Share

Bab 6

Author: Danira Widia
Tadi malam? Janice memang mengatakan banyak hal. Dia tidak tahan melihat penderitaan Jason, sehingga dia terpaksa menuruti keinginan pria itu. Saat suasana semakin memanas, dia menahan penyiksaan dari Jason sambil mengungkapkan isi hatinya dengan serius.

Saat itu, dia berpikir bahwa mungkin besok Jason akan melupakan semuanya. Namun, dia akan selalu mengingat momen ini. Setidaknya, dia pernah berada sangat dekat dengan Jason.

"Jason, aku menyukaimu. Aku sudah lama menyukaimu, sejak aku masuk ke Keluarga Karim dan kamu membantuku mengatasi kesulitan. Aku tahu kamu nggak akan peduli padaku, tapi aku ... sungguh ...."

"Mencintaimu."

Janice pertama kali masuk ke Keluarga Karim ketika dia berusia 16 tahun. Ivy mendandaninya seperti boneka yang siap untuk dipersembahkan. Pada saat itu, Ivy tidak memahami gaya berpakaian minimalis para wanita sosialita. Dia hanya ingin putrinya terlihat secantik mungkin ketika memasuki Keluarga Karim.

Namun, hal itu malah membuatnya menjadi bahan ejekan bagi seluruh Keluarga Karim. Semua orang mengatakan bahwa dia terlihat seperti ayam kampung yang mencoba menyamar menjadi burung phoenix.

Ivy yang penakut bahkan tidak berani membantah ucapan pelayan. Saat itulah, Jason muncul.

Dengan tubuh tegap yang mengenakan mantel hitam panjang, dia berdiri di bawah beranda sambil menepuk-nepuk rokok di tangannya dan mengembuskan asap yang menutupi wajahnya. Di belakangnya, salju turun perlahan, membuat sosoknya semakin memancarkan aura dingin dan bahaya.

Namun, tidak ada yang bisa menyangkal betapa tampannya pria itu. Hanya dengan satu tatapannya, para pelayan langsung ketakutan dan tidak berani mengatakan apa pun lagi.

Saat itu, dia berusia 23 tahun dan baru saja lulus dari universitas. Namun, reputasinya sudah dikenal di seluruh ibu kota sebagai pria yang ditakuti.

Jason menatapnya dan berkata dengan nada datar, "Lumayan."

Janice terus mengingat ucapan tersebut sangat lama. Saking lamanya hingga aroma yang melekat pada Jason saat itu pun masih terasa meski bertahun-tahun telah berlalu. Setelah itu, mereka sesekali bertemu.

Suatu hari di musim semi, Janice sedang berada di taman. Dia hampir menangis karena peringkatnya di sekolah turun. Jason yang sedang bersandar di paviliun, melirik sekilas soal di tangan Janice, lalu berkata, "Dasar bodoh, sini pulpennya."

Di musim panas saat Janice belajar berenang, kakinya tiba-tiba kram. Jason langsung melompat ke dalam kolam untuk menolongnya dan bahkan memarahi Janice yang kikuk.

Di jalanan pada musim gugur, Janice diganggu oleh anak-anak lainnya dan tidak sempat melarikan diri. Jason turun dari mobil, lalu merangkul pundaknya dan pergi bersama-sama.

Cintanya kepada Jason terkumpul dari pertemuan singkat mereka di setiap musim. Namun ... kata-kata ini sudah pernah diucapkan Janice di kehidupan sebelumnya. Dulu, hatinya yang begitu tulus dan hangat mulai tumbuh di tengah-tengah hasrat Jason.

Hanya saja, yang dia dapatkan hanyalah penghinaan dan fitnah, serta kematian tragis putrinya. Jika Jason tidak pernah peduli pada cintanya, mengapa Janice harus peduli sekarang? Janice menundukkan kepalanya karena tidak berani menatap Jason.

"Kamu salah dengar, aku nggak bilang apa-apa," ucapnya pelan.

"Nggak panggil aku Paman lagi?" tanya Jason dengan nada dingin.

"Paman."

Sejenak, suasana di dalam mobil menjadi canggung. Janice melirik ke arah Jason di sampingnya. Di antara jarinya yang ramping, terjepit sebatang rokok yang sedang dimainkannya.

Tatapan mereka bertemu. Jason mematahkan rokoknya menjadi dua dengan santai, hingga tembakau dalam rokok itu jatuh ke pangkuannya. Pesan dari tindakannya ini sangat jelas ... dia sedang memberi peringatan. Dada Janice terasa sesak.

"Pinggirkan mobilnya," perintah Jason dengan dingin.

Norman segera menepi. Mobil itu masih berada di area milik Keluarga Karim, sehingga Jason bisa menghentikannya sesuka hatinya. Setelah mobil berhenti, Jason melirik sekilas ke arah Norman yang keluar dari mobil dengan buru-buru.

Janice juga mencoba untuk keluar, tetapi pinggangnya tiba-tiba dicekal dengan erat dan tubuhnya ditarik ke arah Jason.

"Mau lari? Janice, aku cuma diracuni, bukannya mati," kata Jason dengan suara rendah. Nada bicaranya tidak terdengar marah, melainkan penuh dengan sindiran.

Janice merasa sesak karena tertekan oleh aura berbahaya yang meliputi Jason. Dia hanya bisa menggigit bibir dan mencoba untuk melawan, tetapi usahanya sia-sia.

Tangan yang baru saja diangkatnya, langsung ditangkap dan dipelintir ke belakang oleh Jason. Jason menekannya ke jok kulit mobil yang terbenam, lalu membelitnya dengan erat. Posisi mereka membuat Janice merasa sangat malu.

"Lepaskan aku!"

Pria itu masih memancarkan minat dan aura panas seperti semalam. Janice ditekan oleh tubuh Jason, sehingga membuatnya terpaksa menelungkup di atas kursi. Rasa malu dan marah meluap di dalam dirinya, sedangkan kedua pergelangan tangannya dikunci oleh salah satu tangan Jason.

Dengan tangan yang satunya lagi, Jason menyibak rambut Janice hingga memperlihatkan bekas yang sengaja dia tutupi. Semua itu adalah bekas yang ditinggalkan oleh Jason tadi malam. Jason mengusap bekas itu dengan jari-jarinya, yang dingin dan menakutkan.

"Setelah menarik perhatianku, jangan harap bisa lolos begitu saja," ucapnya dengan nada datar tetapi mengandung ancaman.

Jari-jarinya menekan lebih kuat, lalu perlahan-lahan menyusuri leher Janice dan terus bergerak ke bawah. Kemudian, dia menyusuri tulang punggung Janice dan mengusap setiap incinya.

Janice menggigit bibirnya karena merasa terhina. Dia teringat kembali dengan penyiksaan Jason selama delapan tahun penuh di ranjang pada kehidupan sebelumnya.

Jason adalah seorang pebisnis yang memprioritaskan keuntungan. Meski tidak pernah mencintai Janice, hal itu tidak menghalanginya untuk mengendalikan dan memiliki tubuh Janice. Seolah-olah Janice adalah barang pribadi yang tidak dicintai, tapi juga tidak akan direlakan begitu saja.

Memikirkan hal itu, tubuh Janice mulai gemetaran, sama seperti di kehidupan sebelumnya. Jason berhenti sejenak. Matanya menjadi kelam dan minatnya langsung memudar. Dia mendorong Janice untuk menjauh dengan kasar.

Janice terkulai dan berusaha keras untuk menahan ketakutannya yang semakin kuat.

Jason menurunkan jendela mobil, lalu menyalakan sebatang rokok dan mengisapnya perlahan. Cincin merah di jarinya, memancarkan kilatan berbahaya dalam kegelapan.

Dia menyeringai tipis di bawah cahaya lampu jalan. Sorot matanya tampak malas, tetapi terasa seperti pisau tumpul yang menyayat kulit Janice perlahan-lahan.

Bau tembakaunya memenuhi seisi mobil. Perlahan-lahan, Janice mulai menenangkan diri. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu merapikan pakaiannya dan duduk tegak.

"Apa yang harus kulakukan supaya kamu bisa melepaskanku?" tanya Janice dengan suara gemetaran.

Jason menengadah sambil mengembuskan asap rokok. Kemudian, dia melirik Janice dari sudut matanya bagaikan binatang buas yang terbangun dalam kegelapan.

Sambil masih memegang rokok, jari-jari Jason mengusap pipi Janice. Kemudian, tangannya turun perlahan dari pelipis ke matanya, hingga menyentuh tahi lalat di bawah matanya dengan lembut. Sentuhan halus itu seharusnya terasa nyaman. Namun bagi Janice, sentuhan itu justru seperti lidah ular yang menjilati kulitnya dan membuat napasnya tercekat.

Jason menatapnya dari atas dengan angkuh. Mata Janice ini benar-benar pandai mengelabui orang.

Tadi malam, mata itu penuh dengan perasaan cinta. Ketika Jason memperlakukannya dengan kejam, air mata mengalir turun dari tahi lalat di bawah mata Janice sehingga membuatnya terlihat begitu menyedihkan, tetapi begitu memikat.

Tak disangka, hari ini Janice malah bersikeras tidak mau mengaku.

Tidak masalah. Jason sendiri juga bukan orang baik.

Detik selanjutnya, dagu Janice dicengkeram oleh Jason. Dia memaksa Janice untuk mendongak dan menatap langsung ke matanya. Jason mengusap bibir keringnya, sementara rokok yang sudah terbakar hampir habis itu nyaris menyentuh leher Janice. Matanya dipenuhi dengan tatapan bengis.

"Melepaskanmu? Janice, waktu kamu meracuniku, seharusnya kamu sudah tahu bahwa masalah ini belum selesai."

Janice tercekat. Dia tahu, apa pun yang dikatakannya sekarang, Jason tetap tidak akan percaya. Sebaliknya, dia hanya akan dihukum lebih keras lagi. Saat ini, Janice merasakan roda nasib seolah-olah berputar kembali dan menjeratnya dalam siklus yang sama. Padahal, dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk melarikan diri.

....

Setengah jam kemudian.

Mobil Jason berhenti dan di luar jendela tampak rumah pribadinya. Janice keluar dari mobil. Namun, entah itu karena efek obat atau karena emosinya yang bergejolak, rasa mual kembali menyerang perutnya.

Janice menekan perutnya dan hendak pergi, tetapi Jason menariknya dengan paksa menuju rumah. Janice tertegun sejenak, lalu segera memberontak. "Lepaskan aku! Kamu mau apa sebenarnya?"

Jason menyudutkan Janice di samping pintu dan tertawa dingin. "Meskipun kamu sudah minum pil kontrasepsi, obat itu nggak selalu efektif. Kamu akan tinggal di sini selama sebulan sampai aku kita pastikan kamu nggak hamil. Kalau ternyata kamu hamil ...."

Tatapan Jason yang dingin itu tidak menunjukkan belas kasihan sedikit pun.

Perut Janice mendadak terasa sakit. Gambaran mengerikan tentang Vega yang mati di ranjang rumah sakit, kembali menghantam pikirannya. Dengan bibir bergetar, Janice bertanya, "Kalau aku hamil, apa yang akan kamu lakukan?"

"Gugurkan," jawab Jason dengan nada datar, seolah-olah itu hanyalah keputusan biasa yang tidak perlu dipikirkan.

Saat itulah Janice benar-benar menyadari betapa bodohnya dirinya di kehidupan sebelumnya. Dia mengira Jason menikahinya karena mempertimbangkan keberadaan anak mereka. Ternyata, justru keberadaan Janice-lah yang membuat Jason tidak menyukai anak itu.

Sejak awal, Jason memang sudah berniat untuk membunuh anak itu. Perut Janice terasa mual. Bukan hanya karena obat, tapi juga karena rasa jijik yang mendalam di hatinya.

"Hoek ...."
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Henna Marlina
bagus sekali
goodnovel comment avatar
Henna Marlina
bagus sekali jalan cerita
goodnovel comment avatar
Hjh Noorfarah Izyanti
terbaik dan mantap
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 7

    Janice muntah di atas setelan baru Jason, sehingga membuat Jason mengerutkan alisnya. Setelah muntah hingga hanya tersisa cairan asam, tubuh Janice yang lemas bersandar pada mobil.Norman segera mendekat dan berkata, "Pak Jason, biar kubantu Bu Janice."Namun, Jason melepas jasnya dan berkata dengan tegas, "Nggak usah." Dia memandang Janice dengan tatapan penuh rasa jijik, tetapi tetap menggendongnya masuk ke rumah.Janice langsung dibawa ke kamar mandi. Begitu didudukkan di atas meja wastafel, Jason mulai melucuti pakaian Janice yang kotor karena muntahan itu tanpa ragu-ragu."Jangan!" teriak Janice dengan panik dan mencoba untuk melawan. Namun, tubuhnya yang lemah tidak mampu menghalangi Jason.Wajah Jason tetap tampak datar saat melepaskan pakaian Janice. Cahaya lampu kamar mandi memperlihatkan bekas-bekas dari kejadian semalam yang masih tersisa di tubuhnya sehingga membuat Janice benar-benar merasa malu. Dia mencoba melindungi dirinya sendiri, tetapi Jason segera menangkap tangann

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 8

    Janice baru saja tiba di depan asrama ketika seseorang menepuk bahunya dari belakang. Saat berbalik, seorang teman sekelas menunjuk ke arah gedung pengajar dengan napas tersengal-sengal."Janice, Pak Handoko suruh kamu ke kantor kepala jurusan sekarang juga.""Oke," jawab Janice, lalu berbalik dan berjalan menuju ke gedung pengajar. Di sepanjang jalan, banyak orang memandangnya dengan tatapan penuh sindiran sambil berbisik-bisik. Tatapan mereka penuh dengan kebencian.Sepertinya ini akan menjadi pertemuan yang tidak menyenangkan.....Di kantor kepala jurusan.Begitu Janice masuk, dia melihat di dalam ruangan itu bukan hanya ada Handoko. Jason dan Vania juga turut hadir.Saat bertukar pandang dengan Jason, sorot mata Jason terlihat bagaikan ular kobra yang mematikan, seakan-akan bisa membunuhnya dalam sekejap. Napas Janice tertahan sejenak, lalu dia mengepalkan tangannya dengan erat untuk menenangkan diri.Namun, tatapan Jason terus melekat padanya, seolah-olah tidak mau membiarkan dia

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 9

    Janice meninggalkan kantor itu tanpa menoleh sama sekali. Setelah kekacauan yang terjadi di Keluarga Karim, Janice tahu bahwa dia harus selalu waspada terhadap Vania. Begitu mendengar Vania menelepon Jason sambil menangis dan mengatakan bahwa ada yang memfitnahnya, Janice langsung tahu bahwa Vania dan Malia telah mulai bertindak.Malia tahu terlalu banyak tentang Janice, termasuk tentang buku hariannya. Setelah menghabiskan malam bersama Jason, tak lama kemudian muncul postingan di internet yang menuduhnya memberi obat perangsang pada Jason.Janice tahu, semua itu pasti adalah ulah Malia. Oleh karena itu, Janice sudah lebih dulu mengganti buku hariannya secara diam-diam.Saat Janice masih sedang merenung, tiba-tiba muncul sebuah bayangan yang mendekat dari belakangnya. Orang itu adalah Malia.Sepanjang perjalanan, Malia tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya hanya diam-diam mengamati Janice. Namun, Janice tetap tenang. Dia tidak menunjukkan reaksi baru saja mengalami pengkhia

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 10

    Di saat Janice hendak keluar, Jason menolehkan wajahnya melihat pasangan di belakang pohon. "Ada masalah?" tanyanya. Nada bicaranya yang dingin terkesan tidak sabar.Begitu melihat orang itu adalah Jason, pasangan itu langsung menundukkan kepala dengan hormat. "Maaf, Pak Jason. Kami pergi dulu." Pasangan itu langsung bergegas pergi dari tempat itu.Mendengar langkah kaki mereka yang menjauh, Janice baru menghela napas lega. Dia berusaha untuk mendorong Jason, tetapi pergelangan tangannya malah dicengkeram erat."Beres-beres barangmu, aku suruh Norman untuk menunggumu di parkiran. Dia akan antarkan kamu ke apartemen," ucap Jason dengan nada memerintah tanpa menanyakan pendapat Janice sama sekali.Tubuh Janice menjadi kaku dan matanya mengerjap untuk berusaha meredam gejolak dalam hatinya. Bagi Jason, Janice bukanlah seorang manusia. Dia hanya sebuah boneka yang patuh dan bisa dipermainkan serta dicampakkan setiap saat. Janice menggertakkan giginya untuk berusaha melepaskan diri."Nggak

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 11

    Merasakan tatapan itu, Janice menoleh ke arahnya. Orang itu adalah Jason. Dia mengenakan jas hitam yang rapi, jari-jarinya yang panjang bersandar di pelipisnya, dan cincin merah di jarinya berkilauan di bawah sinar matahari.Di sampingnya berdiri Vania yang terlihat sedang mengatakan sesuatu. Mereka berdiri sangat dekat dan wajah Jason terlihat lebih lembut dari biasanya. Janice menarik kembali pandangannya, lalu melepas tangannya sambil berpura-pura tenang."Terima kasih," ucap Janice."Sama-sama." Pria itu menoleh ke arah pandangannya. "Itu Pak Jason, 'kan? Dia sayang sekali sama tunangannya ya, sampai antar jemput dia sendiri."Ya, semua orang bisa melihat dengan jelas betapa Jason mencintai Vania. Di kehidupan sebelumnya, hanya Janice sendiri yang masih mencintai dan menunggunya seperti orang bodoh. Baru saja Janice hendak mengangguk, Ivy malah langsung menariknya."Karena sudah kebetulan ketemu, ayo cepat sapa pamanmu.""Nggak," tolak Janice sambil menepis tangannya dan hendak per

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 12

    Janice ditarik Calvin ke belakang. Saat pandangannya mulai kabur, Janice mengepalkan tangannya dengan erat. Janice baru tersadar ketika merasa kesakitan. Dia harus menyelamatkan diri sendiri!Janice meraih gagang pintu untuk menstabilkan tubuhnya. Dia terus mencari barang yang bisa menyelamatkannya. Pajangan kristal di bagian tengah mobil memberi Janice kesempatan.Namun, tangan Janice tidak mampu meraih pajangan kristal itu. Dia berusaha keras untuk melawan Calvin sambil meraih pajangan kristal.Setelah berhasil mencabut pajangan itu dari alas antiselip, Janice menghantam kepala Calvin. Alhasil, Calvin yang kesakitan melepaskan Janice.Janice memanfaatkan kesempatan ini untuk membuka pintu mobil dan buru-buru keluar. Angin malam di musim gugur berembus. Janice merasa kedinginan.Janice berjuang sekuat tenaga untuk kabur, tetapi Calvin mencekik lehernya. Janice berusaha melawan. Hanya saja, Calvin menjambak rambut Janice dan menghempasnya ke pintu mobil.Janice merasa pusing, lalu tumb

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 13

    Saat Janice bangun, dia melihat seorang polisi wanita duduk di samping tempat tidur. Polisi itu tersenyum sehingga membuat Janice tenang."Kamu sudah bangun? Mau minum, nggak?" tanya polisi itu. Dia berdiri, lalu menuang segelas air untuk Janice dan berucap, "Kamu hanya mengalami luka lecet, nggak parah.""Terima kasih," timpal Janice. Dia berusaha duduk dan mengambil gelas air. Sampai sekarang, Janice masih gemetaran saking takutnya.Polisi wanita tersebut mengamati Janice dan tidak langsung mengajukan pertanyaan. Setelah Janice tenang, dia baru mulai bertanya, "Calvin juga baik-baik saja, tapi pengakuan kalian berbeda. Jadi, aku butuh pengakuanmu."Janice tertegun sejenak, lalu bertanya, "Pengakuan kami berbeda? Apa maksudnya?"Kejadiannya sudah begitu jelas, kenapa polisi mengatakan pengakuan mereka berbeda? Polisi menjelaskan, "Calvin bilang dia tiba-tiba menjadi temperamental karena mabuk. Dia juga menunjukkan laporan pemeriksaan mentalnya dari luar negeri."Polisi melanjutkan, "C

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 14

    Anwar makin kesal saat melihat putranya yang tidak berguna. Dia menepuk kepala Zachary dan membentak, "Kenapa aku bisa punya anak yang nggak berguna sepertimu? Kamu benar-benar bodoh sampai-sampai bisa dikendalikan oleh seorang wanita!"Anwar menambahkan, "Kalau kamu punya sedikit kepintaran Jason, masalah hari ini nggak mungkin terjadi!"Ekspresi Zachary sangat masam. Janice melepaskan gagang pintu. Zachary pasti akan merasa malu jika Janice keluar sekarang.Selama ini, Zachary memperlakukan Janice dengan baik. Jadi, Janice tidak tega mempermalukan Zachary.Tiba-tiba, terdengar suara seorang pria. Jason menghampiri Anwar dengan tenang dan berbicara dengan dingin, "Ayah, Calvin baik-baik saja. Nggak ada gunanya kamu memarahi Kak Zachary."Anwar menimpali, "Aku juga nggak ingin memarahinya, tapi sekarang Keluarga Santoso meminta penjelasan. Kalau masalah yang memalukan ini tersebar, reputasi Keluarga Karim pasti rusak."Anwar meneruskan, "Seharusnya aku nggak boleh izinkan orang nggak j

Latest chapter

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 316

    Melihat Marco yang semakin mendekat, Janice berusaha keras untuk meronta. Namun, tubuhnya tetap tak dapat digerakkan. Bahkan ketika dia mencoba menjatuhkan dirinya dari kursi, tubuhnya tetap tak bergeser sedikit pun.Tanpa tergesa-gesa, Marco berhenti di depannya, lalu berjongkok. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh wajah serta punggung Janice dengan penuh kesadaran."Benar-benar kulit yang sempurna. Nggak heran hargamu jauh lebih mahal daripada yang lain. Tenang saja, aku akan berhati-hati."Kulit?Janice terkejut dan matanya membelalak. Dengan susah payah, dia membuka mulut dan tergagap, "Ku ... kulit apa? Ha ... harga apa?"Setelah mengatakan itu, rasanya dia telah menghabiskan seluruh tenaganya. Tubuhnya langsung terkulai di lantai, tak mampu bergerak lagi.Mendengar pertanyaannya, Marco sepertinya teringat sesuatu yang membuatnya semakin bersemangat. Tangannya bergerak dengan gelisah, sulit menahan kegembiraannya. Tiba-tiba, dia membungkuk lebih dekat ke Janice, dengan senyum yan

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 315

    Perasaan di dalam tubuh Janice seperti roller coaster. Dia tahu perumpamaan itu tidak masuk akal, tetapi pikirannya terus berpikir seperti itu. Sensasi itu terasa nyaman sekaligus aneh.Marco menatap Janice dengan saksama, lalu berkata, "Apakah rasanya menyenangkan? Nyaman, bukan? Kamu jauh lebih sesuai dengan kriteriaku dibandingkan yang ada di foto."Foto?Kriteria?Apa maksudnya?Janice tidak punya waktu untuk berpikir lebih jauh. Dia hanya melihat Marco membuka tas yang sudah diletakkan sebelumnya di ruangan itu dengan puas.Ketika Janice melihat isi tas tersebut, rasa takut menyelimutinya. Dia berusaha keras untuk melawan, tetapi tubuhnya tetap sulit dikendalikan. Sementara itu, Marco mendekatinya dengan senyum lebar dan membawa barang-barang dari dalam tasnya.....Di ruang jamuanAcara penyambutan Jason diatur oleh saudara sepupu Anwar yang juga merupakan penanggung jawab tambang saat ini. Menurut urutan keluarga, Jason harus memanggil mereka sebagai paman kelima dan keenam.Beg

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 314

    Tempat jamuan makan dipindahkan ke sebuah restoran yang lebih mewah, dengan tingkat privasi yang jauh lebih baik. Begitu memasuki ruangan, suasana mewah tersebut langsung terasa.Di dalam ruang privat, sebuah meja panjang dihias dengan sangat elegan dan berkelas.Amanda masuk terlebih dulu untuk menyapa beberapa tamu asing dengan mencium pipi, lalu duduk dengan sopan dan ramah.Janice mengikutinya dengan tenang dari belakang. Namun, baru berjalan beberapa langkah, seorang pria tinggi tiba-tiba muncul dan mengadang jalannya."Hai, Nona," sapa pria itu.Mendengar suara itu, Janice mengangkat pandangannya dan terkejut melihat salah satu desainer favoritnya.Marco.Namanya sangat tradisional dan umum di Idali. Namun, desain-desainnya terkenal karena inovasi dan daya tariknya yang kuat. Kabarnya, semua karya Marco terinspirasi oleh "dewi inspirasi"-nya, yang menunjukkan bahwa dia adalah seseorang yang setia dalam masalah perasaan.Janice merasa terhormat disapa oleh Marco. Saat dia bersiap

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 313

    Anwar mengangkat pandangannya, dan tatapannya sudah mengatakan segalanya. Pelayan itu tertegun sejenak, lalu segera menunduk dan menyanggupi perintahnya.....Sore hariJanice mengganti pakaiannya dengan sesuatu yang lebih sederhana dan sopan, riasannya juga sangat tipis, membuat penampilannya tampak rendah hati dan bersih.Bagaimanapun, dia hanya karyawan Amanda. Janice tidak ingin mencuri perhatian. Saat hendak berangkat, notifikasi di ponselnya menunjukkan sebuah topik yang sedang trending.[ Jason dan Vania menghabiskan sore yang penuh cinta.]Hanya dari judulnya, Janice sudah tahu isi beritanya. Dia memilih untuk mengabaikan notifikasi itu, lalu mengenakan sepatu hak tinggi dengan tenang dan keluar dari kamar.Baru saja masuk ke dalam lift, dia bertemu dengan Amanda. Amanda mengenakan jumpsuit elegan dengan potongan V-neck yang dihiasi kalung Mutiara. Penampilannya tampak Anggun, tetapi tetap profesional.Dia melirik Janice dan berkata, "Kamu nggak usah berpakaian terlalu sederhan

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 312

    Norman kembali ke sisi Jason dan berbicara pelan, "Pak Jason, Bu Janice sudah pergi sendiri."Jason terdiam beberapa detik sebelum berkata, "Suruh seseorang mengawasinya.""Baik. Selain itu ...." Norman mendekat dan berbisik beberapa patah kata di telinganya. Jason hanya mengangguk tanpa ekspresi.Dia kemudian berjalan ke arah Vania, mengulurkan tangan untuk mengambilkan tasnya dari bagasi kabin dan menyampirkan jaketnya di Pundak Vania dengan santai."Kota Gunang lebih dingin dibandingkan Kota Pakisa," katanya."Hmm." Vania tersenyum malu-malu, dengan tatapan penuh semangat melihat Jason. Para tamu di sekitar mereka memandangnya dengan iri.....Setelah mengambil barang bawaannya, Janice menemukan Amanda. Amanda terlihat sendirian. "Vania nggak pergi sama kita?""Hmm."Janice sudah menduganya. Ketika dia sedang berpikir, sebuah keributan terjadi tidak jauh darinya.Jason keluar dari bandara sambil menggandeng Vania, menciptakan pemandangan yang heboh. Vania mengangkat pandangannya dan

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 311

    Ini hanyalah salah satu langkah dalam rencananya untuk mendapatkan kendali penuh atas tambang. Karena itu, dia membiarkan Janice mencari Caitlin, kemudian membiarkan Caitlin menyiksanya. Sementara itu, dia memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan keuntungan tanpa usaha.Saat ini, hati Janice terasa seperti ditusuk oleh ribuan jarum dan tenggorokannya terasa sesak.Setelah Norman pergi, Janice kembali ke tempat duduknya dengan tenang. Baru saja duduk, pramugari datang membawakan makanan, tetapi dia benar-benar tidak bisa makan."Aku nggak lapar, tolong bawakan aku segelas anggur," katanya.Pramugari itu tampak terkejut sejenak, lalu melirik ke arah Jason di sampingnya. Jason mengangkat pandangannya dengan tatapan dingin dan berkata, "Minum alkohol dengan perut kosong?"Janice tidak melihat ke arahnya, matanya tetap tertuju ke luar jendela. "Aku nggak akan mati karenanya."Jason melambaikan tangan ke pramugari, tidak membiarkan dia membawa anggur untuk Janice. Dengan sabar, dia menunju

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 310

    Janice mengikuti arah pandang Jason dan menyadari bahwa sweternya tersangkut di tali pinggang Jason.Jika Jason bergerak sedikit saja, baju Janice akan terangkat.Dengan panik, Janice menarik sweternya. Namun, dia malah tidak sengaja menyentuh tempat yang tidak seharusnya disentuh. Seketika, tangannya dicengkeram oleh Jason.Jason mengatupkan bibirnya. Di tengah kegelapan, terlihat tatapannya yang suram seperti binatang buas yang sedang menahan diri. Dia berucap dengan tegas, "Jangan bergerak."Saat merasakan perubahan pada tubuh Jason, mata Janice sontak terbelalak. Dahinya juga mulai berkeringat. Dia menarik sweternya dengan terburu-buru."Bajuku ..."Klik! Tali pinggang itu terbuka."Pak ...." Norman datang dengan membawakan berkas. Saat melihat pemandangan ini, dia segera menutup mulut dan berbalik. "Aku nggak lihat apa-apa. Aku akan kembali nanti."Norman buru-buru pergi. Janice ingin sekali mencari tempat untuk bersembunyi. Dia harus segera melepaskan sweternya dari ikat pinggang

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 309

    Janice mengangguk, lalu kembali ke kursinya. Ketika melewati pria di sebelahnya, pria itu sengaja menyenggolnya dengan kaki.Janice tidak tahan lagi. "Pak, kalau kamu terus begini, aku juga nggak akan segan-segan. Kalau aku marah, mungkin pesawat ini harus putar balik."Pria itu bukan hanya tidak marah, melainkan tertawa. "Cantik, apa pernah ada yang bilang kamu terlihat semakin menggoda kalau marah?""Menggoda kepalamu ...." Janice mengangkat sepatu hak tingginya untuk menginjak kaki pria itu yang terulur. Namun, pramugari tiba-tiba datang."Bu Janice?""Ya?" Janice menurunkan kakinya."Rekan kerjamu ingin menemuimu." Pramugari menunjuk ke depan.Janice mengira Amanda yang mencarinya, jadi dia membawa tasnya dan mengikuti pramugari. Ternyata pramugari malah membawanya ke kabin first class.Norman melambaikan tangan. "Bu Janice, di sini."Janice termangu sesaat. Tiba-tiba, dia memahami sesuatu dan berbalik. "Nggak usah."Tiba-tiba, tangannya diraih oleh seseorang. "Kamu mau terus digan

  • Pembalasan sang Istri Tertindas   Bab 308

    "Ka ... kamu ...." Vania menggertakkan gigi. Dia tidak menyangka dirinya akan diperas oleh Malia, orang yang seharusnya tidak berbahaya untuknya.Malia tertawa ringan. "Vania, jangan main-main. Aku sudah nggak punya apa-apa lagi. Kalau aku mati, aku pasti akan menarik seseorang untuk ikut denganku."Vania mengepalkan tinjunya. Dia tidak takut pada anjing yang tidak patuh, melainkan takut pada anjing liar yang tiba-tiba menyerang. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Aku transfer sebentar lagi.""Terima kasih." Malia tertawa dan mengakhiri panggilan.Vania menatap ponselnya. Dia bisa menilai bahwa nafsu Malia hanya akan semakin besar. Semua ini salah Janice! Jika bukan karena Janice, Malia tidak akan berani bertindak seperti ini padanya!Saat ini, masuk pesan dari Azka.[ Sayang, malam ini ada waktu nggak? ]Vania ingin membalas dia tidak ada waktu, tetapi sebuah rencana tiba-tiba muncul dalam benaknya.[ Ada, tapi ... aku butuh bantuanmu untuk melakukan sesuatu. ][ Sejak kapa

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status