Share

Bab 3

Author: Danira Widia
Vania adalah putri keluarga kaya yang telah terpuruk. Tiga tahun lalu, Jason mengumumkan hubungannya dengan Vania kepada publik. Bahkan, dia mengadakan acara pertunangan tanpa menghiraukan pertentangan dari Anwar.

Seketika, Vania menjadi wanita yang paling membuat orang iri di seluruh kota. Orang luar menganggapnya berpenampilan cantik, berhati baik, dan memiliki kepribadian yang anggun. Hanya Janice yang mengetahui sosok asli Vania yang sebenarnya.

Jika tidak menjadi desainer, Vania mungkin bisa jadi aktris!

Dengan kecerdikan dan kelicikannya, Vania tentu memahami maksud dari tuduhan Janice. Pernikahannya dengan Jason sudah tertunda selama tiga tahun dan dia sudah tak sabar untuk menjadi bagian dari Keluarga Karim.

Sesuai dugaan ....

Vania segera melangkah maju, lalu bersujud dengan tulus di tempat Janice berlutut sebelumnya.

"Ini salahku! Postur tubuhku hampir mirip sama Janice dan wajah kami juga agak mirip. Karena itulah, orang luar jadi salah paham."

Namun, seseorang di samping mereka mengajukan pertanyaan dengan nada meragukan, "Tapi, di internet juga ada yang mengungkapkan buku harian Janice. Menurut perhitungan, buku itu sudah ditulis sekitar lima atau enam tahun. Bukannya kamu baru kenal Jason selama tiga tahun?"

Vania yang sangat ahli dalam menampilkan perasaan tulus, segera melanjutkan aktingnya. "Aku yang duluan jatuh cinta diam-diam selama tiga tahun. Semua itu adalah curhatan yang kutulis. Aku juga nggak tahu siapa yang menemukannya."

Air mata mengalir perlahan di pipinya, dipadukan dengan tatapan penuh cinta. Bahkan rona merah di wajahnya terlihat begitu alami. Siapa yang bisa meragukan penampilan yang begitu tulus ini? Di kehidupan yang lalu dan saat ini, Janice selalu kalah telak.

Dia berkata dengan nada datar, "Paman dan Vania sudah tunangan bertahun-tahun. Sudah sewajarnya Vania membantu Paman saat dia berada dalam bahaya. Pasti paparazi di luar saja yang sengaja mengarang cerita bohong untuk menarik perhatian dengan skandal keluarga kaya!"

Mendengar hal ini, ekspresi orang-orang yang awalnya penuh minat pun mulai memudar, bahkan beberapa terlihat merasa bosan.

Baru sekarang Janice sadar betapa sia-sia hidupnya di kehidupan sebelumnya. Betapa keras dia berusaha menjalani hidup dengan hati-hati, tetapi pada akhirnya dia hanya menjadi hiburan bagi orang-orang yang tidak peduli.

Setiap detik di tempat ini terasa seperti siksaan baginya.

Janice mundur selangkah, lalu berkata dengan nada getir, "Karena semuanya sudah jelas, aku nggak mau ganggu diskusi penting Keluarga Karim. Kakek, semuanya, aku pamit dulu."

Dia berbalik untuk pergi, tetapi tetap merasakan tatapan tajam yang dilemparkan padanya. Namun, semua itu kini tak lagi ada hubungannya dengan dirinya.

....

Janice tidak tahu bagaimana kelanjutannya kejadian di aula itu. Yang dia tahu hanyalah bahwa ketika Ivy kembali, wajahnya tampak sangat muram. Kemungkinan besar, dia kembali dipermalukan oleh anggota Keluarga Karim lainnya.

Tuan muda kedua Keluarga Karim bernama Zachary Karim. Dia memang tidak terlalu berbakat dalam dunia bisnis. Anwar telah lama menyerah padanya. Itulah sebabnya, pasangan Ivy dan Zachary ini selalu diabaikan oleh seluruh keluarga.

Meski di hadapan semua orang mereka dipanggil sebagai Tuan dan Nyonya, di balik itu, tidak ada yang pernah menganggap serius keberadaan mereka.

Ivy mencubit lengan Janice sambil memarahinya, "Kamu sudah gila ya? Kesempatan sebagus itu!"

"Kesempatan apanya?" tanya Janice.

"Semalam kamu pulang dengan penampilan yang kacau balau. Kamu kira aku nggak bisa melihatnya? Cuma perlu minta maaf saja, 'kan? Sekarang ini gosip sedang marak di luar sana. Kalau Jason mau mempertahankan posisi pewaris, dia pasti harus perlakukan kamu dengan baik!"

"Kenapa kamu malah relakan kesempatan ini pada Vania? Gadis itu ... dari sekilas saja aku sudah bisa melihat betapa liciknya dia!" lanjut Ivy dengan kesal.

"Merebut tunangan orang, meracuni dan meniduri paman sendiri. Kamu kira aku bakalan bisa hidup bahagia?" Janice menarik kembali tangannya dan mengabaikan ibunya.

Sebagai seorang ibu, Ivy sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Setelah ayahnya menghilang, Ivy tetap tidak mencampakkan Janice. Bahkan saat menikah kedua kalinya pun, permintaan Ivy satu-satunya adalah diizinkan untuk membawa Janice bersamanya.

Namun, Ivy terlalu bergantung pada pria. Di Keluarga Karim yang penuh intrik ini, Ivy ditakdirkan untuk menerima penghinaan karena terlalu bergantung pada Zachary.

Dengan suara yang hampir menangis, Ivy berkata, "Itu tetap saja lebih bagus daripada hidup dengan harus mengandalkan belas kasihan orang lain! Paman tertuamu mati muda, ayah angkatmu juga nggak sehebat Jason. Ke depannya, seluruh Keluarga Karim ini pasti akan jadi miliknya. Kalau kamu bisa ...."

"Ibu, jangan bahas itu lagi," sela Janice dengan nada dingin.

"Kamu ini bisa lebih memaklumiku nggak? Ayah angkatmu terlalu jujur. Aku juga nggak bisa lagi melahirkan anak untuknya. Semua anggota Keluarga Karim merendahkanku. Pada akhirnya, bukankah aku harus bergantung padamu?" ucap Ivy menahan tangisannya.

Janice langsung menjawab terus terang, "Ya sudah, kalau begitu kamu pergi bilang sama Jason suruh dia menikahiku! Ayo, pergi sekarang!"

Ivy terdiam dan tidak berani mengatakan sepatah kata pun. Tidak ada seorang pun yang berani menyinggung Jason, mana mungkin dia berani?

Setelah terdiam beberapa saat, Janice tiba-tiba teringat sesuatu dan langsung menarik lengan Ivy.

"Ibu, kamu ... punya obat?"

"Obat apaan?"

"Kontrasepsi darurat," jawab Janice dengan tak berdaya.

"Kamu ... aku sudah umur segini, mana mungkin minum obat seperti itu? Kalaupun berhubungan badan, ayah tirimu selalu mengerti keadaanku," kata Ivy dengan nada tidak sabar.

"Bu, sekarang Keluarga Karim pasti masih mengawasi setiap gerak-gerikku. Ibu bisa belikan aku obat itu? Aku sedang dalam masa ovulasi kemarin," ujar Janice sambil menunjukkan aplikasi pencatat menstruasi di ponselnya. Kegelisahan mulai merayap dalam dirinya.

Dia sangat mencintai Vega. Namun, dia tidak bisa melahirkan Vega kembali. Vega pantas lahir di keluarga yang penuh cinta dan kebahagiaan, bukan menjalani kehidupan penuh penderitaan bersamanya.

Ivy mengerutkan kening, kemudian menghela napas panjang. "Ya sudah, aku pergi beli."

Janice menghela napas lega.

Namun setelah keluar, Ivy tidak membeli obat itu sendiri. Dia memanggil pelayan kepercayaannya, lalu memberikan beberapa instruksi dan menyuruhnya pergi. Setelah pelayan itu pergi, Ivy tidak terlalu memikirkan hal ini lagi karena semua perhatian orang-orang sedang terfokus di aula besar.

Yang tidak dia sadari adalah bahwa setiap kata yang dia ucapkan telah didengar oleh seseorang.

Setengah jam kemudian, Ivy kembali ke kamar dengan membawa kantong obat yang tidak tembus pandang.

"Cepat minum obatnya. Kalau terlalu lama, obatnya nggak akan efektif lagi," katanya sambil menyerahkan obat itu. Janice mengangguk, lalu melihat sekilas tulisan di kotak obat itu ... "Kontrasepsi darurat 48 jam".

Setelah membuka bungkus obat, Janice tidak langsung meminumnya. Sebaliknya, dia refleks menyentuh perutnya. Dulu, perut ini pernah mengandung putri yang paling dia cintai.

Vega, anak yang begitu pengertian dan manis. Namun, dia benar-benar tidak bisa membiarkan Vega dilahirkan dalam lingkungan yang tidak menginginkannya, lalu hidup dalam kesepian dan meninggal sendirian di ranjang rumah sakit.

Betapa takutnya Vega saat itu? Jadi, Vega, maafkan Mama .... Di kehidupan ini, kamu harus menemukan orang tua yang benar-benar mencintaimu dan tumbuh bahagia.

Wajah Janice pucat pasi dan jarinya bergetar saat dia mencoba memasukkan pil ke dalam mulutnya. Namun, tenggorokannya terasa kesulitan menelan pil tersebut. Janice menengadah dan meneguk air untuk memaksa dirinya menelan pil itu agar tidak ada lagi kesempatan baginya untuk menyesal.

Meskipun air yang diminumnya hangat, tubuhnya terasa beku dan dingin hingga merasuk ke dalam tulang.

Jason, akhirnya kau berhasil menyingkirkan dua orang yang paling kau benci. Diriku dan Vega.

Setelah meredam perasaan sedih itu, Janice bersiap untuk menghancurkan kotak obatnya. Namun tiba-tiba, pintu kamar didobrak dengan keras hingga membuat ruangan itu bergetar. Sebelum Janice dan Ivy sempat merespons, mereka telah ditahan oleh pelayan dari kamar Anwar.

Beberapa saat kemudian, Janice diseret kembali ke aula besar. Dia didorong dengan keras hingga terjatuh ke lantai.

Tubuhnya yang telah kelelahan semalam, terpaksa berusaha keras untuk menopang dirinya untuk berdiri. Saat mendongak, dia melihat tatapan penuh kebencian dari semua orang. Terutama tatapan Jason yang semakin berbahaya dan dingin.

Suasana menjadi hening seketika, diiringi dengan isak tangisan rendah dari Vania. Mengikuti suara tersebut, Janice menoleh ke arah Vania. Meskipun sedang berlinang air mata, tatapan Vania memancarkan maksud tersembunyi.

Detik berikutnya, sebuah kotak obat dilemparkan ke samping kaki Janice. Pil-pil dari dalam kotak itu berserakan di lantai.

Anwar memukul meja teh dengan keras, lalu membentak, "Benda apa ini! Cepat jelaskan!"

Janice gemetaran sejenak, lalu menjawab dengan jujur, "Obat kontrasepsi."

Jason meliriknya sekilas dengan dingin, lalu bertanya dengan suara rendah, "Obat kontrasepsi? Hah?"

Nada bicaranya yang ditarik panjang, seolah-olah sedang mengejek Janice. Janice menundukkan kepalanya, lalu tertegun setelah melihat tulisan yang tertera di kotak obat itu.

Di kotak obat itu memang tertulis obat kontrasepsi darurat, tetapi isinya malah pil untuk membantu kehamilan.
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sumiyati Sumiyati
keren penuh trik dan intrik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 4

    Di bawah tatapan dingin Jason, Janice mencoba menenangkan diri dan menggigit bibirnya erat-erat. Namun, kenangan delapan tahun penderitaan dari kehidupan sebelumnya membuat ujung jari-jarinya bergetar dan dia tak bisa menahan diri untuk memalingkan wajahnya.Jason tak lagi melihat ke arahnya. Dia berkata dengan nada mengejek, "Mau hamil diam-diam?"Janice mengerutkan alisnya, lalu melirik sekilas ke arah Ivy. Obat itu dibeli oleh Ivy, tapi apakah Ivy belum juga mengurungkan niatnya untuk membuat Janice menikah dengan Jason?Namun, saat Janice melihat Ivy gemetar ketakutan di bawah tatapan dingin Jason, dia sadar bahwa ibunya tak mungkin berani berbuat apa pun di hadapan Jason. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?Janice mendongak dan melihat tatapan semua orang mengarah padanya. Di antara semua tatapan itu, ada satu yang paling mencolok, yaitu Vania. Senyuman di sudut bibir Vania terlihat seperti sedang mengejeknya, mengingatkan Janice pada mimpi buruk dari masa lalu.Benar saja, detik b

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 5

    Ruang aula begitu luas, tetapi suasana di sekitar Jason terasa mencekam. Udara seolah-olah membeku dan menekan semua orang hingga sulit bernapas. Dia tetap diam, tapi semua orang tahu dia sedang marah.Jason mengeluarkan kotak rokok, lalu mengambil sebatang dan menyalakannya. Asap putih yang dihembuskannya menyelimuti wajahnya dan dia menatap Janice melalui kabut tipis itu dengan pandangan yang sulit diartikan."Pergi," katanya dengan dingin.Anwar yang juga tampak tidak senang, melambaikan tangannya dengan isyarat yang sama.Ivy segera membantu Janice berdiri.Namun, Janice menarik tangannya dan berdiri tegap di tengah aula. Dengan suara yang lantang, dia berkata, "Kalau keberadaanku di sini membuat semua orang nggak nyaman, aku akan segera pindah. Terima kasih atas perawatan Anda selama bertahun-tahun, Pak Anwar."Janice ingin pergi dengan bermartabat dan tanpa keraguan sedikit pun. Dia tidak lagi takut dan berhati-hati seperti di kehidupan sebelumnya. Setelah menyampaikan kata-katan

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 6

    Tadi malam? Janice memang mengatakan banyak hal. Dia tidak tahan melihat penderitaan Jason, sehingga dia terpaksa menuruti keinginan pria itu. Saat suasana semakin memanas, dia menahan penyiksaan dari Jason sambil mengungkapkan isi hatinya dengan serius.Saat itu, dia berpikir bahwa mungkin besok Jason akan melupakan semuanya. Namun, dia akan selalu mengingat momen ini. Setidaknya, dia pernah berada sangat dekat dengan Jason."Jason, aku menyukaimu. Aku sudah lama menyukaimu, sejak aku masuk ke Keluarga Karim dan kamu membantuku mengatasi kesulitan. Aku tahu kamu nggak akan peduli padaku, tapi aku ... sungguh ....""Mencintaimu."Janice pertama kali masuk ke Keluarga Karim ketika dia berusia 16 tahun. Ivy mendandaninya seperti boneka yang siap untuk dipersembahkan. Pada saat itu, Ivy tidak memahami gaya berpakaian minimalis para wanita sosialita. Dia hanya ingin putrinya terlihat secantik mungkin ketika memasuki Keluarga Karim.Namun, hal itu malah membuatnya menjadi bahan ejekan bagi

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 7

    Janice muntah di atas setelan baru Jason, sehingga membuat Jason mengerutkan alisnya. Setelah muntah hingga hanya tersisa cairan asam, tubuh Janice yang lemas bersandar pada mobil.Norman segera mendekat dan berkata, "Pak Jason, biar kubantu Bu Janice."Namun, Jason melepas jasnya dan berkata dengan tegas, "Nggak usah." Dia memandang Janice dengan tatapan penuh rasa jijik, tetapi tetap menggendongnya masuk ke rumah.Janice langsung dibawa ke kamar mandi. Begitu didudukkan di atas meja wastafel, Jason mulai melucuti pakaian Janice yang kotor karena muntahan itu tanpa ragu-ragu."Jangan!" teriak Janice dengan panik dan mencoba untuk melawan. Namun, tubuhnya yang lemah tidak mampu menghalangi Jason.Wajah Jason tetap tampak datar saat melepaskan pakaian Janice. Cahaya lampu kamar mandi memperlihatkan bekas-bekas dari kejadian semalam yang masih tersisa di tubuhnya sehingga membuat Janice benar-benar merasa malu. Dia mencoba melindungi dirinya sendiri, tetapi Jason segera menangkap tangann

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 8

    Janice baru saja tiba di depan asrama ketika seseorang menepuk bahunya dari belakang. Saat berbalik, seorang teman sekelas menunjuk ke arah gedung pengajar dengan napas tersengal-sengal."Janice, Pak Handoko suruh kamu ke kantor kepala jurusan sekarang juga.""Oke," jawab Janice, lalu berbalik dan berjalan menuju ke gedung pengajar. Di sepanjang jalan, banyak orang memandangnya dengan tatapan penuh sindiran sambil berbisik-bisik. Tatapan mereka penuh dengan kebencian.Sepertinya ini akan menjadi pertemuan yang tidak menyenangkan.....Di kantor kepala jurusan.Begitu Janice masuk, dia melihat di dalam ruangan itu bukan hanya ada Handoko. Jason dan Vania juga turut hadir.Saat bertukar pandang dengan Jason, sorot mata Jason terlihat bagaikan ular kobra yang mematikan, seakan-akan bisa membunuhnya dalam sekejap. Napas Janice tertahan sejenak, lalu dia mengepalkan tangannya dengan erat untuk menenangkan diri.Namun, tatapan Jason terus melekat padanya, seolah-olah tidak mau membiarkan dia

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 9

    Janice meninggalkan kantor itu tanpa menoleh sama sekali. Setelah kekacauan yang terjadi di Keluarga Karim, Janice tahu bahwa dia harus selalu waspada terhadap Vania. Begitu mendengar Vania menelepon Jason sambil menangis dan mengatakan bahwa ada yang memfitnahnya, Janice langsung tahu bahwa Vania dan Malia telah mulai bertindak.Malia tahu terlalu banyak tentang Janice, termasuk tentang buku hariannya. Setelah menghabiskan malam bersama Jason, tak lama kemudian muncul postingan di internet yang menuduhnya memberi obat perangsang pada Jason.Janice tahu, semua itu pasti adalah ulah Malia. Oleh karena itu, Janice sudah lebih dulu mengganti buku hariannya secara diam-diam.Saat Janice masih sedang merenung, tiba-tiba muncul sebuah bayangan yang mendekat dari belakangnya. Orang itu adalah Malia.Sepanjang perjalanan, Malia tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya hanya diam-diam mengamati Janice. Namun, Janice tetap tenang. Dia tidak menunjukkan reaksi baru saja mengalami pengkhia

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 10

    Di saat Janice hendak keluar, Jason menolehkan wajahnya melihat pasangan di belakang pohon. "Ada masalah?" tanyanya. Nada bicaranya yang dingin terkesan tidak sabar.Begitu melihat orang itu adalah Jason, pasangan itu langsung menundukkan kepala dengan hormat. "Maaf, Pak Jason. Kami pergi dulu." Pasangan itu langsung bergegas pergi dari tempat itu.Mendengar langkah kaki mereka yang menjauh, Janice baru menghela napas lega. Dia berusaha untuk mendorong Jason, tetapi pergelangan tangannya malah dicengkeram erat."Beres-beres barangmu, aku suruh Norman untuk menunggumu di parkiran. Dia akan antarkan kamu ke apartemen," ucap Jason dengan nada memerintah tanpa menanyakan pendapat Janice sama sekali.Tubuh Janice menjadi kaku dan matanya mengerjap untuk berusaha meredam gejolak dalam hatinya. Bagi Jason, Janice bukanlah seorang manusia. Dia hanya sebuah boneka yang patuh dan bisa dipermainkan serta dicampakkan setiap saat. Janice menggertakkan giginya untuk berusaha melepaskan diri."Nggak

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 11

    Merasakan tatapan itu, Janice menoleh ke arahnya. Orang itu adalah Jason. Dia mengenakan jas hitam yang rapi, jari-jarinya yang panjang bersandar di pelipisnya, dan cincin merah di jarinya berkilauan di bawah sinar matahari.Di sampingnya berdiri Vania yang terlihat sedang mengatakan sesuatu. Mereka berdiri sangat dekat dan wajah Jason terlihat lebih lembut dari biasanya. Janice menarik kembali pandangannya, lalu melepas tangannya sambil berpura-pura tenang."Terima kasih," ucap Janice."Sama-sama." Pria itu menoleh ke arah pandangannya. "Itu Pak Jason, 'kan? Dia sayang sekali sama tunangannya ya, sampai antar jemput dia sendiri."Ya, semua orang bisa melihat dengan jelas betapa Jason mencintai Vania. Di kehidupan sebelumnya, hanya Janice sendiri yang masih mencintai dan menunggunya seperti orang bodoh. Baru saja Janice hendak mengangguk, Ivy malah langsung menariknya."Karena sudah kebetulan ketemu, ayo cepat sapa pamanmu.""Nggak," tolak Janice sambil menepis tangannya dan hendak per

Latest chapter

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 316

    Melihat Marco yang semakin mendekat, Janice berusaha keras untuk meronta. Namun, tubuhnya tetap tak dapat digerakkan. Bahkan ketika dia mencoba menjatuhkan dirinya dari kursi, tubuhnya tetap tak bergeser sedikit pun.Tanpa tergesa-gesa, Marco berhenti di depannya, lalu berjongkok. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh wajah serta punggung Janice dengan penuh kesadaran."Benar-benar kulit yang sempurna. Nggak heran hargamu jauh lebih mahal daripada yang lain. Tenang saja, aku akan berhati-hati."Kulit?Janice terkejut dan matanya membelalak. Dengan susah payah, dia membuka mulut dan tergagap, "Ku ... kulit apa? Ha ... harga apa?"Setelah mengatakan itu, rasanya dia telah menghabiskan seluruh tenaganya. Tubuhnya langsung terkulai di lantai, tak mampu bergerak lagi.Mendengar pertanyaannya, Marco sepertinya teringat sesuatu yang membuatnya semakin bersemangat. Tangannya bergerak dengan gelisah, sulit menahan kegembiraannya. Tiba-tiba, dia membungkuk lebih dekat ke Janice, dengan senyum yan

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 315

    Perasaan di dalam tubuh Janice seperti roller coaster. Dia tahu perumpamaan itu tidak masuk akal, tetapi pikirannya terus berpikir seperti itu. Sensasi itu terasa nyaman sekaligus aneh.Marco menatap Janice dengan saksama, lalu berkata, "Apakah rasanya menyenangkan? Nyaman, bukan? Kamu jauh lebih sesuai dengan kriteriaku dibandingkan yang ada di foto."Foto?Kriteria?Apa maksudnya?Janice tidak punya waktu untuk berpikir lebih jauh. Dia hanya melihat Marco membuka tas yang sudah diletakkan sebelumnya di ruangan itu dengan puas.Ketika Janice melihat isi tas tersebut, rasa takut menyelimutinya. Dia berusaha keras untuk melawan, tetapi tubuhnya tetap sulit dikendalikan. Sementara itu, Marco mendekatinya dengan senyum lebar dan membawa barang-barang dari dalam tasnya.....Di ruang jamuanAcara penyambutan Jason diatur oleh saudara sepupu Anwar yang juga merupakan penanggung jawab tambang saat ini. Menurut urutan keluarga, Jason harus memanggil mereka sebagai paman kelima dan keenam.Beg

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 314

    Tempat jamuan makan dipindahkan ke sebuah restoran yang lebih mewah, dengan tingkat privasi yang jauh lebih baik. Begitu memasuki ruangan, suasana mewah tersebut langsung terasa.Di dalam ruang privat, sebuah meja panjang dihias dengan sangat elegan dan berkelas.Amanda masuk terlebih dulu untuk menyapa beberapa tamu asing dengan mencium pipi, lalu duduk dengan sopan dan ramah.Janice mengikutinya dengan tenang dari belakang. Namun, baru berjalan beberapa langkah, seorang pria tinggi tiba-tiba muncul dan mengadang jalannya."Hai, Nona," sapa pria itu.Mendengar suara itu, Janice mengangkat pandangannya dan terkejut melihat salah satu desainer favoritnya.Marco.Namanya sangat tradisional dan umum di Idali. Namun, desain-desainnya terkenal karena inovasi dan daya tariknya yang kuat. Kabarnya, semua karya Marco terinspirasi oleh "dewi inspirasi"-nya, yang menunjukkan bahwa dia adalah seseorang yang setia dalam masalah perasaan.Janice merasa terhormat disapa oleh Marco. Saat dia bersiap

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 313

    Anwar mengangkat pandangannya, dan tatapannya sudah mengatakan segalanya. Pelayan itu tertegun sejenak, lalu segera menunduk dan menyanggupi perintahnya.....Sore hariJanice mengganti pakaiannya dengan sesuatu yang lebih sederhana dan sopan, riasannya juga sangat tipis, membuat penampilannya tampak rendah hati dan bersih.Bagaimanapun, dia hanya karyawan Amanda. Janice tidak ingin mencuri perhatian. Saat hendak berangkat, notifikasi di ponselnya menunjukkan sebuah topik yang sedang trending.[ Jason dan Vania menghabiskan sore yang penuh cinta.]Hanya dari judulnya, Janice sudah tahu isi beritanya. Dia memilih untuk mengabaikan notifikasi itu, lalu mengenakan sepatu hak tinggi dengan tenang dan keluar dari kamar.Baru saja masuk ke dalam lift, dia bertemu dengan Amanda. Amanda mengenakan jumpsuit elegan dengan potongan V-neck yang dihiasi kalung Mutiara. Penampilannya tampak Anggun, tetapi tetap profesional.Dia melirik Janice dan berkata, "Kamu nggak usah berpakaian terlalu sederhan

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 312

    Norman kembali ke sisi Jason dan berbicara pelan, "Pak Jason, Bu Janice sudah pergi sendiri."Jason terdiam beberapa detik sebelum berkata, "Suruh seseorang mengawasinya.""Baik. Selain itu ...." Norman mendekat dan berbisik beberapa patah kata di telinganya. Jason hanya mengangguk tanpa ekspresi.Dia kemudian berjalan ke arah Vania, mengulurkan tangan untuk mengambilkan tasnya dari bagasi kabin dan menyampirkan jaketnya di Pundak Vania dengan santai."Kota Gunang lebih dingin dibandingkan Kota Pakisa," katanya."Hmm." Vania tersenyum malu-malu, dengan tatapan penuh semangat melihat Jason. Para tamu di sekitar mereka memandangnya dengan iri.....Setelah mengambil barang bawaannya, Janice menemukan Amanda. Amanda terlihat sendirian. "Vania nggak pergi sama kita?""Hmm."Janice sudah menduganya. Ketika dia sedang berpikir, sebuah keributan terjadi tidak jauh darinya.Jason keluar dari bandara sambil menggandeng Vania, menciptakan pemandangan yang heboh. Vania mengangkat pandangannya dan

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 311

    Ini hanyalah salah satu langkah dalam rencananya untuk mendapatkan kendali penuh atas tambang. Karena itu, dia membiarkan Janice mencari Caitlin, kemudian membiarkan Caitlin menyiksanya. Sementara itu, dia memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan keuntungan tanpa usaha.Saat ini, hati Janice terasa seperti ditusuk oleh ribuan jarum dan tenggorokannya terasa sesak.Setelah Norman pergi, Janice kembali ke tempat duduknya dengan tenang. Baru saja duduk, pramugari datang membawakan makanan, tetapi dia benar-benar tidak bisa makan."Aku nggak lapar, tolong bawakan aku segelas anggur," katanya.Pramugari itu tampak terkejut sejenak, lalu melirik ke arah Jason di sampingnya. Jason mengangkat pandangannya dengan tatapan dingin dan berkata, "Minum alkohol dengan perut kosong?"Janice tidak melihat ke arahnya, matanya tetap tertuju ke luar jendela. "Aku nggak akan mati karenanya."Jason melambaikan tangan ke pramugari, tidak membiarkan dia membawa anggur untuk Janice. Dengan sabar, dia menunju

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 310

    Janice mengikuti arah pandang Jason dan menyadari bahwa sweternya tersangkut di tali pinggang Jason.Jika Jason bergerak sedikit saja, baju Janice akan terangkat.Dengan panik, Janice menarik sweternya. Namun, dia malah tidak sengaja menyentuh tempat yang tidak seharusnya disentuh. Seketika, tangannya dicengkeram oleh Jason.Jason mengatupkan bibirnya. Di tengah kegelapan, terlihat tatapannya yang suram seperti binatang buas yang sedang menahan diri. Dia berucap dengan tegas, "Jangan bergerak."Saat merasakan perubahan pada tubuh Jason, mata Janice sontak terbelalak. Dahinya juga mulai berkeringat. Dia menarik sweternya dengan terburu-buru."Bajuku ..."Klik! Tali pinggang itu terbuka."Pak ...." Norman datang dengan membawakan berkas. Saat melihat pemandangan ini, dia segera menutup mulut dan berbalik. "Aku nggak lihat apa-apa. Aku akan kembali nanti."Norman buru-buru pergi. Janice ingin sekali mencari tempat untuk bersembunyi. Dia harus segera melepaskan sweternya dari ikat pinggang

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 309

    Janice mengangguk, lalu kembali ke kursinya. Ketika melewati pria di sebelahnya, pria itu sengaja menyenggolnya dengan kaki.Janice tidak tahan lagi. "Pak, kalau kamu terus begini, aku juga nggak akan segan-segan. Kalau aku marah, mungkin pesawat ini harus putar balik."Pria itu bukan hanya tidak marah, melainkan tertawa. "Cantik, apa pernah ada yang bilang kamu terlihat semakin menggoda kalau marah?""Menggoda kepalamu ...." Janice mengangkat sepatu hak tingginya untuk menginjak kaki pria itu yang terulur. Namun, pramugari tiba-tiba datang."Bu Janice?""Ya?" Janice menurunkan kakinya."Rekan kerjamu ingin menemuimu." Pramugari menunjuk ke depan.Janice mengira Amanda yang mencarinya, jadi dia membawa tasnya dan mengikuti pramugari. Ternyata pramugari malah membawanya ke kabin first class.Norman melambaikan tangan. "Bu Janice, di sini."Janice termangu sesaat. Tiba-tiba, dia memahami sesuatu dan berbalik. "Nggak usah."Tiba-tiba, tangannya diraih oleh seseorang. "Kamu mau terus digan

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 308

    "Ka ... kamu ...." Vania menggertakkan gigi. Dia tidak menyangka dirinya akan diperas oleh Malia, orang yang seharusnya tidak berbahaya untuknya.Malia tertawa ringan. "Vania, jangan main-main. Aku sudah nggak punya apa-apa lagi. Kalau aku mati, aku pasti akan menarik seseorang untuk ikut denganku."Vania mengepalkan tinjunya. Dia tidak takut pada anjing yang tidak patuh, melainkan takut pada anjing liar yang tiba-tiba menyerang. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Aku transfer sebentar lagi.""Terima kasih." Malia tertawa dan mengakhiri panggilan.Vania menatap ponselnya. Dia bisa menilai bahwa nafsu Malia hanya akan semakin besar. Semua ini salah Janice! Jika bukan karena Janice, Malia tidak akan berani bertindak seperti ini padanya!Saat ini, masuk pesan dari Azka.[ Sayang, malam ini ada waktu nggak? ]Vania ingin membalas dia tidak ada waktu, tetapi sebuah rencana tiba-tiba muncul dalam benaknya.[ Ada, tapi ... aku butuh bantuanmu untuk melakukan sesuatu. ][ Sejak kapa

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status