dapat mertua sadis, bikin ngenes. Pantas aja mbak Lia sampai kering kerontang, suami pelit perhitungan ipar dan mertua julid. Jabang bayi amit-amit, jangan sampai aku juga kek gitu, bisa-bisa tubuhku yang langsing ini jadi tengkorak berjalan," ujar Nur tanpa suara. Meski begitu bibirnya tetap mencar-mencor sambil membilas piring. Setelah selesai sarapan Azka berpamitan untuk berangkat ke kantor. Diana pun mengant
"Mbak, pengantinya mana kok enggak keluar-keluar. Apa memang gini caranya orang kota?" tanya Nur. Ia sudah merasa pegal duduk terlalu lama dan sudah tak sabar ingin mencicipi prasmanan. Sejak datang di acara pernikahan Excel, Nur sudah merasa lapar melihat makanan yang begitu menggugah selera meski sebelum berangkat mereka sudah sarapan, namun ia teringat ucapan sang kakak bahwa mereka boleh makan kalau akad sudah selesai. "Enggak juga sih, di undangan akad kan jam sembilan. Ini udah jam sepuluh lima menit," balas Lia sembari melihat jam di pergelangan tangannya. Satu bulan yang lalu setelah wisuda, Nur Cahyani tiba di jakarta bersama kedua orang tuanya. Ia berniat untuk melanjutkan kuliah di kota besar itu dan meraih cita-cita untuk menjadi dokter. Bermodal uang tabungan selama mengonten, tekadnya sudah bulat untuk meraih kesuksesannya. Apalagi kedua orang tuanya sangat mendukung, di tambah sang kakak ipar juga berjanji akan membantu memberi tambahan dana. Tetapi, untuk saat ini o
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments