Menjadi Pengantin Pengganti bukanlah sebuah kebetulan namun takdir. Seperti halnya Nur Cahyani yang bermula menghadiri pernikahan Excel sebagai tamu undangan, justru dirinya lah yang menjadi Pengantin perempuan karena mempelai wanita kabur dan membatalkan pernikahan secara sepihak. Nur menerimanya tanpa beban dan memberinya syarat meski ditentang oleh mama Excel karena Nur dari desa dan miskin. apa alasan Nur mau menerima tawaran tersebut dan alasan apa yang di ajukan Nur sehingga pernikahan itu akhirnya terjadi? Lalu kemana kah perginya calon pengantin Excel dan alasan apa Excel memeilih Nur? Kisah ini spin off dari cerita ISTRI YANG KAU SIA-SIAKAN TERNYATA WANITA TERHORMAT yang sudah tamat.
Lihat lebih banyakLia tak menyangka sang adik terlihat begitu terpukul. Ia memandang Nur yang terus menggenggam tangan Excel, tubuhnya gemetar di tengah isaknya yang tak kunjung reda."Apa Nur begitu mencintai Excel?" batin Lia.Lia memeluk sang adik sambil menepuk lembut bahunya. "Sabar, Nur. Semua ini sudah takdir. Excel pasti ingin kamu kuat," ucap Lia, berusaha menghibur meski hatinya juga pilu.Nur menggeleng keras, wajahnya basah oleh air mata. "Tapi, Mbak, Kak Excel sudah janji kita akan bersama terus. Kebersamaan kita baru sebentar. Aku gak mau dia pergi secepat ini," isaknya dengan suara parau. Kepalanya bersandar di bahu Lia, tubuhnya lemah seolah tak sanggup menopang beban perasaan yang begitu berat.Lia menyeka keringat yang membanjiri kening sang adik. Namun, tiba-tiba tubuh Nur melemas, dan kesadarannya hilang."Nur! Nur, bangun!" pekik Lia panik sambil mengguncang pelan tubuh adiknya.Heri, yang sejak tadi hanya mematung, segera bergerak menghampiri. "Biar aku yang bawa dia!" katanya cep
Setibanya di depan rumah sakit, sebuah ambulans berhenti tak jauh dari mereka. Suara sirene yang sebelumnya terdengar kini mereda, meninggalkan keheningan yang terasa berat. Perawat itu menghentikan kursi roda Nur, memastikan semuanya baik-baik saja.Ambulans yang berhenti di depan rumah sakit itu memang ditujukan untuk mengangkut Excel. Petugas medis yang sebelumnya mendorong brankar keluar dari ruang ICU kini melangkah cepat ke arah ambulans, memastikan semuanya siap untuk perjalanan.Nur memejamkan mata, bibirnya bergetar lirih. "Ya Allah, jika Engkau masih berkenan memberiku waktu untuk bersamanya, lindungilah dia. Jangan biarkan dia pergi sebelum aku sempat mengucapkan betapa aku mencintainya. Berikanlah kekuatan untuknya, Ya Rabb, karena aku terlalu lemah untuk kehilangan dia. Di hatiku, kak Excel bukan hanya seorang suami, melainkan separuh napas yang aku butuhkan untuk bertahan. Dia telah menjadi candu yang tak bisa kulepaskan, meski sekejap saja.
Ruangan itu masih diliputi keheningan. Dokter dan asistennya sibuk mempersiapkan peralatan untuk memindahkan Excel, sementara Nur tetap memandang Azka dengan tatapan penuh tanya. Kecemasan menyelimuti wajahnya, tetapi ia mencoba menahan diri agar tetap tenang. "Nur, sebelumnya Papa sudah berdiskusi dengan dokter dan juga nak Heri. Excel akan dipindahkan ke rumah sakit di Jakarta. Dengan begitu, Papa bisa terus memantau keadaannya tanpa meninggalkan pekerjaan di kantor yang sedang banyak sekali. Apalagi, perusahaan masih dalam proses pemulihan. Tidak mungkin kan Papa meninggalkannya terlalu lama." "Nur, Mbak-mu juga enggak mungkin meninggalkan anak-anak terlalu lama. Jadi, nanti di Jakarta kamu tinggal bersama kami dulu. Lia bisa lebih mudah merawatmu dan memastikan keadaanmu pulih kembali," sahut Heri sambil menatap Nur dengan serius. Lia yang masih berdiri di samping Nur mengangguk setuju. "Iya, Nur. Ku rasa itu jauh lebih baik. Lag
"Tapi, Mbak, Kak Excel beda. Aku suka sama dia sejak pertama kali bertemu, jadi izinkan aku untuk memperjuangkan perasaan ini. Dia nggak pernah memaksa aku untuk apa-apa. Dia selalu bilang kalau dia ingin semuanya berjalan sesuai kehendak aku juga," jawab Nur, mencoba meyakinkan Lia. Air mata yang sejak tadi ia bendung lolos begitu saja membanjiri wajah pucatnya.Lia mendengus kecil, meletakkan mangkok yang masih di pegang ke atas nakas lalu melipat tangannya di depan dada. "Ucapan manis begitu sudah sering aku dengar, Nur. Kamu tahu apa? Mereka bilang begitu cuma untuk bikin kita lengah. Jangan sampai kamu menyesal di kemudian hari," ujar Lia memperingati.Nur menggigit bibirnya, merasa kecil di hadapan Lia. "Aku tahu, Mbak. Tapi selama ini Kak Excel nggak pernah menyakitiku. Dia perhatian, dia...""Dia perhatian? Nur, perhatian itu bukan tanda cinta. Kadang itu cuma cara untuk menguasai hati kita tanpa kita sadar," potong Lia. "Dengar
_"Mas Azka,Maafkan aku atas segala luka yang pernah kutorehkan di hatimu. Aku tahu, aku telah menghancurkan kepercayaan dan cinta kita. Nafsu sesaat telah membutakan mata dan hatiku. Untuk putraku, Excel, maafkan Mama yang gagal menjadi sosok ibu seperti yang seharusnya. Mama tidak pernah benar-benar membenci kalian. Mama hanya marah pada diri sendiri, pada kelemahan yang membuat Mama tenggelam dalam rasa sakit tanpa mampu melawan. Excel, jaga istrimu baik-baik. Dia lebih kuat dari yang pernah Mama duga, dan kekuatannya akan menjadi cahaya dalam keluarga kalian. Semoga Tuhan mengampuni semua kesalahanku."_Air mata Azka mengalir tanpa bisa ia tahan. Setiap kata pada surat itu menghantam hatinya dengan perasaan campur aduk—kesedihan, penyesalan, dan pengertian. Surat itu terasa seperti jeritan terakhir Diana, mencoba meminta pengampunan yang terlambat.Azka memejamkan mata, menggenggam surat itu erat di tangannya. "Diana... kenapa kamu baru mengatakan ini sekarang?" bisiknya pelan, s
Lia yang baru saja mendapat kabar dari Azka langsung memutuskan untuk terbang ke Bali bersama Heri, suaminya, meninggalkan anak-anak mereka di rumah."Astaga, Nur, kamu benar-benar bikin repot! Kenapa kamu enggak pernah dengerin omonganku? Bagaimana aku menjelaskan ini pada Bapak dan Mamak?" Lia terus menangis, suaranya bergetar penuh emosi. Di dalam mobil yang dikemudikan Pak Supri menuju bandara, air mata tak henti mengalir di pipinya.Heri, yang duduk di sampingnya, hanya bisa merangkul pelan, mencoba menenangkan istrinya. "Sabar, Li. Kita belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jangan langsung menyalahkan Nur sebelum kita mendengarnya sendiri."Lia mengusap wajahnya dengan kasar, mencoba mengendalikan diri, tetapi hatinya terasa semakin berat. "Tapi Bang, dia itu keras kepala banget. Coba aja kalau dia enggak nikah sama Excel engak bakal ada kejadian kayak gini. Lagian kenapa Nur seakan-akan lupa dengan syarat yang dia buat sendiri. Aku sudah capek mem
Mata Nur membelalak. Air mata mulai mengalir di pipinya, namun Diana justru tertawa sinis melihat ketakutannya. Saat ia akan membalas, Diana lebih dulu mencela."Kamu pikir ada yang bakal datang menyelamatkanmu? Tidak ada, Nur. Kali ini, kamu hanya punya aku dan amarahku," lanjut Diana sambil memegang dagu Nur dengan kasar.Diana berdiri tegak, mengambil sebuah pisau kecil dari dalam saku jaketnya. Ia memainkan benda itu dengan santai, seolah ingin menambah ketegangan Nur."Kamu tahu," kata Diana sambil menatap pisau di tangannya, "aku sudah kehilangan segalanya. Suami, kebebasanku, rencanaku. Dan semua itu karena kamu. Jadi, apa salahnya kalau aku ambil sesuatu darimu juga?"Nur gemetar hebat, tubuhnya seakan membeku. Ia tahu Diana sedang di ujung kewarasan, dan ini bukan hanya ancaman kosong.Tak lama, Zarek kembali dengan membawa sebotol cairan bening. "Sudah siap, Tante," katanya dingin.Diana berbalik dengan senyum puas. "Bagus. Kita akan mulai pertunjukannya sekarang."Zarek men
Lia menarik napas panjang sebelum mengalihkan panggilan VC, mencoba mengendalikan kegugupannya. Ia tahu sang Mamak tidak mudah dibohongi, tapi dirinya juga tidak bisa membiarkan keadaan semakin rumit."Mak, Nur itu sebenarnya lagi belajar kelompok di rumah temannya. Tadi malam temannya itu minta Nur untuk nginep karena mereka begadang sampai larut." Akhirnya Lia memberikan alasan, suaranya terdengar bergetar di ujung kalimatnya.Ada jeda di seberang, sebelum Isna bertanya dengan nada curiga."Teman cewek apa cowok, Li?"Lia langsung merespons cepat, terlalu cepat hingga terdengar gugup."Cewek, Mak. Teman cewek kok. Tenang saja, Nur aman."Namun, jawaban itu justru membuat Isna semakin bingung."Tadi kamu bilang Nur lagi tidur di kamarnya, kok sekarang malah dibilang nginep di rumah teman? Kamu ini kenapa jawabannya beda-beda terus?"Lia terpaku. Ia bisa merasakan darahnya mengalir lebih cepat, jantungnya berdegup kencang. Ia tahu, jika tidak segera menjelaskan sesuatu yang masuk aka
Nur merasakan dinginnya lantai beton yang menusuk hingga ke tulang. Napasnya tersengal-sengal di balik sumpalan kain yang menutupi mulutnya. Ia menggeliat pelan, mencoba mengendurkan tali kasar yang melilit pergelangan tangannya. Rasa perih akibat gesekan tali semakin menyiksa, tapi Nur tak memedulikan itu. Ia hanya ingin bebas.Dengan mata sembab yang basah oleh air mata, ia melirik sekeliling ruangan yang gelap. Satu-satunya cahaya datang dari lampu kecil yang menggantung di sudut. Udara lembap bercampur bau debu memenuhi ruang sempit itu. Tak ada suara lain selain detak jantungnya yang menggema di telinga."Aku harus keluar dari sini. Aku enggak mau ada di sini terus," pikir Nur sambil menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri.Namun, semakin ia berusaha melepaskan ikatan di tangan, semakin sakit rasa pergelangannya. Kulitnya lecet, bahkan mungkin berdarah, tapi tidak ada yang bisa ia lakukan selain terus mencoba."Ya Allah, tolong hamba. Kirimkan pertolongan agar aku bisa k
"Mbak, pengantinya mana kok enggak keluar-keluar. Apa memang gini caranya orang kota?" tanya Nur. Ia sudah merasa pegal duduk terlalu lama dan sudah tak sabar ingin mencicipi prasmanan. Sejak datang di acara pernikahan Excel, Nur sudah merasa lapar melihat makanan yang begitu menggugah selera meski sebelum berangkat mereka sudah sarapan, namun ia teringat ucapan sang kakak bahwa mereka boleh makan kalau akad sudah selesai. "Enggak juga sih, di undangan akad kan jam sembilan. Ini udah jam sepuluh lima menit," balas Lia sembari melihat jam di pergelangan tangannya. Satu bulan yang lalu setelah wisuda, Nur Cahyani tiba di jakarta bersama kedua orang tuanya. Ia berniat untuk melanjutkan kuliah di kota besar itu dan meraih cita-cita untuk menjadi dokter. Bermodal uang tabungan selama mengonten, tekadnya sudah bulat untuk meraih kesuksesannya. Apalagi kedua orang tuanya sangat mendukung, di tambah sang kakak ipar juga berjanji akan membantu memberi tambahan dana. Tetapi, untuk saat ini o...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen