แชร์

Bab 5

ผู้เขียน: Danira Widia
Ruang aula begitu luas, tetapi suasana di sekitar Jason terasa mencekam. Udara seolah-olah membeku dan menekan semua orang hingga sulit bernapas. Dia tetap diam, tapi semua orang tahu dia sedang marah.

Jason mengeluarkan kotak rokok, lalu mengambil sebatang dan menyalakannya. Asap putih yang dihembuskannya menyelimuti wajahnya dan dia menatap Janice melalui kabut tipis itu dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Pergi," katanya dengan dingin.

Anwar yang juga tampak tidak senang, melambaikan tangannya dengan isyarat yang sama.

Ivy segera membantu Janice berdiri.

Namun, Janice menarik tangannya dan berdiri tegap di tengah aula. Dengan suara yang lantang, dia berkata, "Kalau keberadaanku di sini membuat semua orang nggak nyaman, aku akan segera pindah. Terima kasih atas perawatan Anda selama bertahun-tahun, Pak Anwar."

Janice ingin pergi dengan bermartabat dan tanpa keraguan sedikit pun. Dia tidak lagi takut dan berhati-hati seperti di kehidupan sebelumnya. Setelah menyampaikan kata-katanya, Janice berbalik dan pergi. Tatapan yang tertuju pada punggungnya penuh dengan bahaya dan kebencian.

....

Begitu keluar dari aula, efek samping dari obat kontrasepsi mulai menyerangnya. Reaksi dari lambung dan usus membuatnya pusing dan mual. Tak lama setelah berjalan beberapa langkah, Janice kehilangan kesadaran dan terjatuh.

Saat tersadar kembali, Janice melihat Ivy duduk di samping tempat tidurnya dengan mata memerah. Begitu melihat Janice bangun, Ivy langsung memberikan tamparan pelan. Tamparan itu tidak kuat, malah terasa seperti sedang digelitik.

"Kamu mau buat aku mati ketakutan, ya? Obat itu bukan untuk dimakan sembarangan!" ujar Ivy dengan suara parau.

"Bu, percuma saja. Kalau aku nggak meminumnya, seumur hidup aku nggak akan bisa lepas dari Keluarga Karim," jawab Janice dengan lirih.

"Kamu ... nasibmu memang buruk! Dari dulu aku sudah bilang, kamu seharusnya mendekati anak-anak keluarga kaya. Kalau kamu nikah dengan baik, hidupmu pasti akan lebih tenang," Ivy mencoba menasihatinya.

"Seperti hidupmu?"

Hidup seperti apa yang bisa disebut tenang? Ivy terdiam. Dia ingin mengatakan sesuatu, tapi akhirnya terdiam. Saat itu, pintu kamar terbuka dan Zachary masuk dengan semangkuk bubur di tangannya.

"Janice sudah bangun ya? Makan bubur ini sedikit, perutmu akan terasa baikan," katanya sambil menyerahkan bubur ke Janice.

Janice baru saja ingin mengucapkan terima kasih ketika dia menyadari telinga Zachary terluka. Ada sebuah goresan yang tampak seperti bekas terkena benda tajam. Itu pasti ulah Anwar. Dia memang selalu membenci keluarga mereka.

Anwar menganggap anak keduanya bodoh, ditambah lagi Zachary tetap bersikeras menikahi wanita yang membawa anak dari pernikahan sebelumnya.

Dengan penuh penyesalan, Janice berkata, "Paman, maafkan aku. Aku akan segera pergi supaya nggak merepotkan lagi."

"Jangan bicara begitu!" tegur Ivy dengan nada kesal.

Zachary menepuk bahu Ivy dengan lembut. "Dokter bilang Janice masih perlu minum obat. Tolong ambilkan air hangat."

Ivy segera bangkit dan meninggalkan ruangan. Zachary duduk di tepi tempat tidur dan menghela napas. "Janice, apa kamu benar-benar harus pergi?"

"Paman, kalau aku tetap di sini, aku cuma bakal membebani Ibu dan dirimu. Aku sudah dewasa, aku bisa jaga diriku sendiri."

"Aku yang terlalu nggak berguna." Zachary mengambil sebuah kartu dan menyelipkannya di bawah bantal Janice. "Jangan tolak. Kamu masih muda, hidup di luar sana butuh banyak uang. Kata sandinya adalah tanggal lahirmu. Hati-hati di luar sana. Kalau ada masalah, hubungi aku atau ibumu."

Dengan penuh rasa syukur, Janice menjawab, "Terima kasih, Paman."

Zachary menatap Janice dan berkata, "Hari ini, tingkah Jason benar-benar aneh. Nggak seperti biasanya."

Janice mengernyit. "Apa maksudmu?"

"Ibumu memanggilku karena kamu pingsan. Jason malah langsung menyerbu keluar, lalu menggendongmu dan membawamu pergi. Kalau bukan karena Ayah yang memerintahkan untuk membawamu kembali, kamu mungkin masih terbaring di rumahnya sekarang."

"Apa?" Janice tercengang sambil mencengkeram selimut lebih erat.

"Tenang saja. Jason bilang, dia khawatir kamu mati di rumah Keluarga Karim dan jadi bahan perbincangan semua orang."

Janice tersenyum getir. "Kedengarannya memang mirip sifat Jason."

Semua yang terjadi tadi malam terasa seperti mimpi. Setelah minum obat dan beristirahat sejenak, Janice bangun dan mulai berkemas. Sebelum pergi, dia menghindari Ivy agar tidak membuatnya menangis lagi.

Saat keluar dari rumah Keluarga Karim, semua pelayan menundukkan kepala karena takut terlibat dengannya. Janice berdiri di teras, menatap langit yang semakin gelap. Hari yang panjang ini akhirnya hampir berakhir.

Angin musim gugur datang lebih awal dan udara malam terasa sejuk dan dingin. Dengan menggenggam erat tasnya, Janice mempercepat langkahnya meninggalkan rumah itu.

Keluarga Karim tinggal di sebuah properti besar yang terletak di salah satu area terbaik di ibu kota. Untuk menjaga privasi, Keluarga Karim telah membeli tanah di sekitar rumah mereka untuk memastikan tidak ada gangguan dari dunia luar.

Keluarga Karim membangun taman pribadi yang mengelilingi properti mereka. Taman ini sesekali dibuka untuk umum saat ada acara. Namun, akses ke sana sangat terbatas. Tidak ada stasiun metro, bus, dan bahkan taksi pun jarang terlihat.

Meskipun Janice mempercepat langkahnya, butuh sekitar 20 menit untuk mencapai halte terdekat. Dia menerobos angin dingin sambil berjalan di bawah cahaya lampu jalan. Setelah beberapa menit berjalan, suara klakson mobil terdengar dari belakang.

Secara refleks, Janice berjalan menepi. Namun, mobil itu justru berhenti di sampingnya.

"Bu Janice, silakan naik." Jendela mobil diturunkan dan memperlihatkan wajah yang cukup dikenalnya. Orang itu adalah Norman, asisten Jason.

Janice terkejut sejenak. Dari sudut matanya, dia melirik ke kursi belakang. Sebuah tangan dengan cincin giok merah mengetuk lututnya dengan perlahan dan tampak tidak sabaran.

Jason.

Janice tidak ingin terlibat lagi dengannya. Dia menggelengkan kepala, "Nggak perlu. Terima kasih, Paman. Silakan lanjutkan perjalanan." Dia menarik ranselnya lebih erat dan melanjutkan berjalan.

Namun, Norman buru-buru turun dari mobil untuk menghalangi jalannya.

Sambil tersenyum sopan, dia berkata dengan lembut, "Bu Janice, tolong naik ke mobil. Ini juga demi kebaikanmu. Kata Pak Jason, kalau kamu pergi membawa barang bawaan seperti ini dan kelihatan sama orang-orang, itu akan terlihat buruk bagi semua pihak."

"Kalau kamu menolak, aku nggak punya pilihan selain menggunakan caraku sendiri untuk memintamu masuk."

Janice mencengkeram ranselnya lebih erat dan melirik ke arah jendela kursi belakang. Kaca jendelanya hitam pekat dan tidak bisa terlihat apa pun. Namun dia tahu betul, Jason sedang memperhatikannya dari balik kegelapan itu.

Kekejaman Jason sudah terkenal di ibu kota dan Janice tahu hal itu dari kehidupan sebelumnya. Jika memaksa untuk berkonfrontasi dengan Jason, Janice sudah bisa menebak apa yang akan terjadi pada dirinya. Sekujur tubuh Janice langsung merinding, seolah-olah udara di sekelilingnya menjadi lebih dingin.

Setelah bekerja keras untuk menjalani kehidupan kedua ini, dia tidak ingin mengambil risiko memicu kemarahan Jason. Akhirnya, Janice mengangguk dan menuju ke kursi depan. Namun, Norman segera mengarahkan Janice ke kursi belakang.

Begitu dia duduk, bau alkohol segera tercium dari dalam mobil.

Dengan penuh curiga, Janice melirik ke arah Jason. Tubuh tegapnya bersandar di kursi dan matanya setengah terpejam. Dalam pencahayaan yang redup, sebagian besar wajah Jason tersembunyi di balik bayangannya.

Sosoknya terlihat berbahaya dan mencekam.

Jason mengangkat sedikit kelopak matanya, lalu berkata dengan nada datar, "Sudah mau pergi?"

Nada bicaranya tidak terkesan marah, tetapi membuat Janice merasa sangat terintimidasi. Butuh waktu lama baginya untuk menyadari perasaan apa yang dirasakannya saat ini. Suara Jason mirip sekali dengan waktu dia ingin menghukum Janice di kehidupan sebelumnya. "Mau pergi? Nggak semudah itu."

Sambil menahan amarah, Janice beringsut sedikit di kursinya. Saat dia hendak menjawab, ponselnya telah berdering. Panggilan dari Ivy.

Janice enggan mengangkatnya karena takut Ivy akan kembali mengomel tentang bagaimana dia tidak memanfaatkan kesempatan yang ada. Namun, tatapan Jason sudah tertuju padanya dengan alis berkerut.

Dengan terpaksa, Janice menjawab panggilan itu.

"Janice! Kau mau buat aku mati khawatir ya? Apa aku pernah perlakukan kamu dengan buruk, sampai-sampai kamu mau kabur dari rumah?"

Suara Ivy terdengar serak dan putus asa, menunjukkan betapa tak berdayanya dia saat ini. Ivy tahu dirinya tidak mampu melindungi putrinya.

"Bu, aku akan jaga diri baik-baik."

"Kamu ... berhati-hatilah." Ivy menghela napas dan akhirnya menyerah, "Janice, gimana kalau aku minta bantuan pamanmu untuk carikan calon suami? Sebaiknya punya orang yang bisa diandalkan daripada sendirian di luar sana. Pamanmu pasti bisa carikan pria yang cocok untukmu."

Ivy mulai memberi ceramah lagi. Janice melirik Jason sekilas. Meski sulit membaca ekspresinya dalam cahaya yang redup, tekanan yang dirasakan Janice membuatnya semakin merasa tidak nyaman. Pada akhirnya, dia buru-buru mengakhiri pembicaraan itu.

Namun, Ivy jarang-jarang bersikap keras kepala seperti ini. "Jangan mengelak! Aku cuma mau yang terbaik untukmu. Sudah kuputuskan, beberapa hari lagi kamu akan pergi kencan buta."

"Bu! Aku tutup teleponnya sekarang." Janice langsung menutup teleponnya tanpa menunggu jawaban. Di kehidupan sebelumnya, Ivy memang pernah merencanakan pertemuan kencan untuknya, tetapi semuanya hancur setelah insiden dengan Jason.

'Ngomong-ngomong soal Jason, apa dia mendengar percakapan tadi? Kalaupun kedengaran, sepertinya nggak masalah. Lagi pula, Jason nggak akan peduli.'

Namun, suasana di dalam mobil seketika menjadi sunyi senyap. Lampu jalan yang melintas menyinari wajah Jason melalui kaca jendela. Janice duduk dengan gelisah sambil mencengkeram tangannya lebih erat. Kemudian, terdengar suara tawa yang sinis dari Jason.

"Kencan buta?"

"Janice, apa ada satu kalimat pun yang kamu bilang semalam itu adalah kata yang jujur?"
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
ความคิดเห็น (5)
goodnovel comment avatar
Sumiyati Sumiyati
lamjut dong mantaap
goodnovel comment avatar
Retno Anggiri Milagros Excellent
ya Janice anak yang baik.. hehe
goodnovel comment avatar
Chantiqa Chiqa
perempuan bodoh ternyata mewarisi sifat ibunya yg lemah dan bodoh. pantes takut muluk isi otaknya
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 6

    Tadi malam? Janice memang mengatakan banyak hal. Dia tidak tahan melihat penderitaan Jason, sehingga dia terpaksa menuruti keinginan pria itu. Saat suasana semakin memanas, dia menahan penyiksaan dari Jason sambil mengungkapkan isi hatinya dengan serius.Saat itu, dia berpikir bahwa mungkin besok Jason akan melupakan semuanya. Namun, dia akan selalu mengingat momen ini. Setidaknya, dia pernah berada sangat dekat dengan Jason."Jason, aku menyukaimu. Aku sudah lama menyukaimu, sejak aku masuk ke Keluarga Karim dan kamu membantuku mengatasi kesulitan. Aku tahu kamu nggak akan peduli padaku, tapi aku ... sungguh ....""Mencintaimu."Janice pertama kali masuk ke Keluarga Karim ketika dia berusia 16 tahun. Ivy mendandaninya seperti boneka yang siap untuk dipersembahkan. Pada saat itu, Ivy tidak memahami gaya berpakaian minimalis para wanita sosialita. Dia hanya ingin putrinya terlihat secantik mungkin ketika memasuki Keluarga Karim.Namun, hal itu malah membuatnya menjadi bahan ejekan bagi

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 7

    Janice muntah di atas setelan baru Jason, sehingga membuat Jason mengerutkan alisnya. Setelah muntah hingga hanya tersisa cairan asam, tubuh Janice yang lemas bersandar pada mobil.Norman segera mendekat dan berkata, "Pak Jason, biar kubantu Bu Janice."Namun, Jason melepas jasnya dan berkata dengan tegas, "Nggak usah." Dia memandang Janice dengan tatapan penuh rasa jijik, tetapi tetap menggendongnya masuk ke rumah.Janice langsung dibawa ke kamar mandi. Begitu didudukkan di atas meja wastafel, Jason mulai melucuti pakaian Janice yang kotor karena muntahan itu tanpa ragu-ragu."Jangan!" teriak Janice dengan panik dan mencoba untuk melawan. Namun, tubuhnya yang lemah tidak mampu menghalangi Jason.Wajah Jason tetap tampak datar saat melepaskan pakaian Janice. Cahaya lampu kamar mandi memperlihatkan bekas-bekas dari kejadian semalam yang masih tersisa di tubuhnya sehingga membuat Janice benar-benar merasa malu. Dia mencoba melindungi dirinya sendiri, tetapi Jason segera menangkap tangann

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 8

    Janice baru saja tiba di depan asrama ketika seseorang menepuk bahunya dari belakang. Saat berbalik, seorang teman sekelas menunjuk ke arah gedung pengajar dengan napas tersengal-sengal."Janice, Pak Handoko suruh kamu ke kantor kepala jurusan sekarang juga.""Oke," jawab Janice, lalu berbalik dan berjalan menuju ke gedung pengajar. Di sepanjang jalan, banyak orang memandangnya dengan tatapan penuh sindiran sambil berbisik-bisik. Tatapan mereka penuh dengan kebencian.Sepertinya ini akan menjadi pertemuan yang tidak menyenangkan.....Di kantor kepala jurusan.Begitu Janice masuk, dia melihat di dalam ruangan itu bukan hanya ada Handoko. Jason dan Vania juga turut hadir.Saat bertukar pandang dengan Jason, sorot mata Jason terlihat bagaikan ular kobra yang mematikan, seakan-akan bisa membunuhnya dalam sekejap. Napas Janice tertahan sejenak, lalu dia mengepalkan tangannya dengan erat untuk menenangkan diri.Namun, tatapan Jason terus melekat padanya, seolah-olah tidak mau membiarkan dia

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 9

    Janice meninggalkan kantor itu tanpa menoleh sama sekali. Setelah kekacauan yang terjadi di Keluarga Karim, Janice tahu bahwa dia harus selalu waspada terhadap Vania. Begitu mendengar Vania menelepon Jason sambil menangis dan mengatakan bahwa ada yang memfitnahnya, Janice langsung tahu bahwa Vania dan Malia telah mulai bertindak.Malia tahu terlalu banyak tentang Janice, termasuk tentang buku hariannya. Setelah menghabiskan malam bersama Jason, tak lama kemudian muncul postingan di internet yang menuduhnya memberi obat perangsang pada Jason.Janice tahu, semua itu pasti adalah ulah Malia. Oleh karena itu, Janice sudah lebih dulu mengganti buku hariannya secara diam-diam.Saat Janice masih sedang merenung, tiba-tiba muncul sebuah bayangan yang mendekat dari belakangnya. Orang itu adalah Malia.Sepanjang perjalanan, Malia tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya hanya diam-diam mengamati Janice. Namun, Janice tetap tenang. Dia tidak menunjukkan reaksi baru saja mengalami pengkhia

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 10

    Di saat Janice hendak keluar, Jason menolehkan wajahnya melihat pasangan di belakang pohon. "Ada masalah?" tanyanya. Nada bicaranya yang dingin terkesan tidak sabar.Begitu melihat orang itu adalah Jason, pasangan itu langsung menundukkan kepala dengan hormat. "Maaf, Pak Jason. Kami pergi dulu." Pasangan itu langsung bergegas pergi dari tempat itu.Mendengar langkah kaki mereka yang menjauh, Janice baru menghela napas lega. Dia berusaha untuk mendorong Jason, tetapi pergelangan tangannya malah dicengkeram erat."Beres-beres barangmu, aku suruh Norman untuk menunggumu di parkiran. Dia akan antarkan kamu ke apartemen," ucap Jason dengan nada memerintah tanpa menanyakan pendapat Janice sama sekali.Tubuh Janice menjadi kaku dan matanya mengerjap untuk berusaha meredam gejolak dalam hatinya. Bagi Jason, Janice bukanlah seorang manusia. Dia hanya sebuah boneka yang patuh dan bisa dipermainkan serta dicampakkan setiap saat. Janice menggertakkan giginya untuk berusaha melepaskan diri."Nggak

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 11

    Merasakan tatapan itu, Janice menoleh ke arahnya. Orang itu adalah Jason. Dia mengenakan jas hitam yang rapi, jari-jarinya yang panjang bersandar di pelipisnya, dan cincin merah di jarinya berkilauan di bawah sinar matahari.Di sampingnya berdiri Vania yang terlihat sedang mengatakan sesuatu. Mereka berdiri sangat dekat dan wajah Jason terlihat lebih lembut dari biasanya. Janice menarik kembali pandangannya, lalu melepas tangannya sambil berpura-pura tenang."Terima kasih," ucap Janice."Sama-sama." Pria itu menoleh ke arah pandangannya. "Itu Pak Jason, 'kan? Dia sayang sekali sama tunangannya ya, sampai antar jemput dia sendiri."Ya, semua orang bisa melihat dengan jelas betapa Jason mencintai Vania. Di kehidupan sebelumnya, hanya Janice sendiri yang masih mencintai dan menunggunya seperti orang bodoh. Baru saja Janice hendak mengangguk, Ivy malah langsung menariknya."Karena sudah kebetulan ketemu, ayo cepat sapa pamanmu.""Nggak," tolak Janice sambil menepis tangannya dan hendak per

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 12

    Janice ditarik Calvin ke belakang. Saat pandangannya mulai kabur, Janice mengepalkan tangannya dengan erat. Janice baru tersadar ketika merasa kesakitan. Dia harus menyelamatkan diri sendiri!Janice meraih gagang pintu untuk menstabilkan tubuhnya. Dia terus mencari barang yang bisa menyelamatkannya. Pajangan kristal di bagian tengah mobil memberi Janice kesempatan.Namun, tangan Janice tidak mampu meraih pajangan kristal itu. Dia berusaha keras untuk melawan Calvin sambil meraih pajangan kristal.Setelah berhasil mencabut pajangan itu dari alas antiselip, Janice menghantam kepala Calvin. Alhasil, Calvin yang kesakitan melepaskan Janice.Janice memanfaatkan kesempatan ini untuk membuka pintu mobil dan buru-buru keluar. Angin malam di musim gugur berembus. Janice merasa kedinginan.Janice berjuang sekuat tenaga untuk kabur, tetapi Calvin mencekik lehernya. Janice berusaha melawan. Hanya saja, Calvin menjambak rambut Janice dan menghempasnya ke pintu mobil.Janice merasa pusing, lalu tumb

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 13

    Saat Janice bangun, dia melihat seorang polisi wanita duduk di samping tempat tidur. Polisi itu tersenyum sehingga membuat Janice tenang."Kamu sudah bangun? Mau minum, nggak?" tanya polisi itu. Dia berdiri, lalu menuang segelas air untuk Janice dan berucap, "Kamu hanya mengalami luka lecet, nggak parah.""Terima kasih," timpal Janice. Dia berusaha duduk dan mengambil gelas air. Sampai sekarang, Janice masih gemetaran saking takutnya.Polisi wanita tersebut mengamati Janice dan tidak langsung mengajukan pertanyaan. Setelah Janice tenang, dia baru mulai bertanya, "Calvin juga baik-baik saja, tapi pengakuan kalian berbeda. Jadi, aku butuh pengakuanmu."Janice tertegun sejenak, lalu bertanya, "Pengakuan kami berbeda? Apa maksudnya?"Kejadiannya sudah begitu jelas, kenapa polisi mengatakan pengakuan mereka berbeda? Polisi menjelaskan, "Calvin bilang dia tiba-tiba menjadi temperamental karena mabuk. Dia juga menunjukkan laporan pemeriksaan mentalnya dari luar negeri."Polisi melanjutkan, "C

บทล่าสุด

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 689

    Kristin mengangguk, memanggul tas perlengkapan bayi di punggung, dan menggendong anaknya pergi ke toilet.Janice menoleh ke arah tiga wanita lainnya dan menjelaskan, "Investasi bukan hal sepele, menurutku harus dipertimbangkan matang-matang. Lagi pula, ibuku juga kurang paham. Gimana kalau besok ibuku ajak Bibi Fenny buat jelasin semuanya?""Boleh juga."Janice dan Ivy langsung menghela napas lega.Selesai mengganti popok, Kristin keluar dari toilet. Dia beberapa kali mencoba membahas topik soal investasi, tetapi selalu berhasil dialihkan oleh Janice.Akhirnya, pertemuan itu bubar dengan suasana tak menyenangkan.Dalam perjalanan pulang, Ivy menggertakkan gigi. "Aku anggap dia teman baik, makanya cerita soal aku untung dari investasi. Apa maksud dia tadi?""Ibu, orang bisa berubah. Tadi Ibu juga lihat sendiri keadaannya. Kalau suaminya sayang dia, mana mungkin biarin dia bolak-balik ke dokter belasan tahun cuma buat punya anak laki-laki?""Hais ...." Ivy hanya bisa menghela napas panja

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 688

    Program hamil? Tangan Janice yang sedang memegang cangkir teh langsung kaku. Dari sudut matanya, dia melihat Rachel juga melirik ke arahnya."Ya, baru nikah soalnya. Suamiku suka banget sama anak kecil, katanya mau anak perempuan dulu. Bahkan, kita sudah siapin namanya," kata Rachel dengan tenang."Jason ini buru-buru banget ya, nama saja sudah disiapin. Namanya siapa?" tanya Elaine dengan penasaran."Vega," jawab Rachel perlahan.Duk! Cangkir teh di tangan Janice jatuh ke atas meja."Namanya siapa?" Suara Janice gemetar."Vega, itu nama yang Jason pilih sendiri." Rachel menekankan kata-katanya.Amarah dalam diri Janice langsung berkobar. Itu nama anak perempuannya! Apa hak Jason menggunakan nama itu?Elaine menatap Janice yang kehilangan kendali, lalu tertawa. "Eh, kenapa, Janice? Kita lagi bahas ibumu dan Rachel soal punya anak, tapi ekspresimu kayak kamu yang mau punya anak saja."Janice tersadar, semua orang menatapnya dengan ekspresi aneh. Dia mengepalkan tangannya, lalu mengambil

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 687

    Janice tampak sangat terkejut. Dia masih ingat waktu kecil, Kristin sering menggendongnya sambil mengatakan dia suka anak perempuan.Tak disangka, demi punya anak laki-laki, dia sampai berobat bertahun-tahun.Janice menoleh ke Ivy, lalu bertanya, "Bu, apa hubungannya denganmu?"Sebelum Ivy sempat menjelaskan, Kristin dan tiga temannya sudah menghampiri bersama."Ivy, lama nggak ketemu, kamu kelihatan makin muda saja ya."Siapa yang tidak suka dipuji? Ivy pun tersenyum, lalu menyentuh wajahnya. Kebetulan sekali, memperlihatkan cincin permata hadiah peringatan pernikahan dari Zachary."Ah, nggak juga. Aku cuma lebih santai saja belakangan ini.""Ya ampun, cincinnya cantik banget! Hadiah dari suamimu ya? Kalian sudah nikah lama, tapi masih seromantis ini.""Iya, iya." Ivy mengangguk. Yang sebenarnya dia banggakan bukanlah cincinnya, melainkan cinta suaminya padanya.Sementara itu, Janice menyadari wajah Kristin tampak kurang senang. Dia menarik lengan Ivy. "Bu, Bibi Kristin lagi gendong b

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 686

    Setelah sesi mencicipi makanan selesai, Zion masuk dan melaporkan bahwa ada rapat dengan perwakilan dari kantor pusat.Akhir-akhir ini Landon memang terus berada di Kota Pakisa, sementara pekerjaan di kantor pusat Kota Heco sudah menumpuk.Melihat betapa sibuknya Landon, Janice langsung berkata, "Kamu urus saja urusanmu, aku dan Ibu bisa pulang sendiri kok."Landon melihat jamnya. "Kalau ada apa-apa, telepon aku."Setelah melihatnya pergi, Ivy pun merasa puas sampai terus tersenyum. "Pak Landon sesibuk itu, tapi masih mau temani kamu pilih restoran dan cicip makanan. Calon menantuku ini memang luar biasa.""Ibu, kami belum nikah, jangan panggil dia menantu terus, nanti ada yang salah paham."Ivy memang agak polos, makanya ucapannya sering kali menimbulkan masalah. Namun, kali ini menyangkut pernikahan Janice, jadi Ivy langsung menutup mulut dan lebih berhati-hati.Janice tersenyum, menggandeng lengan ibunya. "Ayo, aku antar Ibu pulang.""Nggak usah, aku sudah janjian sama teman lama bu

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 685

    Ivy segera menyela, "Jangan membahasnya lagi, hanya dengan mendengarnya saja pun aku sudah merasa jijik. Kamu memang suka makan itu saat masih SMA, tapi suatu hari perutmu sakit karena makan kebanyakan dan besoknya muncul beberapa jerawat besar.""Kamu sampai percaya kata-kata di internet bahwa jahe bisa menghilangkan jerawat besar, jadi tengah malam diam-diam pergi ke dapur dan akhirnya bertemu dengan ...."Setelah mengatakan itu, Ivy menggigit bibirnya dan segera mengganti kata-katanya. "Jahenya terlalu pedas sampai jerawatmu jadi mereka dan besoknya bengkak. Sangat lucu sekali."Mendengar cerita itu, Landon langsung menutup mulutnya karena menahan tawa.Sementara itu, Janice terus meminum air karena merasa malu. Pada saat itu, dia baru saja menempelkan jahe di wajahnya, tetapi malah bertemu dengan Jason yang baru pulang dari acara makan malam. Dia yang diam-diam menyukai Jason tentu saja tidak ingin terlihat memalukan di depan orang yang disukainya, sehingga dia berusaha lari sambil

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 684

    Suara yang familier itu langsung membuat Janice merasa terkejut. Saat melihat mengikuti jari-jari putih itu, dia melihat pria itu ternyata adalah Jason yang sudah tidak terlihat selam sebulan lebih.Jason terlihat lebih kurus dan wajahnya makin tajam serta berbahaya. Bahkan tatapannya terlihat sangat hampa dan terus bergerak. Hanya dengan melihat sekilas, sudah membuat orang merasa sangat dingin.Setelah tertegun sejenak, Janice menyadari dia sudah menatap Jason terlalu lama. Dia segera tersadar kembali dan memalingkan tubuhnya. "Nggak perlu."Saat Janice berjalan melewatinya, Jason langsung menggenggam pergelangan tangan Janice dengan erat. Dia menatap wajah Janice yang rahangnya tegang dan kedua matanya memancarkan emosi yang mendalam. Pada detik berikutnya, dia langsung menutup pintu dan memaksa Janice untuk kembali masuk ke dalam toilet.Janice langsung mundur beberapa langkah sampai menabrak meja rias dan kepalanya menyentuh cermin yang dingin. Saat Jason mendekatinya dan mengamat

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 683

    Ivy jelas tidak peduli dengan hal itu karena itu memang uang pribadinya dan tidak ada hubungannya dengan Keluarga Karim. Jika nanti ada keuntungan, dia akan menyerahkannya pada Zachary. Namun, jika rugi, dia juga tidak akan mengganggu Zachary dengan masalah kecil seperti itu.Namun, Janice tetap merasa khawatir karena Fenny sudah tidak kembali ke Kota Pakisa selama bertahun-tahun dan selama ini hanya mengirim ucapan selamat pada hari perayaan. Mengapa Fenny bisa tiba-tiba memperkenalkan proyek besar pada Ivy? Yang lebih pentingnya lagi, dia tidak mendengar ada proyek besar apa pun pada saat itu dan bahkan di kehidupan sebelumnya.Saat Janice hendak bertanya lebih lanjut lagi, Landon meneleponnya. "Janice, siang ini kita ada janji untuk melihat restoran. Aku sudah sampai di kompleks perumahanmu, kamu bisa turun sekarang.""Baiklah, tapi ibuku ada di sini. Bagaimana kalau kita pergi bersama?" tanya Janice sambil melihat tatapan Ivy yang penuh dengan harapan.Hubungan Janice dengan Ivy sa

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 682

    Setelah menerima lamaran dari Landon, Janice awalnya berpikir untuk mengadakan makan bersama orang tua dari kedua belah pihak saja. Namun, Landon tetap ingin memberikannya upacara pertunangan yang layak, dia pun tidak bisa membantah Landon. Dia terpaksa setuju karena berpikir itu hanya upacara kecil, Keluarga Luthan tidak akan mengundang tokoh besar dari kalangan mereka.Sebenarnya, Janice khawatir statusnya akan membuat Landon kesulitan. Setelah mengetahui alasannya, Landon pun setuju. Setelah semuanya dipastikan dan melewati hari tenang selama dua hari, dia akhirnya memberi tahu Ivy tentang acara pertunangan ini.Keesokan harinya, Ivy langsung datang menemui Janice pagi-pagi sekali. Begitu masuk, dia menatap kiri dan kanan dari wajah Ivy dan berkata dengan kesal, "Kenapa kulitmu agak kering?"Janice meraba pipinya dan berkata, "Mungkin karena pergantian cuaca."Ivy langsung menyodorkan sebuah kartu salon kecantikan ke tangan Janice. "Aku sudah mengisi saldonya untukmu, ingat untuk me

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 681

    Setelah mengatakan itu, Zion langsung pergi.Seperti gadis lainnya, Janice hanya menundukkan kepala dan melihat cincin itu. "Berlian ini terlalu besar, aku nggak berani memakainya keluar.""Besar ya? Aku sebenarnya ingin membeli yang 20 karat, tapi aku tahu kamu nggak suka yang terlalu mencolok. Jadi, aku memilih yang lebih kecil," jelas Landon.Janice terdiam saat mendengar berlian yang begitu besar seperti telur merpati masih dibilang kecil.....Di pulau.Norman masuk ke dalam kamar sambil membawa sarapan. "Pak Jason, saatnya makan."Mendengar itu, Jason yang duduk di ujung tempat tidur bergerak. Saat perlahan-lahan mengangkat kepalanya, keringat sudah mengalir melewati otot-otot tubuhnya yang tegang dan tatapannya terlihat hampa. Dia berkata dengan suara yang serak, "Letakkan saja."Norman meletakkan sarapannya dan segera menyerahkan handuk, lalu melanjutkan, "Fiona langsung dibawa pergi orang asing begitu pesawatnya mendarat, bahkan keluarganya pun nggak tahu dia ada di mana. Kala

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status