Home / Pendekar / Pendekar Kujang Emas / 317. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Share

317. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

Author: Ramdani Abdul
last update Last Updated: 2022-09-14 21:45:53
Di tempat berbeda, Limbur Kancana kembali membuka mata setelah bersemedi cukup lama. Pendekar itu mendongak ke atas permukaan kolam, terhenyak saat kembali melihat dua sosok yang sama seperti yang pernah ia dapati di permukaan Telaga Asri.

“Kini aku tahu semua yang sudah terjadi. Aji Panday, kau benar-benar membuatku terlihat bodoh selama ini.” Limbur Kancana berdiri di mana matanya tampak berkaca-kaca, sekuat tenaga menahan air mata.

“Terima kasih karena kau sudah melakukan segala hal yang kau bisa untuk melindungi Lingga selama ini. Sebesar apa pun pengorbananku, aku tentu tidak bisa menandangi semua usaha dan pengorbananmu. Beristirahtlah dengan tenang sahabatku. Aku pastikan akan melindungi Lingga dengan semua hal yang aku miliki.”

Limbur Kancana mengentak kaki kuat-kuat, melesat cepat menuju permukaan. Ia mendarat di sisi kolam, menghadap dua sosok yang dikenalnya. Dua sosok itu memberikan salam penghormatan padanya, kemudian menghilang dan kembali ke wujud dua cahaya.

Limbur
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sujiono Jiono
apdatenya thor..tq
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pendekar Kujang Emas   318. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Lingga tengah berbaring di atas batu, menatap langit-langit gua. Keadaan begitu sunyi, di mana hanya diramaikan oleh deburan air terjun. Pemuda itu bergerak ke samping kiri, beralih ke samping kanan hingga akhirnya kembali ke posisi semula yang menghadap Telaga Asri.“Aku masih sangat penasaran dengan yang sudah terjadi pada paman selama dia berada di dalam ruangan rahasia itu?” Lingga segera duduk bersila, menoleh pada arah ruangan rahasia. “Apa jika aku kembali menyelami Telaga Asri aku akan bisa memasuki ruangan rahasia itu seperti paman dan Sekar Sari?”Lingga mengembus napas panjang, kembali berbaring dengan kedua tangan sebagai bantalan kepala. Tatapannya menoleh pada Limbur Kancana dan Sekar Sari berada. “Paman dan Sekar Sari benar-benar aneh hari ini.”Lingga berusaha terpejam, menjemput kantuk. Namun, ia terus-menerus terjaga. Tatapannya kembali menoleh pada Limbur Kancana yang tengah bersemedi. Pikirannya menuntunnya pada kesimpulan yang sudah dirinya katakan sebelumnya. “Ap

    Last Updated : 2022-09-15
  • Pendekar Kujang Emas   319. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    “Lalu bagaimana dengan pencarian kalian mengenai Tarusbawa?” tanya Bangasera.Wintara diam sesaat, menahan Nilasari yang akan kembali bicara. Ia berusaha memikirkan pilihan yang tepat antara memberi tahu Bangasera mengenai kebenaran Tarusbawa atau memilih menyembunyikannya lebih dahulu.“Jika kami berhasil memberikan kepala Tarusbawa padamu, apakah kau akan benar-benar melepaskan kami, Bangasera?” Wintara maju beberapa langkah, kembali menahan Nilasari yang akan bicara meski ia mendapat tatapan kesal dari sang adik.“Aku bukanlah orang yang suka melanggar janji. Kalian berdua bisa mempercayai perkataanku. Bukankah dengan segala ucapan dan tingkah buruk kalian aku masih bersedia menolong kalian selama ini?” Bangasera terkekeh, tersenyum bengis.“Itu karena kau masih membutuhkan kami, Bangasera,” balas Nilasari sinis.Bangasera tertawa. “Kalian berdua akan langsung kulepaskan setelah kalian benar-benar memberikanku kepala Tarusbawa. Kalaupun di masa yang akan datang kita kembali bertemu

    Last Updated : 2022-09-15
  • Pendekar Kujang Emas   320. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Di tengah perjalanan perjalanan, Wintara tiba-tiba mengubah kembali wujudnya menjadi manusia. Pemuda itu melompat ke atas puncak pohon, mengawasi keadaan sekitar.“Apa yang terjadi, Kakang?” Nilasari ikut mengubah wujud menjadi manusia, melompat ke atas puncak pohon.Bedung ikut menghentikan langkah, menaiki puncak pohon yang berada di samping siluman kembar itu, kemudian mengubah bentuk menjadi manusia.“Aku baru menyadari sesuatu, Nilasari.” Wintara menoleh singkat, menajamkan pandangan pada titik-tik kecil cahaya di depannya. Ia bisa merasakan hawa keberadaan para pendekar dari tempatnya berada saat ini. Dampak dari menyesap dan menelan racun kalong setan mampu meningkatkan kekuatannya berkali-kali lipat.“Apa itu, Kakang?” Nilasari mendadak dilanda penasaran.“Para pendekar golongan putih menjadi semakin kuat karena mereka menghimpun kekuatan setiap harinya dengan cara mengumpulkan para pendekar dari berbagai padepokan dan perguruan, termasuk mengumpulkan para tabib yang memiliki

    Last Updated : 2022-09-17
  • Pendekar Kujang Emas   321. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Wintara terpejam, menajamkan seluruh indranya. Ia bisa melihat keberadaan sebuah iring-iringan dari jarak jauh di mana beberapa pendekar tampak berjaga di depan, tengah, belakang dan sekeliling mereka.“Kita akan membawa pasukan kita ke iring-iringan pasukan pendekar yang sedang menuju Jaya Tonggoh.” Wintara menoleh ke arah Bedung. “Bedung, kau akan memimpin pasukan ini untuk menyerang mereka.”Bedung setengah membungkuk. “Aku mengerti.”Wintara kembali membuka tutup kendi racun kalong setan. Ia mengayunkan tangan ke arah asap hitam yang baru saja keluar ke arah Bedung. “Isaplah asap hitam itu agar kekuatanmu bertambah dengan cepat.”Bedung mengangguk, menarik asap hitam melalui lubang hidung dan mulut yang sudah terbuka sangat lebar. Ia merasakan kekuatannya meluap-luap di mana di saat bersamaan darahnya berdesir hebat. Siluman itu tersenyum bengis, memelotot tajam.Bedung menggerakkan kedua tangan ke depan. Dalam sekejap, pasukan siluman ular yang dimunculkan Wintara dan Nilasari ke

    Last Updated : 2022-09-17
  • Pendekar Kujang Emas   322. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Tarusbawa melompat tinggi untuk menghindari serangan para siluman ular itu. Ia menghimpun kekuatan dengan segera, dan secara tiba-tiba hujan batu menerjang para siluman ketika kedua tangannya dilesatkan ke bawah. Pekikan para siluman itu bersahutan dengan suara debum batu yang berjatuhan.Tarusbawa mendarat di puncak pohon, dengan cepat berbalik saat merasakan embusan angin tak biasa dari belakang. Kedua tangannya segera menyilang di depan dada untuk menahan serangan tak terduga yang dilayangkan Bedung.“Siluman ular ini juga sudah bertambah kuat berkali-kali lipat dari yang terakhir aku temui.” Tarusbawa melesatkan tendangan kiri ke pinggang samping Bedung hingga siluman ular itu terpental jauh.Para siluman ular yang melihat hal itu seketika melompat ke arah Tarusbawa. Mereka seperti semut yang sedang menyerang mangsa tanpa ampun. Namun, siluman-siluman itu tiba-tiba terpental ke sekeliling ketika Tarusbawa memutar tubuh seraya melompat ke atas.Tarusbawa mengeluarkan rantai putih d

    Last Updated : 2022-09-17
  • Pendekar Kujang Emas   323. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Wintara dan Nilasari melompat turun dari atas puncak pohon setelah bersembunyi sekian lama. Keduanya mendekat ke arah dua buah batu besar yang berada di tengah jalan. “Ternyata pasukan kita masih cukup lemah, Nilasari. Terbukti dengan Tarusbawa yang dengan mudah mengalahkan mereka. Selain itu, sejak tadi aku tidak bisa merasakan hawa keberadaan Bedung. Mungkinkah dia sudah berhasil dikalahkan Tarusbawa?” Wintara menghimpun kekuatan di kedua tangan, dan dalam satu entakkan ia memukul kuat sebuah batu di depan hingga hancur berhamburan. Para siluman yang terkurung di dalamnya segera keluar. Nilasari ikut menghimpun kekuatan, menghantam pukulan bergantian hingga batu di depannya retak dan hancur berkeping-keping. Gadis itu segera mundur ketika melihat para siluman muncul dari dalam lubang. Wintara menjentikkan jari sekali dan secara tiba-tiba pasukan siluman ular di depannya berubah menjadi sisik-sisik ular yang kemudian menempel di lengannya dan juga lengan Nilasari. “Kenapa sisik-si

    Last Updated : 2022-09-18
  • Pendekar Kujang Emas   324. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Ukuran tubuh Wintara dan Nilasari dalam wujud siluman bertambah besar dua kali lipat dari bentuk semula. Ekor mereka berubah menjadi palu godam berukuran besar. Di sisi lain, sisik ular mereka bertambah keras di mana tubuh bagian atas mereka diselimuti api merah dari kepala hingga ekor. Di saat yang sama, taring besar muncul dari mulut keduanya. Bangunan warga yang terbuat dari bambu, kayu dan rumput kering seketika terbakar saking panasnya pancaran yang dikirimkan Wintara dan Nilasari. Para pendekar segera bangkit dan menjauh dari kedua siluman itu, menatap penuh ketidakpercayaan dan ketakutan. “Dua siluman ular itu ... mungkinkah Wintara dan Nilasari?” tanya salah satu pendekar yang kemudian jatuh terduduk, menunjuk dengan tangan bergetar. “Tapi bentuk tubuh siluman mereka sudah jauh berbeda dibandingkan saat berada di Jaya Tonggoh,” ujar pendekar lain yang tanpa sadar mundur perlahan. Pemimpin pendekar di perkampungan itu menoleh pada pendekar di sampingnya satu per satu. Ia bis

    Last Updated : 2022-09-19
  • Pendekar Kujang Emas   325. Dua Pendekar Hitam dan Serangan Siluman Kembar

    Kelima pendekar itu tiba-tiba menjerit ketika sisik ular yang dilemparkan Nilasari memasuki tubuh mereka. Mereka berguling-guling di tanah dengan wajah yang mulai memerah seperti kehabisan napas. Para warga yang melihatnya hanya bisa bergerak mundur dengan tatapan penuh ketakutan, sedang di saat yang sama Wintara dan Nilasari justru tersenyum.Sekujur tubuh kelima pendekar itu mendadak berubah menjadi merah kehitaman dan tak lama setelahnya berubah kaku. Nilasari mengamati kelima pendekar itu dengan tatapan tajam, menunggu selama beberapa waktu dengan perasaan tak menentu.“Apa yang kau tunggu, Nilasari?” tanya Wintara, “kelima pendekar itu sebentar lagi mati. Tubuh mereka bahkan sudah tidak bergerak lagi. Dibandingkan menunggu, sebaiknya kita segera mengisap kekuatan mereka.”Wintara maju selangkah, tetapi langsung dihalangi Nilasari.“Aku mohon tunggu sesaat lagi, Kakang.” Nilasari berbicara tanpa mengalihkan tatapan dari kelima pendekar yang sudah berkalang tanah. Gadis itu mengepa

    Last Updated : 2022-09-20

Latest chapter

  • Pendekar Kujang Emas   676. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana dan Saraswati seketika berdiri dan membungkuk hormat ketika melihat kemunculan Tarusbawa. Lingga berdiri di belakang Tarusbawa, mengamati Ganawirya, Limbur Kancana, Sekar Sari, dan dua sosok asing yang membungkuk hormat pada Tarusbawa. “Siapa mereka? Aku baru pertama kali bertemu dengan mereka. Mereka terlihat kuat.” Panji Laksana dan Saraswati kembali berdiri tegak, menoleh pada Lingga. Keduanya saling melirik sesaat, memberi salam penghormatan untuk Lingga. “Aku Panji Laksana. Aku merasa bangga bisa bertemu dengan pemuda pewaris kujang emas,” ujar Panji Laksana. Saraswati menunduk malu, menyembunyikan pipinya yang memerah. “Pemuda itu memang sangat tampan sesuai dengan perkataan orang-orang,” gumamnya. Saraswati berdeham saat Panji Laksana menyikutnya. “Aku Saraswati. Aku juga merasa bangga bisa bertemu denganmu.” Lingga membalas salam dua saudara kembar itu. “Namaku Lingga. Senang bertemu dengan kalian. Aku harap kita bisa berteman dengan baik.” Sekar

  • Pendekar Kujang Emas   675. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Lingga segera mendekati Tarusbawa. “Guru, apa kau baik-baik saja?” Tarusbawa seketika berjongkok, menahan rasa panas dan sesak yang semakin menjalar di dadanya. Ia sontak terdiam saat mendengarkan ucapan seseorang. Sebuah cahaya merah seketika terlihat di dada Tarusbawa, bergerak beberapa kali. “Guru.” Lingga mengamati cahaya itu saksama, melompat mundur saat cahaya itu keluar dari dada Tarusbawa. “Cahaya merah apa itu?” Cahaya itu mengelilingi Lingga selama beberapa kali, terbang ke langit, kemudian perlahan turun hingga berhadapan dengan Lingga. Tak lama setelahnya, cahaya itu berubah menjadi sosok Prabu Nilakendra. “Prabu.” Lingga segera memberikan salam penghormatan. “Kau sudah menunjukkan perjuangan hingga sampai di titik ini. Dengan munculnya mustika merah ini dari Tarusbawa, maka waktu ujianmu akan segera dimulai,” ujar Prabu Nilakendra sembari menunjukkan sebuah benda bulat bercahaya merah di tangannya. “Waktu ujianku sudah dimulai?” “Aku ingin mengingatkanm

  • Pendekar Kujang Emas   674. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Baik, Guru.” Sekar Sari mengangguk.“Indra, antarkan Panji Laksana ke ruangan kalian. Dia juga akan tinggal bersamamu dan yang lain mulai sekarang,” ujar Ganawirya.Panji Laksana mengikuti Indra. Kedua pemuda itu menghilang saat melewati beberapa gubuk. Suasana masih terasa canggung, apalagi bagi Sekar Sari dan Saraswati yang saling mengamati satu sama lain.Sekar Sari dan Saraswati berjalan menuju gubuk para wanita, sedangkan Meswara, Jaka, dan Arya masih berada di depan gubuk saat Ganawirya memberi perintah pada mereka.Sekar Sari melirik Saraswati berkali-kali. Kepalanya penuh dengan pertanyaan saat ini. “Hanya dengan melihat matanya saja, dia pastilah gadis yang sangat cantik. Aku melihat Kakang Indra dan yang lain juga terpana saat melihatnya.”Saraswati mengamati keadaan sekeliling. “Padepokan ini sangat tenang dan menyenangkan. Aku menyukai tempat ini.”Sekar Sari berhenti di depan sebuah gubuk, menaiki undakan tangga kecil, membuka pintu. “Ini adalah gubuk tempat tinggalku. A

  • Pendekar Kujang Emas   673. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Panji Laksana mengangguk. “Aki kami, Sanjaya, memerintahkan kami berdua untuk menemui kalian bertiga atau salah satu dari kalian bertiga. Aki ingin memberi tahukan soal keberadaannya pada kalian. Beberapa bulan lalu setelah kami melihat dan merasakan kekuatan pusaka kujang emas, Aki mengingat semua kembali ingatannya yang telah hilang.”“Bangkitnya pusaka kujang emas terjadi untuk ketiga kalinya. Terakhir kali saat kami, pasukan pendekar golongan putih, melawan dua siluman kembar dan para pendekar golongan hitam. Lingga mengurung mereka di Jaya Tonggoh,” ujar Tarusbawa. Panji Laksana memberikan sebuah pisau pada Tarusbawa. “Aki memerintahkan kami untuk memberikan pisau ini pada pemuda pewaris kujang emas. Pisau itu adalah kunci untuk memasuki Nusa Larang, tempat di mana Aki dan kami berada selama ini. Saat pisau itu bersinar, maka saat itulah waktu yang tepat bagi si pewaris kujang emas untuk menemui Aki.”Tarusbawa mengambil pisau itu, mengamati saksama. “Lingga sedang berlatih saat

  • Pendekar Kujang Emas   672. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Atap-atap gubuk mulai terlihat saat Panji Laksana dan Saraswati keluar dari kungkungan pohon. Mereka melihat sebuah ari terjun dan sungai yang mengalir jernih. Begitu memasuki padepokan, mereka mendapati beberapa murid dan tabib yang tampak hilir mudik.Panji Laksana dan Saraswati mengamati keadaan sekeliling. Beberapa murid melihat kedatangan mereka dengan tatapan bertanya-tanya, saling berbisik-bisik.“Aku sudah lama tidak melihat sebuah padepokan, Kakang.” Saraswati tersenyum saat melihat beberapa gadis tampak berbondong-bondong menuju sebuah tepat.“Kau tampaknya menyukai tempat ini, Saraswati.” Panji Laksana mengamati beberapa pemuda seusianya yang beriringan menuju arah utara.“Tentu saja aku menyuai tempat ini, kakang. Sejak kecil, kita hidup bersama Aki di tempat rahasia yang tidak dimasuki oleh orang-orang. Kita hanya bisa melihat mereka dari jarak jauh. Aku sejujurnya ingin seperti gadis lainnya.”“Semua yang Aki perintahkan semata-mata untuk melindungi kita, Saraswati.”“Ak

  • Pendekar Kujang Emas   671. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Ganawirya menoleh pada Jaka sesaat. “Jaka, kau dan yang lain harus ikut bersama kami ke sisi Lebak Angin. Aku dan Raka Limbur Kancana akan menunggu kalian di sana.”Jaka mengangguk meski masih bingung dengan keadaan yang terjadi. “Aku mengerti, Guru. Aku dan yang lain akan segera pergi secepatnya.”Ganawirya dan Limbur Kancana segera menghilang dari gubuk.Jaka bergegas keluar dari gubuk, mengamati keadaan sekeliling. Ia melompat ke atap gubuk, bersiul beberapa kali.Sekar Sari berhenti meramu obat sesaat, menoleh saat melihat beberapa bayangan berkelebat sangat cepat di langit. “Aku melihat Kakang Indra dan Kakang Meswara berlari menuju gubuk Guru. Apa sudah terjadi sesuatu?”Sekar Sari berlari menuju luar gubuk setelah menyimpan ramuan ke lemari. Gadis itu terdiam saat melihat Indra dan yang lain bergerak sangat cepat. “Sepertinya memang sudah terjadi sesuatu. Tapi, kenapa mereka tidak memberi tahuku?”Sekar Sari bergegas menuju gubuk Ganawirya, mengintip keadaan di dalam ruangan me

  • Pendekar Kujang Emas   670. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Kalian bukankah anggota rombongan pengantar bahan baku dan makanan ke Lebak Angin. Kalian adalah pendekar,” ujar si pemimpin pendekar. Panji Laksana dan Saraswati turun dari kuda, mengamati para pendekar yang masih mengelilingi mereka. “Katakan siapa kalian dan tujuan kalian. Jika kalian tetap tutup mulut, kami akan bertindak kasar pada kalian!”“Tunggu, Kisanak. Kami memang bukanlah anggota rombongan, tetapi kami bukanlah orang jahat. Kami ingin pergi ke Lebak Angin untuk bertemu dengan pendekar bernama Ganawirya. Kami memiliki pesan penting,” kata Panji Laksana. “Kalian masih belum menjawab pertanyaan kami. Siapa kalian?”“Aku Panji Laksana dan gadis ini adalah adik kembarku, Saraswati. Kami berasal dari wilayah yang bernama Nusa Larang.” “Nusa Larang?” Para pendekar saling bertatapan sesaat, berbisik-bisik. “Periksa mereka sekarang juga!”Satu pendekar pria segera memeriksa Panji Laksana, dan seorang pendekar wanita bergegas mendekati Sarawati. Keduanya melakukan pemeriksaan

  • Pendekar Kujang Emas   669. Petaka di Gunung Sereh Awi

    Langit tampak sangat cerah. Kawanan burung bergerak ke arah timur. Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan. Beberapa tupai terlihat berada di sebuah dahan pohon, mengamati seorang pemuda yang tengah duduk di atas sebuah batu.Pemuda itu tidak lain adalah Lingga. Tak lama setelah tiba di tempat ini, ia segera berlatih. Tarusbawa memperhatikannya dari puncak pohon, tidak berkata apa pun.Lingga tiba-tiba melompat ke langit, melakukan gerakan pemanggil kujang emas. Begitu pusaka itu muncul dan berada di tangannya, beberapa hewan dengan segera menjauh.Lingga mendarat di sungai, mengambang di atas aliran air yang tenang. Begitu matanya terbuka, kakinya mengentak air dan melesat ke arah depan. Air seketika memercik ke sekeliling. Pemuda itu menggerakkan kujang ke kiri dan kanan.Tarusbawa duduk bersila, memejamkan mata, berusaha menghubungi sosok pendekar Sayap Putih bernama Sanjaya. Akan tetapi, ia masih belum bisa terhubung dengan temannya.Matahari terus b

  • Pendekar Kujang Emas   668. Petaka di Gunung Sereh Awi

    “Sanjaya,” ujar Tarusbawa yang kemudian termenung agak lama.Tarusbawa berdiri dari semedinya, mengamati keadaan ruangan yang temaram. Langit tampak gelap di mana cahaya bulan terhalang oleh awan hitam.Api obor bergerak-gerak saat Tarusbawa meninggalkan ruangan. Pendekar itu menuruni tangga kayu, berdiri di tengah-tengah tanah lapang. Saat mendongak ke langit, awan-awan hitam bergerak menjauh hingga bulan nyaris sempurna terlihat.Angin berembus ke sekeliling, menggoyangkan dedaunan ke kiri dan kanan.“Aku merasakan kekuatan Sanjaya. Dia kemungkinan sudah terlepas dari jurus Aji Panday sehingga bisa mengingat jelas semua kejadian yang lalu. Aku harus segera bertemu dengannya.”“Tidak. Ini bukan waktu yang tepat.” Tarusbawa mengepal tangan erat-erat, menyentuh dadanya. “Lingga harus lulus dari ujian lebih dahulu sebelum aku dan dia bertemu dengan Sanjaya. Dengan merasakan kekuatannya, aku bisa tahu jika Sanjaya masih hidup di suatu tempat.”Tarusbawa mengentak kedua kaki kuat-kuat, me

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status