Chapter: Kebahagiaan yang SempurnaMatahari sore itu memancarkan sinar keemasan, memantul indah di permukaan danau yang tenang. Lia, Heri, Shaka, Kayla, dan Sofyan sedang menikmati liburan mereka di sebuah vila di pinggir danau yang asri. Suara tawa anak-anak menggema, menyatu dengan suara alam yang damai. Kayla dan Shaka sedang bermain di dekat dermaga kayu, sementara Sofyan yang kini sudah berusia 22 bulan, berlari-lari kecil di taman rumput, tawa cerianya membuat suasana semakin hangat.Lia duduk di bangku taman, memperhatikan Sofyan yang mencoba mengejar kupu-kupu kecil. "Dia semakin besar dan lincah ya, Bang," ucap Lia sambil tersenyum penuh kebahagiaan.Heri, yang berdiri di dekatnya, mengangguk sambil tersenyum. "Iya, Sofyan tumbuh begitu cepat. Rasanya baru kemarin dia masih digendong, sekarang sudah bisa lari-lari seperti ini," jawabnya sambil mendekat dan mememeluk pinggang Lia. "Kita benar-benar diberkahi dengan keluarga yang bahagia."Lia mengangguk pelan, hatinya diliputi rasa
Terakhir Diperbarui: 2024-09-19
Chapter: Hidayah yang Luar BiasaDua hari di kampung halaman saatnya Lia dan keluarga kembali ke Jakarta. Mereka tak bisa berlama-lama meninggalkan Sofyan bersama orang lain. Mereka berpamitan dengan suka duka, apalagi Nur yang merengek ingin ikut terus."Shaka, aku pengen ikut! Kamu di kampung aja, keenakan di kota terus lupa sama desa!" gerutu Nur."Ayo dong kalau mau ikut, memangnya Bulik enggak sekolah?" tanya Shaka."Nah itu halangannya."Mereka semua tertawa dengan tingkah Nur yang seperti anak kecil."Dadah, Bulik, kamu enggak boleh ikut. Weeee," teriak Kayla melambaikan tangan dari dalam mobil sambil menjulurkan lidahnya. "Kayla, awas kamu ya. Pokoknya aku mau kuliah di jakarta, nyusulin kamu!" balas Nur sambil berteriak juga."Hati-hati ya, Nduk, Le," ucap Pak Bambang dan Mak Isna."Enggeh, Pak, Mamak," balas Lia dan Heri secara bersamaan.Setelah semua masuk ke dalam mobil, mobil berlalu meninggalkan pekarang rumah Pak Bamba
Terakhir Diperbarui: 2024-09-19
Chapter: Kembali BerdukaPerjalanan yang biasanya di tempuh tujuh jam, kini lima jam telah sampai.Mobil Heri yang dikendarai Pak Supri berhenti perlahan di halaman rumah Mak Sarmi, diikuti mobil ambulans yang parkir tepat di belakangnya. Mak Sarmi keluar dari rumah dengan ekspresi bingung saat kedatangan dua kendaraan yang membuatnya merasa ada sesuatu yang tidak beres. Heri keluar dari dalam mobil dan di susul oleh Pak Supri, Lia, Shaka dan Kayla. Mak Sarmi semakin terkejut saat melihat kedatangan mantan menantu dan kedua cucunya secara tiba-tiba."Lia? Shaka, Kayla? Kamu kesini....." ucap Mak Sarmi menggantung seakan-akan ia tak percaya dengan kedatangan orang-orang yang dulu selalu ia remehkan.Mak Sarmi bahkan sempat pangkling menatap Lia, ia baru menyadari saat melihat Shaka dan Kayla. "Sayang, Salim dulu sama Mbah Uti," titah Lia setelah dirinya selesai menyalami mantan ibu mertuanya. Shaka dan Kayla pun patuh.Petugas ambul
Terakhir Diperbarui: 2024-09-19
Chapter: Kembali ke RumahMobil Heri akhirnya berhenti di halaman rumah mereka. Lampu-lampu di luar rumah menyala terang, seolah menjadi satu-satunya tanda kehangatan di tengah ketegangan yang masih menyelimuti pikiran mereka. Lia dan Heri keluar dari mobil dengan tubuh yang masih bergetar, terutama Lia, yang merasa seolah napasnya belum benar-benar kembali normal."Alhamdulillah, kita selamat," gumam Lia pelan sambil menutup pintu mobil dengan tangan gemetar. Dia menatap Heri dengan mata penuh kecemasan. Wajahnya masih pucat setelah kejadian mencekam yang baru saja mereka alami.Heri diam beberapa saat, mencoba mengatur napasnya yang masih memburu. “Ya Allah, tadi itu... aku benar-benar tidak bisa berpikir. Kalau saja kita terlambat sedikit, untung saja Pak Supri sangat sigap...” ucapnya, suaranya serak.Lia mengangguk, lalu menatap rumah mereka. “Aku... aku masih merasa ada yang tidak beres. Tadi itu bukan hanya kecelakaan biasa, Bang.. ada sesuatu yang lebih dari itu.”
Terakhir Diperbarui: 2024-09-19
Chapter: Pertanda di Jalan RayaHari mulai beranjak sore ketika Lia dan Heri keluar dari restoran menuju mobil, mereka baru saja mengahadiri sebuah undangan kerja sama. Langit sedikit mendung, dan suasana di dalam mobil terasa tenang. Namun, di sudut lain kota, di sebuah jalan raya dekat lampu merah, Tedy sedang menunggu dengan sabar di bawah pohon pinggir jalan seperti yang diperintahkan oleh Mbah Marni. Pohon bringin yang besar itu sifatnya sangat kuat dan membuat kota terlihat hijau, serta akarnya yang kuat mampu menahan erosi tanah."Jangan khawatir, Ted. Jin yang kuberi tugas akan memastikan Heri celaka. Kamu hanya tinggal menunggu," bisik Mbah Marni melalui sambungan telepon yang sudah disiapkan sejak tadi.Tedy menatap jam di HP-nya. “Saya sudah tidak sabar, Mbah. Lia harus segera jadi milik saya lagi.”Di sisi lain, di dalam mobil Heri, Pak Supri, tiba-tiba merasa tidak nyaman. Keningnya berkerut dan sesekali ia menengok ke kaca spion, seolah sedang mencari sesuatu yang tak terlihat oleh mata.Lia, yang dud
Terakhir Diperbarui: 2024-09-19
Chapter: Menyiapkan Rencana Selanjutnya Lia tak menghiraukan Tedy, ia segera membuka vidio itu. Di mulai dari ruang depan. Tak lupa Heri juga ikut menonton, Excel, pak Budi dan beberapa karyawan sebisa mungkin ikut mengintip saat mereka berdua mengamati vidio tersebut mereka justru dibuat kaget. Bagaimana tidak, dalam rekaman itu tidak kelihatan seorang wanita, hanya terlihat Tedy yang sedang mendesah dan bergoyang sendirian di ruang tamu. Vidionya terlihat menjijikkan sebab Tedy tak memakai sehelai benang apapun. Mereka berdua menonton sampai selesai tiga vidio itu, namun hanya terlihat Tedy sendirian yang seperti prang kesurupan atau mabuk. Sangat jelas vidio itu tak ada siapapun kecuali Tedy sendirian. Setelah selesai menonton vidio tersebut Heri langsung merebutnya dari tangan sang istri dan melemparnya ke arah Tedy, "Sudah nuduh-nuduh enggak jelas ternyata vidio orang stres lagi birahi. Lihat saja sendiri vidio itu sampai selesai, apa kamu enggak merasa malu! Dasar laki-laki berkelainan bikin orang jijik aja!"Menden
Terakhir Diperbarui: 2024-09-17
Chapter: Kabar yang MeghentakLia langsung duduk tegak, napasnya memburu. Tubuhnya dingin oleh keringat, meskipun udara kamar terasa hangat. Tanpa pikir panjang, ia menyibak selimut dengan kasar dan melangkah turun dari tempat tidur. Gemuruh di dadanya tak bisa diabaikan, firasat buruk seolah menggantung berat di udara."Pak Supri, tunggu di rumah sakit. Aku akan segera ke sana menyusul," titah Lia dengan nada panik melalui telepon. Suaranya nyaris bergetar, namun tetap tegas. Tak menunggu jawaban, ia langsung memutus sambungan secara sepihak, tangannya gemetar menggenggam telepon."Bang...! Bangun, Bang! Nur hilang!" Lia mengguncang tubuh Heri yang masih terlelap di sampingnya.Heri mengerjap-ngerjapkan mata, mencoba mencerna kata-kata istrinya. Wajahnya yang kusut menandakan ia masih setengah sadar. "Apa? Hilang? Siapa yang bilang?" tanyanya dengan nada bingung."Pak Supri! Udah, cepetan bangun!" Lia berkata dengan cemas. Ia melangkah tergesa ke ranjang bayi, tempat kedua anak kembarnya, Rama dan Sinta, tertidur
Terakhir Diperbarui: 2025-01-12
Chapter: Nur HilangVeronica tersenyum kecil, berjalan mendekat ke sisi ranjang. "Iya, Sayang. Tapi ada urusan mendadak yang harus aku selesaikan. Ini penting. Kamu lupakan saja gadis itu ya, kalau kamu mengingat dia terus bisa-bisa pernikahan kita nanti bisa gagal karena kamu terus memikirkan wanita lain. Dan aku tidak ingin ada wanita lain dalam pernikahan kita."Excel menatapnya penuh rasa ingin tahu. “Maaf, aku tidak akan mengingatnya lagi. Memangnya urusan apa? Apakah ada hubungannya dengan pekerjaanmu?”Veronica mengangguk cepat. “Iya, sesuatu yang berkaitan dengan klien penting. Kalau aku tidak menyelesaikannya malam ini, bisa berantakan semuanya. Aku janji, besok pagi aku akan kembali sebelum kamu keluar dari rumah sakit.”Excel terdiam sejenak, mencoba mencerna alasan Veronica. Namun, ada sesuatu dalam nada suaranya yang terasa janggal. "Kenapa harus malam ini? Apa tidak bisa ditunda sampai besok?"Veronica menghela napas panjang, mencoba menyembunyikan kegelisahan di matanya. "Tidak, Sayang. Ak
Terakhir Diperbarui: 2025-01-12
Chapter: Retrograde AmnesiaVeronica mengangguk sembari tersenyum menanggapi Excel.Excel menatap Veronica lebih dalam, seolah mencari jawaban yang tak pernah ia temukan sebelumnya. "Aku ingat semuanya, Vero. Janji-janji itu, harapan kita... semua yang pernah kita bangun bersama.""Iya, Sayang, aku sudah tidak sabar menanti hari bahagia kita. Kamu cepat sembuh ya, biar kita segera menyiapkan pernikahan yang kita idamkan," balas Vero.Vero memeluk Excel, bibirnya melengkung ke atas, ia merasa puas karena rencananya telah berjalan dengan mulus.Ruangan rumah sakit itu terasa lebih cerah dengan senyum Veronica yang terus menghiasi wajahnya. Ia tetap memeluk Excel, merasakan tubuh pria itu yang kini lebih hangat dari sebelumnya. Namun, suara ketukan pintu mengalihkan perhatian mereka berdua.Dokter masuk, diikuti oleh seorang perawat yang membawa alat pemeriksaan. Dengan ramah, dokter menyapa, “Selamat sore, Tuan Excel. Bagaimana perasaan Anda hari ini?”
Terakhir Diperbarui: 2025-01-11
Chapter: Keputusan Bruak!Parsel buah yang ada di tangan Nur seketika jatuh ke lantai, membuat suara yang menggema di ruangan itu. Matanya membulat, bibirnya bergetar, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar."Ka-k Ve-ro?" Nur berusaha memastikan, suaranya nyaris berbisik. Tatapan bingungnya beralih pada Excel yang hanya bisa mengangguk tanpa mengucap sepatah kata pun.Veronica tersenyum tipis, seolah tak menyadari keterkejutan yang melanda Nur. "Iya, kami sudah lama merencanakan ini, tapi semuanya tertunda karena kondisi Excel. Saya tetap setia menunggunya sampai dia sembuh."Nur masih terpaku di tempat. "Kak Excel, apa benar kamu akan menikah dengannya?" tanyanya pelan, suaranya bergetar, penuh dengan kekecewaan."Iya, Nur. Dan pernikahan kami akan segera berlangsung setelah aku keluar dari sini," balas Excel.Nur berdiri di hadapan Veronica, matanya menyala oleh kemarahan yang tak lagi bisa ditahan. Kata-kata Excel tentang pernikahan mereka sebelumnya seperti belati yang menghujam dada
Terakhir Diperbarui: 2025-01-10
Chapter: Kembalinya VeroSetelah memastikan Nur masuk dengan selamat, Pak Supri segera kembali ke rumah Heri. Mobil meluncur perlahan meninggalkan kediaman besar keluarga Azka, meninggalkan Nur yang berdiri di ambang pintu.Udara dingin dini hari menyelinap melalui celah pintu, membuat Nur menarik syal yang melingkar di lehernya lebih erat. Rumah besar itu sunyi, hanya ditemani gemericik air dari kolam kecil di halaman depan. Asisten rumah tangga yang bertugas malam itu segera menyambutnya."Pagi, Non Nur. Apa perlu saya siapkan sesuatu? Teh hangat, mungkin?" tanya bidan Lilis berbasa-basi. Wajahnya tak sedikitpun menampakkan keramahan.“Enggak perlu, Bi. Nur capek, mau langsung ke kamar. Tapi sebelum itu, Nur mau nengok Oma dulu,” jawab Nur lembut, menghapus jejak kelelahan dari suaranya.Bi Lilis mengangguk. “Baik, Non."Nur berjalan perlahan menyusuri lorong rumah yang panjang. Kakinya berhenti di depan sebuah pintu kayu besar berukir. Ia mengetuk perlahan sebelum membuka pintu."Oma, Nur masuk, ya," katan
Terakhir Diperbarui: 2025-01-08
Chapter: Budak CintaDini hari setelah selesai menunaikan kewajiban dua rakaat, Nur bersiap untuk pulang ke kediaman Excel Mahendra.“Kak, aku pulang dulu ya. Kamu cepat sembuh, biar kita bisa pulang bersama,” ucap Nur lirih, suaranya nyaris tenggelam oleh keheningan ruang rawat. Ia menatap wajah Excel yang masih tertidur pulas, napasnya teratur, seolah sedang bermimpi damai.Nur menggigit bibir bawahnya, menahan haru. Karena tak berani mencium suaminya, ia hanya mencium jari telunjuk dan jari manisnya sendiri, lalu menempelkannya lembut pada pipi Excel.“Kak, aku percaya kamu pasti akan ingat semuanya lagi,” bisik Nur dengan mata berkaca-kaca sebelum beranjak pergi.Langkah Nur pelan saat melewati koridor rumah sakit. Pikirannya penuh dengan kenangan bersama Excel, juga rasa cemas yang tak kunjung sirna. Setiap detik Excel masih terbaring di sana, hatinya terasa tercekat oleh ketakutan kehilangan.Saat Nur keluar dari pintu utama rumah sakit, udara dingin di
Terakhir Diperbarui: 2025-01-07
Chapter: Part Ending "Raka, kamu beneran ngasih ini semuanya buat kami?" tanya Amira setelah ia melihat mas kawin yang diberikan suaminya."Iya, Mir. Semuanya buat kalian, dan masih banyak lagi yang akan aku berikan buat kalian salah salah satunya kasih sayang," balas Raka."Masya Allah, Raka. Aku enggak meminta harta yang berlimpah, aku hanya meminta kasih sayang dan tanggung jawabmu, tetapi kenapa kamu memberiku sebanyak ini. Dari mana kamu dapatkan ini, Rak? Bahkan kamu bisa menyiapkan semuanya sebaik ini. Apa jangan-jangan kamu keluarga Sultan?" tanya Amira dengan kedua mata yang berkaca-kaca.Setelah selesai akad mereka naik ke atas panggung untuk sesi pemotretan dan lainnya."Iya, semua yang mengurus orang-orangku dari Bali. Hartaku di Bali sangat berlimpah dan aku yakin tidak akan habis di makan tujuh belas turunan. Kamu jangan ngomong kayak gitu, kamu dan anak-anak segalanya untukku. Jadi milikku juga jadi milikmu," ucap Raka menghapus air mata Amira yang mulai berjatuhan."Jangan nangis, Mir. Nan
Terakhir Diperbarui: 2024-10-12
Chapter: Ikatan BaruHari Minggu yang dinanti akhirnya tiba. Di sebuah ruangan dengan cermin besar berhias lampu, Amira duduk tenang, matanya menatap pantulan wajah yang perlahan berubah semakin memukau di tangan MUA terbaik yang telah dipilih oleh anak buah Raka. Jemarinya yang halus menyentuh gaun yang menjuntai indah, seolah merasakan kehangatan hari istimewa yang sudah di depan mata.Sementara itu, di sudut lain ruangan, Celine, putrinya yang ceria, tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Gadis kecil itu duduk dengan riang saat dirinya dipakaikan gaun yang membuatnya tampak seperti seorang putri dari negeri dongeng. Senyumnya mengembang, matanya berbinar, membayangkan momen di mana ia akan berjalan di samping Amira, dan akhirnya, memiliki seorang ayah. Hari ini bukan hanya hari untuk Amira, tapi juga untuk Celine, yang merasa dunia kecilnya kini lengkap dan penuh cinta.Jantung Amira berdegup semakin cepat seiring waktu berlalu. Pernikahan kali ini terasa jauh lebih mendebarkan dibandingkan sebelumnya
Terakhir Diperbarui: 2024-10-12
Chapter: Amira Mendapat Cemoohan Pikiran Raka melayang-layang di dalam kecemasan, keluarganya di Bali, terutama Ajik dan Biyang—ayah dan ibunya, punya pandangan yang sangat tradisional tentang pernikahan. Status Amira sebagai seorang janda membuat segalanya terasa lebih sulit.“Halo, Bli. Saya sudah menyampaikan pesan kepada Ajik dan Biyang,” suara Pak Wayan terdengar dari seberang sana, tenang namun sedikit berat.Raka terdiam sejenak, mencoba meredakan degup jantungnya yang semakin cepat. “Bagaimana keputusan mereka, Pak?” tanyanya, tak mampu menyembunyikan kegugupannya.Di seberang telepon, Pak Wayan terdiam beberapa saat. Keheningan itu semakin membuat Raka gelisah. Ia tahu betul betapa keras kepala keluarganya dalam urusan pernikahan. Seandainya Amira tidak mendapat restu hanya karena statusnya, ia sudah bertekad tidak akan pernah kembali ke Bali—tanah kelahirannya yang selama ini ia jaga dalam hati.“Ajik dan Biyang setuju, Bli,” akhirnya Pak Wayan berbicara, suaranya terdengar lebih ringan. “Mereka sudah meres
Terakhir Diperbarui: 2024-10-11
Chapter: Cahaya Di Tengah Perjuangan Amira menarik napas dalam-dalam. Rasa haru memenuhi dadanya. Setiap kata yang diucapkan Raka menyentuh hatinya, meski keraguan masih bergelayut di pikirannya. Dengan Bismillah, ia akhirnya berkata, "Iya. Aku."Raka tersenyum lebar, matanya berbinar penuh kegembiraan. "Alhamdulillah, terima kasih, Mira. Terima kasih sudah mau menerimaku. Jujur, aku merasa hidupku kembali berwarna sejak bertemu kamu."Amira tersenyum tipis, "Aku juga bersyukur bisa ketemu sama kamu." Mereka saling tersenyum dan menatap satu sama lain, seakan-akan dunia di sekitar mereka menghilang. Hanya ada mereka berdua, tenggelam dalam keheningan yang penuh makna, seolah-olah waktu berhenti dan semua yang mereka butuhkan hanyalah kehadiran satu sama lain."Aku mau kita menikah Minggu depan ya, aku udah enggak sabar ingin menghalalkanmu, Mir," ujar Raka serius."Hah! Kamu beneran? Nikah itu bukan permainan, Rak, kita harus mengurus ini itu dan banyak hal yang harus di urus. Paling tidak dua bulanan lah," balas Amira.
Terakhir Diperbarui: 2024-10-11
Chapter: Keputusan Di Senja HariSetengah jam kemudian mereka sudah sampai di parkiran pelataran gedung bioskop. Mereka berempat akhirnya turun dan masuk ke dalam gedung.Suasana lumayan ramai, kebanyakan pengunjung para muda-mudi dan para keluarga kecil yang ingin mencari hiburan di tempat ini.Raka segera membeli tiket. Setelah itu, tak lupa ia juga membeli cemilan untuk teman mereka nonton sebentar lagi. Kini dua popcorn berukuran jumbo dan empat minuman sudah berada di tangan mereka.Mereka bergegas masuk ke dalam studio yang sebentar lagi akan menayangkan film yang diinginkan Celine dan Kenzo. Mereka langsung mencari tempat duduk yang tadi sudah di pesan, tempat duduk di bagian tengah. Lokasi ternyaman di ruangan ini.Mereka berempat duduk di kursi tersebut. Celine dan Kenzo di tengah, Celine di sebelah kiri Raka sedangkan Kenzo di sebelah kanan sang bunda. "Aku udah enggak sabar, Om, nonton filmnya," ujar Celine."Iya, ini sebentar lagi mau di putar. Sabar ya," balas Raka sembari mengusap pucuk kepala Celine d
Terakhir Diperbarui: 2024-10-09
Chapter: Dalam Dekapan Kebersamaan Raka serta Amira dan Kenzo menjemput Celine ke sekolah. Mereka berencana untuk jalan-jalan dan makan bersama. Raka mengendarai mobil Amira menuju sekolahan Celine. Raka memutar kemudi perlahan, lalu menepikan mobil di bawah bayangan pohon besar yang menaungi gerbang sekolah. Cuaca siang itu terasa hangat, namun teduh karena dahan pohon yang melindungi dari teriknya matahari. Amira menghela napas ringan saat melihat anak-anak mulai berlari ke arah gerbang, beberapa diantaranya tersenyum lebar menyambut orang tua mereka. “Kita sudah sampai,” ujar Raka seraya mematikan mesin mobil. Ia memandang sekilas ke arah Amira yang tampak sibuk menatap keluar jendela. "Ya, akhirnya. Semoga Celine segera keluar," jawab Amira sambil membuka pintu mobil. Suaranya terdengar lembut, namun ada sedikit nada kelelahan. Sedangkan Kenzo anteng duduk di kursi barisan kedua sambil makan permen lolipop. Begitu Amira menginjakkan kaki di trotoar, angin segar menyapu wajahnya. Ia memicingkan mata, mencoba me
Terakhir Diperbarui: 2024-10-08